• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengetahuan Petani tentang Upacara

Dalam dokumen JASA LINGKUNGAN BUDAYA SISTEM SUBAK DI BALI (Halaman 108-118)

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.3 Pengetahuan Petani Tentang Jasa Lingkungan

4.3.6 Pengetahuan Petani tentang Upacara

Berkaitan dengan Subak

Penelitian melalui FGD yang dilakukan petani pria, wanita maupun anak-anak di kawasan WBD dan di luar kawasan WBD, telah mengidentifikasi beberapa nilai kebudayaan masyarakat Bali yang bersifat non-benda (intangible) yang berasal dari sistem subak. Nilai-nilai

tersebut merupakan kearifan lokal (local genius) masyarakat Bali, sebagai sebuah jasa lingkungan. Salah satu jasa lingkungan budaya yang berkaitan dengan sistem subak adalah jasa lingkungan dalam bentuk upacara. Hasil penelitian melalui FGD mendapatkan setidaknya terdapat 13 jenis upacara yang dilakuan oleh anggota subak, dalam mengelola sistem subak. Ke-13 jenis upacara tersebut ditunjukan dalam Tabel 4.13.

Namun secara garis besar berdasarkan atas kebersamaan dalam melakukan upacara, maka terdapat dua jenis upacara yang dilakukan oleh subak, yaitu upacara yang dilakukan secara bersama-sama oleh anggota subak dan upacara yang dilakukan secara individu oleh anggota subak. Tabel 4.13, juga menunjukkan jenis upacara yang dilakukan oleh subak. Setidaknya terdapat 8 jenis upacara yang dilakukan secara bersama oleh anggota subak dan 5 jenis upacara yang dilakukan secara individu oleh anggota subak.

Penyuluh Pertanian Lapangan (PPL) di kecamatan Tabanan, dan Penebel menyatakan cukup banyak kegiatan atau budaya upacara yang dihasilkan dari subak atau dengan kata lain bahwa subak setidaknya mampu memberikan sebanyak 13 jenis upacara sebagai budaya masyarakat pertanian, yang masing-masing memiliki peran dan fungsi yang berbeda antara satu dengan yang lainnya. Upacara tersebut ada yang dilakukan bersama seluruh anggota subak, ada pula yang harus dilakukan secara individu oleh anggota subak. Namun PPL nampaknya belum mampu memberikan

penjelasan dengan baik tentang kelengkapan dari setiap upacara yang harus dilakukan oleh anggota subak.

Tabel 4.13 Jenis Upacara yang Dilakukan oleh Subak

No Jenis Upacara

Dilakukan oleh anggota subak

Bersama Individual

1 Magpag Toyo + -

2 Nuasain (Ngrastiti pangwiwit

nandur) - +

3 Ngerasakin (Mecaru di Carik) + - 4 Nyepi di Carik I (selama 3 hari

setelah padi berumur 1 bulan) + - 5 Nyepi di Carik II (selama 2 hari,

setelah padi berumur 2 bulan) + - 6 Nyepi di Carik III (selama 1 hari,

setelah padi berumur 3 bulan) + - 7 Mohon air suci ke Pekendungan + - 8 Mohon air suci Ke Pura Bedugul + -

9 Ngusaba + -

10 Nganyarin - +

11 Mantenin padi di lumbung - +

12 Nuunang Tegteg - +

13 Ngutang Tain Asep - +

Keterangan:

