• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERSIAPAN, PELAKSANAAN, HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

C. Deskripsi Data Penelitian

2. Uji Hipotesis

Setelah syarat distribusi normal dan hubungan yang linier terpenuhi, dilakukan uji hipotesis yang menyatakan bahwa ada hubungan positif antara stres kerja dengan somatisasi, digunakan analisis Korelasi Product – Moment dari Pearson melalui program SPSS for Windows versi 10. 0. Hasil analisis menunjukan adanya hubungan positif yang signifikan antara variabel stres kerja dengan somatisasi dengan koefisien korelasi ( r ) sebesar 0, 398 dengan p = 0, 000 ( p < 0, 05 ). Taraf signifikansi diuji dengan menggunakan uji dua ekor. Arah korelasi yang positif berarti semakin tinggi stres kerja maka semakin tinggi somatisasi. Hasil ini menunjukan bahwa hipotesis yang menunjukan bahwa ada hubungan positif antara stres kerja dengan somatisasi diterima.

Koefisien determinasi ( r ) yaitu diperoleh dengan mengkuadratkan nilai r adalah sebesar 0, 158. Hal ini berarti sumbangan efektif variabel independen yaitu stres kerja terhadap variabel dependen yaitu somatisasi adalah sekitar 15,8 %, sedangkan 84,2 % dipengaruhi oleh variabel lain.

Tabel 8. Hasil Uji KorelasiProduct – Moment

Stres Kerja yang dilihat dari sumber stres Dengan Somatisasi

TOTA TOTB TOTA Pearson Correlation 1,000 ,398 Sig. (2-tailed) , ,000 N 80 80 TOTB Pearson Correlation ,398 1,000 Sig. (2-tailed) ,000 , N 80 80

Variabel N R R Squared (r2) Signifikan Stres kerja 80

Somatisasi 80

0,398 0,158 p = 0,000

E. Pembahasan

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui adanya hubungan antara stres kerja yang dilihat dari sumber stresnya dengan somatisasi pada karyawati PT. MTG, Yogyakarta. Apakah benar ada hubungan atau korelasi antara stres kerja yang dilihat dari sumber stresnya dengan somatisasi pada karyawan PT. MTG ?

Hasil penghitungan dengan teknik korelasi Product – Moment dari Pearson memperoleh nilai koefisien korelasi antara stres kerja sebagai variabel bebas dengan somatisasi sebagai variabel tergantung, sebesar r = 0, 398 ( p < 0, 01). Koefisien tersebut memiliki makna ada hubungan positif yang signifikan antara stres kerja yang dilihat dari sumber stresnya dengan somatisasi, yang berarti bahwa semakin tinggi stres kerja yang dilihat dari sumber stresnya maka semakin tinggi tingkat somatisasi yang dialami subjek penelitian. Hasil analisis data penelitian menunjukkan bahwa hipotesis yang menyatakan adanya hubungan antara stres kerja dengan somatisasi pada karyawan PT. MTG, Yogyakarta terbukti. Jadi hipotesis yang menyatakan bahwa ada hubungan positif yang signifikan antara stres kerja yang dilihat dari sumber stresnya dengan somatisasi diterima.

Dunia kerja memiliki sumber stres yang potensial dan lebih banyak ditimbulkan oleh faktor eksternal seperti kondisi lingkungan fisik kerja yang bising dan padat, hubungan kerja yang kurang baik antar karyawan dan antara

karyawan dengan atasan, adanya beban tugas yang memberatkan karyawan seperti target produksi dan lain-lain. Subjek dari penelitian ini adalah karyawati pabrik tekstil bagian produksi yaitu bagian menjahit , yang memiliki tugas yang relatif lebih sulit dibandingkan dengan karyawan di bagian lain. Karyawan di bagian produksi dihadapkan pada upaya pencapaian target produksi yang telah ditetapkan oleh perusahaan, sehingga dapat dikatakan hidup matinya perusahaan juga ditentukan oleh produktivitas karyawan bagian produksi.

