• Tidak ada hasil yang ditemukan

Setelah melakukan pengujian prasyarat analisis (normalitas dan homogenitas), diketahui bahwa kedua kelas berdistribusi normal dan bersifat homogen. Karena kedua kelas berdistribusi normal dan homogen, maka hipotesis penelitian di uji dengan menggunakan ” t ” test. ” t ” test yang dilakukan adalah untuk mengetahui pengaruh model pembelajaran Creative Problem Solving

terhadap hasil belajar biologi siswa pada konsep virus dengan membandingkan hasil post-test kedua kelas dan membandingkan antara pre-test dan post-test pada masing-masing kelas.

Dari hasil perhitungan, diperoleh t hitung untuk membandingkan pre-test kedua kelas. Dari hasil perhitungan, diperoleh t hitung sebesar 1,26. Dengan df sebesar 78 (40 + 40 – 2) maka diperoleh ttabel pada taraf signifikansi 0,05 sebesar 1,99. Karena thitung < ttabel (1,26 < 1,99), sehingga Ho diterima. Dengan demikian, dapat

disimpulkan bahwa tidak terdapat perbedaan pengetahuan awal siswa sebelum menggunakan model pembelajaran Creative Problem Solving terhadap hasil belajar siswa pada konsep virus.

Pengujian hipotesis selanjutnya adalah dengan membandingkan hasil post-test

kedua kelas. Dari hasil perhitungan, diperoleh t hitung sebesar 2,84. Dengan df sebesar 78 (40 + 40 – 2) maka diperoleh ttabel pada taraf signifikansi 0,05 sebesar 1,99.

Berdasarkan perhitungan di atas dapat dilihat bahwa t hitung > t tabel, naik untuk membandingkan pre-test dan post-test kedua kelas maupun membandingkan

post-test kedua kelas. Karena thitung > ttabel (2,84 > 1,99), maka hipotesis alternatif (Ha) diterima dan hipotesis nol (Ho) ditolak. Dengan demikan dapat disimpulkan bahwa terdapat pengaruh model pembelajaran Creative Problem Solving terhadap hasil belajar biologi siswa pada konsep virus.

Secara ringkas dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 4.8 Hasil Perhitungan Pengujian Hipotesis dengan “t” test8

df (t hitung) t tabel Kesimpulan Pre-test Post-test 0,05 78 1,26 2,84 1,99 Ha diterima

D.Pembahasan

Pada penelitian ini, penulis bertindak sebagai guru dalam pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran Creative Problem Solving di SMAN 9 Bekasi. Penelitian ini dilakukan selama dua kali pertemuan pada konsep virus yang dilaksanakan pada dua kelas, yaitu kelas X MS 3 berjumlah 40 siswa yang diajarkan dengan model pembelajaran Creative Problem Solving, dan kelas X MS 5 berjumlah 40 siswa yang diajarkan dengan model pembelajaran konvensional. Adapun posisi peneliti adalah sebagai motivator dan fasilitator bagi kelas eksperimen dan kontrol, apabila terdapat hal-hal dari kegiatan belajar yang belum dimengerti oleh siswa dalam kelompok, sehingga setiap kelompok dapat memecahkan solusi dari permasalahan secara bersama. Penulis bertindak sebagai guru dalam model pembelajaran Creative Problem Solving yang diawali dengan membentuk kelompok kecil yang terdiri dari lima siswa yang telah dibuat oleh guru secara heterogen, membagikan lembar kerja pada setiap kelompok dan memberikan artikel kepada setiap kelompok mengenai penyakit yang disebabkan oleh virus, meminta siswa untuk berdiskusi dengan kelompoknya dalam menjawab lembar kerja siswa dan mengkomunikasikannya. Melalui lembar kerja siswa yang disajikan oleh guru, siswa dituntut secara langsung dapat menyimpulkan tentang ciri-ciri virus, struktur tubuh virus dan replikasi virus sesuai dengan artikel yang mereka dapatkan.

