• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pluralisme Agama dalam Perspektif Hindu

Dalam dokumen Farid Esack dan paham pluralisme agama (Halaman 53-57)

PLURALISME AGAMA DALAM PERSPEKTIF AGAMA-AGAMA

B. Pluralisme Agama dalam Perspektif Hindu

Pluralisme agama dalam perspektif Hindu terdapat dalam sanatadharma, yakni yang menyatakan, bahwa kebajikanlah yang harus jadi dasar kontekstualisasi agama dalam situasi apa pun sehingga agama menjadi selalu memanifestasikan diri dalam bentuk etis dan keluhuran hidup manusia.138

Pandangan tersebut telah dijelaskan dalam agama Hindu Klasik sejak agama ini lahir. Alasannya adalah karena menurut agama tersebut, seluruh segi dunia berasal dari satu leluhur yang sama. Oleh karena itu, tidak diperlukan persamaan, baik itu berupa bunyi, bentuk, jumlah, warna, atau gagasan, termasuk agama yang bermacam-macam tersebut.139

Bagi agama Hindu, agama haruslah dipahami sebagai perspektif-perspektif yang berbeda dan kadang-kadang bertentangan, maka dengan adanya paham tersebut, agama Hindu mengajarkan keharusan bersikap toleran dan terbuka 136

Golongan eksklusif adalah golongan yang tidak menerima keberadaan agama lain. Mereka menganggap bahwa keselamatan hanya ada pada agamanya sendiri. Lihat, Budhy

Munawar Rachman, Islam Pluralis: Wacana Kesetaraan Kaum Beriman. (Jakarta: Paramadina,

2001), h. 44.

137

Adian Husaini, Pluralisme Agama: Haram Fatwa MUI Yang Tegas Dan Tidak

Kontroversial (Jakarta: Pustaka al Kaustar, 2005), h. 100.#

138

Sukidi, New Age Wisata Spiritual Lintas Agama (Jakarta: Gramedia, 2002), h. 28.

139

Harold Coward, Pluralisme:Tantangan bagi Agama-Agama. Penerjemah Bosco

terhadap agama-agama lain. Bahkan dalam agamanya sendiri, dituntut adanya toleransi yang besar untuk merangkul semua sekte karena makin banyak segi Ilahi yang dapat diamati, maka makin sempurnalah pemahaman kita.140

Pada dasarnya agama tersebut sudah memperkirakan adanya perbedaan mengenai yang Ilahi. Hal tersebut terlihat dalam penjelasan mengenai pengertian tentang konsep. Menurut ajaran ini, setiap konsep adalah benar dalam perpektifnya sendiri. Artinya setiap pandangan merupakan suatu kesimpulan logis yang didasarkan pada praanggapan pada perspektifnya sendiri. Dengan demikian karena keterbatasan manusiawi, terpaksa manusia harus memilih salah satu bentuk dari sekian banyak bentuk untuk menyalurkan apresiasi kecintaanya pada Yang Ilahi.141

Terdapat dua perspektif pluralisme agama dalam agama Hindu, yakni yang membiarkan eksistensi agama-agama dan yang menyatukan agama-agama. Yang mengakui eksistensi agama-agama, selain Hindu Klasik adalah Radhakrishnan.142 Ia mengatakan bahwa agama tidak harus sama dengan suatu wahyu yang akan kita capai dalam iman sebagai suatu upaya untuk menyingkapkan lapisan-lapisan terdalam keberadaan manusia dan menjalin hubungan abadi dengan-Nya. Menurutnya, agama-agama yang berbeda harus mengembangkan semangat saling mengerti dan menerima kultus-kultus mengenai kelompok lain. Yang Nyata ada satu. Yang berpengetahuan menyebutnya dengan bermacam-macam nama: Agni, Yama, Matarisvan, sebagaimana yang dikatakan

140 Coward, Pluralisme, h. 117-118. 141 Coward, Pluralisme, h. 118. 142

Radhakrishnan adalah seorang filosof dan apologi Hindu. Dia lahir tahun 1888 di India Selatan. Dia juga merupakan profesor agama-agama timur dan budaya, dosen filsafat di Mysore

Calkuta dan di Universitas Hindu Banares. “Radhakrishnan” dalam Paul Edwards, ed., The

dalam Upanisad, Brahman ada satu; dewa-dewa yang beda hanyalah perwujudan bermacam-macam aspek dari Brahman.143

