• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERKEBUNAN KELAPA SAWIT S IMON P G INTING

PENILAIAN PERFORMANS BIOLOGIS DALAM USAHA KAMBING SECARA KOMERSIAL

Keuntungan ekonomik dalam usaha ternak kambing yang dikelola secara komersial sangat sensitif baik terhadap tingkat produksi maupun biaya inputserta harga output. GATENBY(1986) memaparkan bahwa dalam satu usaha komersial kambing besarnya keuntungan usaha sangat ditentukan olehweaning rate(jumlah anak yang dapat disapih) dan harga jual ternak. Oleh karena itu penilaian performans biologis atau produktivitas individu ternak atau suatu populasi/kelompok sangat penting dalam usaha produksi yang dikelola secara komersial. Dalam suatu usaha yang targetnya adalah produksi daging ataupun ternak hidup, maka yang diharapkan adalah adanya akumulasi bobot hidup yang berasal dari pertambahan bobot ternak serta dari penambahan jumlah ternak dari induk yang melahirkan. Pada Tabel 3 ditampilkan beberapa parameter yang dapat digunakan dalam rangka menilai produktivitas biologis individu atau suatu kelompok ternak di dalam usaha peternakan kambing.

Dengan menggunakan parameter tersebut di atas, maka dapat digunakan berbagai indeks sebagai indikator yang menggambarkan tingkat produktivitas individu ternak (induk) ataupun kelompok induk dalam suatu unit usaha produksi. WILSON (1983) merumuskan suatu indeks untuk menilai produktivitas individual induk yang menjelaskan kuantitas (kg) anak lepah sapih yang dihasilkan seekor induk dalam setahun dengan formula:

Indeks Produksi (IP) = BAS × 365/SB

Formula ini relatif sederhana dan hanya membutuhkan catatan dua parameter saja sehingga mudah digunakan. Formula ini berguna untuk membandingkan performans antar unit usaha produksi kambing. Namun, formula tersebut tidak mengadopsi faktor kematian anak sebelum disapih. Jika anak yang mati sebelum disapih diberi nilai nol akan menyebabkan simpangan baku nilai IP yang besar, sedangkan bila anak yang mati tidak disertakan ke dalam perhitungan akan menyebabkan nilai IP melebihi kondisi sesungguhnya. Formula ini juga tidak memperhitungkan parameter proprosi induk yang tidak melahirkan dari total induk yang ada, sehingga belum menggambarkan efisiensi produksi secara utuh. KNIPSCHEER et al. (1984) mengembangkan formula yang melibatkan lebih banyak parameter untuk menghasilkan nilai performans yang lebih akurat yaitu:

Indeks Produktivitas Induk (IPI) = (JK–1) × 365/(UMN–UM1) × JAL × (1–M) × BAS

Formula ini membutuhkan paling tidak adanya dua kelahiran dan dapat digunakan untuk menilai produktivitas individu induk dalam suatu kelompok atau unit usaha. Formula ini mengadopsi angka kematian anak pra-sapih dan membutuhkan jumlah paritas/kelahiran > 1. Formula ini belum mengadopsi proporsi induk melahirkan terhadap total induk yang ada dalam suatu kelompok induk atau unit usaha. HOFS et al. (1985) mengembangkan indek yang Tabel 3. Beberapa parameter produksi yang diperlukan dalam menghitung indek

performans individu maupun kuleompok induk dalam usaha produksi kambing

Parameter Singkatan Satuan

Jumlah anak dalam sekelahiran (JAL) JAL ekor

Berat anak dilahirkan (BAL) BAL kg

Mortalitas anak sebelum disapih (M) M 0-1 Umur saat melahirkan pertama kali UM1 Hari

Umur saat melahirkan ke-n UMN hari

Pertambahan berat anak lahir s/d disapih PBBL-S kg

Berat anak disapih BAS kg

Selang beranak SB hari

Proporsi induk melahirkan terhadap total induk yang dipelihara

PIM %

menggambarkan performans reproduksi suatu kelompok induk dengan formula:

Indeks Reproduksi Induk (IRI) = JAL × (BAL + PBBL-S) × (1-M) × PIM × 365/SB. Indek tersebut mengandung faktor koreksi terhadap induk yang tidak melahirkan yang terdapat dalam suatu kelompok atau unit usaha, sehingga lebih menggambarkan efisiensi reproduksi suatu unit usaha.

Mengingat bahwa dalam suatu kawasan perkebunan baik skala menengah dan terutama skala besar akan memerlukan dibangunnya beberapa unit kawasan yang dikelola secara integrasi dengan kambing, maka nilai indeks yang menggambarkan performans setiap unit usaha dapat digunakan sebagai alat manajemen dalam mengevaluasi kinerja usaha. Berdasarkan nilai indek selanjutnya dapat dilakukan uapaya perbaikan manajemen maupun penerapan inovasi teknologi untuk mencapai target produksi.