Banyaknya tekanan kerja yang dirasakan tidak seimbang dengan kemampuan karyawan juga lingkungan kerja yang dirasakan tidak nyaman bagi karyawan, yang menjadikan hal ini sebagai kondisi psikologis yang tidak menyenangkan dan ancaman bagi karyawan itu sendiri dalam bekerja. Bila seseorang menilai dirinya mampu mengatasi situasi dan kondisi tersebut, maka situasi dan kondisi tersebut tidak dinilai sebagai stres.

Jadi untuk menghadapi stres kerja yang berat, berupa tuntutan-tuntutan kerja yang dinilai mengancam diri karyawan karena adanya kesenjangan (discrepancy) antara tuntutan dengan kemampuannya untuk memenuhi tuntutan tersebut, karyawan menempuh cara strategi coping. Coping merupakan faktor yang menentukan kemampuan manusia untuk melakukan penyesuaian terhadap situasi yang menekan, berupa proses pemanfaatan tubuh untuk melindungi diri dari tekanan psikologis dengan menggunakan keluhan sakit. Karyawan akan segera mencari pertolongan medis untuk mendapatkan status sakit dan menghindarkan diri dari kesulitan yang dihadapi.

Proses terbentuknya somatisasi dimulai sejak kecil, khususnya dipelajari orang-orang terdekat dalam kehidupan individu (Ford 1983). Setiap orang akan menunjukkan perilaku yang berbeda dalam mempersepsi serta mengevaluasi simptom-simptom fisik yang dialami.

Liposwski (dalam Ford, 1983) mengkategorikan beberapa kemungkinan yang dapat timbul pada diri seseorang dalam mempersepsi, mengevaluasi sakit yang dialami terlepas dari penyakit yang sesungguhnya. Seseorang mungkin menginterpretasikan penyakit sebagai suatu pembebasan. Sakit yang dirasakan dapat diharapkan sebagai penangguhan harapan-harapan, tuntutan dan tanggung jawab sosial.

Kemungkinan lain, penyakit dapat pula dipandang sebagai suatu strategi untuk mengatasi tuntutan hidup. Persepsi dan evaluasi ini akan menghasilkan perilaku yang berbeda-beda yang akan mereka tampakkan berkaitan dengan persepsi dan eveluasinya tersebut. Hal ini oleh Mechanic (dalam Ford 1983) disebut sebagai perilaku sakit (illness behavior). Perilaku sakit sering pula tidak dapat dipisahkan dari stres yang dialami individu.

Gangguan somatisasi disebabkan oleh keluhan somatik yang kronik dan terjadi berulangkali. Orang-orang dengan gangguan somatisasi percaya bahwa mereka akan memberikan alas an yang panjang lebar untuk meyakinkan orang lain tentang keadaan dirinya keluhan dalam gangguan somatisasi biasanya digambarkan secara dramatis, tidak jelas dan dilebih-lebihkan.

Menurut Sarasan dan Sarasan (1993) orang-orang yang somatisasi terkesan tidak matang dan sangat mudah dirangsang. Ternyata tidak sedikit orang

menggunakan somatisasi ini sebagai kebiasaan untuk menghindari masalah-masalah dalam hidupnya, tugas dan tanggungjawab.

Perilaku sakit dimulai dari persepsi seseorang dari symptom-simptom fisik yang dialaminya, eveluasinya tentang tingkat keparahan symptom-simptom tersebut dan berbagai tindakan yang dialaminya sebagai suatu strategi untuk mengatasi tuntutan hidup.

Hal-hal yang melekat pada peran sakit antara lain:

a. Orang sakit dibebaskan dari kewajiban-kewajiban kemasyarakatan yang berlaku pada situasi normal dan umum

b. Orang sakit tidak dapat disalahkan karena kondisinya, dia tidak dapat diharapkan untuk sembuh hanya dengan kekuatan sendiri dan dia harus dirawat oleh orang lain

Bagaimanapun juga peran sakit kadangkala dapat digunakan untuk memecahkan masalah-masalah tertentu dalam kehidupan, tetapi masyarakat tidak dapat menerima gangguan emosional atau kesulitan dalam menghadapi masalah hidup sebagai alasan untuk memainkan peran sakit.

