• Tidak ada hasil yang ditemukan

AL-QUR'AN DAN TRADISI BACA-TULIS

B. Al-Qur'an dalam Pemikiran dan Praktik Umat Muslim

2. Al-Qur'an: Panduan Hidup

Intelektual kharismatik yang dihormati kalangan Syiah, Husain Al-Thabathaba'i menjelaskan, bahwa Al-Qur'an berperan untuk menentukan jalan hidup manusia. Al-

27

Vincent J. Cornell, “The Qur’ân as Scripture” dalam John L. Esposito, (editor in chief), The Oxford Encyclopedia of the Modern Islamic World, Vol. 3, New York: Oxford University Press, 1995, hlm. 387.

28”

Dan apabila kamu membaca Al Qur'an niscaya Kami adakan antara kamu dan orang-orang yang tidak beriman kepada kehidupan akhirat, suatu dinding yang tertutup."

29

Baca kembali Al-Thabarî, Jâmi’ al-Bayân fi Ta’wîl al-Qur’ân, juz 17, Muassasah al-Risalah, 2000, hlm. 457.

Qur'an mengajarkan kepada manusia untuk memiliki tujuan dan target yang harus dicapai dalam hidup. Al-Qur'an juga mengarahkan manusia untuk mengikuti hukum- hukum dan tata cara tertentu serta mengharuskan manusia untuk mempelajari hukum- hukum dan tata cara tersebut dari Allah.30 Dengan ungkapan lain, Al-Qur'an telah memberi informasi kepada manusia tentang tips-tips untuk memperoleh keberuntungan (al-falâ ) yang akan mengarahkan jiwa dan fikiran manusia menemukan ketenteraman.

Bagi Rasyid Ridha, Al-Qur'an diturunkan ke bumi untuk: menjelaskan esensi agama yang meliputi: pertama, keimanan kepada Allah dan hari kemudian serta amal shalih. Kedua, menjelaskan kenabian dan kerasulan serta tugas dan fungsi mereka.

Ketiga, menerangkan Islam sebagai agama fitrah yang selaras dengan rasio, ilmu pengetahuan dan kata hati. Keempat, membina dan memperbaikiki umat manusia dalam satu kesatuan yang meliputi kemanusiaan, agama, undang-undang, persaudaraan, hukum dan bahasa. Kelima, menerangkan keistimewaan Islam tentang pembebanan kewajiban-kewajiban kepada manusia baik yang jasmani atau rohani, material atau spiritual, membawa kebahagiaan dunia akhirat. Keenam, menerangkan prinsip-prinsip politik dan bernegara; menata kehidupan material; menjelaskan pedoman umum tentang perang dan cara-cara mempertahankan diri dari agresi dan intervensi musuh. Ketujuh, mengatur hak-hak wanita. Kedelapan, memberikan petunjuk-petunjuk tentang kemerdekaan hak.31

Hampir senada dengan Rasyid Ridha, Al-Faruqi mengatakan bahwa institusi- institusi Al-Qur'an meliputi semua aktivitas manusia: mulai dari agama dan etika, politik dan ekonomi, budaya dan pendidikan, hukum dan tata negara, dan lain sebagainya. Aspek-aspek itu terangkum dalam beberapa prinsip, yaitu: pertama, rasionalisme, yaitu ketundukan segala ilmu di bawah dasar akal pikiran dengan menekankan bukti-bukti dan argumetasi konkrit. Kedua, humanisme, yaitu doktrin

30

Sayyid Muhammad Husain al-Thabathaba'i, Mengungkap Rahasia Al-Qur'an, cet. VII, (terj. A. Malik Madani dan Hamim Ilyas), Bandung: Mizan, 1994, hlm. 28

