• Tidak ada hasil yang ditemukan

SURAH YANG BENAR TULISAN SALAH

7. Penulisan Sîrah

Dalam mengawali uraiannya dalam Muqaddimah, Ibn Khaldûn menjelaskan secara panjang lebar mengenai maksud dan pentingnya sejarah. Menurut dia, sejarah sebenarnya merupakan upaya untuk menemukan kebanaran (tahqîq) fakta, keterangan mendalam tentang sebab dan asal-usul benda wujudi, serta pengertian dan pengetahuan tentang substansi, essensi, dan sebab-sebab terjadinya peristiwa. Sejarah menyajikan dan menuturkan berbagai peristiwa yang kemudian mengajak kita untuk memahami hal ihwal mahluk hidup, bagaimana situasi dan kondisi membentuk perubahan, bagaimana negara-negara memperluas wilayahnya, dan bagaimana mereka memakmurkan bumi sehingga terdorong untuk melakukan perjalanan jauh. Karena itu, disiplin ilmu sejarah dipelajari secara luas oleh bangsa-bangsa dan generasi. Untuk memenuhi kebutuhan itu, disiapkan seperangkat alat transportasi untuk menempuh perjalanan. Tidak ada bedanya, orang awam, masyarakat akademis, dan para penguasa memiliki minat yang sama tinggi terhadap sejarah.235

Sejarah dalam ajaran Islam adalah suatu yang sangat urgen. Hal ini nampak, setidaknya dari dua hal. Pertama, di antara ayat al-Qur'an menyuruh manusia untuk memperhatikan alam sekitar, bulan bintang dan matahari, tetumbuhan, hewan-hewan dan setiap makhluk hidup di dunia. Kedua, fakta bahwa sebagian kandungan al- Qur'an adalah cerita bangsa-bangsa terdahulu, yang disuguhkan untuk pembaca agar bisa mengambil pelajaran positif dari cerita itu. Misalnya, kisa Nabi Nuh, kisah kesombongan Fir’aun, kisah Karun, dan lainnya. Adanya cerita-cerita dalam al- Qur'an juga bisa diambil kesimpulan, hendaknya sejarah itu digunakan sebagai bahan renungan (tibâr); menjadikan kesuksesan dan kesalahan orang-orang terdahulu sebagai peringatan bagi kita yang hidup di masa kini.

Dunia Islam telah melahirkan tokoh-tokoh sejarawan yang memberikan banyak sumbangan bagi kehidupan dan dunia ilmu pengetahuan. Para sejarahwan muslim ini telah membicarakan peristiwa-peristiwa penting (sejarah) secara luas dan mendalam. Mereka mengumpulkan berbagai informasi penting itu dan menulsikannya secara sistematis dalam berbagai buku, kemudian menyimpannya secara baik dalam rumah mereka atau perpustakaan istana. Di antara mereka juga mengumpulkan dan membukukan sejarah bangsa-bangsa dan negara-negara yang ada di muka bumi ini. Mereka bahkan ada yang sangat ahli dan berhasil menuliskan kembali prestasi- prestasi para pendahulu mereka dalam sebuah karya yang orisinil. Menurut Ibn Khaldûn, para sejarahwan muslim yang sudah teruji kompetensinya adalah:236 Ibn Ishâq (m. 151/768),237 al-Thabarî (225-310 H/839-923),238 Ibn al-Kalbî (m. 206/ 821)239 Muhammad bin ’Umar al-Wâqidî (130-207 H/747-823), Saif ibn ’Umar al- Asadî (180/957), al-Mas’ûdî (346/957).240

Sementara A. Rahman Zainuddin, dalam Ensiklopedi Tematis Dunia Islam:

Pemikiran dan Peradaban (Jakarta: 2002) menyebutkan beberapa tambahan nama—

selain juga menyebut tokoh yang terdapat dalam Muqaddimah, yaitu: Abû al-Fidâ’

(1273-1331), Ibn Hisyâm, Ibn Khaldûn (1332-1406), al-Mawardî, dan Ibn Baththûthah (m. 1377).241

