• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA

A. Stres Kerja

3. Penyebab Timbulnya Stres Kerja

Dua sumber utama dari stres pekerjaan adalah lingkungan dan personal. Pertama, sebuah varietas eksternal, faktor- faktor lingkungan dapat menyebabkan stres pekerjaan. Semua ini mencakup jadwal kerja, irama kerja, jaminan pekerjaan, rute berangkat dan pulang kerja, jumlah dan sifat pelanggan atau klien. Bahkan kebisingan, termasuk orang yang berbicara dan telpon yang berdering, membantu membuat stres bagi 54 % pegawai kantor dalam sebuah

survei terbaru yang melaporkan bahwa mereka sering muak dengan kebisingan tersebut. Stres pekerjaan mempunyai konsekuensi yang serius bagi baik karyawan maupun organisasi.

Faktor-faktor yang mempengaruhi stres kerja menurut Mcgrath (dalam Dunnete,1976,hal.369) adalah sebagai berikut:

a. Karakteristik Intrinsik Pekerjaan (Tugas)

Termasuk kategori ini adalah hal-hal yang berkaitan dan ada dalam pekerjaan itu sendiri, misalnya karakteristik tugas , pelaksanaan tugas dan hubungan antara tugas satu dengan lain. Tugas maupun pelaksanaan kerja karyawan di dalam organisasi merupakan suatu prosedur sistematis yang yang harus dilakukan karyawan dalam rangka mencapai tujuan organisasi. Karakteristik tugas yang penting dalam pengaruh timbulnya stres kerja adalah taraf kesulitan, ambiguitas dan beban kerja.

Sejalan dengan pendapat McGrath tersebut hasil penelitian French (1980) menunjukkan bahwa ketidakmampuan karyawan memenuhi tuntutan tugas yang terlalu tinggi merupakan faktor stres kerja yang potensial. Demikian juga halnya dengan tuntutan tugas yang terlalu rendah dibandingkan dengan tingkat kemampuan dan pekerjaan yang repetitif merupakan faktor yang mempengaruhi timbulnya stres kerja.

Tingkat ambiguitas tugas merupakan taraf penjelasan prosedur dan informasi yang berhubungan dan dibutuhkan dalam pelaksanaannya. Demikian juga dengan beban kerja pada tingkatan tertentu dapat menimbulkan stres kerja. Seperti ditunjukkan oleh hasil penelitian Welford dan

kawan-kawan dimana beban kerja pada tingkat menengah atau sedang cenderung mendorong karyawan dapat berfungsi dan bekerja optimal dibandingkan dengan beban kerja yang terlalu berat atau ringan (Cox, 1980).

Ada beberapa keadaan yang membuat tugas berpotensi menimbulkan stres yaitu tugas yang terlalu berat. Tugas terlalu sulit bila persyaratan yang diperlukan untuk mengerjakan tugas lebih tinggi dari kemampuan individu. Berry & Houston (1993), situasi ini sebagai kelebihan beban kerja dari segi kualitas. Tinggi rendahnya stres yang timbul ditentukan oleh persepsi individu tentang tuntutan tugas, kemampuannya untuk memenuhi tuntutan tugas, serta akibat yang mungkin timbul dari kegagalan menjalankan tugas tersebut.

Tugas juga dapat menjadi sumber stres jika individu mempersepsikan tugas yang ia hadapi tidak cukup jelas atau membingungkan. Ketidakjelasan dalam syarat atau langkah pelaksanaan tugas, hasil yang yang diharapkan serta umpan balik tentang hasil tugas menimbulkan stres bagi indivdu (Riggio, 1990).

Menurut McGrath (1976), ketidakjelasan ini muncul karena banyak tugas diberikan dalam bentuk tujuan atau keadaan ideal yang ingin dicapai namun kurang didukung oleh prosedur pelaksaanan yang jelas. Semakin besar ketidakjelasan dalam hubungan antara keefektifan cara pelaksanaan tugas dengan hasil yang ingin dicapai maka stres yang timbul akan semakin tinggi.