Sikap demikian juga dinyatakan jelas dalam Bhagawad-Ghita, bahwa Yang Ilahi menerima orang-orang yang datang kepada-Nya melalui jalan agama yang berbeda-beda, dan agama Hindu menurutnya telah menyesuaikan dirinya dengan rahmat yang tak terbatas untuk setiap kebutuhan manusia tersebut. Agama ini mempunyai sikap simpati dan hormat sehingga agama ini tidak segan-segan menerima setiap segi Allah yang dipahami manusia. Sikap tersebut telah mampu menyatukan keanekaragaman agama. Agama ini juga menyatakan bahwa masalah agama adalah masalah kepuasan pribadi. Syahadat dan dogma, kata dan lambang, hanya berfungsi sebagai alat karena bagi ajaran ini, nama yang digunakan untuk menyebut Allah dan upacara yang dilakukan untuk mendekati-Nya bukanlah persoalan. Selain mengutip Bhagawad-Ghita, Radhakrishnan pun membenarkan apa yang telah diucapkan oleh Yesus yang mengatakan bahwa orang yang melakukan kehendak Allah adalah saudara-saudari-Ku dan ibu-Ku.144

Bagi Radhakrishnan, keabsahan setiap agama terdapat dalam nilainya sebagai alat, yaitu jika setiap agama memungkinkan pengikutnya mencapai kebahagiaan. Kebahagian adalah letak keabsahan dari sebuah agama. Letak keabsahan orang Hindu terletak kepada melagukan Veda di tepi sungai Gangga, sedangkan bagi orang Cina dengan merenungkan ajaran-ajaran Konghuchunya, bagi orang Jepang adalah memuja patung Budha bagi orang Eropa adalah percaya

143

Coward, Pluralisme, h. 137.

144

pada Kristus, bagi orang Arab membaca al-Quran, dan bagi orang Afrika adalah memuja Fetis.145

Fakta tersebut merupakan penegasan setiap agama atas keabsahannya, bahwa hanya melalui agama yang bersangkutan para pengikutnya menemukan diri. Lebih jelasnya Radhakrishnan ingin mengatakan, bahwa pembebasan manusia itu beraneka ragam sesuai dengan sifat dan latar belakang budayanya. Agama Kristen sangat cocok untuk orang Eropa yang baginya tradisi lain seperti agama Hindu atau Budha sama sekali tidak cocok.146

Lebih lanjut Radhakrishnan menjelaskan, bahwa kepercayaan terhadap satu agama, akan membunuh kepercayaan terhadap agama-agama lain karena tindakan tersebut cenderung berusaha memaksakan iman pada orang lain, dan hanya akan merampok kekayaan agama, yakni keanekaragaman jalan menuju Allah, dan tentu saja ajaran tersebut bertolak belakang dengan ajaran Hindu yang mengakui kebenaran yang beragam pada setiap agama.147

Dengan demikian pemecahan masalah pluralisme keagamaan, menurut Radhakrishnan, bukanlah dengan menghancurkan atau menghilangkan tradisi- tradisi agama individu, melainkan dengan menegaskan dan menghormati kepercayaan dari orang lain karena baginya tradisi adalah merupakan kenangan masyarakat akan jalan dan sarana yang mereka gunakan untuk mencapai pembebasan.148

Berbeda dengan Radhakrishnan, adalah Kabir dan Namdev, mereka adalah dua orang Hindu sejati yang memadukan ajaran agama Islam dan Hindu. Kabir 145 Coward, Pluralisme, h. 139. 146 Coward, Pluralisme,, h. 139. 147 Coward, Pluralisme, h. 140. 148 Coward, Pluralisme, h. 140.

mengatakan bahwa Allah yang sama yang dicari dalam semua agama, yang berbeda hanya cara menamakan-Nya. Beberapa ajaran yang diambil dari ajaran Islam di antaranya adalah menjauhkan diri lambang-lambang kehidupan agama termasuk kasta, berhala-berhala dan praktek-praktek ziarah termasuk penolakan terhadap pemujaan berhala-berhala.149

Selain Namdev dan Kabir adalah Nanak. Ia adalah seorang penganut Hindu yang menyatukan ajaran Islam dan Hindu, menjadi agama Sikh. Namun latar belakang kebijaksanaannya lebih banyak dipengaruhi oleh agama Hindu. Ia menyatakan bahwa kegiatan kasih sayang dan penuh semangat dituntut dari semua orang. Allah adalah yang mutlak tanpa bentuk (nirguna) dan sekaligus adalah realitas yang terwujud (saguna).150

Selanjutnya adalah Keshub Chunder Sen. Ia adalah seorang penganut Hindu yang memadukan ketiga ajaran agama menjadi satu, yakni Islam, Hindu, dan Kristen. Dasar pemikirannya adalah bahwa semua semua yang baik dan mulia yang ada dalam yang lain harus diambil. Masukkan dan terimalah seluruh umat manusia dan semua kebenaran. Ia mengatakan hendaknya orang Hindu dan Kristen mengerti dan memahami keduanya. Tidak saling membenci dan meniadakan.151

Dalam dokumen Farid Esack dan paham pluralisme agama (Halaman 53-57)