• Tidak ada hasil yang ditemukan

Faktor Penghambat Eksistensi Dan Mobilitas Sosial Informan Sebagai Karyawan Perempuan di Unit Usaha Tinjowan

TEMUAN DAN INTERPRETASI DATA PENELITIAN

4.6 Faktor Penghambat Eksistensi Dan Mobilitas Sosial Informan Sebagai Karyawan Perempuan di Unit Usaha Tinjowan

Dalam penelitian ini,dapat terlihat faktor yang mengindikasi untuk menghambat proses eksistensi dan mobilitas sosial karyawan sebagai berikut :

4.6.1 Faktor Struktural

Adapum faktor strukturalnya terkait dengan kebutuhan tenaga kerja karyawan di bagian pekerjaan tertentu,misalkan di bagian SDM dan UMUM kekurangan di bagian arsip surat menyurat,dikarenakan karyawan sebelumnya telah pensiun maka dibutuhkan tenaga pengganti yang diambil dari bagian pekerjaan lain. Namun hal ini dilakukan penilian dan tidak sembarangan asal menempatkan seorang karyawan tersbeut pindah. Dan kesempatan ini terjadinya,karena karyawan sebelumnya yang bekerja pensiun. Hal ini melihatkan bahwa,kemungkinan seorang karyawan untuk pindah dari satu posisi kerja terntentu ke posisi bagian kerja lain tunggu ada karyawan yang pensiun. Jadi,geser menggeser posisi karena pensiun mungkin hal yang tepat dan menjadi salah satu faktor penghambat untuk karyawan tidak bisa pindah atau bergeser posisi kerja ke bagian pekerjaan lain.

Bapak Tarmidi selaku bagian pengamanan :

“...kami disini biasa pindah tempat saja,misalnya dari jaga diperbatasan bipindahkan ke pengamana pabrik,atau ke bagian

kantor. Karena orang yang jaga disitu pensiun atau masuk kekantor,jadi harus pindah”.

Ditambahkan ibu Juliana ambarita :

;kalo saya dulu dipindahkan karena ada lowongan kurang guru,maka saya dimasukkan jadi tenaga pengajar di SMP Yapendak. Jadi dari lapangan saya mengajar”.

Berkaian dengan dua faktor determinan mobilitas sosial yakni faktor struktural yang melihat jumlah relatif dari kedudukan tinggi yang bisa dan harus diisi serta kemudahan untuk memperolehnya.

Kemudian hal ini memperlihatkan bahwa faktor strukturan tersebut menjadi hambatan demi hambatan yang dialami karyawan untuk terjadinya perpindahan atau mobilitas sosial yang mengakibatkan mereka harus tetap bekerja ditempat bagian kerja mereka sampai ada kesempatan dibutuhkan lowongan di posisi bagian pekerjaan lain dan masih sama kesempatannya untuk karyawan perempuan dan laki-laki mengalami perpindahan atau mobilitas sosial karyawan tersebut yang masih di dalam Unit Usaha Tinjowan.\

4.6.2 Faktor Individu

Adapun faktor individu menjadi tolak ukur dan pengaruh dalam terjadinya mobilitas sosial karyawan perempuan. Dimana disatu sisi perempuan menginginkan meningkatkan karir tapi disatu sisi dia mempertimbangkan pekerjaan yang lebih enak dan mementingkan pekerjaan mana,terkait dengan karyawan perempuan bekerja sebagai gaya hidup atau karir,atau sekedar pencarian nafkah dan menambah penghasilan keluarganya saja. Kesempatan sudah sama diberikan,tergantung individu karyawan perempuan dan

laki-laki dalam mengambil tindakan dan keputusan ketika ada kesempatan perpindahan atau mobilitas sosial tersebut.

Kualitas diri orang perorang setiap karyawan,baik ditinjau dari pendidikannya,penampilannya,keterampilan pribadi,dan lain-lain. Dalam hal ini termasuk faktor keberuntungan kesempatan dalam meraih suatu posisi pekerjaan. Penilaian dilakukan oleh Asssiten bagian SDM dan UMUM,langsung dengan penilaian kinerja,dan mendapatkan informasi dari rekan-rekan kerja juga dipertimbangkan. Namun kembali pada individu karyawan ketika dipilih dan mempetimbangkan pilihan perpindahan tersebut. Hal ini seperti yang diungkapkan ibu Sri Rezeki :

“... keliatannya enak kerja dikantor dek tapi capek tiap hari itu saja yangdikerjakan. Kalo kita dilapanga kerjanya lebih sulit terlihat tapi santai dengan suasana lapangan. Walau panas sudah terbiasakan dengan panas-panasan,tapi tak ada tekanan.semua orang ditanyak mau pindah tempat yang enak pasti mau tapi kan banyak yang sudah menikmatinya disini. Istilahnya lebih fleksibel kerjanya.”