Tugas yang mencakup tanggungjawab pada manusia menimbulkan stres lebih tinggi dibandingkan dengan tugas yang mencakup tanggungjawab pada barang (Taylor, 1995).

b. Karakteristik Peran

Peran merupakan hasil interaksi individu dengan lingkungan sosial. Hal mendasar dalam perilaku interaksi yaitu informasi dan pengaruh tercakup dalam peran. Menurut Kahn (dalam McGrath, 1976), peran menjadi sumber stres jika ada ketidaksesuaian antara peran yang diharapkan, tuntutan peran yang diberikan, peran yang diterima dan perilaku peran.

Pekerjaan atau jabatan yang disandang individu memberikan peran yang spesifik. Hal itu akan menekan penyandangnya. Peran dapat menjadi sumber stres ketika ada kekaburan peran (role ambiguitas) dan konflik peran (role conflict). Konflik peran terjadi jika harapan-harapan atau tuntutan-tuntutan yang ditujukan pada individu sulit atau tidak mungkin dipenuhi bersama-sama (Robbins, 1989; Beehr, 1995).

Kelebihan peran juga termasuk dalam konflik peran. Kelebihan peran ini timbul karena jumlah tuntutan yang dihadapi individu jauh melebihi jumlah yang wajar atau yang dapat ditangani individu dalam waktu tertentu.

Ketidakjelasan peran timbul karena informasi yang diterima individu dari lingkungan tentang perilaku peran yang diharapkan kurang memadai atau tidak jelas (Beehr, 1995). Ketidakjelasan pesan peran yang disampaikan pada individu, biasanya timbul jika organisasi berukuran besar dan kompleks, sering mengalami berbagai perubahan atau jika dalam

organisasi terjadi hambatan arus informasi. Beehr (1995) menambahkan hubungan formal dan informal dalam organisasi serta persepsi karyawan tentang kontrak psikologis sebagai sumber stres dalam kelompok tuntutan peran. Hubungan interpersonal yang buruk di lingkungan kerja cenderung menimbulkan stres kerja yang tinggi. Demikian pula jika karyawan mempersepsi hubungannya dengan organisasi tidak seimbang atau dengan kata lain karyawan merasa hal-hal yang ia terima dari organisasi tidak sebanding dengan hal-hal yang telah ia berikan pada organisasi.

c. Setting Perilaku

Aturan dan batasan yang ada dalam lingkup pekerjaan yang membatasi perilaku yang ditampilkan dalam melakukan suatu pekerjaan. d. Karakteristik Lingkungan Sosial Kerja

Komposisi personalia suatu organisasi akan membentuk pola hubungan interpersonal yang potensial menimbulkan stres. Fontan (dalam Inayati, 1996), berpendapat bahwa kondisi sosial yang menjadi sumber stres tidak terbatas pada bentuk hubungan antara rekan kerja saja, tapi juga hubungan atasan-bawahan dan klien atau konsumen.

e. Karakteristik Lingkungan Fisik

Kondisi fisik lingkungan kerja mempengaruhi kinerja dan kepuasan kerja. Stres dapat terjadi karena hal-hal yang berkaitan dengan lingkungan fisik kerja misalnya, polutan, kebisingan, ventilasi dan pencahayaan (Gifford, dalam Inayati, 1996). Kondisi fisik ruang kerja yang kurang memungkinkan untuk bekerja dengan aman dan nyaman, kurang

lengkapnya peralatan. Tempat kerja yang kotor, bau yang tidak sedap dan udara yang panas dan pengap juga dapat menimbulkan stres di tempat kerja (Hardjana, 1994)

f. Karakteristik Individual

Karekteristik ini menentukan bagaimana individu memandang dan menilai tuntutan lingkungan dan serta kemampuan yang ia miliki untuk memenuhinya. Perbedaan pengalaman dan pengaruh stres pada setiap individu ditentukan oleh karakteristik individu tersebut. Berbagai karakteristik individu atau aspek personal sering diteliti untuk dilihat bagaimana hubungan atau pengaruhnya pada stres yang timbul dalam diri individu.

Menurut Beehr (1995) karekteristik individu ini mencakup sebagai ciri-ciri relatif tetap yang mempengaruhi persepsi atau penilaian reaksi individu terhadap penyebab stres. Ciri-ciri tersebut mencakup kondisi psikologis dan biologis individu. Kondisi biologis antara lain berupa sejarah penyakit dalam keluarga, pola makan dan kondisi kesehatan. Kondisi tubuh yang kurang sehat misalnya cenderung menyakitkan individu dalam mengatasi stres yang timbul karena energi yang tersedia dalam tubuh tidak mencukupi. Kondisi-kondisi biologis ini banyak diteliti dari sudut pendekatan medis.