Seluruh budaya atau upacara yang dilakukan oleh anggota subak tersebut akan ada jika ada subak. Dengan kata lain bahwa upacara tersebut hanya dilakukan pada sistem subak atau upacara tersebut tidak akan pernah ada jika tidak ada subak. Dengan demikian nampak dengan jelas bahwa sistem subak mampu memberikan berbagai jasa budaya, yang menjadi sebuah karifan lokal masyarakat Bali. Sebagai contoh upacara magpag toyo, merupakan salah satu upacara yang sangat penting yang harus dilakukan oleh anggota subak, ketika mereka mulai melakukan pengolahan lahan. Upacara bertujuan agar, air irigasi yang dibutuhkan petani selama musim tanam, dapat tersedia dengan baik dari segi kuantitas dan kualitas, sehingga petani dapat berproduksi dengan baik. Demikian pula dengan upacara yang lainnya memiliki peran dan fungsi yang berbeda. Hampir setiap aktivitas yang berkaitan dengan sistem subak memiliki upacara, sebagai bentuk permohonan dan rasa syukur dan terimakasih kepada Tuhan Yang Maha Kuasa.

Sedangkan menurut petani semua jenis upacara tersebut tetap dilaksanakan oleh petani hingga saat ini, khususnya di kawasan WBD. Namun untuk sistem subak di luar kawasan WBD, sebagian upacara telah hilang, terutama pada subak yang sepenuhnya beralih fungsi, atau sistem subak telah hilang, seperti di subak Tegehan, Subamia, Tabanan. Menurut petani dari kawasan tersebut, bahwa seluruh ekosistem subak telah beralih fungsi menjadi kawasan ekonomi, pemukiman dan infrastruktur. Pura subak walaupun masih berdiri, namun telah beralih fungsi menjadi

Pura Natar Sari yang fungsinya sama sekali tidak terkait dengan sistem subak. Ke-13 jenis upacara tersebut antara lain:

1) Upacara magpag toya adalah kegiatan mencari air irigasi sebelum petani mengolah lahan sawah. Kegiatan mulai mengolah sawah (Bahasa Bali: tuun ke carik) selalu diawali dengan sebuah upacara magpag toya, yaitu upacara yang dilakukan bersama-sama oleh seluruh anggota subak, bertempat di pura Ulun Siwi dan Bedugul subak. Upacara bertujuan agar petani mendapatkan air irigasi yang cukup dari segi kuantitas dan kualitas. Sekaligus untuk menghaturkan ucapan terimakasih kepada Yang Maha Kuasa karena atas kebesaran dan kemurahan beliau, maka keberhasilan bisa diperoleh petani. Kegiatan tersebut dapat dikatagorikan dalam spiritual keagamaan. Selain itu upacara

magpag toyo juga dapat dikatagorikan sebagai sebuah

warisan budaya, karena merupakan kebudayaan warisan leluhur masyarakat Bali, yang hingga kini tetap eksis dalam sistem subak. Upacara magpag toyo juga dapat dikatagorikan dalam sebuah hubungan sosial, karena dalam melaksanakan upacara tersebut, sangat dibutuhkan kerjasama harmonis di antara sesama anggota subak. Sebagaimana dijelaskan sebelumnya bahwa kebersamaan merupakan landasan utama dalam menjalankan sistem subak.

2) Upacara mencabut benih (ngerasakin) adalah upacara yang dilakukan petani sebelum mulai mencabut benih dari pesemaian. Bertujuan agar benih yang dicabut dan ditanam petani dapat memberikan hasil yang baik. Kegiatan tersebut

dapat dikatagorikan dalam spiritual keagamaan, warisan budaya, dan hubungan sosial. Kelengkapan upacara terdiri dari tipat daksina, peras penyeneng, penyunan memakai ayam, perebuan memakai bebek, segehan putih kuning, alas daun kelapa dianyam, tidak memakai dupa.

3) Mewinih adalah upacara untuk membuat benih padi, yang dilakukan petani mulai dari proses pemilihan benih, merendam dan penyemaian di lahan sawah, dapat digolongkan sebagai jasa lingkungan budaya dalam warisan budaya. Upacara mewinih juga dapat dikatagorikan dalam spiritual keagamaan.