Muhammad bin Ishâq adalah penulis otoritatif biografi Nabi Muhammad s.a.w. Bukunya yang terkenal adalah Sîrah Muhammad. Al-Thabarî (225-310 H/839-923) adalah seorang pakar terkenal dalam bidang sejarah Islam. Selain itu, dia juga terkenal sebagai pakar tafsir, qirâ’ah, fikih, dan hadis. Sebagai seorang sejarawan muslim, waktunya dihabiskan untuk menjelajahi dunia muslim. Tujuan dia tidak lain untuk belajar dan mengajar. Di antara karya ilmiahnya adalah Târikh al-Rusul wa al-

236

Ibn Khaldûn, Mukaddimah, hlm. 4. 237

Muhammad bin Ishâq. Lihat juga Hâjî Khalîfah, Kasyf al-Zhunûn,hlm. 350. 238

Muhammad bin Jarîr al-Thabarî. 239

Hisyâm bin Muhammad. 240

Ali ibn al-Husain al-Mas’ûdî. Lihat juga Hâjî Khalîfah, Kasyf al-Zhunûn,hlm. 350. 241

Zainuddin, “Ilmu Sejarah, Sosial, dan Politik”, dalam Ensiklopedi Tematis Dunia Islam,hlm. 268.

Muluk (sejarah nabi-nabi dan para raja).242 Buku ini dianggap sebagai referensi sejarah Islam awal terlengkap dan paling penting. Adapun buku dalam bidang tafsir yang telah dia tulis adalah Jâmi’ al-Bayân fî Tafsîr al-Qur’ân (himpunan penjelasan tafsir Qur’an).243 Sedangkan al-Wâqidî (130-207 H/747-823) adalah penulis al-

Maghâzî.

Abû al-Fid⒠(1273-1331) adalah penguasa Hamah, sebuah kawasan kota di Suriah sekarang. Dia adalah pakar terkemuka dalam bidang ilmu bumi. Karyanya yang cukup terkenal adalah Taqwîm al-Buldân (daftar negeri). Pamannya, yaitu Muhammad II adalah juga seorang sejarawan hebat sekaligus sebagai Sultan Hamah. Karya lainnya adalah al-Mukhtashâr fî Târîkh al-Basyar (ringkasan sejarah umat manusia).244 Ibn Baththûthah (1304-1377) seorang pelancong muslim abad ke-14 yang haus informasi dan ilmu pengetahuan. Dalam rihlah-nya, Ibn Baththûthah bertemu dengan Syaikh ’Abdullâh al-Mishrî yang alim, juga musafir yang menyukai pengembaraan dan hidup seperti seorang wali. ’Abdullâh al-Mishrî memang telah menjelajahi bumi, tetapi dia belum pernah mengunjungi negeri Cina, ataupun Sri Lanka. Dia juga belum pernah melihat negeri Maghrib, Andalusia, ataupun negeri- negeri Negro. Dan dengan demikian, rihlah yang dilakukan Syaikh ’Abdullâh al- Mishrî masih belum seberapa bila dibandingkan dengan perjalanan ilmiah Ibn Baththûthah. Di antara yang istimewa dari perjalanan ilmiah Ibn Baththûthah, dia tidak sekedar mengunjungi tempat-tempat asing itu, tetapi juga melakukan dialog dengan masyarakat setempat, mempelajarai informasi, pengetahuan, dan adat budayanya. Menurut Ross E. Dunn, guru besar sejarah pada San Diego State

242

Ibn Khaldûn, Mukaddimah, hlm. 4. Lihat juga H âjî Khalîfah, Kasyf al-Zhunûn hlm. 350. 243

Nama lengkap Al-Thabarî adalah Abû Ja’fâr Muhammad bin Jarîr al-Thabarî. Baca al- Thabari, Jâmi’ al-Bayân fî Ta’wîl al-Qur’ân, tahqiq: Ahmad Muhammad Syâkir, cetakan pertama,

(Mu’assasah al-Risalah, 2000), juz I, hlm. 90. Lihat juga Al-Itqân, hlm. 319. 244

Nama lengkap Abû al-Fid⒠adalah Abû al-Fid⒠Imâd al-Dîn Ismâ’îl al-Mu’ayyad. Selengkapnya baca Zainuddin, “Ilmu Sejarah, Sosial, dan Politik”, dalam Ensiklopedi Tematis Dunia

