• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II LANDASAN TEORI

A. Tinjauan Pustaka

4. Penyelesaian Sengketa Konsumen

A. Z. Nasution dalam Susanti Adi Nugroho (2011: 95) menyatakan ku usaha (baik dalam hukum publik atau hukum privat) tentang produk barang tertentu yang dikonsumsi konsumen, dan atau jasa yang ditawarkan

sengketa berkenaan dengan pelanggaran hak-hak konsumen, yang ruang lingkupnya mencakup semua

Peraturan Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen Kota Surakarta No : 034/PER/II/IX/2011/BPSK.Ska tentang Tata Cara Penyelesaian Sengketa

commit to user

Konsumen Pasal I yang dimaksud dengan Sengketa Konsumen yaitu,

kerusakan, pencemaran dan/atau yang menderita kerugian akibat

mengko

Jadi sengketa konsumen adalah sengketa yang terjadi antara konsumen dan pelaku usaha yang berkenaan dengan pelanggaran hak-hak konsumen yang berkaitan dengan produk barang tertentu yang dikonsumsi konsumen, dan atau jasa yang ditawarkan produsen/pelaku usaha yang ruang lingkupnya mencakup semua hukum, baik keperdataan, pidana, maupun dalam lingkup administrasi negara.

b. Penyelesaian Sengketa Konsumen

Pasal 45 ayat 1 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan konsumen menyebutkan bahwa :

1) Setiap konsumen yang dirugikan dapat menggugat pelaku usaha melalui lembaga yang bertugas menyelesaikan sengketa antara konsumen dan pelaku usaha melalui lembaga yang bertugas menyelesaikan sengketa antara konsumen dan pelaku usaha atau melalui peradilan yang berada dilingkungan peradilan umum.

2) Penyelesaian sengketa konsumen dapat ditempuh melalui pengadilan atau diluar pengadilan berdasarkan pilihan sukarela para pihak yang bersengketa.

3) Penyelesaian sengketa diluar pengadilan sebagaimana dimaksud pada ayat2 tidak menghilangkan tanggung jawab pidana sebagaimana diatur dalam undang-undang.

4) Apabila telah dipilih upaya penyelesaian sengketa konsumen diluar pengadilan, gugatan melalui pengadilan hanyaa dapat ditempuh apabila upaya tersebut dinyatakan tidak berhasil oleh salah satu pihak atau oleh pihak yang bersengketa.

Secara umum penyelesaian sengketa konsumen dapat ditempuh melalui 2 cara, yaitu melalui proses litigasi maupun dengan proses non litigasi dapat dijelaskan sebagai berikut :

commit to user

Dalam penyelesaian kasus perdata di Pengadilan Negeri, pihak konsumen yang diberikan hak mengajukan gugatan menurut Pasal 46 Undang-Undang Perlindungan Konsumen Nomor 8 tahun 1999 adalah :

a) Seorang konsumen yang dirugikan atau ahli waris yang bersangkutan;

b) Sekelompok konsumen yang mempunyai kepentingan yang sama;

c) Lembaga perlindungan konsumen swadaya masyarakat yang memenuhi syarat, yaitu berbentuk badan hukum atau yayasan, yang dalam anggaran dasarnya menyebutkan dengan tegas bahwa tujuan didirikannya organisasi itu adalah untuk

kepentingan perlindungan konsumen dan melaksanakan

kegiatan sesuai dengan anggaran dasarnya;

d) Pemerintah dan/atau instansi terkait jika barang dan/atau jasa yang dikonsumsi atau dimanfaatkan mengakibatkan keruian materi yang besar dan/atau korban yang tidak sedikit.

Pada umunya proses penyelesaian sengketa melalui litigasi kurang disukai oleh konsumen, Susanti Adi Nugroho (2011: 127) menyebutkan beberapa alasan, antara lain adalah :

a) Penyelesaian sengketa melalui litigasi pada umunya lambat. Proses pemeriksaan bersifat sangat formal dan teknis. Sifat formal dan teknis pada lembaga peradilan sering mengakibatkan penyelesaian sengketa yang berlarut-larut, sehingga membutuhkan waktu yang lama. Apalagi dalam sengketa bisnis, dituntut suatu penyelesaian sengketa yang cepat dan biaya yang murah.

b) Para pihak menganggap bahwa biaya perkara sangat mahal, apalagi dikaitkan dengan lamanya penyelesaian sengketa. Semakin lama penyelesaian suatu perkara akan semakin besar biaya yang dikeluarkan. Orang yang berperkara dipengadilan harus mengerahkan segala sumber daya, waktu dan pikiran.