31

Muhammad Rasyid Ridha, Al-Wahy al-Muhammadi, Kairo: Maktabah al-Qahirat, 1960, hlm. 126-128

bahwa manusia itu dilahirkan dalam keadaan bersih, bebas menentukan nasib untuk hidup dengan cara yang dianggap paling baik, berkedudukan sama disisi Allah dan undang-undang, dan diberi peluang untuk bertindak sekaligus bertanggung jawab atas tindakannya. Ketiga, kehidupan diciptakan untuk dinikmati, dikembangkan dan diarahkan demi mengembangkan manusia. Keempat, nilai kosmik manusia tergantung kepada sumbangannya terhadap kehidupan umat manusia.32

Mencermati pendapat dua paragraf di atas, penulis menangkap kesan, Rasyid Ridha dan Al-Faruqi adalah termasuk yang sepakat bahwa Al-Qur'an telah mencakup segala hal yang menjadi bagian kebutuhan hidup manusia, mulai hal-hal yang bersifat privasi seperti hubungan manusia dengan Tuhan-nya sampai hal-hal yang bersifat publik seperti hubungan manusia dengan manusia dan lingkungan di sekelilingnya. Asumsi seperti ini, biasanya, didasarkan pada pemahaman atas Al-Qur'an (misalnya: QS. Al-An’âm/6:38,33 QS. Al-Na l/16:89,34 dan QS. Al-Mâ’idah/5:335). Namun demikian, pendapat yang menyatakan bahwa Al-Qur'an memuat segala aspek tidak populer dan banyak dipertanyakan kebenarannya.36 Selain itu, Al-Qur'an ternyata tidak memberikan perincian arahan, hukum atau metode secara detail. Dan adalah

32

Ismail Raji Al-Faruqi dan Lois Lamya' Al-Faruqi, The Cultural Atlas of Islam, Amerika: International Institut of Islamic Thought, cet. I, hlm. 109-110

33

”...Tiadalah Kami alpakan sesuatupun di dalam Al Kitab, kemudian kepada Tuhanlah mereka dihimpunkan.”

34

”...Dan Kami turunkan kepadamu Al Kitab (Al Qur'an) untuk menjelaskan segala sesuatu dan petunjuk serta rahmat dan kabar gembira bagi orang-orang yang berserah diri.”

35

”...Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu ni`mat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu. Maka barangsiapa terpaksa karena kelaparan tanpa sengaja berbuat dosa, sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”

36

Menurut Harun Nasution, Al-Qur'an bukanlah ensiklopedia yang di dalamnya dapat dijumpai apa saja yang dicari. Al-Qur'an pada hakikatnya, seperti dapat dilihat dari kandungannya, adalah buku agama yang dikirimkan Tuhan kepada masyarakat untuk menjadi petunjuk ( hudan) bagi mereka dalam menjalani hidup di dunia dan akhirat. Kalaupun di dalamnya disebut hal-hal yang ada hubungannya dengan fenomena alam, sejarah, dan lain-lain itu hanya sekilas sebagai argument yang harus dipikirkan dan teladan yang harus dipahami oleh manusia. Baca Harun Nasution, Islam Rasional: Gagasan dan Pemikiran, cet. I, Bandung: Mizan, 1995, hlm. 21-22

kenyataan, bahwa pedoman hidup dalam konteks ini lebih mengarah kepada pengertian yang umum.37

Terlepas dari perdebatan apakah Al-Qur'an mencakup solusi segala persoalan manusia, atau tidak, yang jelas isi pesan dan pandangan fundamental Al-Qur'an tentang pokok-pokok persoalan manusia telah dijadikan oleh umat muslim sebagai panduan dalam memecahkan berbagai persoalan sekaligus merumuskan apa yang harus dilakukan demi meraih target yang diinginkan. Al-Qur'an telah menjadi—

meminjam istilah Clifford Greertz38—etos dan pandangan dunia bagi umat manusia yang mengimaninya. Ayat-ayat Al-Qur'an telah membentuk etos berupa sifat, watak, dan kualitas kehidupan, moral dan gaya estetis serta suasana hati kaum Muslim. Ini menunjukkan posisi Al-Qur'an yang istimewa, bahkan tidak tertandingi dan tidak tergantikan oleh apa pun. Al-Qur'an sudah menjadi ukuran kebenaran yang mutlak bagi setiap perilaku penganutnya. Meskipun, di sisi lain, menjadikan Al-Qur'an sebagai tendensi perbuatan, apa lagi ukuran kebenaran akan memunculkan perdebatan baru. Karena, dua orang, misalnya, yang sama-sama memahami kebenaran berangkat dari Al-Qur'an akan melahirkan sikap dan pandangan yang berbeda. Ini bergantung pada cara dan dari sudut mana si dua orang tadi memahami Al-Qur'an.