University, Ibn Baththûthah juga mencatat peristiwa demi peristiwa yang berhasil dijumpainya lengkap dengan nama tempat dan penanggalannya.245

Nama tokoh dan kitab sejarah pada masa awal Islam

KARYA ILMIAH TOKOH/PENULIS FOKUS KAJIAN

Sîrah Muhammad Ibn Ishâq (m. 151/768) Penulis biografi Nabi s.a.w.

al-Asadî (m. 180/957) Ibn al-Kalbî (m. 206/ 821)

al-Maghâzî Al-Wâqidî (m. 207/823)

Târikh al-Rusul wa al- Muluk Jâmi’ al-Bayân

al-Thabarî (m. 310 /923) Pakar sejarah Islam, tafsir, , fikih, dan hadis al-Mas’ûdî (346/957)

Taqwîm al-Buldân dan al-Mukhtashâr fî Târîkh

al-Basyar

Abû al-Fid⒠(1273-1331) Pakar sejarah dan ilmu bumi

Sîrah Muhammad Ibn Hisyâm Biografi Nabi, dia banyak

mengikuti Ibn Ishâq

Muqaddimah Ibn Khaldûn (1332-1406) Sejarah lengkap

Ibn Baththûthah (m. 1377) Pelancong muslim terbesar. Dia berhasil mencatat peristiwa yang dijumpainya lengkap dengan nama tempat dan tanggal

: al-Nadîm ( ), Hâjî Khalîfah ( ), al-Faruqi (

), (Jakarta: 2002).

Satu hal yang penting ditegaskan di sini, bahwa mengapa sejarah sangat diminati dalam dunia muslim sehingga lahir banyak sekali pakar dalam bidang ini, adalah karena Islam (al-Qur'an) mengajarkan dan menjanjikan balasan kebaikan bagi orang-orang yang bersedia merenungkan kehidupan di muka bumi untuk selanjutnya bersedia menabur kebaikan. Selain itu, sebagaimana dikatakan Ibn Khaldûn, mempelajari sejarah hakekatnya adalah mengurai kebenaran, karena itu, sejarahwan

245

Ross E. Dunn, Petualangan Ibnu Battuta: Seorang Musafir Muslim Abad ke-14 (The

Adventures of Ibn Battuta, A Muslim Traveler of the 14 th Century, terj. Amir Sutaarga), edisi pertama,

muslim menggunakan sumber-sumber yang valid dan bisa dipertanggunjawabkan, hadis Nabi.

Sampai di sini, bila kita mengamati sejarah kodifikasi huruf Arab, sejarah digunakannya tanda titik dan syakl dalam sistem tulisan Arab, sejaran penulisan hadis-hadis dan sirah Nabi, sejarah kodifikasi ulumul Qur’an, dan sejarah kodifikasi tafsir al-Qur'an dalam paragraf-paragraf di atas, bisa diambil kesimpulan, bahwa lahirnya tradisi keilmuan dalam dunia Islam tidak bisa dilepaskan dari ajaran yang termaktub dalam al-Qur'an serta kebutuhan umat Islam untuk menggali lebih dalam kandungan informasi dalam al-Qur'an. Bermula dari semangat membaca yang digulirkan al-Qur'an melalui pesan-pesan dalam ayatnya kemudian melahirkan geberasi baru dalam masyarakat Arab, yaitu generasi literate, generasi yang sadar dengan kebutuhan untuk mengakses informasi dan ilmu pengetahuan dari berbagai media (teks), dan dari masyarakat literate ini akhirnya lahir tradisi intelektualitas yang begitu agung dalam dunia Islam.

Uniknya, dalam tradisi Islam, mengabdikan diri dalam dunia intelektualitas adalah tindakan yang mulia dan dijanjikan posisi terhormat. Ini menjadi fondasi utama bagi lahirnya masyarakat (muslim) yang memiliki dedikasi luar biasa terhadap kecintaan kepada ilmu pengetahuan. Karena ini, kita menyaksikan, dalam dunia Islam, dari hari ke hari terus lahir para cerdik pandai yang mengabdikan diri kepada ilmu-ilmu keislaman. Dan dengan demikian, semakin memperkuat kesimpulan dalam tesis (penelitian) ini, bahwa lahirnya tradisi intelektualitas dalam dunia muslim berakar pada pesan yang terkandung dalam kitab suci umat ini, al-Qur'an al-Karîm.