Menurut Meiwati (2002) hak-hak yang melekat pada peran sakit yaitu dibebaskan dari kewajiban-kewajiban soial kemasyarakatan, misalnya masuk sekolah atau bekerja dan tidak dapat disalahkan mengingat keterbatasan kondisinya sehingga seseorang tidak diharapkan sembuh hanya dengan kemauannya sendiri, tetapi harus mendapatkan perawatan dari orang lain. Menurut Ford (1983) seseorang dapat mempelajari somatisasi sebagai salah satu

cara melarikan diri dari tanggung jawab dari orang-orang terdekat seperti orang tua dan saudara-saudaranya.

Disini dapat disimpulkan bahwa proses terjadinya somatisasi karena interpretasi sakit sebagai suatu pembebasan dan strategi untuk menghindarkan diri dari stres kerja, masalah tuntutan-tuntutan hidup dan tanggung jawab. Dimulai dari persepsi seseorang atas simptom-simptom fisik yang dialaminya. Karena orang sakit dapat terbebas dari kewajiban-kewajiban sosial dan tidak dapat disalahkan karena kondisinya. Shuval dkk (Ford 1983) mengatakan bahwa sakit dapat digunakan sebagai alasan untuk membolos kerja dan lain-lain.

Dalam penelitian ini ditemukan bahwa r² sebesar 0,158 yang berarti bahwa stres kerja memiliki sumbangan efektif sebesar 15, 8% terhadap somatisasi. Sedangkan 84, 2% lainnya dipengaruhi oleh variabel lain. Harga ini mungkin tidak terlalu besar tetapi hal ini dapat menjelaskan bahwa stres kerja cukup memiliki peranan dalam memunculkan somatisasi. Namun stres kerja bukanlah satu-satunya faktor yang berpengaruh terhadap somatisasi.

Variabel lain yang berpengaruh menurut Ford (1983) adalah kepribadian, kepercayaan diri, tekanan psikososial dan lainnya. Proses pemanfaatan tubuh untuk melindungi diri dari tekanan psikologis merupakan salah satu bentuk strategi coping. Individu menggunakan keluhan sakitnya sebagai cara mengatasi masalah. Sakit sebagai cara pengatasan masalah digunakan individu yang mempunyai pandangan yang rasional, yakni individu yang membutuhkan penjelasan sebab akibat dan perbedaannya dengan keadaan normal (Cole & Lejeneu dalam Ford 1983). Shuval dkk (Ford 1983) mengatakan bahwa sakit

dapat digunakan sebagai alasan untuk membolos kerja dan lain-lain. Berdasarkan uraian tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa peran sakit digunakan seseorang bila:

1). Lebih dapat diterima secara kultural

2). Sistem dukungan sosial dirasakan tidak mencukupi 3). Individu merasa di bawah stres psikososial

4). Peran sakit memecahkan masalah pribadi 5). Individu kurang percaya diri

6). Menurunnya ketrampilan penyesuaian diri.

Penelitian lain tentang hubungan stres kerja dengan somatisasi adalah penelitian Wijaya (1991) yang menunjukkan kaitan erat antara stres kerja dan somatisasi yang dialami wartawan surat kabar dan majalah. Disana dijelaskan bahwa pola kerja wartawan yang menggunakan pola death line untuk mencari berita yang dapat menyebabkan wartawan menggunakan alasan sakit (somatisasi) untuk membolos kerja atau mangkir dari tanggung jawab kerja.

Hasil penelitian ini mendukung pendapat Thurlow (dalam Ford 1983) bahwa persepsi seseorang tentang lingkungan berhubungan erat dengan sejumlah keluhan sakit. Misalnya individu yang bekerja pada lingkungan yang kurang menyenangkan seperti bising, terlalu padat, pengap, kurang ventilasi akan mudah mengartikan stresor tersebut sebagai stres yang akan diikuti dengan munculnya keluhan sakit. Lingkungan kerja di PT MTG ini khususnya di bagian produksi yang memiliki ruang kerja yang terlalu padat dan bising, yang mungkin dapat menjadi sumber stres bagi karyawan.

Dokumen terkait