II. TINJAUAN PUSTAKA
3.4. Metode Studi
3.5.2. Pengumpulan Data/Inventarisasi
Tahap inventarisasi merupakan tahap pengumpulan data dan semua informasi yang berkenaan dengan kondisi lokasi studi. Tahap inventarisasi ini bertujuan memenuhi salah satu tujuan penelitian yaitu untuk mendeskripsikan aspek sejarah dan budaya kawasan perencanaan. Data berupa data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh melalui survei lapang (pengamatan dan pengukuran), wawancara, dan kuesioner. Penyebaran kuesioner dilakukan secara acak di sepanjang Jalan Slamet Riyadi dengan jumlah responden empat puluh orang (Lampiran1). Sedangkan data sekunder diperoleh melalui studi literatur dari buku acuan, data dari dinas terkait, serta pustaka lainnya yang dapat mendukung ruang lingkup studi.
Data yang diambil adalah meliputi data aspek biofisik, aspek sejarah, aspek budaya, dan aspek wisata. Selain keempat aspek tersebut juga digunakan data kondisi umum. Data pada kondisi umum digunakan untuk mengenali kawasan yang akan dipelajari. Data yang digunakan dalam studi ini ditampilkan pada Tabel 4.
Wawancara3 dilakukan dengan berbagai pihak sesuai dengan bidang keahlian dan profesi yang dimiliki. Data aspek sejarah dilakukan dengan menggunakan metode wawancara. Sumber yang diwawancara adalah Drs. Soedarmono, beliau adalah ahli sejarah Kota Solo dan juga merupakan dosen sejarah di Universitas Sebelas Maret Surakarta.
3
Sumber wawancara:
(1) Ir Arif Nurhadi sebagai Kepala Bidang Cagar Budaya Dinas Tata Kota Surakarta,
(2) Drs. Soedarmono sebagai Pakar Sejarah Kota Solo dan Dosen Sejarah Uiversitas Sebelas Maret (UNS), dan
(3) Ir. Tri Suryo Kuncoro dari Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Surakarta, dan juga sebagai pengamat sejarah Kota Solo.
(4) Pak Budi dari Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kota Surakarta.
21
Tabel 4. Jenis, Sumber, Cara Pengambilan Data, dan Bentuk Data No Jenis Data Sumber Cara Pengambilan
Data
Bentuk Data
KONDISI UMUM
1. Jumlah dan Kepadatan Penduduk (Demografi)
BPS Studi Pustaka Tabel, Deskripsi 2. Promosi Wisata Disparbud Wawancara,
Studi Pustaka
Gambar, Deskripsi 3. Program dan Rencana
Pemerintah Kota
Dinas Tata Kota, Dishub Wawancara, Studi Pustaka Gambar, Deskripsi 4. Tingkat Kunjungan Wisatawan
Disparbud Studi Pustaka Tabel, Deskripsi 5. Persepsi serta keinginan
pengunjung
Lapangan Kuesioner Diagram, Deskripsi 6. Lalu Lintas Jalan Slamet
Riyadi
Dishub Studi Pustaka Deskripsi
ASPEK BIOFISIK
7. Batas wilayah perencanaan Dinas Tata Kota, Lapangan
Observasi Peta, Deskripsi 8. Aksesibilitas dan Sirkulasi Lapangan Observasi Peta, Deskripsi 9. RTRW Kota Surakarta Dinas Tata Kota Studi Pustaka Peta, Deskripsi 10. Kemiringan Tanah Dinas PU Studi Pustaka Tabel, Deskripsi 11. Iklim dan Kenyamanan BMG Studi Pustaka Deskripsi 12. Vegetasi Dinas Pertamanan, Studi Pustaka,
Wawancara, Pengamatan
Foto, Tabel, Deskripsi 13. Struktur Perkerasan
dan Utilitas Jalan Slamet Riyadi.
Dinas Tata Kota Dinas PU, Lapangan,
Pengamatan, Wawancara,
Gambar, Deskripsi 14. Fasilitas Wisata Lapangan, Dinas Tata
Kota
Pengamatan, Wawancara
Foto, Deskripsi
ASPEK SEJARAH
15. Perubahan Karakter Lanskap Responden Ahli Wawancara, Studi Pustaka
Gambar, Deskripsi.