BAB VI PENUTUP

A. Kesimpulan

Tradisi literasi (membaca dan menulis)Arab menempati posisi penting dalam perkembangan dunia ilmu pengetahuan Islam. Ia menjadi jembatan penghubung antara ajaran Islam (wahyu al-Qur'an) dengan peradaban-peradaban (terutama khazanah intelektual) pra-Islam. Tradisi literasi juga sangat berguna, karena mampu mendokumentasikan wahyu dalam bentuk teks tertulis, yang memungkinkan untuk dikaji oleh generasi Islam pada masa-masa selanjutnya.Bermula dari berkembangnya tradisi literasi di tengah umat Islam, kelak lahir ribuan bahkan jutaan ribu jilid buku ilmu pengetahuan Islam dan mewariskan beragam bangunan peradaban yang agung tak ternilai harganya.

Tradisi literasi Arab pada masa setelah lahirnya Islam menggantikan tradisi lisan (oral) dan hafalan yang sangat populer dan bahkan dibanggakan oleh orang- orang Arab kala itu. Al-Qur'an melalui wahyu pertamanya (QS. al-’Alaq/96:1-5), menawarkan tradisi selain oral dan hafalan, yaitu membaca dan menulis. Menurut Ibn Khaldûn, dengan berbudaya baca-tulis akan memungkinkan seseorang untuk bisa mengakses (menjangkau) informasi yang lebih luas dan mendalam, selain juga bisa membantu mengutarakan maksud seseorang dengan lebih detail. Namun demikian, bukan berarti tradisi lisan dan hafalan tidak berguna sama sekali. Dalam kondisi tertentu, sistem orang dan hafalan tetap diperlukan dan memiliki keunggulan dan sifat praktis tersendiri.

Tesis ini bermaksud menjawab, apa yang mempengaruhi perkembangan tradisi literasi Arab. Berdasarkan penelusuran data-data sejarah, tesis ini membuktikan bahwa faktor yang mempercepat perkembangan tradisi literasi Arab adalah turunnya al-Qur'an, serta beragam kebutuhan umat Islam untuk mempelajari kandungan pesan al-Qur'an. Kebutuhan untuk mencatat wahyu sehingga al-Qur'an terdokumentasi

dalam wujud lembaran kertas (mushaf), ghirah dan dedikasi yang amat tinggi dari umat Islam untuk mempelajari al-Qur'an, serta tindakan nyata Nabi Muhammad s.a.w. dalam mempelopori gerakan baca-tulis telah menjadi media dan momentum yang sangat tepat bagi perkembangan tradisi literasi Arab. Berkat tuntunan wahyu, kerja keras Nabi sebagai interpretasi dan pengejawantah wahyu, di tengah-tengah umat muslim telah terjadi ‘kompetisi’ dalam mendalami tradisi literasi.

Dengan demikian, tesis ini membuktikan kelemahan pendapat yang menyatakan bahwa perkembangan tradisi literasi Arab diakibatkan adanya kontak budaya yang terjadi melalui aktifitas ekonomi dan perdagangan, sebagaimana dikemukakan Muhammad Hadi Ma'rifat dalam Sejarah al-Qur'an (Jakarta, 2007). Menurut Hadi Ma’rifat, sebagian dari orang-orang Arab Hijaz melakukan perjalanan ke Syam dan Irak untuk tujuan perdagangan. Lambat laun mereka bersentuhan dan terpengaruh dengan budaya masyarakat setempat yang sudah maju dan beradab. Mereka kemudian belajar etika dan ilmu baca-tulis kepada orang-orang Syam dan Irak. Sejak itu tradisi literasi Arab mulai populer.

Hampir senada dengan Hadi Ma'rifat, Taufik Adnan Amal dalam Rekonstruksi Sejarah al-Qur'an (Jakarta, 2005), tidak secara langsung menyebutkan faktor yang mempercepat perkembangan tradisi literasi Arab, namun dia menyebut-nyebut aktifitas perdagangan (orang-orang Arab) sebagai suatu yang berkaitan erat dan identik dengan tradisi baca-tulis (Arab). Dengan demikian, Adnan Amal sebenarnya sepakat bahwa aktifitas perdagangan (masyarakat Arab) memiliki andil yang besar dalam mempercepat perkembangan literasi Arab.

