BAB II. PENELAAHAN PUSTAKA
C. Pengobatan Rasional
Penggunaan obat yang tidak tepat, tidak efektif, tidak aman dan juga tidak
ekonomis atau yang lebih populer dengan istilah tidak rasional, saat ini telah menjadi
masalah tersendiri dalam pelayanan kesehatan (Anonim, 2000).
Penggunaan obat dikatakan tidak tepat jika risiko yang mungkin terjadi tidak
imbang dengan manfaat yang diperoleh dari tindakan memberikan suatu obat.
Penggunaan obat dapat dinilai tidak rasional jika:
1. indikasi penggunaan tidak jelas atau keliru.
2. pemilihan obat tidak tepat artinya obat yang dipilih bukan obat yang terbukti
paling bermanfaat, paling aman, paling sesuai, dan paling ekonomis.
3. cara penggunaan obat tidak tepat, mencakup besarnya dosis, cara pemberian,
frekuensi pemberian, dan lama pemberian.
4. kondisi dan riwayat pasien tidak dinilai secara cermat, apakah ada keadaan–
keadaan yang tidak memungkinkan penggunaan suatu obat, atau
mengharuskan penyesuaian dosis atau keadaan yang akan meningkatkan
risiko efek samping obat.
5. pemberian obat tidak disertai dengan penjelasan yang sesuai kepada pasien
atau keluarganya.
6. pengaruh pemberian obat, baik yang diinginkan atau yang tidak diinginkan,
tidak diperkirakan sebelumnya dan tidak dilakukan pemantauan secara
Dampak negatif penggunaan obat yang tidak rasional dapat dilihat dari
berbagai segi. Selain pemborosan dari segi ekonomi, pola penggunaan obat yang
tidak rasional dapat berakibat menurunnya mutu pelayanan pengobatan, misalnya
meningkatnya efek samping obat, meningkatnya kegagalan pengobatan,
meningkatnya resistensi antimikroba dan sebagainya.
Adapun langkah–langkah yang dilakukan untuk mencapai pengobatan yang
rasional yaitu sebagai berikut ini.
1. Ketika pasien berhadapan dengan dokter, seharusnya dilakukan proses
konsultasi secara lengkap untuk menentukan atau memperkirakan diagnosis
dan memberikan tindakan terapi setepat mungkin. Komunikasi antara dokter
dengan pasien memegang peranan penting dalam farmakoterapi.
2. Pemberian obat harus tepat indikasi
3. Penilaian kondisi pasien harus tepat
4. Pemilihan obat tepat, yakni obat yang efektif, aman, ekonomis dan sesuai
dengan kondisi pasien.
5. Memberikan informasi untuk pasien atau keluarga pasien secara tepat.
Unsur–unsur informasi yang perlu dikomunikasikan kepada pasien atau
keluarga pasien mencakup informasi tentang penyakit, informasi tentang
penanganan penyakit, informasi tentang obat yang sedang digunakan, pesan
untuk meningkatkan kepercayaan pasien, dan informasi tentang pemeriksaan
lanjut seperti kapan harus periksa lagi, pemeriksaan tambahan yang
diperlukan, dan apa yang harus dilakukan jika muncul gejala yang tidak
6. Mengevaluasi dan tindak lanjut dilakukan secara tepat (Anonim, 2000).
D. Interaksi Obat
Interaksi obat dapat didefenisikan sebagai respon farmakologik dan klinik
pada pemberian kombinasi obat yang berbeda yang didahului dengan pengetahuan
tentang efek dari kedua obat tersebut jika digunakan secara tunggal. Hasil secara
klinik dari interaksi tersebut dapat bersifat antagonis, sinergis, atau bersifat
idosinkratik (Tatro, 2001).
Penilaian potensial dari interaksi obat utamanya memperhatikan manifestasi
klinis yang ditimbulkan oleh interaksi tersebut dan arti klinis dari interaksi. Arti
klinis dari interaksi obat berhubungan dengan jenis dan besarnya efek yang
ditimbulkan. Hal yang juga perlu diperhatikan yaitu terus memonitor keadaan pasien
dan mengganti terapi untuk mencegah efek samping yang berbahaya. Faktor utama
yang mendefinisikan arti klinis dari interaksi obat yaitu significance rating yang
terdiri atas onset dari timbulnya efek, potensi keparahan dari interaksi, dan
dokumentasi manifestasi klinis dari interaksi yang telah terjadi (Tatro, 2001).
