• Tidak ada hasil yang ditemukan

KELAPA SAWIT DI PROVINSI JAMBI A RDI N OVRA

TANTANGAN SISTEM INTEGRAS

Aspek Teknis

Tabel 2. Kelayakan investasi integrasi sawit sapi bagi perusahaan jika pemerintah memberikan insentif tenaga pendamping (Rp. 000)

Periode Benefit Cost Discount factor Present value

10% 30% 10% 30% 0 373.916 866.035 1,00 1,00 - 492.119 - 492.119 1 461.222 331.804 0,91 0,67 117.652 86.278 2 494.158 343.915 0,83 0,44 124.168 66.775 3 511.520 356.585 0,75 0,30 116.405 45.907 4 505.411 369.843 0,68 0,20 92.594 26.779 5 477.607 383.718 0,62 0,13 58.298 12.364 6 489.248 398.240 0,56 0,09 51.372 7.990 7 503.348 413.440 0,51 0,06 46.137 5.262 8 501.030 429.352 0,47 0,04 33.438 2.797 9 526.081 446.011 0,42 0,03 33.958 2.083 NPV 181.903 -235.885 Net BCR 1,37 0,52 IRR Per periode 22,43 Per tahun 29,90

perbedaan persepsi antara sektor perkebunan dan peternakan. Komunikasi antar sektor dan pihak dalam menyamakan persepsi telah dilakukan seperti melalui sosialisasi hasil kajian Dinas Peternakan Provinsi Jambi di perusahaan perkebunan negara (BUMN) PTPN VI. Kendala dalam aspek teknis yang teridentifikasi dalam sosialiasi terutama terkait dengan dampak negatif introduksi ternak sapi terhadap lahan dan tanaman perkebunan sawit. Hal ini menyebabkan masih adanya keraguan dari pihak perkebunan sawit yaitu terjadinya kerusakan lahan dan tanaman yang berakibat pada turunnya produktivitas sawit. Beberapa sumber gangguan yang menjadi kekuatiran pihak perkebunan, antara lain:

1. Penggembalaan sapi secara berlebihan (tidak terkendali) menyebabkan pengerasan lahan sehingga kemampuan lahan menyerap unsur hara akan menurun.

2. Perilaku ternak sapi yang suka “mengais” terutama di sekitar pokok tanaman menyebabkan kerusakan pada akar permukaan tanaman sawit.

3. Perilaku ternak sapi yang suka “merenggut” daun tanaman menyebabkan kerusakan terutama pada tanaman sawit muda dan baru menghasilkan.

4. Penggembalaan yang tidak terkendali dan berlebihan (over grazing) akan menyebabkan kelangkaan hijauan antar tanaman (HAT).

5. Pemeliharaan ternak sapi potong pada areal perkebunan sawit akan menganggu kegiatan pemupukan dan penyemprotan hama serta dapat menyebabkan ternak sapi keracunan.

Gangguan terhadap produktivitas tanaman sawit tersebut pada dasarnya masih dapat diatasi dengan sistem pemeliharaan ternak sapi intensif karena integrasi tidak harus dengan penggembalaan ternak pada areal perkebunan terutama pada tanaman sawit muda dan belum menghasilkan. Jika penggembalaan memang lebih efektif, maka pengaturan jadual dengan penggembalaan sistem rotasi atau jalur dapat meminimalisir pengerasan tanah dan kerusakan akar permukaan tanaman kelapa sawit. Agar sistem dapat berjalan efektif, maka pengembangan integrasi harus didukung dengan sistem kelembagaan yang jelas. Kelembagaan tidak hanya menyangkut organisasi (a players of organize) tetapi juga aturan main dalam kerjasama (rule of the game). Aturan main dalam kelembagaan tidak hanya internal kelompok peternak sasaran, tetapi juga hubungan dengan pihak lain yang harus disepakati bersama.