Fenomena ini bisa diamati dari perkembangan dewasa ini, yang menurut Arkoun, Al-Qur'an kerap kali diseru jutaan penganutnya untuk mengesahkan berbagai perilaku, menyemangati berbagai perjuangan, melandasi berbagai aspirasi, memenuhi berbagai harapan, melestarikan berbagai kepercayaan dan memperteguh jati diri kelompok dalam menghadapi kekuatan-kekuatan penyeragaman peradaban industri.39 Akibatnya, masih menurut Arkoun, dapat diperkirakan, Al-Qur'an yang (kehadirannya) dituntut di mana-mana, dibaca dan ditafsirkan para pelaku social

37

Baca Muhammad Al-Mutawalli Sya'rawi, Mu'jizat Al-Qur'an, cet. I (terj. Muhammad Ali dan Abdullah), Surabaya: Bungkul Indah, 1995, hlm. 16

38

Lihat Clifford Greertz, Kebudayaan dan Agama, cet. I, (terj. Fransisco Budi Hardiman), Yogyakarta: Kanisius, 1992, hlm. 50

39

Muhammed Arkoun, Kajian Kontemporer Al-Qur'an, cet. I, (terj. Hidayatullah), Bandung: Pustaka, 1998, hlm. 1

menurut tingkat budaya dan wewenang doctrinal mereka. Di sisi lain, saat ini, dari hari ke hari, juga muncul fenomena semakin besarnya pendayagunaan Al-Qur'an secara ideologis untuk kepentingan mencermati (melalui pemikiran bebas dan kritis) segala persoalan yang dewasa ini muncul. Ini terjadi bukan hanya dalam lingkaran masyarakat intelektual muslim namun juga dalam kalangan pemikir social.40

Sebagai kitab suci, yang isi pesan dan pandangan fundamentalnya dijadikan umat muslim sebagai panduan dalam menyelesaikan berbagai persoalan, Al-Qur'an kemudian dikaji dan diketemukan konsep-konsep inti ajarannya. Kajian yang dilakukan Fazlur Rahman, misalnya, menemukan konsep-konsep yang dibawa Al- Qur'an termaktub dalam delapan tema pokok, yaitu: konsep tentang Tuhan, manusia sebagai individu, manusia sebagai anggota masyarakat, alam semesta, kenabian dan wahyu, eskatologi, setan dan kejahatan, dan lahirnya masyarakat muslim.41

Berbeda dengan M. Quraish Shihab, penulis Tafsir Al-Mishba ini membagi tema-tema Al-Qur'an ke dalam lima bagian utama, yang masing-masing memiliki sub-sub tersendiri. Ini bisa diamati tema-tema yang dia sajikan dalam buku Wawasan Al-Qur'an-nya. Pertama, wawasan Al-Qur'an tentang pokok-pokok keimanan (Al- Qur'an, Tuhan, Nabi Muhammad saw., takdir, kematian, hari akhirat, keadilan dan kesejahteraan). Kedua, wawasan tentang kebutuhan pokok manusia dan soal-soal mu'amalah (makanan, pakaian, kesehatan, pernikahan, syukur, halal bihalal dan akhlak). Ketiga, wawasan tentang manusia dan masyarakat (manusia, perempuan, masyarakat, umat, kebangsaan dan Ahl al-Kitab). Keempat, wawasan tentang aspek- aspek kegiatan manusia (agama, seni, ekonomi, politik, ilmu dan teknologi,