Dalam konteks ini, ada banyak interpretasi mengenai dari mana asal mula tradisi literasi Arab, sejak kapan tradisi lietrasi berkembang di dalam lingkungan Arab, dan siapa yang pertama kali memulainya. Namun, sejarah membuktikan, bahwa kemampuan baca-tulis yang dimiliki orang-orang Arab (sahabat Nabi) masih belum mampu mewadahi wahyu al-Qur'an. Terbukti, generasi muslim pada masa setelahnya masih harus bekerja keras untuk melengkapi, menyempurnakan dan bahkan menciptakan metode baru sistem membaca dan menulis al-Qur'an (Arab). Ini

artinya, hubungan dagang yang terjalin antara orang-orang Quraisy dengan pedangang di sekeliling Jazirah Arab tidak menyebabkan perubahan yang mendasar bagi perkembangan tradisi literasi Arab. Faktor yang menyebabkan perkembangan literasi Arab adalah ajaran Islam dan kebutuhan umat Islam untuk mengakses pesan- pesan wahyu.

Tesis ini juga membantah pendapat yang menyatakan, bahwa perkembangan tradisi literasi bahasa tertentu mensyaratkan adanya kemapanan dalam bidang ekonomi, sebagaimana dikatakan Ibn Khaldûn (732-808 H/1332-1406 M) dalam

Muqaddimah-nya. Temuan riset ini menunjukkan, bahwa masyarakat muslim Arab saat itu masih jauh dari kemapanan ekonomi. Peralatan yang digunakan untuk mempopulerkan budaya baca-tulis pun masih sangat sederhana, bahkan cenderung identik dengan kemiskinan, seperti tulang unta, pelepah kurma, kulit kayu, dan benda-benda yang bisa ditulisi lainnya. Sehingga dengan demikian, masyarakat Islam Arab masih belum mapan dari ukuran materi, namun berhasil mengembangkan budaya literasi. Modal yang dimiliki umat Islam adalah semangat keislaman, keberagamaan, keimanan dan dedikasi untuk mengambil pesan wahyu. Dan dengan ini mereka berhasil.

Namun begitu, pendapat Ibn Khaldûn yang mensyaratkan adanya kompetisi dan komunitas sosial untuk perkembangan tradisi literasi sangatlah tepat. Dalam konteks masyarakat Islam, dua hal ini jelas ada. Masyarakat yang dibentuk Nabi adalah kelompok sosial yang kondusif, stabil dan memungkinkan untuk diajak berfikir progresif. Dia antara mereka juga terdapat kompetisi yang sehat, yaitu ingin mengetahui pesan wahyu, mendapat perhatian dari Nabi s.a.w., dan menjadi muslim yang mulia.

Selanjutnya, tesis ini memperkuat pendapat yang mengemukakan bahwa faktor yang mempengaruhi perkembangan tradisi literasi Arab adalah turunnya al-Qur'an. Pakar-pakar yang menyetujui pendapat ini cukup banyak, antara lain: Isma'il R. al- Faruqi dan Lois Lamya' al-Faruqi dalam The Cultural Atlas of Islam (New York, 1986), Mustafa al-A'zami dalam Sejarah Teks Al-Qur'an (Jakarta, 2005), Bernard

Lewis dalam The Arabs in History (New York, 1960), Ibrahim Hasan dalam Sejarah dan Kebudayaan Islam (Jakarta, 2006), Quraish Shihab dalam Membumikan Al- Qur'an (Bandung, 1999), dan Philip K. Hitti dalam History of The Arabs (London, 1970). Namun, perlu disampaikan di sini bahwa pendapat-pendapat di atas masih berupa statement yang belum didukung dengan bukti historis serta analisa yang mendalam. Posisi riset ini adalah menguatkan pendapat-pendapat ini dengan menunjukkan bukti-bukti historis untuk mendukung kesimpulan tersebut. Selain itu, juga menegaskan, bahwa kontak budaya melalui perdagangan tidak mempengaruhi secara signifikan perkembangan literasi Arab.

