• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGGUNAAN E-LEARNING DALAM PROSES PEMBELAJARAN Pendahuluan

Dalam dokumen TEKNOLOGI INFORMASI DALAM BIMBINGAN KONSELING (Halaman 191-196)

BAGIAN II MODUL PRAKTEK

PENGGUNAAN E-LEARNING DALAM PROSES PEMBELAJARAN Pendahuluan

Perkembangan teknologi informasi yang sangat cepat telah menyediakan berbagai kemungkinan baru dalam berbagai dimensi kehidupan bermasyarakat. Tak terkecuali dunia pendidikan tinggi ikut mengalami perumusan kembali diri kembali, setelah teknologi informasi memberi kemungkinan dilakukannya proses pembelajaran jarak jauh dengan memanfaatkan jaringan internet. Konsep pendidikan tradisional yang mensyaratkan terjadinya interaksi langsung antara seorang pengajar dengan mahasiswanya, kini dilengkapi dengan kemungkinan ditiadakannya kegiatan tatap muka itu. Pengajar dan mahasiswanya bisa tinggal di berbagai tempat yang berbeda, bahkan berinteraksi pada waktu yang berbeda, oleh karena itu fasilitas baru ini merekam setiap kegiatan masing-masing peserta pembelajaran, baik pengajar maupun mahasiswa.

Universitas sebagai institusi pendidikan tinggi melihat peluang baru ini dengan berbagai sikap, mulai dari yang paling antusias, sampai dengan sikap yang penuh dengan kecurigaan. Sarana yang lebih dikenal dengan istilah e-learning ini diperdebatkan oleh karena merupakan hal baru dan orang belum mempunyai pengalaman yang cukup untuk menilainya. Namun jelas bahwa e-learning akan membuar revolusi terhadap universitas tradisional dengan memperluas teks dengan sumber-sumber on-line sepert bahan-bahan interaktif dan berbasis multimedia, dan dengan memperluas diskusi–diskusi melampaui kelas tradisional dengan menggunakan interaksi berbasis web. Namun pandangan yang cenderung positif ini diimbangi oleh kelompok lain yang memprihatinkan masa depan dunia pendidikan yang sangat mungkin akan didominasi oleh jaringan bisnis komersial yang besar, yang mampu mendukung pembiayaan infrastruktur jaringan internet. Hal ini masih ditambah dengan hilangnya tata muka antara peengajar dan mahasiswa, hal yang masih dianggap sebagai bagian inti dari sebuah proses pendidikan yang manusiawi. (Martin & Webb, 2001). Dengan demikian dapat dikatakan bahwa pembelajaran melalui e-learning lebih merupakan sebuah perjalanan yang heroik, dengan semua jatuh bangunnya. Selanjutnya akan nampak apakah seorang pengajar akan lebih mementingkan untuk membantu mahasiswa belajar atau lebih mempersoalkan cara pengajarannya. (boddy, 1997)

Penggunaan E-Learning Dalam Proses Pembelajaran 192

Teknologi Informasi dlm BK / Bimbingan dan Konseling FKIP – UPS Tegal

Prinsip-Prinsip Pembelajaran

Untuk menilai penggunaan e-learning sebagai sarana pembelajaran, diperlukan sebuah kerangka untuk memungkinkan kita menimbangnya dengan lebih obyektif. Martin (Martin & Webb, 2001) menyodorkan hal-hal berikut sebagai prinsip-prinsip pembalajaran yang harus ditaati agar proses pendidikan berjalan dengan baik.

1. Sikap hormat dn rendah hati terhadap mahasiswa, diri, dan bidang studinya.

Prinsip ini menjadi arena dari seluruh proses pembelajaran. Pengajar, baik lewat kelas trasisional maupun e-learning, menciptakan kondisi-kondisi dan pengalaman-pengalaman mendukung dan membawa ke arah yang benar bagi mahasiswa dalam belajarnya. Seluruh upaya pengajar dalam mengajar lebih diarahkan untuk memperoleh hasil yang terbaik bagi mahasiswa, dan bukan bagi metode atau strategi itu sendiri. Jelas bahwa pengajaran meliputi pendampingan mahasiswa serta membantu mereka untuk memasuki suatu dialog dengan bahan kuliah. (Entwistle & Marton, 1994). Karena itu, seong pengajar harus mengenal dan menghormati mahasiswanya., bidang studinya, dan dirinya sendiri sebagai seorang pengajar dan ilmuwan.

