• Tidak ada hasil yang ditemukan

OPTIMALISASI PEMANFAATAN HASIL SAMPING KELAPA SAWIT SEBAGAI PAKAN RUMINANSIA

SISTEM PERKEBUNAN RAKYAT

Pelepah kelapa sawit sebagai materi yang paling tersedia di dalam sistem perkebunan rakyat secara nutrisi tergolong ke dalam kelompok bahan pakan berserat tinggi (roughage) yang memiliki peran tidak lebih sebagai pakan dasar. Hal ini terlihat dari komposisi kimiawinya (Tabel 1). Kandungan protein kasar pelepah sawit tergolong rendah, dan hal ini berpengaruh terhadap palatabilitas bahan yang rendah. Bahan pakan dengan kandungan protein lebih rendah dari 7% dilaporkan juga memiliki palatabilitas yang rendah pada ternak ruminansia (TRUNG, 1986). Disamping itu, unsur dinding sel (selulosa, hemiselulosa, lignin dan silika) yang relatif lebih sulit dicerna dan unsur ini mendominasi komposisi kimiawi pelepah (83%) dan daun sawit (76%). Lignin yang berasosiasi dengan selulosa dan hemiselulosa secara fisik menghambat proses penguraian selulosa dan hemiselulosa dan bersama silika menyebabkan penurunan kecernaan bahan pakan.

Tabel 1.Komposisi kimiawi pelepah dan daun kelapa sawit

Bahan Protein kasar

Lemak

kasar EDSBN Selulosa

Hemi-

selulosa Lignin Silika Pelepah Sawit 4,7 0,5 12,6 31,7 33,9 17,4 0,6 Daun Sawit 14,8 3,2 6,5 16,6 27,6 27,6 3,8 Sumber: OSHIO et al. (1990); ALIMON dan HAIR BEJO (1995); ABU HASSAN, (1995);

EDSBN:ekstrak dinding sel bebas nitrogen (terutama gula dan asam organik)

Pelepah sawit juga dilapisi oleh kulit luar, sedangkan daun sawit mengandung lidi dan keduanya sangat keras yang menyebabkan konsumsi dan kecernaan rendah. Faktor fisik maupun komposisi kimiawi tersebut menjadi tantangan utama dalam pemanfaatan pelepah dan daun sebagai pakan ternak ruminansia. Dengan terbatasnya kualitas nutrisi bahan baku, sedangkan penggunaan konsentrat bukanlah pilihan yang menarik bagi petani kebun, baik karena faktor biaya maupun ketersediaan bahan, maka strategi pengelolaan pakan dalam sistem perkebunan rakyat yang mungkin lebih sesuai adalah pendekatan dengan feed budget system yaitu sistem pakan yang memprioritaskan upaya maksimalisasi pemanfaatan sumberdaya pakan yang tersedia dan mudah diakses serta ekonomis

ternak disesuaikan dengan kapasitas dukung pakan yang tersedia. Terkait strategi ini, maka sasaran dalam mengoptimalkan pemanfaatan potensi pelepah dan daun sawit sebagai pakan ternak adalah maksimalisasi taraf konsumsi dan kecernaan pada ternak.

Peningkatan konsumsi dan kecernaan pelepah dan daun sawit dapat dilakukan dengan berbagai perlakuan fisik, kimiawi, biologis ataupun dengan pendekatan suplementasi (Gambar 1). Perlakuan fisik berupa perajangan untuk menghasilkan bahan halus (abon pelepah sawit) merupakan cara yang sangat efektif dan merupakan tahapan pengolahan yang krusial bagi pemanfaatan pelepah dan daun kelapa sawit untuk meningkatkan konsumsi. Kecernaan bahan dapat pula meningkat dengan semakin luasnya permukaan bahan yang dapat diakses oleh mikroba rumen untuk membentuk koloni dan selanjutnya mendegradasi bahan pakan. Akan tetapi, perajangan pelepah membutuhkan mesin perajang yang memiliki rancangan khusus. Pada sistem perkebunan rakyat biaya pengadaan mesin dan motor penggerak serta biaya operasional dan pemeliharaan umumnya sulit terjangkau. Penggunaan dan pengelolaan mesin inipun harus dilakukan secara kelompok untuk mencapai skala produksi yang ekonomis. Oleh karena itu membangun kelembagaan berupa kelompok petani dapat mengatasi biaya pengadaan mesin dan biaya operasional.