Tesis ini juga menjelaskan bahwa pada masa sebelum turunnya al-Qur'an, tradisi literasi sudah berlaku di lingkungan masyarakat Arab, tetapi masih dalam lingkup yang sangat terbatas, dan hanya sebagian kecil saja masyarakat Arab yang berbudaya baca-tulis. Di sini, tradisi literasi Arab tidak berkembang hingga dalam waktu yang cukup lama. Al-Qur'an—melalui motivasi, perumpamaan (tamtsîl), serta perintah baca-tulis—dan kerja keras Nabi Muhammad s.a.w. berperan penting dalam mempopulerkan tradisi literasi Arab. Karena al-Qur'an juga, sistem tulisan Arab menjadi sempurna. Indikatornya adalah: terjadikan kodivikasi jumlah dan bentuk huruf (abjad) Arab, penyempurnaan sistem huruf Arab dengan digunakannya

syakl/nuqthah, dan dibukukannya ilmu nahwu.

Sejak saat itu, tidak hanya syakl, nuqthah, dan nahwu yang menjadi perbincangan hangat di tengah-tengah masyarakat intelektual muslim, tetapi juga muncul kesadaran baru dan semangat mempelajari ilmu pengetahuan (wahyu). Maka, bisa kisa saksikan, bermunculan disiplin ilmu baru dalam dunia keislaman awal, misalnya, kesadaran mempelajari dan membukukan ilmu-ilmu al-Qur'an (ulûm al Qur'ân), ilmu tafsir (ulûm al-tafsîr), penulisan kitab tafsir, dan lain-lain. Kemajuan tradisi literasi Arab pada masa setelah turunnya al-Qur'an juga bisa dilihat dari populernya kebiasaan menuliskan hadis-hadis Nabi, Sirah Nabi, penerjemahan buku- buku karya para filsuf Yunani, dan lahirnya generasi pemikir dan penulis produktif dari kalangan Muslim.

Ada dua sumber (data) yang dikaji dalam riset ini. Pertama, Ayat-ayat al- Qur'an yang berbicara tentang perintah, motivasi dan tamtsîl tradisi baca-tulis. Ayat- ayat ini diposisikan sebagai embrio dimulainya tradisi baca-tulis Arab. Ayat-ayat ini dikaji dengan pendekatan tafsîr maudhû'i, kemudian dicari pengaruh dan relevansiya dengan kondisi sosio-historis saat itu.

Kedua, buku-buku ulumul Qur’an, sejarah al-Qur'an (târîkh al-Qur'ân) dan sejarah masyarakat Arab, terutama yang menceritakan perkembangan tradisi literasi di lingkungan masyarakat Arab, mulai dari kodivikasi jumlah dan bentuk huruf (abjad) Arab, penyempurnaan sistem huruf dengan digunakannya syakl dan nuqthah, sampai dibukukannya ilmu nahwu. Di sini, semua data yang sudah terhimpun kemudian dikaji dengan pendekatan sosial historis. Selain itu, gambar-gambar bentuk tulisan Arab kuno yang ada dalam buku-buku tersebut akan dibandingkan dengan perkembangan tulisan Arab pasca turunnya al-Qur'an. Begitu juga dengan peristiwa pembukuan ilmu nahwu, diposisikan sebagai indikasi penting atas perkembangan literasi Arab.

Selain itu, kerja penelitian penulis juga dibantu dengan buku-buku yang menghimpun para penulis keislaman dan karya intelektualnya, di antaranya adalah al- Fihrist (Baerut, 1996) karya al-Nadîm (w. 380) dan Kasyf al-Zhunûn (Beirut, 1994) karya Hâjî Khalîfah (1017-1067) dan buku-buku sejenis lainnya. Buku seperti ini cukup penting untuk mengetahui sejauh mana (pada waktu tertentu) perdaban literasi Arab telah berkembang. Selain data-data di atas, literatur yang digunakan dalam penelitian ini dikategorikan sebagai data penunjang (sumber sekunder), yang meliputi buku-buku tentang sejarah literasi dunia, tema-tema menarik terkait ulumul Qur`an, serta literatur yang mengulas tentang sejarah kebudayaan Arab. Di sini, buku-buku yang memuat para inteletual dan karyanya akan dijadikan tolok ukur perkembangan dunia akademik sebelum dengan sesudah turunnya al-Qur'an.