PENUTUP

Untuk memacu produksi dan kontribusi ternak kambing dalam penyediaan dan konsumsi daging nasional diperlukan adanya penumbuhan usaha yang berifat komersial dengan orientasi uasaha kepada efisiensi dan keuntungan ekonomik. Integrasi kambing dengan kelapa sawit merupakan salah satu alternatif sistem produksi yang memiliki potensi besar mendorong penumbuhan usaha komersial tersebut. Sistem integrasi ini dapat mengoptimalkan potensi sumber daya pada sistem perkebunan kelapa sawit terutama lahan dan sumber pakan, sehingga terjadi peningkatan output dari setiap sumber daya yang tersedia. Tersedianya dukungan inovasi teknologi berupa bibit ternak yang beradaptasi, prosesing hasil samping tanaman dan olahan buah kelapa sawit sebagai pakan, manajemen pengendalian penyakit serta pengelolaan vegetasi gulma sebagai sumber pakan dasar ternak kambing memperbesar prospek dikembangkannya usaha komersial secara efisien. Hasil kajian potensi pengembangan usaha integrasi pada perkebunan kelapa sawit skala menengah dapat dijadikan sebagai acuan dalam melihat besarnya peluang integrasi kambing dengan perkebunan kelapa sawit. Integrasi dalam skala komersial berpeluang untuk meningkatkan produksi kambing baik untuk mengisi pasar domestik, bahkan juga untuk memenuhi permintaan pasar ekspor terutama diwilayah Asia Tenggara, seperti Malaysia dan Brunei Darussalam. Kombinasi peluang aspek teknis dengan peluang pasar seharusnya dapat menjadi pendorong bagi adanya penumbuhan usaha produksi kambing yang

dikelola secara komersial melalui sistem integrasi dengan perkebunan kelapa sawit.

DAFTAR PUSTAKA

ASIANLIVESTOCK, 1988. The use of palm kernel cake as animal feed (Part 1). FAO Animal Prod. and Health. XIII(2). FAO Regional Office, Thailand. pp. 13–19. AUMONT, G., G. COULAUD, A. GRUDEand L. GRUNER. 1989. Pasture population of nematode larvae in Guadeloupe (French West Indies).Int. J. Parasitol. 19: 547–554.

AWALUDIN, R. and H. OTHMAN. 2003. The technical, economics and marketingaspect of goat integration with oil palm. In: M.B. WAHID, Z.Z. ZAKARIA, R. AWALUDINand S. ISMAIL(Eds.) Proc. 2ndSeminar on Livestock and Crop Integration (LCI) with Oil Palm-Optimizing Use-Maximizing Income. Malaysian Palm Oil Board, Ministry of Plantation Industries and Commodities Malaysia, March 25, 2003, Bangi, Selangor, Malaysia. pp. 49–54.

BATUBARA, L.P., J. SIANIPARand P.M. HORNE. 1996. Utilization of ex decantersolid waste from palm oil processing as a feed supplement for sheep. In: R.C. MERKEL, Tj. D. SUDJANA and SUBANDRIYO (Eds.) Proc. Small Ruminant Production: Recommendations for South East Asia. SR-CRSP and AARD. Parapat,North Sumatera, Indonesia, May 12–15. pp. 197–201.

BATUBARA, L.P., R. KRISNAN, S.P. GINTING dan JUNJUNGAN. 2005. Penggunaan bungkil inti sawit dan lumpur sawit sebagai pakan tambahan untuk kambing. Pros. Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner, Bogor 12–13 September 2005. Puslitbang Peternakan. hlm. 611–616.

BERIAJAYA and A. BATUBARA. 1996. Parasite control for small ruminant production.In: R.C. MERKEL, T. D. SOEDJANAand SUBANDRIYO(Eds.) Proc. Small Ruminant Production: Recommendations for South East Asia. SR- CRSP and AARD. Parapat, North Sumatera, Indonesia, May 12 –15. pp. 83–93

CARVALHO, L.P.F., A.R.J. CABRITA, R.J. DEWHURST, T.E.J. VICENTE, Z.M.C.LOPES, and A.J.M. FONSECA. 2006. Evaluation of palm kernel meal and corn distillers grain in corn silage-based diets for lactating dairy cows.J. Dairy Sci. 89: 2705–2715.

DAHLAN, I., M.D. MAHYUDDIN, M.A. RAJIONand M.S. SHARIFUDIN. 1993. Oilpalm frond leaf for pre-slaughter maintenance in goats. Proc. of the 16thMalaysian Society of Animal Production Annual Conference. MSAP. pp. 78–79.

GATENBY, R.M. 1986. Sheep Production in the Tropics and Sub-Tropics. Longman, London and New York. 351 p.

GATENBY, R.M. 1988. Goat husbandry in West Timor, Indonesia.Small Rumin. Res. 1: 113–121.

GINTING, S.P., K.R. PONDand SUBANDRIYO. 1996. Effects of grazing management and levels of concentrate supplementation on parasite establishment in two genotypes of lambs infected withHaemonchus contortus.JITV2: 114–119. GINTING, S.P. 1998. Effects of supplements and anthelmintic treatments on parasite

establishment and the performances of lambs artificially infected with Haemonchus contortus.JITV3: 117–123.