Berdasarkan data yang diperoleh melalui pre-test, kedua kelas memiliki rata-rata yang tidak jauh berbeda. Kelas eksperimen dengan rata-rata-rata-rata 53,65 dengan nilai tertinggi 77, dan nilai terendah 33. Sedangkan kelas kontrol dengan rata-rata 50,77 dengan nilai tertinggi 73, dan nilai terendah 33. Setelah diberikan perlakuan, nilai rata-rata kelas eksperimen lebih baik dibandingkan dengan kelas kontrol. Berdasarkan data yang diperoleh melalui post-test, kelas eksperimen dengan rata-rata 82,9 dengan nilai tertinggi 93, dan nilai terendah 70. Sedangkan kelas kontrol dengan rata-rata 78,72 dengan nilai tertinggi 90 dan nilai terendah 70.

Penelitian yang dilakukan dapat membuktikan bahwa model pembelajaran

Creative Problem Solving berpengaruh terhadap hasil belajar biologi siswa. Hal ini dimungkinkan karena model pembelajaran Creative Problem Solving

merupakan suatu model pembelajaran yang berpusat kepada pemecahan masalah yang diikuti dengan penguatan kreativitas dan mengembangkan keterampilan berpikir kreatif.

Berdasarkan pengujian hipotesis pre-test, menyatakan bahwa tidak terdapat perbedaan pengetahuan awal siswa sebelum menggunakan model pembelajaran

Creative Problem Solving terhadap hasil belajar biologi siswa pada konsep virus. Setelah melakukan uji normalitas dan uji homogenitas, diketahui bahwa kedua kelas berdistribusi normal dan homogen, maka dari itu pengujian hipotesis menggunakan “ttest. “ttest yang dilakukan bertujuan untuk mengetahui pengaruh model pembelajaran Creative Problem Solving terhadap hasil belajar biologi siswa. “ttest dilakukan dengan membandingkan posttest pada masing-masing kelas.

Perbedaan rata-rata hasil belajar biologi antara kedua kelas menunjukkan bahwa pembelajaran dengan model pembelajaran Creative Problem Solving lebih baik dibandingkan pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran konvensional. Karena berdasarkan nilai rata-rata posttest siswa kelas eksperimen (82,9) lebih tinggi daripada nilai rata-rata posttest kelas kontrol (78,72). Dengan menggunakan “ttest nilai posttest kedua kelas tersebut diperoleh juga thitung > ttabel, yaitu 2,84 > 1,99. Hal ini menunjukkan adanya pengaruh model pembelajaran Creative problem Solving terhadap hasil belajar biologi siswa, sehingga pada kelas eksperimen hasil belajar lebih tinggi dibandingkan dengan hasil belajar biologi siswa pada kelas kontrol.

Hasil belajar biologi siswa berupa post-test pada kelas eksperimen menunjukkan perbedaan yang cukup signifikan bila dibandingkan dengan hasil belajar biologi siswa pada kelas kontrol. Hal tersebut juga didukung dari nilai LKS pertemuan I dan LKS pertemuan II, nilai afektif dan nilai produk di kelas eksperimen yang lebih baik daripada nilai di kelas kontrol.

Berdasarkan data pada tabel 4.1 mengenai nilai LKS pada kelas kontrol dan kelas eksperimen menunjukkan bahwa nilai LKS pertemuan I pada kelas kontrol sebesar 79,68 sedangkan nilai LKS pertemuan I pada kelas eksperimen sebesar 81,5. Hal yang membedakan adalah LKS pada kelas kontrol merupakan LKS yang biasa sedangkan LKS pada kelas eksperimen merupakan LKS yang sesuai dengan model pembelajaran Creative Problem Solving. Pada LKS Creative Problem Solving terdapat langkah-langkah dalam pemecahan masalah yang sesuai dengan aspek-aspek pada model pembelajaran Creative Problem Solving yaitu dimulai pada tahap Objective Finding, Data Finding, Problem Finding, Idea Finding, Solution Finding dan Acceptance Finding.

