• Tidak ada hasil yang ditemukan

Al-Qur'an: Dari Tradisi Literasi kepada Tradis Intelektual Islam

TRADISI LITERASI ARAB SEBELUM AL-QUR'AN TURUN

A. Al-Qur'an: Dari Tradisi Literasi kepada Tradis Intelektual Islam

Ayat (al-Qur'an) yang pertama kali turun adalah perintah membaca dan menulis (QS. al-'Alaq/96:1-5).1 Yang dimaksud membaca dan menulis, di sini, tidak hanya dalam arti harfiah. Al-Qur’an memerintah pembaca (manusia) untuk mengaitkan pesan-pesannya dengan teks-teks kauniyah, yaitu wahyu Tuhan yang terhampar dalam jagat semesta. Tidak hanya ayat semesta, al-Qur’an bahkan menyuruh manusia mengintegrasikan pesan-pesannya dengan ayat-ayat nafsiyah dan tarikhiyah, yaitu 1 ﻖﹶﻠﺧ ﻱِﺬﱠﻟﺍ ﻚﺑﺭ ِﻢﺳﺎِﺑ ﹾﺃﺮﹾﻗﺍ ) ١ ( ٍﻖﹶﻠﻋ ﻦِﻣ ﹶﻥﺎﺴﻧِﺈﹾﻟﺍ ﻖﹶﻠﺧ ) ٢ ( ﻡﺮﹾﻛﹶﺄﹾﻟﺍ ﻚﺑﺭﻭ ﹾﺃﺮﹾﻗﺍ ) ٣ ( ِﻢﹶﻠﹶﻘﹾﻟﺎِﺑ ﻢﱠﻠﻋ ﻱِﺬﱠﻟﺍ ) ٤ ( ﻢﹶﻠﻌﻳ ﻢﹶﻟ ﺎﻣ ﹶﻥﺎﺴﻧِﺈﹾﻟﺍ ﻢﱠﻠﻋ (artinya, Bacalah dengan [menyebut] nama Tuhanmu Yang menciptakan. Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah Yang Maha Pemurah. Yang mengajar [manusia] dengan

perantaraan kalam. Dia mengajarkan kepada manusia apa yang tidak diketahuinya). Surah al-'Alaq

ini disepakati turun di Mekah sebelum Nabi berhijrah, bahkan hampir semua ulama sepakat, bahwa wahyu al-Qur'an pertama yang diterima Nabi Muhammad saw. adalah lima ayat pertama surah ini. Baca al-Thabarî, Jâmi’ al-Bayân fî Ta’wîl al-Qur’ân, cetakan ketiga, (Beirut: Dâr al-Kutub al- ’Ilmiyyah, 1999), jilid 12, hlm. 644. Lihat juga M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah: Pesan, Kesan

hukum Allah (sunatullâh) yang tertulis dalam diri manusia dan dalam hukum sejarah. Dengan model ini, akan terjadi hubungan dialektik dan saling menafsirkan antara wahyu yang tertulis dalam mushaf al-Qur’an (ayat kitâbiyah) dan ayat yang terhampar dalam jagat semesta (ayat kauniyah) dan wahyu tertulis dalam diri manusia (ayat nafsiyah) serta wahyu yang bekerja melalui hukum sejarah (ayat ijtimâ’iyah-