40

Muhammed Arkoun, Kajian Kontemporer Al-Qur'an, cet. I, (terj. Hidayatullah), Bandung: Pustaka, 1998, hlm. 2

41

Pada awalnya, Rahman prihatin dengan absennya tulisan yang mengemukakan pandangan Al- Qur'an tentang alam semesta dan kehidupan secara kohesif (padu); bahkan kajian-kajian tentang kequr’anan yang ada selama ini lebih diproyeksikan untuk membela sudut pandang tertentu. Dia kemudian menyusun Major Themes of The Qur'an (1980) yang kemudian diterbitkan Pustaka, Bandung dengan judul Tema-tema Pokok Al-Qur'an. Dengan menyuguhkan tema-tema pokok di dalam Al-Qur'an, karya ini merupakan upaya Rahman dalam membantu mereka yang ingin memahami pandangan Al-Qur'an mengenai Tuhan, manusia, atau masyarakat. Baca Rahman, Fazlur, Tema Pokok Al-Qur'an (Major Themes of the Qur’an, terj. Anas Mahyuddin), Bandung: Penerbit Pustaka, 1996.

kemiskinan dan masjid). Kelima, wawasan tentang soal-soal penting umat (musyawarah, ukhuwah, Jihad, puasa, lailat al-Qadar dan waktu).42

Begitu juga dengan Faruq Sherif, dalam buku A Guide to The Contents of The Qur’an-nya, berusaha memetakan isi dan kandungan Al-Qur'an dengan membagi bahasan dalam Al-Qur'an menjadi delapan bab besar, yang berbeda dari kajian Rahman dan Shihab. Yaitu tentang Pencipta dan ciptaan-Nya, Nabi dan Al-Qur'an, pembawa risalah ilahi sebelumnya, beberapa peristiwa historis, iman dan agama, negeri akhirat, dan perintah. Dalam kajiannya, Sherif masih membagi setiap bab menjadi beberapa tema.43

Kerja keras para intelektual dalam upaya mengelompokkan kandungan tema kajian dalam Al-Qur'an jelas perlu diapresiasi, karena hal ini akan sangat membantu para pengkaji Al-Qur'an untuk mendapat gambaran utuh tentang doktrin Islam dan isi ajaran Al-Qur'an. Namun demikian, yang perlu digarisbawahi, tidak ada kesepakatan dalam memandang jumlah tema-tema yang terkandung dalam Al-Qur'an. Kesimpulan tema apa saja yang terdapat dalam Al-Qur'an akan sangat bergantung kepada perspektif, metode yang digunakan dan kecenderungan para penafsirnya sendiri. Bahkan, menurut Rahman, kajian-kajian tentang kandungan Al-Qur'an yang ada selama ini lebih banyak digunakan para penulis untuk mendukung sebuah argumen tertentu ketimbang disajikan secara objektif. Akibatnya, tulisan-tulisan tentang kandungan Al-Qur'an tidak memberi kontribusi banyak bagi para pengkaji Al- Qur'an.44

Dari penjelasan ini, dapat dikatakan bahwa Al-Qur'an telah berperan sebagai panduan hidup manusia, memberi kesadaran terhadap banyak hal, menentukan yang harus diperbuat dan dihindari, serta mengarahkan manusia menuju jalan yang benar.

42

Lihat: M. Quraish Shihab, Wawasan Al-Qur'an: Tafsir Maudhu’i atas Pelbagai Persoalan Umat, cet. VIII, Bandung: Mizan, 1998.

43

Baca uraian selengkapnya dalam Faruq Sherif, Al-Qur'an Menurut Al-Qur'an (A Guide to The Contents of The Qur’an, terj. M. H. Assagaf dan Nur Hidayah), Jakarta: PT. Serambi Ilmu Semesta, 2001.

44

Lihat Rahman, Fazlur, Tema Pokok Al-Qur'an (Major Themes of the Qur’an, terj. Anas Mahyuddin), Bandung: Penerbit Pustaka, 1996.