Sikap hormat pada mahasiswa diperlukan agar diperlukan sebuah interaksi yang wajar, yang mendukung mahasiswa untuk masuk ke dalam dialoh dengan bahan kuliah tersebut. Pengajaran yang baik berkembang melalui refleksi terhadap proses pengajara itu sendiri, melalui pemahaman yang lebih mendalam mengenai diri sendiri sebagai pengajar dalam bidangnya. Sikap hormat pada bidang studi itu diperlukan agar pengajat tidak sekedar mengetahui bahan, namun lebih dari itu dia terhubungkan dengan bahan itu sehingga selalu sensitif terhadap perkembangan dan perubahannya. Kadang pengetahuan juga dipahami sebagai suatu organisme yang tumbuh dan berubah sepanjang waktu. Kadang pengetahuan juga dipahami sebagai peta dari suatu wilayah batin. Dengan kacamata ini, kita akan melihat bahwa pengajaran haruslah sebuah proses pengembangan pengalaman belajar yang membantu mahasiswa untuk memahami peta itu dan dapat mengikuti dan terlibat dengan pertumbuhan dan perubahan pengetahuan tersebut, Jadi pengajaran bukanlah sekedar transfer pengtahuan.

Penggunaan E-Learning Dalam Proses Pembelajaran 193

2. Keterlibatan dan dialog dengan mahasiswa

Prinsip ini berkaitan dengan apa yang dilakukan pengajar untuk membantu mahasiswa mengetahui pengetahuan tertentu. Dalam pengajaran, seorang mahasiswa terlibat dalam dialog yang membawa bahan studi dengan bantuan si pengajar. Pengajaran yang baik memuat proses independen dalam komunitas ilmuwan yang menyelidiki disilpin ilmu itu.

Pengajar melakukan beberapa hal untuk membantu mahasiswa, ialah menentukan kurikulum dan silabus, dan hal-hal utama yang harus dipahami. Pengajar juga menetapkan apa yang harus dicapai mahasiswa dan apa tujuannya. Pengajar juga menyiapkan perangkat untuk memberi penilaian atas pencapaian itu. Hal itu membuat pengajar tahu apa yang diketahui mahasiswa dan bagaimana mereka memahami materi studi itu. (Rowntree, 1977). Dengan proses refleksi, seorang pengajar akan menemukan apakah ia membantu mahasiswa menjadi seorang pelaku ilmiah dalam dialog dengan bahan studi secara otentik ataukah sekedar menjadi tukang hafal apa yang dituntutkan oleh pengajarnya.

3. Integritas ilmuwan dan tanggung jawab sosial.

Prinsip ini berfokus pada disiplin ilmu itu sendiri, ialah dalam pengembangan pengetahuan serta pencerahan bagi mereka yang terlibat dalam konteks disiplin itu. Bila orang terlibat dalam suatu penelitian ilmiah, maka ia akan menemukan lebih banyak lagi kebenaran tentang disiplin ilmu itu. Kebenaran yang diperoleh bukan dimaksudkan untuk menumuk lebih banyak fakta dan detil-detilnya, melainkan lebih untuk mngembangkan cara untuk mengetahui dan memahami seluruh makna yang terwakili dalam ilmu itu. Orang mencoba untuk melukis peta yang lebih baik mengenai apa yang sudah diketahui, dan menyelidiki sudut-sudut yang sebelumnya belum disentuh. Orang menemuka pertanyaan-pertanyaan baru, lalu membuat hipotesis dan konsep baru untuk mendapatkan jawaban atas pertanyaan yang muncul itu. Salah satu alasan mengapa perubahan ini terjadi adalah karena realitas sosial juga berubah. Universitas memiliki tanggung jawab kepada masyarakat untuk mengembangkan dan melindungi integritas pengetahuan kolektif ini.. Dan sejajar dengan perkembangan masyarakat yang makin bersifat multi kultural, demikian juga pengetahuan kolektif makin bersifat

Penggunaan E-Learning Dalam Proses Pembelajaran 194

Teknologi Informasi dlm BK / Bimbingan dan Konseling FKIP – UPS Tegal

kompleks dan sementara. Tanggung jawab sosial ini selalu hadir setiap kali seorang pengajar masuk kelas, laboratorium, baik nyata atau maya, dalam kelas tradisional atau e-learning.

4. Takjub, komitmen dan usaha keras

Prinsip ini berkaitan dengan suasana magis yang tercipta saat orang mengalami pencerahan atau suatu lompatan pemahaman, baik dalam pemahaman tentang metode pengajaran maupun berkaitan dengan apa yang dipahami mahasiswa tentang materi kuliah. Prinsip ini menekankan bahwa meski ada banyak ha yang dapat dijelaskan tentang pengajaran yang baik, namun ada aspek dari pengajaran yang tetap misterius dan yang terjadi oleh karena seorang pengajar terbuka terhadap kemungkinan pencerahan pada saat yang tidak diduga, baik pada diri si pengajar maupun mahasiswa. Hal ini tidak dapat diduga, kapan akan terjadi. Namun umumnya hal ini terjadi sebagai buah dari sebuah usaha keras dari pengajar dan mahasiswanya.