tarikhiyah).2

Dengan mengintegrasikan keempat pilar ini, kelak bangsa Arab bangkit dari iliterasi (ummî) menjadi bangsa yang mampu mendayagunakan nalar untuk melakukan riset. Pesan al-Qur'an tentang iqra’ ini pula yang telah mengantarkan kaum muslim mengenal tradisi literasi, kebiasaan mengakses informasi dari berbagai sumber tertulis.3 Sebuah tradisi yang kelak membawa bangsa Arab muslim menapaki masa kejayaannya, baik dalam bidang dakwah keislaman, sosial-politik, ekonomi- perdagangan, militer, dan terutama ilmu pengetahuan. Tradisi (literasi) yang menjadikan Semenanjung Arab melahirkan sebuah bangsa yang menaklukkan sebagian besar wilayah dunia yang kelak menjadi pusat-pusat peradaban. Tradisi (literasi) yang membuat Islam dianut tidak kurang dari 450 juta orang, yang mewakili hampir semua ras di berbagai kawasan. Tradisi (literasi) yang membuat bangsa Arab—sebagaimana dikatakan Hitti—menjadi pewaris peradaban kuno yang berkembang pesat di tepi sungai Tigris dan Efrat di daratan sekitar Sungai Nil dan di pantai sebelah timur Mediterania.4

2

Komaruddin Hidayat, “Al-Qur’an sebagai Sumber Peradaban”, Seputar Indonesia, (19/9/2008).

3

Literasi merupakan peristiwa sosial yang melibatkan ketrampilan-ketrampilan tertentu, yang diperlukan untuk menyimpan dan mendapatkan informasi dalam bentuk tulisan. Baca Joyce M. Hawkins, Kamus Dwibahasa Oxford-Erlangga, (Jakarta: Erlangga, 1996), hlm. 197. Baca juga Jean E. Spencer, “Literacy” dalam The Encyclopedia Americana International Edition, Vol. 17, (New York: Americana Corporation, 1972), hlm. 559. Lihat Teeuw, Indonesia: Antara Kelisanan dan

Keberaksaraan, (Jakarta: Pustaka Jaya, 1994), hlm. 33. Anton Moedardo Moeliono, Pengembangan

dan Pembinaan Bahasa: Ancangan Alternatif di dalam Perencanaan Bahasa (disertasi), (Jakarta:

Universitas Indonesia), 1981, hlm. 149. 4

Philip K. Hitti, History of The Arabs,(London: Macmillan Education, 1970), tenth edition, hlm. 4

Kekuatan al-Qur'an untuk mengantarkan bangsa Arab dari ilitercy (tidak berbudaya baca-tulis) menjadi masyarakat yang literate (berbudaya baca-tulis), dan yang akhirnya menjadi bangsa yang unggul baik dalam bidang ekonomi, politik, militer, maupaun ilmu pengetahuan bermula dari posisi al-Qur'an yang sangat istimewa dalam masyarakat muslim.5 Selain menjadi sumber hukum, pedoman moral, bimbingan ibadah dan doktrin keimanan, al-Qur’an juga merupakan sumber peradaban yang bersifat historis dan universal. Al-Qur'an menjadi pintu gerbang yang selalu terbuka kapan dan di mana saja untuk mendalami ajaran Allah. Karena itu, kita menyaksikan, sejak pertama kali diwahyukan kepada Rasulullah Muhammad s.a.w. sampai hari ini, berbagai ulama (tafsir, ulumul Qur’an, hadis, dan lainnya) terus bermunculan. Ribuan bahkan jutaan eksemplar buku terbit karena terinspirasi ayat- ayat al-Qur’an.6

Sejak awal diwahyukan, al-Qur’an sangat menekankan betapa vitalnya mengubah pola berpikir bangsa Arab, kala itu, yang hidup dalam budaya iliterasi (ummy) agar mendayagunakan nalar untuk melakukan riset, membaca jejak-jejak kebesaran Allah yang terhampar di alam semesta. Artinya, selalu berusaha menggali dan menggali lagi serta memperluas wawasan untuk menembus batas capaian ilmu yang diraih hari ini, karena sesungguhnya ilmu Allah itu tak terbatas,7 sementara yang dikuasai manusia adalah hanya sebagian kecil.8