Program bantuan pengadaan mesin perajang dapat membantu kelompok dalam mengoptimalkan penggunaan pelepah sebagai pakan, namun biaya operasional akan dapat ditanggung oleh kelompok melalui pencapaian skala produksi yang ekonomis. Apabila teknik perajangan dapat diimplementasikan secara ekonomis, maka selanjutnya terbuka peluang untuk pilihan prosesing lain, seperti ensilase ataupun amoniasi yang dapat meningkatkan kualitas nutrisi pelepah sawit. Ensilase misalnya, dapat menjadi salah satu alternatif yang prospektif, terutama dalam pengembangan sistem cadangan pakan. Proses ensilase untuk cadangan pakan juga dapat bermanfaat terutama dalam mengatasi keterbatasan waktu pengadaan rumput sehubungan dengan berbagai aktivitas sosial yang harus dilakukan oleh petani kebun.

Gambar 1. Prosesing dan suplementasi untuk mengoptimalkan penggunaan pelepah kelapa sawit sebagai pakan dalam sistem perkenuan rakyat

Proses ensilase dilakukan dengan mencampur rajangan pelepah dan daun bersama bahan aditif yang mengnadung karbohidrat mudah larut. Bahan yang dapat digunakan sebasgai aditif adalah molases, namun jika bahan ini tidak tersedia dapat digunakan bahan lain seperti, tepung tapioka atau tepung jagung. Bahan aditif digunakan sebanyak 5% dari total berat pelepah (5 kg/100 kg pelepah). Rajangan pelepah yang telah dicampur merata dengan bahan aditif kemudian dipadatkan dalam tempat penyimpanan yang kedap udara, dan dapat dibiarkan selama 2 – 3 bulan. Silase yang dihasilkan biasanya dapat bertahan selama 7 – 10 hari setelah tempat penyimpanan dibuka. Silase yang telah dibuka dan berumur lebih dari 10 hari biasanya sudah mengalami kerusakan akibat pertumbuhan jamur. Untuk meningkatkan kandungan protein kasar pada silase dapat ditambahkan urea sebanyak 3% dan dicampur merata atau urea dilarutkan dalam air dan larutan urea disemprotkan ke bahan secara merata.

Pendekatan suplementasi, terutama suplementasi N dan mineral dapat mengoptimalkan proses fermentasi di dalam reticulo-rumen, sehingga

Pelepah Kelapa Sawit Rajangan Pelepah Ensilase Amoniasi Pakan Dasar Hijauan leguminosa Suplementasi N Perajangan

menjamin perkembangan dan aktivitas mikroba dalam rumen untuk proses pencernaan bahan pakan berkisar antara 2 – 5 mg/100 ml, dan untuk mencapai konsentrasi tersebut dibutuhkan ransum dengan kandungan protein antara 11 – 14% (2% N). Penggunaan pelepah sawit saja dengan kandungan protein kasar 4,7% ataupun campuran pelepah dengan daun tidak dapat mencukupi taraf kebutuhan protein kasar (N) tersebut. Dengan demikian, ketersediaan N pada sistem ini sangat penting dan dapat dicapai dengan mengembangkan sumber pakan tinggi protein yang murah seperti tanaman leguminosa pohon. Berbagai jenis leguminosa pohon, antara lain lamtoro, gamal, kaliandra dan indigofera mengandung protein kasar antara 19 – 28% (NORTON, 1994; DALZELL et al., 1998). Tanaman ini mudah dikembangkan pada lahan pekarangan, batas lahan atau pinggiran kebun. Selain jenis leguminosa, hijauan rumput yang tumbuh diareal kebun ataupun dari sumber lain dapat digunakan sebagai suplemen untuk meningkatkan ketersediaan energi.

Optimalisasi penggunaan pelepah dapat pula dilakukan dengan hanya menggunakan bagian pelepah berkualitas nutrisi paling tinggi. Bagian atas pelepah memiliki kualitas nutrisi lebih tinggi dibandingkan dengan bagian bawah atau pangkal pelepah. Dengan hanya memanfaatkan bagian atas pelepah, maka beberapa hal penting dapat dicapai yaitu: (i) meningkatnya kualitas nutrisi bahan baku pakan, (ii) meningkatnya biomasa yang dikembalikan ke dalam sistem kebun dan (iii) kebutuhan spesifikasi mesin untuk memproses pelepah lebih sederhana dan dengan biaya yang lebih murah. Namun, penggunaan fraksi daun kelapa sawit tetap membutuhkan mesin yang kuat yang dapat menghancurkan komponen lidi pada helai daun. Alternatif lain yang dapat digunakan adalah merekayasa alat sederhana yang secara efektif dapat memisahkan helai daun dengan lidi, sehingga daun dapat diproses dengan lebih mudah dan murah. Dengan demikian, maka kendala biaya untuk pengadaan mesinshredderyang sulit dijangkau oleh petani atau kelompok dapat diatasi.

OPTIMALISASI PEMANFAATAN HASIL SAMPING KELAPA