4) Upacara Nuasen adalah upacara yang dilakukan oleh petani yang pertama menanam bibit padi di lahan sawah dalam satu musim tanam. Bertujuan agar tanaman padi yang ditanam dapat tumbuh dengan baik dan memberikan hasil yang melimpah. Penanaman padi akan segera diikuti oleh petani lainnya, dalam kawasan ekosistem subak tersebut. Kelengkapan upacara: Satsat, Nasi matekor, tipat dampulan,

Penyeneng, Gantung-gantungan, Jajan basah, muncuk dapdap, segehan putih kuning, tape, sumping dan bantal.

Kegiatan tersebut dapat dikatagorikan dalam spiritual keagamaan, warisan budaya, sistem pengetahuan, dan hubungan sosial.

5) Ngurit adalah upacara yang dilakukan saat membuat penyemaian padi di sawah. Upacara dilengkapi dengan

banten kojong, nasi, muncuk dadap, bawang, jahe, garam,

daun pisang, daun sirih, bunga, biji, plawa, burat wangi. Semua bahan dikebun sendiri, sedangkan bawang dan garam

dapat dibeli di pasar. Kegiatan tersebut dapat dikatagorikan dalam spiritual keagamaan, warisan budaya, sistem pengetahuan, dan hubungan sosial.

6) Ngerainin adalah upacara yang dilakukan sebanyak 3 kali dalam satu musim tanam. Bantennya: rayunan, telur sebagai lauk, gantung-gantungan, penyeneng, segehan putih kuning,

canang sari, semua banten tidak memakai dupa ketika

upacara dilaksanakan. Kegiatan tersebut dapat dikatagorikan dalam spiritual keagamaan, warisan budaya, sistem pengetahuan, dan hubungan sosial.

7) Ngusabe adalah upacara yang dilakukan petani saat padi menguning dan menunggu waktu untuk dipanen. Bertujuan agar padi yang telah mulai menguning dapat berkembang dengan baik dan memberikan hasil atau produksi yang baik. Kelengkapan upacara: Banten tipat daksina, ulatan, banten

pagpaggan, pengulapan, pengambean, peras, penyeneng, soda, rayunan, lumbung sari, bersihan, kukuh empong, banten penyaban, gantung-gantungan, segehan manca

warna. Kegiatan tersebut dapat dikatagorikan dalam spiritual keagamaan, warisan budaya, sistem pengetahuan, dan hubungan sosial.

8) Nangluk merana adalah kegiatan upacara bertujuan untuk mengendalikan hama penyakit tanaman. Hama penyakit seperti walang sangit, wereng, tikus, silahkan hidup secara berdampingan, namun jangan sampai merusak tanaman padi milik petani. Kegiatan tersebut dapat dikatagorikan dalam spiritual keagamaan, warisan budaya, sistem pengetahuan, dan hubungan sosial.

9) Upacara menaikan padi ke lumbung adalah kegiatan untuk menyimpan padi di lumbung setelah padi dikeringkan. Padi disimpan di lumbung untuk persiapan pangan selama proses pengolahan lahan, sebelum masa panen berikutnya tiba. Kegiatan tersebut digolongkan dalam jasa lingkungan pada katagori pendidikan, warisan budaya, dan sistem ekonomi. 10) Mantenin adalah upacara yang dilakukan petani saat padi

hasil panen telah disimpan di lumbung. Sebagai wujud terimakasih petani kepada Tuhan Yang Maha Kuasa, Ida Hyang Widhi Waca yang telah memberikan hasil panen yang melimpah, sehingga cukup menyediakan pangan bagi seluruh anggota keluarga petani hingga musim panen berikutnya tiba. Padi lokal sesajen atau bantennya: tipat daksina, tegteg,

banten bilang bucu, medaging sri gueng (tipat mapenjor) gantung-gantungan, pengambean, pengulapan, rantasan, adengan gelebeg, pemikulan, samuhan, banten sama dengan banten mesaba. Padi Baru: Hampir sama dengan padi lokal

hanya tidak ada tegteg, samuan, rantasan, banten bilang

bucu, dan mepenjor. Kegiatan tersebut dapat dikatagorikan

dalam spiritual keagamaan, warisan budaya, sistem pengetahuan, dan hubungan sosial.