5

Umat Islam menerima wahyu dengan sepenuh hati. Mereka memandang al-Qur'an sebagai kitab yang suci yang berasal dari Allah, baik kandungan maknanya maupun bahasa dan bentuknya. Mereka sangat menghormatinya. Untuk mengungkapkan rasa hormat itu, di antaranya, mereka menciptakan seni kaligrafi Arab, iluminasi manuskrip, dan seni membuat buku, seni yang memberikan kemanusiaan kreasi paling kaya dan paling mulia dalam estetika kata yang kasat mata. Lihat Isma'il R. al-Faruqi dan Lois Lamya al-Faruqi, The Cultural Atlas of Islam, (New York: Macmillan Publishing Company, 1986), hlm. 102

6

Bernard Lewis, The Arabs in History, cet.1st, (New York: Harper Torchbooks, 1960), hlm. 137. 7

QS. al-Kahfi/18:109: ﺍﺩﺪﻣ ِﻪِﻠﹾﺜِﻤِﺑ ﺎﻨﹾﺌِﺟ ﻮﹶﻟﻭ ﻲﺑﺭ ﺕﺎﻤِﻠﹶﻛ ﺪﹶﻔﻨﺗ ﹾﻥﹶﺃ ﹶﻞﺒﹶﻗ ﺮﺤﺒﹾﻟﺍ ﺪِﻔﻨﹶﻟ ﻲﺑﺭ ِﺕﺎﻤِﻠﹶﻜِﻟ ﺍﺩﺍﺪِﻣ ﺮﺤﺒﹾﻟﺍ ﹶﻥﺎﹶﻛ ﻮﹶﻟ ﹾﻞﹸﻗ (artinya,

“Katakanlah: ‘Kalau sekiranya lautan menjadi tinta untuk [menulis] kalimat-kalimat Tuhanku,

sungguh habislah lautan itu sebelum habis [ditulis] kalimat-kalimat Tuhanku, meskipun Kami

datangkan tambahan sebanyak itu [pula]”). Lihat juga QS. Luqman/31:27: ﻡﺎﹶﻠﹾﻗﹶﺃ ٍﺓﺮﺠﺷ ﻦِﻣ ِﺽﺭﹶﺄﹾﻟﺍ ﻲِﻓ ﺎﻤﻧﹶﺃ ﻮﹶﻟﻭ

ﺣ ﺰﻳِﺰﻋ ﻪﱠﻠﻟﺍ ﱠﻥِﺇ ِﻪﱠﻠﻟﺍ ﺕﺎﻤِﻠﹶﻛ ﺕﺪِﻔﻧ ﺎﻣ ٍﺮﺤﺑﹶﺃ ﹸﺔﻌﺒﺳ ِﻩِﺪﻌﺑ ﻦِﻣ ﻩﺪﻤﻳ ﺮﺤﺒﹾﻟﺍﻭ

ﻢﻴِﻜ (artinya, “Dan seandainya pohon-pohon di bumi menjadi pena dan laut [menjadi tinta], ditambahkan kepadanya tujuh laut [lagi] sesudah [kering]-

Maka, kehadiran sosok Rasulullah Muhammad s.a.w. dan al-Qur’an kemudian mengubah orientasi cara berpikir masyarakat Arab, yang kala itu sangat ”kabilahisme sentris” menjadi berpikir kosmopolit. Tradisi dan energi saling berperang antarsuku diubah menjadi kekuatan konvergen, lalu diarahkan untuk membangun peradaban baru yang bersifat kosmopolit, melewati batas etnis dan teritori primordial mereka. Karena itu, pusat-pusat peradaban Islam bermunculan di berbagai wilayah di luar Mekah dan Madinah—tempat al-Qur’an diwahyukan. Semua ini terjadi karena kehadiran al-Qur’an mampu mengubah mindset mereka. Pranata dan wibawa hukum ditegakkan, sehingga muncul masyarakat Madinah,9 sebuah kata konseptual- idiomatik yang mengacu pada supremasi hukum di atas kekuatan individu dan suku.10 Nabi Muhammad s.a.w. juga mengubah mindset masyarakat Arab sehingga yang tadinya selalu berorientasi pada kepentingan suku dan etnis, lalu mampu melihat kesatuan dan persaudaraan sesama manusia sejagat sebagai sama-sama hamba Allah

