• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengkajian Pengelolaan Lahan Sub Optimal Untuk

Dalam dokumen LAPORAN TAHUNAN (Halaman 72-82)

VI. INTISARI HASIL KEGIATAN

6.1. Kegiatan Pengkajian

6.1.7. Pengkajian Pengelolaan Lahan Sub Optimal Untuk

Tujuan dari kegiatan ini adalah meningkatkan produktivitas lahan rawa melalui penerapan paket teknologi system tanam dan varietas adaptif. Dengan keluaran adalah rekomendasi paket teknologi pengolahan lahan rawa melalui penerapan paket teknologi system tanam dan varietas adaptif.

Gambar 25, 26. Lokasi pengkajian dan pelaksanaan analisis hara dengan alat uji hara tanah rawa.

Kesimpulan yang didapatkan adalah dengan menerapkan komponen teknologi PTT lahan rawa terjadi peningkatan produksi dari 2-3 ton/hektar menjadi 4,5-5,5 ton/hektar. Varietas padi rawa yang adaptif adalah inpara 2, inpara 1 dan inpara 3. Lebih lengkapnya paket rekomendasi untuk lahan rawa bergambut adalah:

a. Pengolahan lahan; membuat/membersihkan saluran sekunder dan tersier (cacaing) yang masuk kelahan.

b. Membersihkan lahan (sanitasi) dengan herbisida atau lainnya tapi tidak boleh di bakar.

c. Olah lahan dengan cangkul atau hand traktor kura-kura, dapat dilakukan 2-3 kali lalu beri dolomite.

d. Pemupukan harus sesuai kebutuhan tanaman dapat diketahui dengan alat PUTR pada wilayah kegiatan rekomendasi pupuk adalah: urea 300kg/ha, SP 36 50 kg/ha, KCL 125 kg/ha dan kapur 500-1000 kg/ha. Pupuk dasar umur 7-14 hst (33 % urea+100% SP36). Susulan 1 umur 21-30 hst (33 % urea + 50% KCL) susulan 2 pada umur 35-45 hst (33% +50% KCL).

e. Persemaian basah dengan jumlah benih 25 kg, umur bibit 25-30 HST bibit tanam 2-3 batang.

f. Gunakan jajar legowo 2:1.

g. Lakukan panen 80 % daun bendera mongering dan penjemuran sampai kadar air 12 %.

6.1.8. Model Akselerasi Pembangunan Pertanian Ramah Lingkungan (M-AP2RL) dengan Pendekatan Analisis Modelling Mendukung Desentralisasi Rencana Aksi

(Decentralized Action LAN/DAP) Peningkatan Produksi padi di Provinsi Bengkulu

Padi merupakan komoditas pangan utama. Komoditas ini merupakan salah satu komoditas unggulan yang termasuk dalam program empat sukses kementerian pertanian. Program ini bertujuan untuk mewujudkan ketahanan pangan nasional. Beras sebagai bahan utama di Indonesia dibutuhkan lebih dari 90% penduduk. Kebutuhan beras dewasa ini belum dapat dipenuhi dari produksi dalam negeri.

Gambar 27. Causal loop diagram sistem produksi padi Provinsi Bengkulu.

Upaya peningkatan produksi beras telah dilakukan sejak lama. Namun, dalam beberapa tahun belakangan ini, masalah kecukupan pangan menjadi isu penting karena permintaan beras terus meningkat seiring dengan laju pertumbuhan penduduk. Optimasi produktivitas padi di lahan sawah merupakan salah satu peluang peningkatan produksi gabah nasional. Hal ini sangat dimungkinkan bila dikaitkan dengan hasil padi pada agroekosistem ini masih beragam antar lokasi dan belum optimal. Rata-rata hasil 4,7 t/ha, sedangkan potensinya dapat mencapai 6 – 7 t/ha.

Berdasarkan agroekosistem dan kesesuaian lahannya, tanaman padi mempunyai potensi dan peluang yang besar untuk dikembangkan di Provinsi Bengkulu. Provinsi Bengkulu memiliki lahan sawah seluas 105.177 ha dengan produktivitas yang masih rendah (4,03 t/ha). Peluang untuk meningkatkan

Luas tanam padi Inte ns it as Per tanam an Produk tivitas padi Pupuk Benih OPT Luas s aw ah Kete rs e diaan air Ce tak s aw ah Alih fungs i lahan Produk si padi + + + + + + Penyuluhan M e kanisas i + + Los se s pra pane n + + -+ + -Tenaga k er ja per tanian + -+ (-) Jum lah

penduduk Per tam bahan

jum lah penduduk + + (+) Lahan s uboptim al + Curah hujan + + Sos ial-budaya -Saw ah irigas i + Saw ah non-irigas i + Regulas i Pem er intah Jar ingan irigas i + + Ek spor padi -(-) -+ + Bencana Alam +

produksi padi di Provinsi Bengkulu masih terbuka melalui intensifikasi dan efisiensi penggunaan lahan.