Berdasarkan data pada tabel 4.3 mengenai nilai produk model virus, terlihat perbedaan yaitu nilai rata-rata produk pada kelas kontrol sebesar 79,68 sedangkan nilai produk pada kelas eksperimen sebesar 94,44. Peneliti menilai produk yang dibuat oleh kelas kontrol hanya mengenai kesesuaian model yang dibuat berdasarkan struktur dan bentuk tubuh virus T, sedangkan pada kelas eksperimen, peneliti menilai produk yang dibuat oleh kelas eksperimen berdasarkan rubrik penilaian kreatif yang telah dibuat sebelumnya. Produk model virus yang dibuat pada kelas eksperimen tergolong kreatif karena masing-masing kelompok membuat model virus tersebut dari bahan-bahan yang berbeda sehingga terihat kreativitas mereka dalam pembuatan model virus tersebut.

Berdasarkan data pada tabel 4.2 mengenai nilai afektif siswa selama proses pembelajaran baik di kelas kontrol maupun di kelas eksperimen, terlihat perbedaan nilai yaitu nilai afektif siswa pada kelas kontrol sebesar 76,68 dan nilai

afektif siswa pada kelas eksperimen sebesar 77,95. Nilai pada kedua kelas tersebut tergolong baik.

Dengan membiasakan siswa menggunakan langkah-langkah yang kreatif dalam memecahkan masalah, diharapkan dapat membantu siswa untuk mengatasi kesulitan dalam mempelajari Biologi, dan diharapkan siswa tidak hanya akan menjadi seorang problem solver yang lebih baik tetapi juga akan menguasai kemampuan-kemampuan lainnya daripada siswa yang diarahkan untuk melakukan latihan saja.

Creative Problem Solving memiliki karakteristik utamanya adalah penggunaan berpikir divergen dan konvergen dalam langkah pembelajaran yang membentuk sistem yang dinamis dan fleksibel untuk program pemecahan masalah. Berpikir divergen memfasilitasi dalam menghasilkan banyak ide atau solusi kreatif dalam proses CPS (fakta, definisi masalah, ide, kriteria evaluasi, strategi implementasi).9 Berpikir konvergen adalah keterampilan untuk menghasilkan solusi atau ide yang paling menjanjikan untuk eksplorasi lebih lanjut. Dengan Creative Problem Solving, siswa dapat memilih dan mengembangkan ide dan pemikirannya. Berbeda dengan hafalan yang sedikit menggunakan pemikiran, Creative Problem Solving memperluas proses berpikir.10

Pada tahap Objective finding, siswa dilatih agar terampil dalam merumuskan suatu permasalahan.11 Siswa bersama kelompoknya membaca berbagai kasus penyakit yang disebabkan oleh beberapa strain virus yang sering merebak di masyarakat. Pada tahap ini siswa mengidentifikasikan permasalahan dari kasus-kasus tersebut. Dalam hal ini guru berperan sebagai pembimbing dalam membantu siswa untuk merumuskan pertanyaan tentang penyebab berbagai

9 Jamal Badhi dan Musthapa Tajdin, Islamic Creative Thinking: Berpikir Kreatif berdasarkan Metode Qurani, (Bandung: Mizan Media Utama, 2007), h. 119.

10 Utami Munandar, Mengembangkan Bakat dan Kreativitas Anak Sekolah, (Jakarta: PT Gramedia, 1985), h. 47.

11 William E. Mitchell & Thomas F. Kowalik, Creative Problem Solving, p. 5

(http://www.roe11.k12.il.us/GES%20Stuff/Day%204/Process/Creative%20Problem%20Solving/C PS-Mitchell%20&%20Kowalik.pdf)

penyakit pada kasus yang dibaca oleh siswa dan mekanisme penularan penyakit tersebut. Untuk dapat merumuskan masalah dengan tepat dan akurat, siswa harus menemukan dan memahami situasi serta kondisi dari suatu permasalahan. Nilai total kelompok dalam tahap ini pada pertemuan I dan pertemuan II sebesar 81,5. Pada tahap Data Finding, siswa bersama kelompoknya mengumpulkan data (eksplorasi) dengan mengamati karakteristik virus, struktur tubuh virus, reproduksi virus dan mendiskusikan penyebaran virus-virus yang sering menjadi wabah penyakit di masyarakat. Selanjutnya, siswa memilih informasi-informasi yang relevan dan mengabaikan informasi yang tidak relevan sehingga siswa dapat menemukan kata kunci dari permasalahan tersebut. Selama tahap pencarian fakta dan informasi, para siswa diharapkan memperoleh pengetahuan untuk memecahkan masalah dengan menggunakan berbagai sumber belajar yang dimiliki siswa maupun oleh sekolah seperti buku teks, multimedia pembelajaran, informasi dari internet dan sumber belajar lainnya. Dari informasi yang diperoleh, selanjutnya dapat dipikirkan mengenai data apa yang diketahui dalam soal, hal apa yang ditanyakan dalam soal tersebut, adakah data yang harus dicari terlebih dahulu untuk menyelesaikan soal tersebut, dan sebagainya. Nilai rata-rata kelompok dalam tahap ini pada pertemuan I dan pertemuan II sebesar 87,5.