B. Saran-saran

Riset ini sangat penting dan menarik, karena pembahasan tradisi literasi Arab kurang mendapat perhatian dalam disiplin ulumul Qur'an. Padahal, sejak awal peran literasi Arab begitu penting bagi proses perkembangan ulumul Qur'an (di satu sisi) serta peradaban Islam secara umum (di sisi yang lain). Karena perkembangan literasi Arab—yang dikawal sendiri oleh Nabi sendiri—pula, kekayaan ilmu pengetahuan Islam bertahan hingga saat ini.

Kajian ini dimaksudkan sebagai tawaran baru bagi perkembangan dan perluasan pembahasan ulumul Qur'an, dengan memberi perhatian lebih terhadap tradisi literasi Arab. Oleh karena itu, ada beberapa hal yang menurut penulis penting untuk direkomendasikan, terkait dengan temuan dalam tesisi ini. Pertama, kajian terhadap literasi Arab yang di dalamnya mencakup jam’ al-Qur'ân (terutama dalam arti penulisannya), penyempurnaan sistem bacaan, penyempurnaan sistem tulisan Arab hendaknya mendapat perhatian lebih dalam diskursus ulumul Qur’an dan kajian keislaman. Karena hal ini menjadi embrio lahirnya peradaban ilmu pengetahuan dalam Islam.

Kedua, orientasi belajar di dunia Islam yang cenderung berorientasi menghafal hendaknya dirubah dengan mementingkan aspek analisis secara mendalam. Kecenderungan memahami teks keagamaan dengan cara apa adanya (harfiah) tanpa ada upaya pembacaan kritis sebenarnya sudah diperangi Nabi Muhammad s.a.w.—

sesuai dengan pesan wahyu yang pertama kali turun. Konsep ini juga sudah dibuktikan oleh generasi Islam pada masa-masa selanjutnya, yaitu dengan digagasnya program pembacaan ulang dan alisis mendalam terhadap karya keilmuan Yunani kuno oleh kaum intelektual Islam pada masa tertentu. Prestasi luar biasa pun berhasil diraih umat Islam dengan berkembang pesatnya dunia intelektual Islam.

Menurut hemat penulis, kesuksesan dunia Islam bisa terulang kembali kalau kita mentradisikan membaca-menulis (tradisi literasi). Dengan tradisi literasi, memungkinkan kita untuk menganalisis satu tema tertentu secara mendalam.

DAFTAR PUSTAKA

BUKU:

(Departemen Agama RI), Bandung: CV. Penerbit Diponegoro, 2006

Abdullah, M. Amin, “Penerjemahan Karya Klasik”, dalam

, Jakarta: Ichtiar Baru van Hoeve, 2002

Abdurrahman, Dudung, , Jakarta: Logos, 1999

Abdurrahman, M., “Ilmu Hadis sebagai Sumber Pemikiran”, dalam

, volume 4, Jakarta: Ichtiar Baru van Hoeve, 2002

Abû Syuhbah, Muhammad Ibn Muhammad,

cet. I, Mesir: Maktabah al-Sanah, 1992

Abû Zahrah, Muhammad, Dâr al-Fikr al-’Arabî, t.th.

Ailen, Roger, Cambridge: Cambridge

University Press, 2000

Al-Alûsî, Muhammad Syukrî, Beirut:

Dâr al-Kutûb al-’Ilmiyah, t.th.

Amal, Taufik Adnan, Jakarta: Pustaka Alvabet,

2005

Amîn, Ahmad, , cet. ke-11, Dar al-Kutub, 1975

Amîn, Utsmân, Kairo: Maktabah Misra, 1965

Andangdjaja, Hartono, Jakarta: Pustaka Jaya, 1983

Arifin, H. Bey dan al-Muhdar, Yunus Ali, Surabaya:

Bina Ilmu, 1983

Atiyeh, George N.,

New York: State University of New York, 1995

Al-A'zhamî, Muhammad Mustafa,