Aspek Ekonomi

Salah satu kendala dalam pengembangan wilayah integrasi sawit sapi adalah keterbatasan sumber dana pemerintah baik pusat maupun daerah. Kebutuhan investasi sangat besar dengan jumlah areal dan rumah tangga yang relatif luas, sehingga perlu keterlibatan pihak lain dalam mendukung berkembangnya sistem integrasi. Tingkat partisipasi yang diharapkan pemerintah adalah dunia usaha ikut aktif berinvestasi dalam pengembangan integrasi sawit sapi. Pilihan tujuan usaha ternak sapi potong yang dikembangkan dapat berupa penggemukan (fattening) atau pembibitan (breeding) atau kombinasi. Pilihan pihak perusahaan sangat tergantung pada tujuan dari partisipasi itu sendiri dan secara umum sangat diharapkan dapat dilakukan sebagai bagian dari implementasi tanggung jawab sosial (CSR) tanpa harus mengabaikan aspek keuntungan (bisnis). Tingkat atau level partisipasi dunia usaha dalam pengembangan integrasi sawit dan ternak sapi potong dapat diklasifikasikan atas 3, yaitu:

a. Murni bisnis dimana seluruh modal termasuk tenaga kerja dilakukan dalam manajemen sendiri tanpa harus bermitra dengan masyarakat sehingga jika ada partisipasi masyarakat hanya sebagai tenaga kerja. b. Aktivitas bisnis dengan pola kemitraan sehingga modal ditanggung

perusahaan dan masyarakat bertindak sebagai penggaduh (mitra binaan). Pola kemitraan untuk ternak sapi betina (induk) melalui sistem bergulir (gaduhan) dan ternak bakalan dengan sistem bagi hasil.

c. Perusahaan menjadi penjamin kredit (avalis) bagi pengembangan integrasi melalui sumber dana lembaga keuangan (kredit perbankan), serta memberikan izin pemanfaatan sumber daya perkebunan sawit kepada masyarakat.

Aspek Sosial Budaya

Tantangan utama dalam pengembangan wilayah integrasi dengan melibatkan partisipasi aktif dunia usaha khususnya perusahaan perkebunan sawit adalah menciptakan suasana kondusif yang saling menguntungkan pihak-pihak terlibat. Prasyarat utama dalam pengembangan model integrasi adalah bagaimana menata hubungan kelembagaan dengan aturan main yang disepakati. Aturan main harus dijabarkan dalam anggaran dasar rumah tangga (AD/ART) kelompok dan mengatur hubungan dengan pihak lain terutama pemilik modal, seperti:

b. Setiap anggota kelompok sepakat untuk memelihara ternak sesuai dengan petunjuk teknis yang telah diberikan.

c. Setiap anggota kelompok yang ikut program diwajibkan menyediakan kandang dan perlengkapan sendiri sesuai standar ditetapkan.

d. Setiap anggota kelompok tidak dibenarkan untuk menjual atau memotong ternak sapi betina yang masih produktif tanpa adanya izin dari ketua kelompok serta rekomendasi pembina dari dinas terkait. e. Untuk meningkatkan pengawasan mandiri, maka diberlakukan sanksi

kolektif (ditujukan bagi kelompok) untuk setiap pelanggaran aturan main oleh salah seorang anggota mereka.

f. Insentif akan diberikan kepada kelompok yang mampu mengembalikan bantuan modal dan gaduhan lebih cepat dari jangka waktu yang ditentukan.

g. Pengembalian ternak berupa betina remaja hasil gaduhan dapat diredistribusikan pada masyarakat lain atau tetap berada dalam kelompok.

h. Jika ternak hasil gaduhan berupa ternak jantan maka dapat diganti dengan penundaan pengembalian sampai dihasilkan ternak sapi betina

dan ternak jantan tetap dipelihara sebagai sumber bakalan oleh penerima gaduhan.

PENUTUP

Berdasarkan hasil analisis kelayakan memberikan informasi baik secara parsial maupunoverallbahwa investasi integrasi ternak sapi dan sawit pola kemitraan menarik untuk dikembangkan. Beberapa kesimpulan lain sebagai dasar pertimbangan dalam menentukan alternatif investasi yang dipilih adalah:

1. Prospek tingkat keuntungan investasi usaha penggemukan sapi (fattening) lebih tinggi tetapi kurang mendorong kemandirian rumah tangga mitra binaan dan perluasan jangkauan masyarakat sasaran program CSR.