Selanjutnya pada tahap Problem Finding, siswa bersama kelompoknya menyusun pernyataan-pernyataan masalah yang selanjutnya dipilih untuk dipecahkan melalui diskusi kelompok. Selain itu, guru membimbing siswa untuk menentukan permasalahan-permasalahan lain yang menarik untuk dicari penyelesaiannya yang berkaitan dengan virus. Nilai rata-rata kelompok dalam tahap ini pada pertemuan I sebesar 84,38 dan pertemuan II sebesar 81,25.

Pada tahap Idea Finding, siswa menghasilkan beragam ide-ide/solusi pemecahan masalah mengenai penyakit-penyakit yang disebabkan oleh virus melalui diskusi kelompok. Guru berperan dalam membimbing siswa untuk mendiskusikan kaitan antara struktur dan reproduksi virus dengan penyebaran penyakit dan mengaitkan perilaku yang harus dilakukan untuk membentuk sikap

positif pada generasi muda Indonesia. Setelah diskusi, siswa bersama kelompknya memodifikasi gagasan tentang bagaimana strategi yang dilakukan untuk memecahkan masalah tersebut. Nilai rata-rata kelompok tahap ini pada pertemuan I dan pertemuan II sebesar 81,25.

Pada tahap pengungkapan gagasan, siswa diharapkan menjadi mahir dalam merepresentasikan masalah. Siswa diberi kesempatan untuk menemukan dan mengungkapkan berbagai strategi pemecahan masalah dengan mempertimbangkan semua informasi dan kata kunci yang diperoleh dari tahap

Objective Finding. Untuk dapat merepresentasikan sebuah permasalahan dengan baik, hal mendasar yang diperlukan oleh siswa adalah membangun gambaran berpikir logis dan kreatif.

Pada tahap Solution Finding, siswa dilatih agar terampil dalam memilih dan mengembangkan metode penyelesaian yang paling efektif dalam menyelesaikan permasalahan tersebut disertai dengan adanya alasan-alasan yang logis terhadap strategi pemecahan masalah yang dipilih. Dengan bimbingan dan arahan dari guru, siswa mengevaluasi dan menyeleksi berbagai gagasan tentang strategi pemecahan masalah sehingga pada akhirnya dapat memperoleh suatu strategi yang tepat untuk menyelesaikan masalah. Nilai rata-rata kelompok pada pertemuan I sebesar 87,5 dan pertemuan II sebesar 93,75.

Pada tahap Acceptance Finding, siswa menentukan strategi yang dapat diambil untuk menyelesaikan masalah, kemudian menerapkannya sampai menemukan solusi dari permasalahan yang diberikan dan menafsirkan jawaban dengan tepat. Nilai rata-rata kelompok pada pertemuan I dan pertemuan II sebesar 68,75.

Hal ini disebabkan karena penggunaan model pembelajaran yang diterapkan oleh guru adalah model yang melibatkan keaktifan siswa sehingga menempatkan siswa lebih banyak belajar sendiri, mengembangkan kreatifitas dalam pemecahan masalah. Senada dengan penelitian Penelitian yang dilakukan oleh Su’eli mengenai Implementasi Model Pembelajaran Creative Problem Solving (CPS)

terhadap kemampuan pemecahan masalah pada pokok bahasan operasi hitung pecahan di kelas VII MTs. Muhammadiyah 1 Malang, menyimpulkan bahwa nilai rata–rata aktivitas belajar siswa dari pertemuan I sampai III selalu meningkat dengan prosentase rata–rata aktivitas belajar siswa setelah tiga kali pertemuan sebesar 70.08%. Prosentase kreativitas siswa dari pertemuan I sampai III selalu meningkat dengan prosentase rata-rata kreativitas siswa setelah tiga kali pertemuan berdasarkan komponen berpikir divergen siswa dalam satu kelas sebesar 64.39%. Nilai rata-rata tes akhir ketuntasan belajar siswa sebesar 77,78%.12