GINTING, S.P. 2006. Pengembangan sistem integrasi usaha ternak kambing dengan perkebunan kelapa sawit: kajian berdasarkan ketersediaan pakan dan kebutuhan nutrisi.Wartazoa16: 53–64.

HOFFMAN, R.R. 1988. Anatomy of Gastro-Intestinal Tract.In: D.C. CHURCH(Ed.) The Ruminant Animal Digestive Physiology and Nutrition. Prentice Hall, Englewood Cliffs, New Jersey. pp. 14–43.

HOFS, P., G. MONTSMAand S. NABUURS. 1985. Growth and reproduction rates of West African Dwarf goats under high levels of feeding and management.In: J.E. SUMBERG and K. CASSIDY (Eds.) Sheep and Goats in Humid Africa. International Livestock Centre for Africa, Addis Ababa, Eythiopia. pp. 25–28. JELAN, Z.A. 1991. Feeding agricultual by-products to small ruminants in integrated

tree cropping production systems.In: L.C. INIGUEZand M.D.SANCHEZ(Eds.) Proc. Integrated Tree Cropping and Small Ruminant Production Systems. AARD, SR-CRSP and IDRC. Medan, September 9–14. pp. 109–114. KNIPSCHEER, H.C. A.J. DE BOER, M. SABRANI and T. SOEDJANA. 1983. The

economic role of sheep and goats in Indonesia: a case study of West java. Bull. Indonesian Econ. Stud. XIX (3) 74–93.

KNIPSCHEER, H.C., U. KUSNADI and A.J. DE BOER. 1984. Some efficiency measures for analyses of the productive potentials of Indonesia goats.Agric. System15: 125–135.

MACFARLANE, W.V. 1982. Concepts in animal adaptation. Proc. 3rdInternational Conference on Goat Production and Disease., Tucson, Arizona, Jan 10–15 1982. College of Agriculture, The University of Arizona. hlm. 375–385. NGAMPONGSAI, W., S. PANBUAT, S. KUPRASERT and S. KOCHAPAKDEE. 2005.

Nutrient digestibility of palm kernel cake in the concentrate rations for goat bucks fed urea treated panicle rice straw. In: P. ROWLINSON, C. WACHIRAPAKORN, P. PAKDEE and M. WANAPAT (Eds.) Proc. Integrating Livestock-Crop System to Meet the Challenges of Globalisation, Khon Kaen November 14 – 18, 2005. Tropical Feed Resources Research and Development Centre, Khon Kaen University, Thailand.

SANI, R.A., I.P.R. AWANG and A.R. SHEIKH-OMAR. 1985. Incidence and factors affecting endoparaqsitim in goats in Serdang, West Malaysia. Kajian Veteriner17: 127–131.

SANI, R.A., and C. RAJAMANICKAM. 1991. Gastrointestinal parasitism in small ruminants.In: L.C. INIGUEZand M.D. SANCHEZ(Eds.) Proc.Integrated Tree Cropping and Small Ruminant Production Systems. Medan, September 9–

14, 1991. AARD, SR-CRSP and IDRC. pp. 197–201.

SETIADI, B., and P. SITORUS. 1984. Performances of Ettawah goat and Katjang goats. Working paper 37. SR-CRSP, Bogor, Indonesia.

SIMANIHURUK, K., JUNUNGANdan A. TARIGAN. 2007. Pemanfaatan pelepah kelapa sawit sebagai pakan basal kambing Kacang fase pertumbuhan. Pros. Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner, Bogor, 21–22 Agustus 2007. Puslitbang Peternakan. hlm. 417–424.

SINGH, M. 1992. Adaptability to hot climates for growth and reproductive performance.In: R.R. LOKESHWAR(Ed.). Proc. V International Conference on Goats: Pre-Conference Proceedings Invited Papers Vol. II, Part I. pp. 244–

252.

SUGIYONO, I.Y. HARAHAP, WINARNO, A.D. KOEDADIRI, A. PURBA, dan P. PURBA. 2002. Kesesuaian lahan dan agroklimat.Dalam: L. BUANA, D. SIAHAAN, S. ADIPUTRA (Eds.) Kultur Teknis Kelapa Sawit. Modul M-100-203. Pusat Penelitian Kelapa Sawit.

THORNTON, P.K., and M. HERRERO. 2001. Integrated crop-livestock simulation models for scenario analysis and impact assessment. Agric. Systems 70: 581–602.

THOMAS, D., E. ZERBINI, P.P. RAOand A. VAIDYANATHAN. 2002. Increasing animal productivity on small mixed farms in South Asia: a systems perspective. Agric. Systems71: 41–57.

WILSON, R.T. 1983. Studies on the livestock of Southern Darfur, Sudan. VIII. A comparison of productivity indices for goats and sheep.Trop. Anim. Hlth. Prod. 15: 63–68.

ZAHARI, M.W., O.A. HASSAN, H.K. WONGand J.B. LIANG. 2003. Utilization of oil palm frond-based diets for beef and dairy production in Malaysia.Asian-Aust. J. Anim. Sci. 16: 625–634.

MODEL PENGEMBANGAN DOMBA DI LAHAN