Kegiatan ini bertujuan untuk mengembangkan aplikasi

system

modeling

pada studi dan analisis pengembangan bahan rekomendasi kebijakan peningkatan produksi padi di Provinsi Bengkulu dan melakukan koordinasi analisis pengembangan kebijakan peningkatan produksi padi (

decentralized action plan)

dengan pendekatan model Perencanaan Pembangunan Pertanian Ramah Lingkungan (M-P3RL) .

Data yang digunakan dalam kegiatan ini berupa data primer dan data sekunder. Data primer akan dikumpulkan dari petugas lapang dan petani, sedangkan data sekunder dari dinas pertanian, PU, transmigrasi dan sosial, BMKG, BPS serta BPSB. Data yang dikumpulkan antara lain: alih fungsi lahan, luas sawah, petugas lapang, sarana irigasi, benih, pupuk, OPT, laju pertumbuhan penduduk, tingkat konsumsi beras, susut hasil dan pengolahan lahan. Setelah pengumpulan data dilakukan indetifikasi sistem, pembuatan struktur model, uji validasi dan uji sensitivitas untuk mengetahui tingkat kepekaan variabel-variabel yang mempengaruhi. Data kemudian diolah dengan menggunakan program komputer dan selanjutnya dilaporkan secara deskriptif.

Dari hasil simulasi data eksisting yang dilanjutkan dengan menguji sensitivitas diketahui bahwa variabel yang mempengaruhi produksi padi di Provinsi Bengkulu adalah: konversi lahan, Cetak sawah baru, Pemanfaatan lahan suboptimal, Ketersediaan jaringan irigasi, Pengelolaan air, Pengendalian OPT, Intensitas Penyuluhan, Rekomendasi benih, Rekomendasi pupuk , Losses dan Mekanisasi Pertanian.

Dengan mensimulasi variabel-variabel diatas, diperoleh beberapa skenario kebijakan:

1 . Adopsi Rekomendasi pupuk dari 35% menjadi 70% melalui penjaminan ketersediaan pupuk tepat waktu.

2 . Optimalisasi Lahan marjinal hingga 12.000 Ha untuk meningkatkan luas lahan sawah.

4. Peningkatan penggunaan VUB berkualitas dari 25% menjadi 60% melalui program bantuan benih.

5. Peningkatan intensitas penyuluhan dari 10 % menjadi 30%. 6. Peningkatan Indeks Pertanaman (IP) dari 120 menjadi 200.

Peningkatan penggunaan pupuk dari 35% menjadi 70% dari rekomendasi, dapat dilaksanakan jika ada jaminan ketersediaan pupuk yang memenuhi 6 tepat (Waktu, Jenis, Dosis, Lokasi, Jumlah dan Harga). Pemanfaatan lahan sub optimal juga berperan dalam peningkatan produksi padi di provinsi Bengkulu. Lahan sub optimal yang ada di Provinsi Bengkulu terdiri atas rawa Lebak dangkal dan pantai. Optimalisasi lahan-lahan tersebut dapat meningkatkan produksi secara signifikan.

VUB sudah diakui menjadi salah satu titik ungkit dalam peningkatan produktivitas. Penggunaan VUB secara luas dari 25% menjadi 60% dan didukung dengan peningkatan penyuluhan akan menaikkan produksi padi di Provinsi Bengkulu. Peningkatan produktivitas belum menjamin peningkatan produksi jika luas panennya berkurang. Peningkatan luas panen dapat dilakukan melalui peningkatan Indeks Pertanaman.Peningkatan Produksi padi di Provinsi Bengkulu akan dicapai melalui peningkatan IP dari 120 menjadi 200.

Penyediaan fasilitas dan perangkat pendukung pengembangan system Produksi padi perlu dilakukan khususunya pada sistem usahatani antara lain penggunaan varietas unggul baru dan aspek penyuluhan.