Dasar dari pemecahan masalah adalah kemampuan untuk belajar dalam situasi proses berpikir.13 Siswa betul-betul ditempatkan sebagai subjek yang belajar. Peranan guru adalah pembimbing belajar dan fasilitator belajar dengan memilih masalah yang perlu dilontarkan kepada kelas untuk dipecahkan oleh siswa sendiri melalui diskusi.

Observasi yang dilakukan adalah untuk mengetahui kegiatan belajar mengajar selama pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran Creative Problem Solving. Guru bidang studi biologi dan teman sebaya yang berperan sebagai observer atau pengamat selama proses pembelajaran berlangsung. Berdasarkan tabel 4.5 diatas dapat diketahui persentase hasil observasi keterlaksanaan creative problem solving pada kelas eksperimen, terlihat bahwa

aspek Idea Finding masih tergolong rendah dibandingkan persentase pada aspek-aspek yang lain. Namun secara keseluruhan persentase aspek creative

problem solving mempunyai hasil observasi yang baik.

Berdasarkan hasil observasi pada tabel 4.5, dapat terlihat ketercapaian aspek-aspek Creative Problem Solving dimana diperoleh rata-rata presentase nilai diatas

12 Su’eli, “Implementasi Model Pembelajaran Creative Problem Solving (CPS) terhadap Kemampuan Pemecahan Masalah Pada Pokok Bahasan Operasi Hitung Pecahan di Kelas VII MTs Muhammadiyah 1 Malang”, 2011. h. 1.

(http://eprints.umm.ac.id/1262/1/IMPLEMENTASI_MODEL_PEMBELAJARAN_CREATIVE_P ROBLEM_SOLVING.pdf)

13 Sutrisno, Menjadi Guru Kreatif agar Dicintai Murid Sampai Mati, (Yogyakarta: Golden Books, 2010), h. 37.

nilai 70%, hal ini termasuk dalam kategori baik. Pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran Creative Problem Solving menciptakan bentuk kegiatan pengajaran yang bervariasi, agar siswa aktif terlibat dalam pembelajaran. Guru hanya berperan sebagai fasilitator ataupun pembimbing dalam memecahkan masalah secara kreatif untuk mengkonstruk konsep oleh siswa sendiri. Oleh karena itu guru lebih baik menggunakan brainstorming (sumbang saran) sebagai salah satu teknik untuk berpikir divergen. Dengan sumbang saran, siswa diberikan kebebasan menghasilkan ide-ide beragam sehingga muncul ide-ide yang variatif, unik dan logis untuk meningkatkan kreativitas dalam menyelesaikan masalah. Kreativitas merupakan sebuah komponen penting dan memang perlu. Tanpa kreativitas pelajar hanya akan bekerja pada sebuah tingkat kognitif yang sempit.14 Aspek kreatif otak dapat membantu menjelaskan dan menginterpretasikan konsep-konsep yang abstrak, sehingga memungkinkan anak untuk mencapai penguasaan yang besar, khususnya dalam mata pelajaran seperti sains yang seringkali sulit dipahami.

Model Pembelajaran Creative Problem Solving (CPS) sangat sesuai diterapkan dalam pembelajaran di sekolah, karena ini merupakan suatu model pembelajaran yang melakukan pemusatan belajar pada siswa (Student centered) dan keterampilan pemecahan masalah.15 Model Creative Problem Solving juga sangat tepat diterapkan untuk membantu dan melatih siswa mengembangkan kemampuannya dalam memecahkan masalah secara kreatif yang termasuk kedalam masalah-masalah yang berkaitan dengan alam. Dalam penerapannya, model Creative Problem Solving lebih menekankan keterlibatan siswa secara langsung dalam belajar dan menyelesaikan masalah, mulai dari keaktifan siswa mencari data, menemukan cara yang tepat untuk menyelesaikan masalah sampai menarik kesimpulan. Fungsi guru dalam kegiatan pemecahan masalah adalah