Kondisi psikologis memungkinkan setiap individu mempunyai interpretasi yang berbeda terhadap kondisi lingkungan. Penelitian-penelitian psikologi berusaha melihat bagaimana kondisi-kondisi psikologi individu mempengaruhi persepsi dan interpretasinya terhadap sumber stres dari lingkungan. Salah satu dari kondisi psikologis tersebut yaitu kontrol psikologi

mempunyai pengaruh penting dalam penilaian kognitif individu terhadap stres serta cara dan hasil penanggulangan stres yang diharapkan. Lazarus & Folkman (dalam Prokop dkk, 1991) mendefenisikan kontrol psikologis atau perasaan mempunyai kontrol sebagai keyakinan individu ia mampu mengontrol sumber stres. Penelitian Glass & Singer (dalam Brehm & Kassin, 1993) menunjukkan bahwa perasaan mampu mengontrol stimulus stres fisik mengurangi dampak negatif yang timbul dari sumber stres tersebut. Hal ini dipertegas oleh Thompson & Spacapan yang menyimpulkan bahwa perasaan mampu mengendalikan suatu peristiwa yang menekan berpengaruh positif pada keseimbangan emosi, kesuksesan mengatasi situasi menekan, kesehatan yang baik dan peningkatan performansi dalam tugas-tugas kognitif (dalam Taylor, 1995).

Menurut Rodin (dalam Brehm & Kassin, 1993) persepsi tentang kontrol penting bagi organisasi yang sebagian besar kehidupannya diatur oleh orang lain. Hal ini nampak pada karyawan-karyawan di posisi tingkat menengah kebawah. Sebagian besar pekerjaan mereka dikendalikan dan diatur oleh atasan dan orang-orang lain sehingga mereka hanya memiliki sedikit kontrol dalam bekerja dan cenderung merasa tertekan. Menurut Thompson & Spacapan tekanan yang timbul karena kurangnya kontrol yang dimiliki individu akan semakin berat jika kemungkinan individu untuk menerapkan kontrol tersebut kecil (dalam Taylor, 1995).

Sebaliknya individu yang merasa dapat mengontrol peristiwa-peristiwa di lingkungannya cenderung lebih aktif dan mampu mengatasi

tekanan yang timbul. Hal ini didukung oleh pendapat Jackson (dalam Riggio, 1990) bahwa karyawan yang merasa mampu mengontrol lingkungan kerja cenderung mempunyai stres yang rendah dan meningkat kepuasan kerjanya. Karakteristik individu yang mempengaruhi timbulnya stres atau aspek personal adalah karakteristik atau hal-hal yang relatif tetap dalam diri individu yang mempengaruhi persepsi atau penilaian dan reaksinya terhadap stres. Karakteristik tersebut mencakup kondisi-kondisi biologis dan psikologis individu.

Edward (dalam Cooper & Payne, 1991) serta Matteson & Ivancevich (1982) menyebutkan faktor kepribadian, usia, pengalaman, jenis kelamin, kemampuan intelektual, gaya kognitif, kebutuhan dan nilai mempengaruhi cara seseorang berespon terhadap lingkungan kerja yang potensial menimbulkan stres. Sehingga tidak semua orang yang menghadapi sumber stres yang sama akan mengalami stres, dan tingkatan stresnya pun berbeda-beda (Soewondo, 1993).

Dari pendapat para ahli diatas dapat disimpulkan bahwa ada lima aspek yang penting dalam dinamika terbentuknya stres kerja pada suatu organisasi, yaitu :

1. Karakteristik Peran

Karakteristik peran merupakan norma-norma sosial yang harus dipatuhi seseorang dengan kedudukan tertentu dalam berhubungan dengan orang lain ( Mair, 1985 ). Aspek karakteristik peran yang dapat mengakibatkan

terjadinya stress kerja adalah ambiguitas peran dan beban tugas dalam peran tersebut.

a. Ambiguitas Peran

Individu dalam hidupnya dapat mempunyai beberapa peran sekaligus, inilah yang disebut dengan ambiguitas peran. Misalnya seseorang laki-laki sebagai kepala keluarga sekaligus sebagai karyawan dan anggota perkumpulan organisasi yang masing-masing punya norma tersendiri dan tidak jarang saling bertentangan antara satu dengan lainnya sehingga menimbulkan konflik pada diri individu.