Mahaiswa dan pengajar bekerja keras memenuhi tuntutan akademik. Ini menuntut sebuah komitmen dan usaha keras untuk bertahan dalam tuntutan itu. Tentu saja tidak semua mahasiswa maupun pengajar mengikuti pola disiplin ini. Namun sekali orang mengalami hal yang menakjubkan itu, ia akan percaya bahwa pembelajaan adalah sebuah hiburan yang sangat memuaskan.

E-learning dan Prinsip Pembelajaran

Dengan kerangka berpikir yang dilukiskan dalam keempat prinsip di atas, sekarang kita perlu menimbang keembali posisi e-learning sebagai alat bantu dalam proses pembelajaran. Secara sederhana, e-learning dapat dirumuskan sebagai sekedar penggunaan perangkat dan teknologi elektronik untuk membantu proses pembelajaran. Namun e-learning bukan sekedar alat bantu visual yang sudah umum dipakai sebelumnya. Istilah ini muncul menyertai e-commerce dan sebagainya, yang menyebar sangat cepat bersama perkembangan internet dan the World-Wide-Web atau yang disingkat Web. Ide utamanya adalah untuk membentuk suatu komunitas maya yang dapat menggantikan atau sebagai alternatif dari kelas tradisional yang butuh ruangan kelas yang nyata.

Penggunaan E-Learning Dalam Proses Pembelajaran 195

Perlu disadari bahwa Web sesungguhnya hanyalah sistem pengantar data, sama dengan sistem kabel atau sistem telepon yang sudah umum dipakai, yang mengantar suara kita kepada lawan bicara. Sistem itu sendiri tidak terlibat dalam isi pembicaraan. Maka dapat diperdebatkan apakah Web dengan protokol, multi media dan hiperteksnya memperkaya bentuk, struktur dan kemampuan diakses dari isi dihantarkan, ataukah sekedar kotak pembungkus saja dan sama sekali tidak bersinggungan dengan isinya.

Dalam konteks pengajaran dan pembelajaran, alat utama dari e-learning adalah : elektronik mail (e-mail), eletronic buletin boards (newsgroups), electronic chat rooms, reference andd resource databases (termasuk search engine), electronic asessment tools (termasuk assignmeent submission), dan computer video-conferencing (termasuk kuliah dan seminar). Pertanyaan yang muncul adalah apakah fasilitas ini dapat menggantikan fungsi dari tatap muka antara pengajar dan mahasiswa dalam kelas tradisional ?

Dengan menatapkan e-learning pada keempat prinsip di atas, segera nampak bahwa hanya prinsip kedua (keterlibatan dan dialog dengan mahasiswa) yang secara langsung didukung dan potensial dikembangkan oleh perangkat e-learning. E-mail, newsgroup dan chat rooms dapat mendorong kontak dan komunikasi pengajaran dengan dan antar mahasiswa, khususnya bila mahasiswa dan atau pengajar jarang di kampus. Namun demikian, keyakinan bahwa pembelajaran bisa terjadi tanpa adanya pengajar dapat menjadi jebakan yang memiskinkan pembelajaran itu sendiri. Keyakinan ini mendasarkan diri pada adanya diskusi kelompok, membaca, dan lain-lain dimana orang dapat melakukan salah satu aspek pembelajaran tanpa kehadiran pengajar. Tetapi yang dimaksud dengan pembelajaran disini adalah pendidikan yang dalam dan penuh nilai yang mengubah kesadaran diri saat kita masuk ke dalam hubungan dengan disiplin ilmu tertentu. Dengan pengertian ini, kehadiran seorang pengajar tidak dapat digantikan dengan fasilitas elektronik apapun.

Penggunaan E-Learning Dalam Proses Pembelajaran 196

Teknologi Informasi dlm BK / Bimbingan dan Konseling FKIP – UPS Tegal

Problem Etis dalam E-Learning

E-learning sebagai alat bantu adlam proses pembelajaran sebenarnya bersifat bebas nilai, artinya di dalam dirinya tidak ada hal yang membuat e-learning dapat dinilai sebagai sesuatu yang baik atau buruk dilihat dari sisi moral atau etika. Karena itu, tinjauan etis dalam e-learning akan lebih melihat kemungkinan orang menggunakannya dengan melanggar nilai-nilai etis yang diterima sebagai bagian dari martabat manusia. Dalam hal ini, ada dua problem etis yang akan diangkat untuk dijadikan bahan diskusi. Tentu masih akan terus muncul probelm-problem etis yang lain, selama kegiatan yang dilandasi oleh kehendak bebas manusia tetap dipelihara kelangsungannya.

Problem etis yang menyangkut masalah kerahasiaan hanya dapat dipahami dengan baik bila kita melihat konteks keseluruhan proses pembelajaran. Untuk itu, disini disajikan seperangkat prinsip etis dasar yang merumuskan tanggung jawab profesional seorang pengajar di Universitas.

Dalam dokumen TEKNOLOGI INFORMASI DALAM BIMBINGAN KONSELING (Halaman 191-196)