14 Utami Munandar, Mengembangkan Bakat dan Kreativitas Anak Sekolah, (Jakarta: PT Gramedia, 1985), h. 47.

15 Scott G. Isaksen dan Donald J. Treffinger, Creative Problem Solving: The History,

Deevelopment, and Implication for Gifted Education and Talent Development, (The Evolution of CPS in Gifted Education, 2005), h. 342. http://www.cpsb.com/research/articles/creative-problem-solving/Creative-Problem-Solving-Gifted-Education.pdf

memotivasi siswa agar mau menerima tantangan dan membimbing siswa dalam proses pemecahannya. Dengan menggunakan model CreativeProblem Solving ini siswa terbiasa menghadapi masalah serta terlatih dan terampil untuk menyelesaikan masalah yang ada dan akhirnya diharapkan siswa dapat memperoleh hasil belajar yang lebih baik.

60

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan dapat diperoleh kesimpulan bahwa model pembelajaran Creative Problem Solving berpengaruh terhadap hasil belajar biologi siswa pada konsep virus dengan t hitung > t table yaitu 2,84 > 1,99.

B.Saran

Berdasarkan kesimpulan yang telah dikemukakan, maka penulis mengajukan beberapa saran sebagai tindak lanjut dari hasil penelitian ini.

1. Guru biologi diharapkan kreatif dan inovatif dalam memilih model pembelajaran yang sesuai dengan materi pelajaran sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai.

2. Pembelajaran dengan model pembelajaran Creative Problem Solving

memberikan pengaruh positif terhadap hasil belajar biologi siswa pada konsep virus, dan diharapkan ada penelitian lebih lanjut mengenai penerapan model pembelajaran Creative Problem Solving pada konsep-konsep biologi lain.

61

Yogya, 1993.

Anon. Undang-Undang Guru dan Dosen & Undang-Undang Sisdiknas (Sistem Pendidikan Nasional). Jakarta: Asa Mandiri, 2006.

Arikunto, Suharsimi. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: Rineka Cipta, 2002.

Asyhar, Rayandra. Kreatif Mengembangkan Media Pembelajaran. Jakarta: Referensi, 2012.

Badhi, Jamal dan Musthapa Tajdin. Islamic Creative Thinking: Berpikir Kreatif berdasarkan Metode Qurani, Bandung: Mizan Media Utama, 2007.

Baharuddin. Pendidikan dan Psikologi Perkembangan. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2009.

Beetlestone, Florence. Creative Learning: Strategi Pembelajaran untuk Melesatkan Kreativitas Siswa. Bandung: Nusa Media, 2011.

Dalyono, M. Psikologi Pendidikan. Jakarta: PT Rineka Cipta, 2010.

Dasna, I Wayan dan Sutrisno, Pembelajaran Berbasis Masalah, Malang: FMIPA UNM.

Efi. “Perbedaan Hasil Belajar Biologi antara Siswa yang Diajar Melalui Pendekatan Cooperatif Learning Teknik Jigsaw Dengan Teknik STAD”,

Skripsi pada Sarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta: 2007. Tidak dipublikasikan.

Gonzales, David. The Art of Solving Problems: Comparing the Similarities and Differences Between Creative Problem Solving (CPS), Lateral Thinking and Synectics. New York: Buffalo State College International Centre for Studies In Creativity.

(http://www.buffalostate.edu/orgs/cbir/Readingroom/theses/Gonzadp.pdf), diakses pada tanggal 28 Desember 2012, pukul 19.50 WIB.

Hakim, Lukmanul. “Pengaruh Model Pembelajaran Berdasarkan Masalah

(Problem Based Learning) terhadap Hasil Belajar Biologi”, Skripsi pada UIN SYarif Hidayatullah, Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah, 2009. Tidak dipublikasikan.

Hamalik, Oemar. Perencanaan Pengajaran Berdasarkan Pendidikan Sistem. Jakarta: PT Bumi Aksara, 2005.