Significance rating terbagi menjadi lima yaitu peringkat 1 jika tingkat
keparahan mayor dan dokumentasi suspected atau lebih, peringkat 2 jika tingkat
keparahan moderat dan dokumentasi suspected atau lebih, peringkat 3 jika tingkat
keparahan minor dan dokumentasi suspected atau lebih, peringkat 4 jika tingkat
keparahan mayor atau moderat dan dokumentasi possible, peringkat 5 jika tingkat
keparahan minor atau tidak berarti dan dokumentasi possible atau unlikely (Tatro,
Onset didefinisikan kecepatan efek klinis yang dapat timbul dari suatu
interaksi. Onset dibedakan menjadi dua yaitu cepat dan tertunda. Dikategorikan onset
cepat jika efek klinis yang muncul dalam 24 jam setelah pemberian dan dibutuhkan
tindakan segera untuk mengatasi efek yang timbul sedangkan onset tertunda adalah
efek klinis dari interaksi obat yang timbul dalam beberapa hari atau beberapa minggu
setelah pemberian dan tidak diperlukan tindakan segera untuk mengatasi efek yang
timbul (Tatro, 2001).
Tingkat keparahan terdiri dari mayor, moderat, dan minor. Keparahan
interaksi tergolong mayor jika efek yang terjadi membahayakan jiwa pasien atau
dapat menyebabkan kerusakan permanen. Keparahan interaksi tergolong moderat
jika efek yang terjadi dapat menyebabkan perburukan status kesehatan pasien
sehingga mungkin dibutuhkan rawat inap di rumah sakit, perawatan yang lebih lama
atau terapi tambahan. Keparahan interaksi minor jika efek yang timbul biasanya
ringan atau mungkin tidak timbul dan tidak mempengaruhi outcome terapi dan tidak
dibutuhkan terpai tambahan (Tatro, 2001).
Dokumentasi diartikan sebagai tingkat kepercayaan bahwa suatu interaksi
dapat menyebabkan perubahan respon klinis. Dokumentasi berdasarkan literatur
primer dan juga berdasarkan interaksi yang pernah terjadi. Dokumentasi dibagi
menjadi lima yaitu established, probable, suspected, possible, dan unlikely.
Dikategorikan established jika terbukti terjadi pada suatu penelitian yang terkontrol
baik. Dikategorikan probable jika efek dari interaksi sangat mungkin terjadi tetapi
belum terbukti secara klinis. Dikategorikan suspected jika efek dari interaksi
Dikategorikan possible jika efek dari interaksi mungkin terjadi tetapi data yang ada
sangat terbatas. Dikategorikan unlikely jika terjadinya efek dari interaksi diragukan
dan tidak ada data bukti klinis yang baik tentang perubahan efek klinis (Tatro, 2001).
Mekanisme interaksi secara garis besar dapat dibagi menjadi 3 yaitu:
1. interaksi farmasetik atau inkompatibilitas
Interaksi ini terjadi jika antara dua obat yang diberikan bersamaan tersebut
terjadi inkompatibilitas atau terjadi reaksi langsung, yang umumnya di luar tubuh
dan berakibat berubahnya atau hilangnya efek farmakologik obat yang diberikan.
Sebagai contoh, gentamisin mengalami inaktivasi bila dicampur dengan karbenisilin
(Anonim, 2000).
2. interaksi farmakokinetik
Interaksi farmakokinetik adalah peristiwa suatu obat merubah laju atau
jumlah dari absorpsi, distribusi, atau eliminasi (metabolisme dan eksresi) dari obat
yang lain (Tatro, 2001). Interaksi dalam proses absorpsi misalnya terjadi pada
absorpsi tetrasiklin yang berkurang bila diberikan bersamaan dengan logam berat
(kalsium, besi, magnesium atau aluminium) karena terjadi ikatan langsung antara
molekul tetrasiklin dengan logam-logam tersebut sehingga tidak dapat terabsorpsi
(Anonim, 2000).
Interaksi dalam proses distribusi terjadi terutama bila obat-obat dengan ikatan
protein yang lebih kuat menggusur obat-obat lain dengan ikatan protein yang lebih
lemah dari tempat ikatannya pada protein plasma. Akibatnya kadar obat bebas yang
tergusur ini akan lebih tinggi pada darah dengan segala konsekuensinya, terutama
Interaksi dalam proses metabolisme terjadi kalau metabolisme suatu obat
dipacu atau dihambat oleh obat lain (Anonim, 2000).
Interaksi dalam proses eksresi terjadi jika eksresi suatu obat (melalui ginjal)
dipengaruhi oleh obat lain (Anonim, 2000).
3. interaksi farmakodinamik
Interaksi farmakodinamik adalah interaksi antara obat-obat yang mempunyai
khasiat atau efek samping yang serupa atau berlawanan. Interaksi ini disebabkan oleh
kompetisi pada reseptor yang sama, atau terjadi antara obat-obat yang bekerja pada
sistem fisiologik yang sama. Sebagai contoh adalah meningkatnya efek toksik
glikosida jantung pada keadaan hipokalemia (Anonim, 2000).
E. Keterangan Empiris
Penelitian dilakukan untuk mengetahui karakteristik pasien pre-eklampsia, jenis dan
golongan obat antihipertensi, jumlah obat antihipertensi yang diberikan secara
tunggal maupun kombinasi pada pasien pre-eklampsia, cara pemberian obat
antihipertensi, lama perawatan, dan potensial interaksi antara obat antihipertensi
dengan obat antihipertensi lain yang diberikan kepada pasien pre-eklampsia di