ASPEK BUDAYA
16. Hasil Kebudayaan Disparbud Wawancara, Studi Pustaka
Tabel, Deskripsi
ASPEK WISATA
17. Obyek Wisata Responden Ahli, Disparbud, Lapangan Studi Pustaka, Wawancara, Pengamatan Peta, Foto, Deskripsi 18. Atraksi Wisata Disparbud, Lapangan Studi Pustaka,
Wawancara,
Peta, Foto, Deskripsi
3.5.3. Analisis
Tahap analisis dilakukan untuk memenuhi tujuan identifikasi dan analisis terhadap sumbar daya wisata sejarah dan budaya. Analisis yang dilakukan berupa analisis deskriptif dan analisis spasial. Analisis dilakukan pada aspek berikut: aspek biofisik, aspek sejarah, aspek budaya, dan aspek wisata. Penggabungan
analisis dari berbagai aspek tersebut merupakan peta komposit yang merupakan hasil akhir dari analisis. Adapun peta komposit merupakan overlay dari analisis aspek sejarah, aspek budaya, sub aspek obyek dan sub aspek atraksi wisata (Gambar 5). Hasil analisis kemudian digunakan sebagai dasar tahap selanjutnya yaitu tahap sintesis.
Gambar 5. Overlay Data Peta Komposit
Aspek biofisik dilakukan untuk mengetahui karakteristik kawasan yang direncanakan. Analisis dilakukan terhadap seluruh sub aspek, baik secara deskriptif maupun analisis spasial. Analisis spasial dilakukan pada sub aspek sirkulasi karena sub aspek ini sangat berhubungan aktivitas wisata yang direncanakan. Selanjutnya pada sub aspek iklim dan kenyamanan, untuk mendapatkan gambaran mengenai derajat kenyamanannya digunakan rumus
Thermal Humidity Index/THI (Fandelli dan Muhammad 2009):
Analisis aspek sejarah dilakukan dengan metode penelusuran sejarah, yaitu analisis sejarah perkembangan kota. Dari analisis yang dilakukan didapatkan zonasi umum perkembangan kota pada masa lampau.
Pada aspek budaya, analisis yang dilakukan adalah analisis bentuk kebudayaan. Analisis yang dilakukan menghasilkan zonasi kawasan modern, moderat, dan tradisional. Pembagian kawasan ke dalam tiga zona tersebut perlu
Dengan ; T = suhu udara (ºC),
RH = kelembaban nisbi udara (%).
THI = 0,8 T + (RH x T) 500
23
dilakukan untuk mempertahankan karakter zona yang masih bersifat tradisional dan meningkatkan citra zona modern dan moderat agar mendukung kegiatan wisata zona tradisional.
Analisis aspek wisata dilakukan pada sub aspek obyek wisata dan atraksi wisata. Pada analisis obyek wisata, analisis yang digunakan adalah analisis daya tarik wisata andalan. Sedangkan pada analisis atraksi wisata digunakan analisis persebaran atraksi wisata.
Tabel 5 menerangkan kriteria pembobotan dalam analisis sumber daya wisata dengan pendekatan kualitas obyek wisata pada obyek-obyek wisata sejarah dan budaya. Kriteria yang digunakan merupakan modifikasi dari Pedoman dan Daya Tarik Wisata Andalan oleh Depbudpar (2001), sedangkan pembobotan menggunakan metode wawancara dengan tiga responden ahli4. Ketiga proporsi bobot dari masing-masing pakar kemudian diambil rata-rata dan digunakan sebagai dasar pembobotan (Tabel 5).
Tabel 5. Kriteria Pembobotan dalam Analisis Daya Tarik Obyek Wisata
Aspek Bobot* Kriteria Nilai
Nilai Historis 35%
Internasional 30
Nasional 20
Lokal 10
Keaslian Arsitektural
dan Tata Ruang 33,3%
Tinggi 30
Sedang 20
Rendah 10
Lingkungan sekitar
18,3%
Asli dan Mendukung 30 Tidak Asli tapi Mendukung 20
Tidak Mendukung 10
Nilai Edukasi 13,3%
Tinggi 30
Sedang 20
Rendah 10
Ket : *) Hasil penilaian respondenr ahli (expert judgement). Sumber : Depbudpar 2001 (Modifikasi)
4
Responden ahli yang diwawancara:
(1) Ir Arif Nurhadi sebagai Kepala Bidang Cagar Budaya Dinas Tata Kota Surakarta,
(2) Drs. Soedarmono sebagai Pakar Sejarah Kota Solo dan Dosen Sejarah Uiversitas Sebelas Maret (UNS), dan
(3) Dr. Ir. Nurhayati H.S. Arifin, M.Sc. sebagai Dosen M.K. Pelestarian Sejarah Budaya Lanskap Institut Pertanian Bogor.