Isaksen. “On The Conceptual Foundations of Creative Problem Solving: A

Response to Magyari Beck”. Basil Blackwell Ltd: Volume 4 Number 1 March 1995 ( http://personal.stevens.edu/~ysakamot/creativity/creative%20problem-solving.pdf), diakses pada tanggal 28 Desember 2012, Pukul 19.47 WIB. Isaksen. “Transforming Dreams Into Reality: The Power of Creative Problem

Solving”.(

http://www.cpsb.com/research/articles/creative-problemsolving/Dreams-Power-of-Creative-Problem-Solving.pdf),diakses pada Tanggal 28 Desember 2012, Pukul 19.50 WIB.

Isaksen, Scott G. dan Treffinger Donald J., Creative Problem Solving: The History, Deevelopment, and Implication for Gifted Education and Talent Development. 2005. ( http://www.cpsb.com/research/articles/creative-problem-solving/Creative-Problem-Solving-Gifted-Education.pdf), diakses pada tanggal 29 Desember 2012, Pukul 20.00 WIB.

Isjoni. Pembelajaran Kooperatif: Meningkatkan Kecerdasan Komunikasi antar Peserta Didik. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2011.

Ismiyanto. “Implementasi Creative Problem Solving dalam Pembelajaran Menggambar: Upaya Peningkatan Kreativitas Siswa Sekolah Dasar”. Semarang: Jurnal Kependidikan, vol.6, no. 2, 2010 (http://journal.unnes.ac.id), diakses pada tanggal 28 Desember 2012, Pukul 21.00 WIB.

Isrok’atun. “Creative Problem Solving Matematis”. Bandung: UPI, 2012. (http://eprints.uny.ac.id/8094/1/P%20-%2047.pdf), diakses pada Tanggal 28 Desember 2012, Pukul 20.47 WIB.

Krulik, Stephen & Jesse Rudnick, Problem Solving: a Handbook for Senior High School Teachers. Massachusetts: Gould Street Neidham Heights, 1989.

Lumsdaine, Edward. Creative Problem Solving, Thinking Skills for A Changing World. Singapura: McGraw Hill, 1995.

Mahmudi, Ali. Tinjauan Kreativitas dalam Pembelajaran Matematika. Yogyakarta: UNY, vol.4, no. 2, 2008.

Margono, S. Metodologi Penelitian Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta, 2009.

Mitchell, William E. & Kowalik Thomas F. “Creative Problem Solving”. (http://www.roe11.k12.il.us/GES%20Stuff/Day%204/Process/Creative%20Pr oblem%20Solving/CPS-M`itchell%20&%20Kowalik.pdf), diakses pada Tanggal 28 Desember 2012, Pukul 19. 31 WIB.

Munandar, Utami. Mengembangkan Bakat dan Kreativitas Anak Sekolah. Jakarta: PT Gramedia, 1985.

Muneyoshi, Hideki. Identifying How School Teachers Use Creative Problem Solving. New York: Buffalo State College, 2004.

(http://www.buffalostate.edu/orgs/cbir/readingroom/theses/Muneyht.pdf)

Nasution. Berbagai Pendekatan dalam Proses Belajar Mengajar. Jakarta: PT Bumi Aksara, 2009.

Ningsih, Raden Endang Retno. “Penerapan Model Pembelajaran Creative problem Solving dengan Media Autograph untuk Meningkatkan Pemahaman Matematik Siswa SMA”. Skripsi pada Sarjana Universitas Negeri Medan, Medan, 2010.

Nugraheni, Fitri. “Hubungan Motivasi Belajar Terhadap Hasil Belajar Mahasiswa (Studi Kasus Pada Mahasiswa Fakultas Ekonomi UMK)”. Kudus: Univeristas Muria Kudus.

(http://eprints.umk.ac.id/144/1/HUBUNGAN_MOTIVASI_BELAJAR.pdf), diakses pada tanggal 13 Januari 2013, Pukul 15.45 WIB.

Nurmaulana, Fariza. Profil Kemampuan Berpikir Kreatif Siswa SMA Pada Pembelajaran Pencemaran Tanah Dengan Model Creative Problem Solving. Bandung: UPI, 2011.

(http://repository.upi.edu/skripsiview.php?no_skripsi=7992), diakses pada