Ambiguitas peran yang terjadi sering membuat individu kekurangan waktu untuk melakukan tanggung jawab pada salah satu peran atau lebih. Misalnya karena sering kerja lembur maka seorang ayah tidak sempat untuk mengajak keluarganya untuk rekreasi, juga tidak sempat untuk mengikuti kegiatan social yang diadakan oleh masyarakat di sekitar tempat tinggalnya.

b. Beban Tugas

Adalah hal-hal yang harus dikerjakan dan menjadi tanggung jawab individu yang bersangkutan. Segala sesuatu yang telah menjadi tugas harus dipenuhi. Dalam hal ini karakteristik peran yang harus dipenuhi berhubungan dengan peran individu dalam pekerjaan, bisa beban pekerjaan yang berat atau pekerjaan yang ringan.

2. Seting Perilaku

Merupakan tuntutan-tuntutan situasional pada saat perilaku akan muncul. Selain menghadapkan individu pada tuntutan-tuntutan tersebut, seting perilaku juga memberikan kesempatan untuk timbulnya perilaku. Tepat atau tidaknya perilaku yang muncul sangat tergantung pada kemampuan individu dalam membaca situasi serta memanfaatkan fasilitas-fasilitas situasional yang ada.

Menurut McGarth (1976), karakteristik seting perilaku yang terpenting dan berhubungan dengan stres kerja adalah :

a. Taraf Kesulitan Kerja

Tugas yang sangat sulit atau tidak mampu untuk dikerjakan akan membuat karyawan menjadi tertekan, tidak mampu berkonsentrasi atau juga membuatnya merasa rendah diri di hadapan teman kerja yang lain. Namun tugas yang sangat mudah atau dibawah kemampuan karyawan akan membuat karyawan merasa jenuh, memiliki kesempatan lebih banyak untuk melamun.

b. Kekaburan Kerja

Dalam hal ini yang akan membuat karyawan mengalami stres kerja adalah instruksi yang berbeda-beda dari atasan dan cara pembagian tugas yang tidak jelas antara karyawan yang satu dengan yang lain, sehingga kadang karyawan harus mengerjakan tugas yang seharusnya bukan menjadi kewajibannya.

c. Beban Kerja

Beban kerja yang bisa mengakibatkan terjadinya stres kerja adalah beban kerja dilihat dari kuantitas pekerjaan yang harus dilakukan. Bisa tugas yang terlalu banyak (overload), sehingga individu akan mengalami keletihan yang sangat saat bekerja, atau juga tugas yang sangat sedikit(underload), ternyata juga akan menimbulkan masalah. 3. Karakteristik Lingkungan Fisik

Hampir semua lingkungan fisik yang bersifat ekstrim dapat mengakibatkan stres kerja, baik karena ekstrim kekurangan atau kelebihan. Seperti yang dikemukakan oleh Fleming (dalam Abdijati 2000) bahwa stres kerja tidak dapat lepas dari pengaruh langsung lingkungan fisik. Lingkungan fisik teknologi yang dapat mengakibatkan stres pada karyawan adalah :

a. Penggunaan bahan kimia dan beracun.

Bahan yang beracun biasanya menimbulkan resiko cacat atau bahkan kematian, sehingga penggunaannya akan membuat karyawan tidak tenang, tegang dan terlalu berhati-hati.

b. Alat pengaman yang tidak memadai.

Pada perusahaan yang besar sekarang ini memang mulai ada usaha untuk menggunakan alat pengaman khususnya dalam proses produksi, hal ini disebabkan oleh banyaknya persoalan yang ditimbulkan oleh penyediaan alat pengaman yang kurang baik, semisal terjadinya kebakaran dan kecelakaan kerja. Alat pengaman yang tidak memadai

akan membuat karyawan tidak tenang dalam melakukan pekerjaannya dan mengalami ketegangan.

c. Bekerja dalam ruangan yang terlalu penuh.