Kesimpulan yang dapat dirumuskan di dalam kajian penelitian dan pengkajian ini adalah:

1. Adopsi rekomendasi pupuk dari 35% menjadi 70% melalui penjaminan ketersediaan pupuk tepat waktu.

2. Optimalisasi Lahan marjinal hingga 12.000 Ha untuk meningkatkan luas lahan sawah.

3. Peningkatan penggunaan VUB berkualitas dari 25% menjadi 60% melalui program bantuan benih.

4. Peningkatan intensitas penyuluhan dari 10 % menjadi 30%. 5. Peningkatan IP dari 1,2 menjadi 2.

6.1.9. Mapping Potensi BBI dan BBU dalam Penyediaan Benih Berkualitas di Provinsi Bengkulu

Swasembada beras dipengaruhi oleh pemanfaatan varietas unggul, peningkatan kualitas sarana dan prasarana pertanian (khususnya jaringan irigasi), teknik budidaya, dan rekayasa kelembagaan. Penggunaan varietas padi unggul yang berdaya hasil tinggi, responsif terhadap pemupukan dan toleran terhadap serangan hama penyakit utama telah terbukti dapat meningkatkan produktivitas, efisiensi produksi, dan kecukupan pangan.

Di Provinsi Bengkulu, penggunaan benih unggul bersertifikat secara mandiri masih relatif rendah. Salah satu penyebab dari rendahnya pemanfaatan benih unggul bermutu adalah lemahnya peran kelembagaan perbenihan dalam pembinaan (penyediaan, informasi, dan distribusi) ke petani. Kesadaran petani untuk membeli VUB di kios pertanian masih rendah, sehingga jika tidak ada bantuan VUB dari pemerintah, para petani menggunakan benih yang dihasilkan dari pertanamannya sendiri.

Sistem perbenihan yang tangguh (produktif, efisien, berdaya saing, dan berkelanjutan) sangat diperlukan untuk mendukung upaya peningkatan penyediaan benih padi dan peningkatan produksi beras nasional. Peran BBI dan BBU sangat penting dalam penyediaan benih berkualitas yang sesuai dengan preferensi petani.

Gambar 28. Lahan produksi bibit padi dan jagung di kab.Rejang Lebong.

Tujuan dari pelaksanaan pengkajian mapping potensi BBI dan BBU dalam penyediaan benih berkualitas di Provinsi Bengkulu pada tahun 2013 adalah:

1. Menginventarisir potensi, kinerja, dan permasalahan kelembagaan perbenihan padi di Provinsi Bengkulu.

2. Membuat peta/mapping potensi dan kinerja kelembagaan perbenihan padi di Provinsi Bengkulu.

3. Mengkaji sinergisitas kinerja perbenihan di Provinsi Bengkulu.

4. Mendapatkan alternatif strategi dalam pengembangan kelembagaan perbenihan di Provinsi Bengkulu.

Pengkajian dilaksanakan di 10 kabupaten/kota di Provinsi Bengkulu dari bulan April - Juni 2013. Pengumpulan data dilakukan melalui survey dan FGD. Survey dan FGD dilakukan untuk menghimpun data potensi dan kinerja lembaga perbenihan yang ada di Provinsi Bengkulu dengan menggunakan daftar/blanko isian yang sudah disiapkan. Survey terhadap petani penangkar dilakukan pada 100 orang petani penangkar di 10 kabupaten/kota dan FGD terhadap lembaga perbenihan dilakukan pada lembaga perbenihan di Kota

Bengkulu, Kabupaten Rejang Lebong, Lebong, dan Mukomuko. Data yang diperoleh ditabulasi selanjutnya dianalisis secara deskriptif.

Sistem kelembagaan perbenihan di Provinsi Bengkulu belum tangguh (produktif, efisien, berdaya saing, dan berkelanjutan). Kondisi dan kinerja lembaga perbenihan pemerintah (BBI/BBU) belum optimal yang ditunjukkan oleh rendah dan lemahnya produksi benih, sarana prasarana, SDM, infrastruktur, struktur organisasi, dan sistem pembiayaan.

Gambar 29. Peralatan prosesing benih.

Kebutuhan benih padi di Provinsi Bengkulu cukup tinggi yaitu 3.442,93 ton per tahun dan belum dapat terpenuhi oleh penangkaran lokal. Kelompok petani penangkar di Provinsi Bengkulu cukup banyak yaitu 41 kelompok dengan jumlah anggota sebanyak 1.168 orang, namun aktivitasnya masih tergantung dari keberadaan program dari pemerintah dan swasta. Alasan dari rendahnya aktivitas petani penangkar disebabkan oleh harga, pemasaran, keterbatasan sarana dan prasarana serta modal menjadi alasan utama bagi petani penangkar.