(‘abd Allâh).11 Ajaran Islam pula yang telah mengubah mindset mereka, yang tadinya

membanggakan kelas sosial karena hubungan darah dan basis ekonomi, berubah menjadi masyarakat yang memperjuangkan paham egalitarianisme dengan mengedepankan integritas (akhlak) dan prestasi (amal saleh). Dan berkat pesan-pesan al-Qur’an yang mendorong umat Islam untuk selalu mencintai ilmu pengetahuan dan menjunjung tinggi peradaban. Maka, berdiri pusat-pusat kebudayaan Islam di berbagai belahan bumi dengan ciri inklusif, yaitu sikap kritis-apresiatif terhadap peradaban luar yang dijumpainya seraya tetap setia pada tauhid yang menjadi jati dirinya.12 Perjumpaan Islam dengan warisan intelektual Yunani telah mendorong nya, niscaya tidak akan habis-habisnya [dituliskan] kalimat Allah. Sesungguhnya Allah Maha Perkasa

lagi Maha Bijaksana).

8

QS. al-Isrâ’/17:85: ﺎﹰﻠﻴِﻠﹶﻗ ﺎﱠﻟِﺇ ِﻢﹾﻠِﻌﹾﻟﺍ ﻦِﻣ ﻢﺘﻴِﺗﻭﹸﺃ ﺎﻣﻭ (artinya, “...Dan tidaklah kamu diberi pengetahuan

melainkan sedikit”).

9

Ali Bulac, “Piagam Madinah”, dalam Charles Kurzman, Islam Liberal: Pemikian Islam

Kontemporer tentang Isu-isu Global, (Jakarta: Paramadina, 2003), hlm. 266.

10

Komaruddin Hidayat, “Al-Qur’an sebagai Sumber Peradaban”, Seputar Indonesia, (19/9/2008).

11

Muhammad Abed al-Jabiri, Post Tradisionalisme Islam, (Yogyakarta: LKiS, 2000), hlm 37. 12 Al-Faruqi, The Cultural Atlas of Islam, hlm. 73

lahirnya pemikiran filsafat dan teologi dalam Islam, sehingga muncul para filsuf dan teolog muslim kelas dunia yang turut berjasa bagi kebangkitan Eropa modern. Ketika umat Islam masuk ke India yang kental dengan pengaruh Hindu, maka muncul mazhab tasawuf atau mistik Islam.13 Begitu juga ketika Islam merambah ke wilayah Persia yang telah maju dalam bidang tata pemerintahan. Sejak itu dirumuskan sistem pemerintahan, tugas-tugas seorang raja, tata krama dan aturan berhubungan dengan raja, penerjemahan dokumen politik dan lain sebagainya. Pendeknya, perjumpaan Islam dengan peradaban Persia telah melahirkan sistem perpolitikan dalam dunia Islam.14

Lahirnya tradisi dan peradaban baru dalam masyarakat muslim Arab pasca turunnya al-Qur'an, membuktikan, bahwa al-Qur'an telah menciptakan satu perubahan besar, yaitu reformasi mental bangsa Arab dari iliterasi (ummî) menjadi berbudaya baca-tulis (literate). Dan, pada akhirnya, bangsa Arab menjadi bangsa besar yang memiliki khazanah intelektual yang luar biasa. Ini semua terbangun dari tradisi literasi, yaitu kebiasaan membaca dan menulis yang ditindaklanjuti dengan melakukan analisa, penyaringan dan proses memadukan berbagai pengetahuan untuk mencipta peradaban baru yang unik.

B. Penulisan al-Qur'an: Batu Tonggak Dimulainya Tradisi Intelektual Islam