2. Prospek tingkat keuntungan investasi kombinasi usaha penggemukan (fattening) dan pembibitan (breeding) memiliki prospek tingkat keuntungan lebih rendah tetapi mampu mendorong kemandirian dan dengan sistem perguliran bibit akan memperluas jangkauan mitra binaan.

3. Keputusan investasi yang dipilih tergantung kebijakan perusahaan dengan mempertimbangkan tujuan atau orientasi investasi (profit dan/atau sosial).

4. Agar investasi perusahaan lebih seimbang maka untuk mendorong perkembangan investasi dalam usaha pembibitan (breeding), maka pemerintah sewajarnya memberikan berbagai bentuk insentif.

DAFTAR PUSTAKA

ANONIMUS. 2005. Pedoman Integrasi Ternak Sapi dengan Tanaman Perkebunan,

Direktorat Jenderal Bina Produksi Peternakan, Departemen Pertanian, Jakarta.

GITTINGER, J.P. 1986. Analisis Ekonomi Proyek-Proyek Pertanian. Edisi Kedua Seri Edi dalam Pembangunan Ekonomi. UI. Press, Jakarta.

NOVRA, A. dan FIRMANSYAH. 2008. Study Kelayakan Pengembangan Wilayah Integrasi Provinsi Jambi. Laporan Hasil Kajian Dinas Peternakan Provinsi Jambi, Jambi.

NOVRA, A. 2009. Profil dan Peluang Investasi Integrasi Sawit dan Sapi Provinsi Jambi. Makalah Sosialisasi Program Integrasi, Dinas Peternakan dan

_________. 2009. Paradigma Baru Pembangunan Peternakan di Tengah Perkembangan Ekonomi Global dan Nasional. Makalah Muswil Rakerwil Ismapeti Wilayah I Sumatera V, Jambi.

_________. 2009. How To Get Benefit From Environmental Global Issues?: Reposition Role the Small Cattle Farm on the Rural Households Development. Jurnal Ilmiah Ilmu-Ilmu Peternakan Edisi Khusus 2009. Environmentally-Friendly Strategies for Livestock Development. ISSN: 1410- 7791, Fakultas Peternakan Universitas Jambi.

_________. 2009. Peluang Integrasi Sapi dan Perkebunan Sawit Sebagai Solusi Alternatif Penanganan Dampak Krisis Ekonomi Global, Makalah Seminar Hasil-hasil Penelitian Fakultas Peternakan Universitas Jambi, 5 Desember 2009, Jambi.

NOVRA, A., S. MURDY dan ELWAMENDRI. 2009. Solusi Alternatif Penanganan Dampak Krisis Global Terhadap Keragaan Rumah Tangga Usahatani Perkebunan Provinsi Jambi. Laporan Hasil Penelitian Hibah Kompetitif Sesuai Prioritas Nasional Sumberdana DP2M Dikti, Lembaga Peneltian Universitas Jambi.

SARAGIH, B. 1998. Agribisnis Berbasis Peternakan: Kumpulan Pemikiran. Pusat Studi Pembangunan Lembaga Penelitian Institut Pertanian Bogor, Bogor. WIBISONO, F. 2007. Membedah Konsep dan Aplikasi Corporate Social

Responsibility (CSR). Fascho Publishing, Gresik.

YUSRIZAL, A. NOVRA, dan FIRMANSYAH, 2007. Road MapKomoditas Peternakan

Unggulan Provinsi Jambi “Percepatan Swasembada Daging Sapi 2012

Menuju Surplus Produksi 2015. Laporan Hasil Kajian Dinas Peternakan Provinsi Jambi, Jambi.

Lampiran 1. Analisis kelayakan finansial pola kemitraan usaha penggemukan ternak sapi potong integrasi sawit sapi