Bekerja dalam ruangan yang terlalu penuh dengan orang, barang atau mesin, akan membuat suasana menjadi sumpek dan tidak nyaman, sehingga akhirnya dapat menimbulkan ketegangan bahkan permusuhan bagi karyawan saat bekerja.

d. Cara pengaturan cahaya.

Pengaturan cahaya yang kurang baik, misalnya terlalu terang atau juga kurang terang. Pencahayaan yang terlalu terang akan membuat mata silau menimbulkan resiko terhadap kecelakaan kerja dan gangguan konsentrasi. Demikian juga bila cahaya kurang terang akan membuat karyawan mengalami gangguan penglihatan dan mengalami kecelakaan kerja.

e. Adanya suara bising saat individu bekerja.

Suara bising bisa berasal dari suara mesin atau alat-alat produksi. Bekerja di bagian produksi tentu saja tidak dapat menghindari suara bising, akibatnya karyawan akan mengalami ketegangan bahkan masalah dalam bekerja.

f. Suhu udara yang panas atau terlalu dingin juga menimbulkan masalah. Bila bekerja dalam ruangan yang terlalu panas maka karyawan tidak akan merasa nyaman dan tidak dapat memusatkan perhatian pada apa yang dikerjakannya. Namun bekerja dalam ruangan yang bersuhu

sangat dingin bisa membuat karyawan berkali-kali ke kamar mandi untuk buang air kecil, pusing dan tidak nyaman.

Kurangnya privasi bagi masing-masing karyawan. Hal ini akan dapat menimbulkan stres kerja karena karyawan merasa tidak punya kesempatan untuk melakukan segala sesuatu yang berkaitan dengan pribadinya karena kondisi perusahaan. Misalnya bekerja dalam ruangan yang sempit dan penuh dengan orang.

4). Karakteristik Lingkungan Sosial

Karakteristik Lingkungan sosial meliputi hubungan interpersonal karyawan dengan atasan, kesuksesan suatu perusahaan sangat dipengaruhi oleh karakteristik ini. Hasil penelitian French (dalam Shinn, 1984) menunjukkan bahwa hubungan sosial antara karyawan, atasan dan bawahan yang kurang baik akan menimbulkan kepuasan yang rendah, gejala-gejala psikologis serta gangguan somatik sebagai pertanda timbulnya stres kerja.

Aspek lingkungan sosial yang terpenting dan berhubungan dengan stres kerja adalah :

a. Kurangnya kesempatan untuk naik ke jenjang karir yang lebih tinggi. Bila karyawan tidak mungkin lagi mendapatkan posisi yang lebih tinggi dari yang sekarang ini diperolehnya akan membuat karyawan merasa tidak ada lagi yang harus diperjuangkan, sehingga dalam bekerja seringkali karyawan tidak lagi melakukan dengan sepenuh hati.

b. Hubungan antara karyawan dengan atasan yang tidak harmonis. Adakalanya hubungan antara karyawan dan atasan seperti dibatasi tembok yang betul-betul memisahkan antara seseorang yang disebut dengan atasan yang hanya memeriksa serta memerintah dan karyawan yang harus bekerja dan diperintah. Sehingga hubungan hanya terjalin dalam masalah pekerjaan saja.

c. Adanya pemusatan kekuasaan. Seringkali karyawan tidak dilibatkan dalam pembuatan kebijakan dalam perusahaan dan seakan-akan karyawan hanya wajib untuk dikenai peraturan yang sudah disusun oleh atasan dan tidak berhak untuk menolak atau memberikan masukan.

d. Komunikasi yang kurang baik.

Komunikasi yang tidak baik dapat terjadi antara karyawan dengan atasan, juga antara karyawan dengan rekan sekerja. Akibatnya akan membuat karyawan yang bersangkutan tidak dapat bekerja dengan baik, ada saling salah pengertian dan perbedaan pendapat.

e. Adanya sistem pengontrolan yang tidak jelas.

