• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II LANDASAN TEORI

2.1.1 Kurikulum SD 2013

2.1.1.2 Penguatan Pendidikan Karakter dan Kemampuan Berpikir

Ryan menyatakan bahwa, kata karakter berasal dari bahasa Yunani eharassein yang berarti “to engrave”(dalam Suyadi, 2013: 5). Kata “to engrave

itu sendiri dapat diterjemahkan menjadi mengukir, melukis, memahatkan, atau menggoreskan (Echols dan Shadily, 2000: 214). Arti ini sama dengan arti kata character (dalam bahasa Inggris) yang juga berarti mengukir, melukis, memahatkan, atau menggoreskan (Echols dan Shadily, 2000: 107). Karakter memiliki arti lain di dalam bahasa Indonesia, menurut Kamus Bahasa Indonesia (2011: 213), karakter adalah sifat-sifat khas yang membedakan seseorang dari yang lain, tabiat, watak. Suyadi (2013: 5) mengkaitkan karakter kedalam diri seseorang yang diartikan sebagai orang yang berkepribadian, berperilaku, bersifat, bertabiat atau berwatak tertentu dan watak tersebut yang membedakan dirinya dengan orang lain.

Lickona (dalam Adisusilo, 2012: 81) menyatakan bahwa ada 11 prinsip untuk menerapkan pendidikan karakter secara efektif yaitu, (1) kembangkan

nilai-nilai universal/ dasar sebagai fondasinya, (2) definisikan “karakter” secara

komprehensif yang mencakup pikiran, perasaan, dan perilaku, (3) gunakan pendekatan yang komprehensif, disengaja, dan proaktif, (4) ciptakan komunitas sekolah yang penuh perhatian, (5) beri peserta didik kesempatan untuk melakukan tindakan moral, (6) buat kurikulum akademik yang bermakna dan yang menghormati semua peserta didik, mengembangkan sifat-sifat positif dan membantu peserta didik untuk berhasil, (7) mendorong motivasi peserta didik, (8) melibat seluruh civitas sekolah sebagai komunitas pembelajaran dan moral, (9) tumbuhkan kebersamaan dalam kepemimpinan moral, (10) libatkan keluarga dan anggota masyarakat sebagai mitra, (11) evaluasi karakter sekolah, fungsi staf sekolah sebagai pendidik karakter, dan sejauh mana peserta didik memenisfestasikan karakter yang baik.

Menurut Samani (2012: 45) pendidikan karakter adalah proses pemberian tuntutan kepada peserta didik untuk menjadi manusia seutuhnya yang berkarakter dalam dimensi hati, pikir, raga, dan serta rasa dan karsa. Pendidikan karakter dapat dimaknai sebagai pendidikan nilai, pendidikan budi pekerti, pendidikan moral, pendidikanwatak, yang bertujuan mengembangkan kemampuan peserta didik untuk memberikan keputusan baik-buruk, memelihara apa yang baik, dan mewujudkan kebaikan itu dalam kehidupan sehari-hari dengan sepenuh hati.

Menurut Sudarminta (dalam Zubaedi 2011: 3), praktik pendidikan semestinya memperkuat aspek karakter atau nilai-nilai kebaikan. Sekarang ini

banyak terdapat fakta-fakta terjadinya kemerosotan karakter pada anak-anak. Karakter merupakan hal yang penting dan mendasar bagi manusia, karakter semesti dibentuk sejak manusia itu masih kanak-kanak. Penguatan pendidikan karakter ditanamkan melalui proses pembelajaran.

Menurut Sastraprateja (dalam Mahsudin 2013: 55), Pendidikan Karakter adalah penanaman dan pengembangan nilai-nilai pada diri seseorang. Mardiatmaja dalam Mahsudin (2013: 55) menyatakan bahwa pendidikan nilai merupakan bantuan terhadap peserta didik agar menyadari dan mengalami nilai-nilai serta menempatkan secara integral dalam keseluruhan hidup.