11) Upacara menurunkan padi dari lumbung adalah kegiatan upacara yang dilakukan saat padi akan diambil dari lumbung untuk diproses menjadi beras. Kegiatan tersebut digolongkan dalam jasa lingkungan pada katagori pendidikan, warisan budaya, dan sistem ekonomi.

12) Nyangket adalah dengan kelengkapan upacara: Tipat daksina,

pura bedugul. Proses upacara pelaksanaannya didasarkan

pada ”keberuntungan masing pemilik lahan sawah”. Kegiatan tersebut dapat dikatagorikan dalam spiritual keagamaan, warisan budaya, sistem pengetahuan, dan hubungan sosial.

Namun hasil penelitian melalui survei, terhadap tingkat pengetahuan petani tentang upacara sebagai sebuah jasa lingkungan budaya yang tercipta dari sistem subak, mendapatkan bahwa sebagian besar (79,0%) petani pria dan 84,4% petani wanita serta 65,0% anak-anak petani di kawasan WBD mampu menyebutkan sebagian besar dari 13 jenis upacara yang tercipta karena adanya sistem subak (Tabel 4.14). Tabel 4.14 juga menunjukan bahwa sebagian besar (93,5%) petani pria dan 88,6% (petani wanita) serta 62,0% anak-anak petani, mampu menyebutkan sebagian besar upacara dari 13 jenis upacara yag tercipta karena adanya sistem subak. Kondisi tersebut menunjukkan bahwa eksistensi upacara sebagai sebuah jasa lingkungan budaya yang tercipta karena adanya sistem subak hingga kini tetap dilaksanakan dengan sangat baik oleh petani baik di kawasan WBD maupun di luar kawasan WBD.

Tabel 4.14 Tingkat Pengetahuan Petani Tentang Upacara Sebagai Sebuah Jasa Lingkungan Budaya Sistem Subak

Lokasi Tingkat pengetahuan tentang upacara

Kluster petani

Total

Pria Wanita Anak-anak

Sama sekali tidak tahu 0,0% 0,0% 0,0% 0,0%

WHC

Tahu hanya sebagian

kecil 6,9% 3,1% 10,0% 6,2% Tahu sebagian 13,8% 12,5% 25,0% 16,0% Tahu banyak 79,3% 84,4% 65,0% 77,7% Total 100,0% 100,0% 100,0% 100,0% Non WHC

Sama sekali tidak tahu 0,0% 0,0% 6,9% 2,2% Tahu hanya sebagian

kecil 0,0% 3,3% 13,8% 5,6% Tahu sebagian 6,5% 10,0% 17,2% 11,1% Tahu banyak 93,5% 88,6% 62,0% 82,1%

Total 100,0% 100,0% 100,0% 100,0%

Pengetahuan petani di luar kawasan WBD tentang upacara sebagai sebuah jasa lingkungan budaya sistem subak lebih baik dibandingkan petani di dalam WBD. Kondisi tersebut kemungkinan disebabkan oleh tingkat pendidikan petani yang lebih rendah di dalam kawasan WBD. Selain itu, kemungkinan juga disebabkan oleh karena kegiatan yang berkaitan dengan upacara pada subak-subak di kawasan WBD merupakan suatu kebiasaan sehingga kurang mendapatkan perhatian dari aspek pengetahuan masyatakat. Berbeda dengan petani di luar kawasan WBD yang memiliki pendidikan lebih baik dibandingkan dengan petani di dalam kawasan WBD, sehingga cenderung memiliki pengetahuan yang berkaitan dengan agama juga

menjadi lebih baik dibandingkan dengan petani di dalam kawasan WBD.

4.4 Kontribusi Jasa Lingkungan Budaya Sistem Subak

Dalam dokumen JASA LINGKUNGAN BUDAYA SISTEM SUBAK DI BALI (Halaman 108-118)