Pengontrolan seharusnya dilakukan oleh atasan kepada bawahan, akan menjadi tidak jelas misalnya antara karyawan saling melakukan pengontrolan, akibatnya muncul rasa curiga dan permusuhan. Waktu pengontrolan atau evaluasi seharusnya dilakukan dalam jangka waktu atau periode tertentu, sehingga karyawan tidak merasa dikontrol berlebihan atau merasa tidak pernah dikontrol sama sekali hasil

kerjanya, sehingga karyawan bekerja dengan santai dan semaunya sendiri.

5). Karakteristik Individu

Merupakan aspek-aspek kepribadian tertentu yang membuat individu menjadi lebih mudah mengalami stres. Folkman (1984), mengemukakan bahwa pada situasi yang samar-samar, tidak jelas atau membingungkan bagi individu yang orientasinya pada kendali internal sehingga cenderung menilai situasi tersebut sebagai situasi yang dapat dikendalikannya, sehingga lebih sulit mengalami stres dibandingkan individu yang orientasinya pada kendali eksternal.

Aspek karakteristik individu yang terpenting dan berhubungan dengan stres kerja adalah :

a. Resistensi terhadap Kelelahan

Kondisi setiap orang berbeda dalam menghadapi pekerjaan. Ada yang merasa tidak mudah lelah namun sebaliknya ada yang baru bekerja sedikit saja sudah mengalami kelelahan.

b. Pengalaman Kerja

Pengalaman kerja seseorang dalam suatu perusahaan tidaklah sama. Ada yang sudah bekerja bertahun-tahun dalam satu perusahaan, pengalaman kerjanya cukup di satu perusahaan saja. Tetapi ada juga karyawan yang sudah memiliki pengalaman pekerjaan di perusahaan lain sebelum akhirnya bekerja di perusahaan yang sekarang ini.

c. Tujuan atau Motivasi dalam Bekerja

Dalam bekerja seseorang memiliki tujuan yang berbeda dengan orang lain dalam perusahaan yang sama. Misalnya ada yang bertujuan mendapatkan uang yang sebanyak-banyaknya dari pekerjaan yang dilakukannya, ada yang bertujuan mengaplikasikan ilmu yang dimilikinya, ada yang disebabkan karena merasa tidak mempunyai pilihan pekerjaan yang lain.

d. Keadaan Kesehatan

Keadaan kesehatan antara karyawan yang satu dengan yang lain adalah tidak sama, ada yang memiliki penyakit menahun, ada yang tidak memiliki penyakit, ada yang mudah terserang penyakit dan ada yang memiliki ketahanan tubuh yang bagus sehingga tidak mudah terkena penyakit.

Terry Behr, John Newman (1978) dalam artikel yang ditulis oleh Jacinta FR (2002) membagi stres kerja dalam tiga aspek yaitu :

Tabel 1. Tiga Aspek Stres Kerja

Gejala Psikologis Gejala Fisik Gejala Perilaku

Kecemasan, ketegangan

Bingung, marah, sensitif

Memendam perasaan

Komunikasi tidak efektif

Mengurung diri

Depresi

Merasa terasing & mengasingkan diri

Kebosanan

Lelah mental

Menurunnya fungsi intelektual

Kehilangan daya konsentrasi

Kehilangan semangat hidup

Menurunnya harga diri & percaya diri

Kehilangan spontanitas & kreativitas

Meningkatnya detak jantung & tekanan darah

Meningkatkan sekresi adrenalin & nonadrenalin

Gangguan gastrointestinal, mis: gangguan lambung

Mudah terluka

Mudah lelah secara fisik

Gangguankariovaskuler

Gangguan pernafasan

Lebih sering berkeringat

Gangguan pada kulit

Kepala pusing/migraine

Kanker

Ketegangan otot

Problem tidur (insomnia, kebanyakan tidur)

Menunda/ menghindari pekerjaan

Penurunan prestasi & produktivitas

Perilaku sabotase

Meningkatnya frekwensi absensi

Perilaku makan yang tidak normal (kebanyakan maupun kekurangan)

Penurunan berat badan secara drastis

Meningkatnya kecenderungan perilaku beresiko tinggi (ngebut, judi)

Meningkatnya agresivitas & kriminalitas

Penurunan kualitas hubungan interpersonal dengan keluarga dan teman

Kecenderungan bunuh diri

Dokumen terkait