Aspek sejarah mempunyai tiga kriteria, yaitu: internasional, nasional, dan lokal. Obyek wisata dengan kriteria internasional merupakan obyek sejarah budaya yang mempunyai hubungan langsung dengan pemerintahan bangsa lain dan juga mempunyai aspek wisata yang menarik dan unik hanya terdapat di Kota Solo yang bertaraf internasional. Sedangkan kriteria nasional diperuntukkan bagi obyek yang memiliki peranan penting bagi perkembangan sejarah budaya bangsa Indonesia. Adapun kriteria lokal ditujukan untuk obyek yang menjadi sentra aktivitas kebudayaan bagi masyarakat setempat.
Aspek keaslian arsitektural dan tata ruang dibagi ke dalam tiga kriteria, yaitu: tinggi, sedang, dan rendah. Kriteria tinggi adalah untuk obyek wisata yang berupa area dengan keaslian arsitektural lebih dari 50%. Sedangkan kategori sedang obyek wisata berupa area dengan keaslian di bawah 50% atau obyek wisata berupa node dengan keaslian arsitektural di atas 50%. Adapun kategori tinggi adalah obyek berupa node dengan perubahaan di bawah 50% atau obyek yang dari awalnya memang sengaja dibangun sebagai sentra budaya tetapi tidak mempunyai sejarah khusus.
Aspek lingkungan sekitar dibagi ke dalam tiga kriteria, yaitu: asli dan mendukung, tidak asli tapi mendukung, dan tidak mendukung. Kriteria asli dan mendukung adalah kriteria bagi obyek yang lingkungan sekitarnya dari dulu mempunyai peruntukan yang sama dengan saat ini dan mendukung untuk kegiatan wisata, contohnya adalah pasar tradisional dan pemukiman. Sedangkan contoh dari kriteria tidak asli tapi mendukung adalah lingkungan berupa hotel, restoran, dan gallery. Adapun kriteria tidak mendukung adalah bagi obyek yang lingkungan sekitarnya tidak mendukung kegiatan wisata sejarah budaya, seperti diskotik.
Aspek edukasi dibagi ke dalam tiga kriteria, yaitu: tinggi, sedang, dan rendah. Kriteria tinggi diberikan untuk obyek yang mempunyai nilai tinggi dalam memberikan edukasi kepada masyarakat dan wisatawan, contohnya adalah: museum, gallery, obyek yang mempunyai atraksi wisata reguler, dan lain-lain. Sedangkan nilai sedang diberikan kepada obyek yang juga mempunyai nilai edukatif, tapi lebih bersifat pasif, contohnya: bangunan, tugu, monumen, patung, obyek wisata yang mempunyai atraksi wisata temporal, dan lain-lain. Adapun
25
kriteria rendah diberikan pada obyek-obyek yang nilai edukatifnya sangat rendah, contohnya: obyek sejarah yang beralih fungsi atau kurang bersifat publik.
Selanjutnya hasil dari skoring penilaian daya tarik wisata dispasialkan ke dalam tiga kelas zona obyek, yaitu kualitas rendah, sedang, dan tinggi. Untuk mendapatkan selang interval tiga kelas tersebut adalah dengan menggunakan rumus statistik Sturges (Tentua 2010):
Rumus di atas juga bisa digunakan untuk mencari selang interval pada skoring yang lain. Variabel K bisa dirubah sesuai dengan jumlah kelas yang diinginkan. Dalam penelitian, rumus ini akan digunakan dua kali, yaitu penentuan selang interval pada analisis obyek wisata dan peta komposit.
3.5.4. Sintesis
Dari hasil analisis seluruh data dan overlay peta, maka dihasilkan solusi berupa alternatif terbaik pengembangan ruang yang direncanakan dalam bentuk
block plan/rencana blok.