Menurut Daryanto (2013: 43) pendidikan karakter adalah segala sesuatu yang dilakukan guru, yang mampu mempengaruhi karakter peserta didik. Hal ini mencakup keteladanan bagaimana perilaku guru, cara guru berbicara atau menyampaikan materi, bagaimana guru bertoleransi, dan berbagai hal terkait lainnya. Pendidikan karakter pada intinya bertujuan untuk membentuk bangsa yang tangguh, kompetitif, berakhlak mulia, bermoral, bertoleran, bergotong-royong, berjiwa patriotik, berkembang dinamis, berorientasi ilmu pengetahuan, dam teknologi yang semuanya dijiwai oleh iman dan rakwa kepada Tuhan yang Maha Esa berdasarkan pancasila. Pendidikan karakter berfungsi, (1) mengembangkan potensi dasar agar berhati baik, berpikiranbaik, dan berperilaku baik, (2) memperkuat dan membangun perilaku bangsa yang multikultural, (3) meningkatkan peradaban bangsa yang kompetitif dalam pergaulan dunia. Pendidikan karakter dilakukan melalui berbagai media yang mencakup keluarga,

satuan pendidikan, ma dan media massa (Dar Benyamin. S B tingkat tinggi merupak pengetahuan peserta di berpikir dalam Taksono sebagai dasar dalam pe kurikulum di sekola memahami, menata d taksonomi Bloom di pengaruh yang luas da dari Anderson dan K hanya memiliki satu di dua dimensi yaitu kog Tabel Taksonomi. Di memahami, dll. Beri direvisi :

Gambar 2. Taksonom

n, masyarakat sipil, masyarakat politik, pemerinta aryanto, 2013: 44).

S Bloom (dalam Windie 2013: 6) menjelaskan upakan proses kognitif yang bermanfaat untuk m a didik. Daryanto (2012: 35) mengungkapkan b ksonomi Bloom telah digunakan lebih dari

penyusunan tujuan pembelajaran, penyusunan kolah. Kerangka pikir tersebut memudahka

a dan mengimplementasikan tujuan pembela dianggap menjadi sesuatu yang penting da s dalam waktu yang lama. Taksonomi Bloom m n Krathwol. Menurut Anderson (2010: 43) Takson

tu dimensi, sedangkan taksonomi yang telah di kognitif dan pengetahuan. Interelasi antara ke Dimensi proses kognitif berisikan enam kateg erikut ini taksonomi tingkatan berpikir Bloom

aksonomi Bloom versi Revisi (Daryanto, 2012:

ntah, dunia, usaha,

skan bahwa berpikir uk mengembangkan n bahwa tingkatan dari setengah abad usunan penilaian, dan hkan guru dalam belajaran, sehingga dan mempunyai mendapat koreksi Taksonomi Bloom h direvisi memiliki keduanya disebut tegori, mengingat, loom yang telah

Menurut Daryanto, (2012: 36) kategori-kategori pada taksonomi Bloom disusun menjadi sebuah hierarki kumulatif yang artinya penguasaan kategori kompleks mensyaratkan penguasaan semua kategori di bawahnya yang kurang kompleks. Hal ini sejalan dengan Anderson (2010: 43) yang mengungkapkan bahawa kontinum yang mendasari dimensi proses kognitif dianggap sebagai tingkat-tingkat kognisi yang kompleks. Memahami dianggap merupakan tingkat kognisi yang lebih kompleks mengingat; mengaplikasikan diyakini lebih kompleks secara kognitif daripada memahami, dan seterusnya. Hal demikian juga disampaikan oleh Daryanto.

Anderson (2010: 43) menjelaskan setiap kategori-kategori dimensi kognitif dalam taksonomi Bloom yang telah di revisi. Kategori- kategori tersebut merupakan pengklasifikasian proses-proses kognitf secara komprehensif yang terdapat dalam tujuan-tujuan dibidang pendidikan. Setiap kategori akan ditunjukkan dalam tabel berikut :

Tabel 2. Kategori pengklasifikasian proses kognitif dikutip dari Anderson (2010: 44)

Kategori Proses Proses Kognitif

1. Mengingat Mengambil pengetahuan dari memori jangka panjang

2. Memahami Mengkonstruk makna dari materi

pembelajaran, termasuk apa yang diucapkan, ditulis, dan digambar oleh guru

3. Mengaplikasikan Menerapkan atau menggunakan suatu prosedur dalam keadaan tertentu

4. Menganalisis Memecah-mecah materi menjadi bagian-bagian penyusunannya dan menentukan hubungan-hubungan antar bagian itu dan hubungan antara bagian-bagian tersebut dan keseluruhan struktur atau tujuan

5. Mengevaluasi Mengambil keputusan berdasarkan kriteria dan/ standar

6. Mencipta Memadukan bagian-bagian untuk

membentuk sesuatu yang baru dan koheren atau untuk membuat suatu produk orosinal

Dokumen terkait