Hal lainnya terkait lainnya adalah umur,kendala umur. Karena mungkin kualitas diri karyawan dilihat dari jam terbang atau jam kerja yang tinggi. Misalkan ada kesempatan untuk naik jabatan atau posisi kerja naik menjadi karyawan pimpinan,alangkah terbentur umur misalnya masa kerja yang tinggal 2 tahun lagi. Jadi,karyawan mempertimbangkan untuk tidak mengambil pilihan tersebut dan tetap pada posisi kerja yang lama. Dalam hal ini misalnya karyawan pelaksana di bagian tata usaha,yang ada kesempatan untuk promosi jabatan naik jadi staff istilah untuk menyebutkan naik menjadi karyawan pimpinan,namun kembali umur banyak menjadi perimbangan para karyawan perempuan dan laki-laki ketika ada kesempatan kenaikan karir di Unit Usaha Tinjowan.

Bapak Suyono juga memaparkan :

“...dek awak siapa gak mau naik jadi staff atau pimpinan. Memang rezeki gak kemana tapi umur,kita tahu diri juga. Belum tentu lebih mudah pekerjaan jadi atasan bos itu. Malah mungkin lebih sulit dan payah,sementara umur awak,berapa tahun lagi pensiun. Kalo ditanya mau yah lagi lagi mau.”

Dengan demikian,semua karyawan laki-laki dan perempuan kesempatannya sama hanya saja kembali pada kualitas diri individu karyawan masing-masing terhadap pilihan yang diberikan terhadap kesempatan mobilitas sosial tersebut didalam Unit Usaha Tinjowan.

4.6.3 Faktor Jaringan Sosial karyawan

Adapun ketika semua menginginkan untuk naik karir,pindah posisi kerja dan jabatan serta perpindahan yang lebih baik dari sebelumnya,setelah faktor kesempatan dan lainnya indikatordari jaringan sosial juga diperhatikan. Dalam hal ini indikator jaringan sosial karyawan erat kaitannya dengan kesempatan dan faktor intern antara karyawan yang bersangkutan dengan pihak terkait disini pihak terkait dengan perpindahan tersebut adalah bagian SDM dan UMUM. Kualitas diri menjadi nomor satu penilian yang dilakukan terhadap karyawan. Kalaupun jaringan sosial,sekedarnya saja beberapa hal yang bersinggungan dengan indikator jaringan sosial disini adalah sebagai berikut :

1. Mengenal baik pimpinan atau atasan

2. Menjaga hubungan baik dan kepercayaan pimpinan yang dilakukan karyawan pelaksana

3. Mempererat tali silaturahmi dengan pimpinan agar tercipta citra yang baik karyawan pelaksana

5. Relasi sosial karyawan pimpinan dan karyawan pelaksana perempuan dan laki-laki,sebatas professional kerja dan kualitas diri karyawan agar menciptakan harmonisasi sosial dalam bekerja di Unit Usaha Tinjowan.

Kemudian hal lainnya seperti kekerabatan dan keakrabatan sebatasnya dan saling menghargai secara professional kerja menjadi pertimbangan selanjutnya untuk kemungkinan menjadi relasi antar jaringan sosial karyawan pimpinan dan karyawan pelaksana perempuan dan laki-laki di dalam Unit Usaha Tinjowan

Terakhir bahwasannya,setiap karyawan perempuan yang juga berstatus sebagai ibu rumah tangga dan istri dari karyawan atau suaminya,mereka tetap dapat mengayunkan buaian dengan tangan kirinya untuk urusan rumah tangganya,dapat pula mengggoyangkan dunia dengan tangan kanannya. Karena perempuan bekerja dan berkarya demi kemajuan perempuan dan sebagai ukuran kemajuan suatu negeri. Karyawan perempuan yang maju berkarir dan berkarya dengan profesional menjadikan ukuran dan harapan juga bagi kemajuan perusahaan PT. Perkebunan Nusantara IV (Persero) Unit Usaha Tinjowan.

BAB. V