Masing-masing lembaga perbenihan di kabupaten dan provinsi masih terkesan menjalankan tupoksi lembaga masing-masing tanpa atau dengan kadar koordinasi dan integrasi yang minim secara parsial dan belum terjalin

networking yang baik. Hal ini ditunjukkan dari asal benih sumber dan promosinya yang belum berjalan dengan baik.

Peran lembaga perbenihan sebagai penyediaan benih padi dan pengungkit peningkatan produksi beras secara regional maupun nasional perlu dibangun dengan komitmen yang baik dari berbagai pihak. Berdasarkan hasil FGD yang dilakukan di Kota Bengkulu, Kabupaten Rejang Lebong, Lebong, dan Mukomuko disimpulkan bahwa:

1. Benih berkualitas diakui menjadi syarat utama dalam peningkatan produktivitas dan produksi padi.

2. Lembaga perbenihan di daerah perlu direvitalisasi.

3. Dinas Pertanian kabupaten akan berinisiatif untuk meningkatkan peran lembaga perbenihan melalui dana APBD.

4. Perlu disampaikan ke pemerintah pusat untuk meninjau regulasi dan mekanisme bantuan benih.

5. Tindakan antisipatif daerah diperlukan dalam penyediaan benih berkualitas.

6. Perlu sinergisme dan integrasi program antar lembaga perbenihan di Provinsi Bengkulu.

6.1.10. Model Pengembangan Pertanian Perdesaan (MP3MI) Berbasis Jeruk di Kabupaten Lebong Provinsi Bengkulu

Tujuan kegiatan MP3MI berbasis jeruk adalah untuk mengintroduksikan inovasi teknologi pengolahan erpadu kebun jeruk sehat (PTJKS) dan pasca panen jeruk kepada pengguna di kawasan pengembangan jeruk, menimbulkan minat pengguna terhadap teknologi tersebut dan memperoleh umpan balik dari stake holder dan pengguna untuk memperoleh model pengembangan MP3MI berbasis jeruk yang spesifik lokasi.

Gambar 30, 31. Lokasi perkebunan jeruk dan pelaksanaan temu lapang bersama anggota kelompok tani jeruk.

Keluaran tahun 2013 adalah terintruduksinya paket inovasi teknologi jeruk dari Badan Litbang Pertanian kepada pengguna di kawasan pengembangan jeruk; 2) peningkatan minat pengguna terhadap teknologi PTJKS dan pasca panen jeruk dan 3) draft model pengembangan MP3MI berbasis jeruk yang spesifik lokasi yang berdasrkan hasil umpan balik dari stake holder dan pengguna di kawasan pengembangan jeruk.

Dari hasil kegiatan MP3MI di Kabupaten Lebong diperoleh kesimpulan sebagai berikut: 1) Mengintroduksikan paket inovasi teknologi jeruk dari Badan Litbang Pertanian dapat meningkatkan pengetahuan petani dan petugas tentang PTKJS dari 15 % menjadi 31,7 %; 2) Menumbuhkan dan meningkatkan minat petani terhadap teknologi PTKJS dari 10 % menjadi 90 % ;3) Dapat memperoleh rancangan sementara model pengembangan pertanian pedesaan berbasis jeruk di Kabupaten Lebong berupa model inovasi teknologi, model diseminasi teknologi dan model kelembagaan yang disusun berdasarkan hasil umpan balik dari stakeholder dan pengguna.

Model inovasi teknologi yaitu teknologi PTJKS dengan penyesuain pad teknologi pemupukan, pemangkasan dan pengendalian OPT. model diseminasi inovasi teknologi dan kelembagaan dengan menggunakan metode komunikasi langsung seperti demfarm, demonstrasi cara, pertemuan, temu lapang kunjungan/anjangsana dengan menggunakan saluran instansi terkait( dinas pertanian, BP3K, Balitjestro, kelurahan, dan kecamatan) dan tokoh masyarakat serta KTNA, serta pemakaian media elektronik (audiovisual) yang didukung dengan media cetak. Model kelembagaan masih perlu dikaji lebih mendalam pada tahun yang akan datang. Untuk sementara kelembagaan melibatkan kelembagaan petani (gapoktan,poktan KTNA), tokoh masyrakat, kelembagaan pemerintah (dinas pertanian dan ketahanan pangan, BPTH,BPSB, BBIH,BP4K,PPL, kelurahan/kecamatan, BPTP/Balitjestro) yang didukung oleh mitra usaha (swasta, koperasi, BUMN dan BUMD)

Dalam dokumen LAPORAN TAHUNAN (Halaman 72-82)