c) Pengadilan sering dianggap kurang tanggap dan kurang responsif dalam menyelesaikan perkara. Hal itu disebabkan karena pengadilan dianggap kurang tanggap membela dan melindungi kepentingan serta kebutuhan para pihak yang berperkara dan masyarakat menganggap pengadilan sering berlaku secara tidak adil.

commit to user

d) Sering putusan pengadilan tidak dapat menyelesaikan masalah dan memuaskan para pihak. Hal itu disebabkan karena dalam suatu putusan ada pihak yang merasa menang dan kalah tersebut tidak akan memberikan kedamaian pada salah satu pihak, melainkan akan menumbuhan bibit dendam, permusuhan dan kebencian.

e) Kemampuan hakim yang bersikap generalis, para hakim dianggap hanya memiliki pengetahuan yang sangat terbatas, hanya pengetahuan dibidang hukum saja, sehingga akan sulit menyelesaikan sengketa atau perkara yang mengandung kompleksitas diberbagai bidang.

2) Penyelesaian sengketa konsumen melalui proses non litigasi

Dengan maraknya kegiatan bisnis tidak mungkin dihindari terjadinya sengketa antara para pihak yang terlbat, dimana penyelesaiannya dilakukan melalui proses peradilan (litigasi). Proses ini membutuhkan waktu yang lama, namun alasan yang sering mengemuka dipilihnya penyelesaian alternatif karena ingin memangkas birokrasi perkara, biaya, dan waktu sehingga relatif lebih cepat dengan biaya yang relatif lebih murah, lebih dapat menjaga harmoni sosial dengan mengembangkan budaya musyawarah. Melalui proses non litigasi diharapkan tidak terjadi prinsip lose-win tetapi win-win. Faktor penting yang berkaitan dengan pelaksanaan sengketa diluar pengadilan juga mempunyai kadar yang berbeda-beda. Menurut Susanti Adi Nugroho (2011: 100) kadar tersebut adalah :

a) Apakah partisipasi dalam penyelesaian sengketa diluar pengadilan wajib dilakukan oleh para pihak atau yang bersifat sukarela;

b) Apakah putusan ddibuat para pihak sendiri atau pihak ketiga; c) Apakah prosedur yang digunakan bersifat formal atau tidak

formal;

d) Apakah para pihak dapat diwakili oleh pengacaranya atau para pihak sendiri yang tampil;

e) Apakah dasar untuk menjatuhkan putusan adalah aturan hukum atau ada kriteria lain;

f) Apakah putusan dapat dieksekusi secara hukum atau tidak. Selanjutnya Susanti Adi Nugroho (2011: 101) juga menyatakan bahwa tidak semua model penyelesaian sengketa diluar pengadilan baik untuk

commit to user

para pihak yang bersengketa. Suatu penyelesaian sengketa alternatif yang baik setidak-tidaknya haruslah memenuhi prinsip-prinsip sebagai berikut :

a) Haruslah efisien dari segi waktu; b) Haruslah hemat biaya;

c) Haruslah dapat diakses oleh para pihak, misalnya tempatnya jangan terlalu jauh;

d) Haruslah melindungi hak-hak dari para pihak yang bersengketa; e) Haruslah dapat menghasilkan putusan yang adil dan jujur; f) Badan atau orang yang menyelesaikan sengketa haruslah

terpercaya dimasyarakat dan para pihak yang bersengketa; g) Putusannya harus final dan mengikat;

h) Putusannya haruslah dapat bahkan mudah dieksekusi;

i) Putusannya haruslah sesuai dengan perasaan keadilan dari komunitas dimanapenyelesaian sengketa dilaksanakan.

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen membentuk suatu lembaga baru dalam hukum perlindungan konsumen sebagai alternatif penyelesaian sengketa konsumen secara non litigasi atau diluar pengadilan, badan tersebut disebut dengan Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen. Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen sebenarnya dibentuk untuk menyelesaikan kasus-kasus sengketa konsumen yang berskala kecil dan sederhana. Keberadaan Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen dapat menjadi bagian dari pemerataan keadilan, terutama bagi konsumen yang merasa dirugikan oleh pelaku usaha atau produsen, biasanya nominalnya kecil sehingga tidak mungkin mengajukan sengketanya dipengadilan karena tidak sebanding antara biaya perkara dengan besarnya kerugian yang akan dituntut. Pembentukan Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen sendiri pada dasarnya adanya kecenderungan masyarakat yang segan untuk beracaradi pengadilan karena posisi konsumen yang secara sosial dan finansial tidak seimbang dengan pelaku usaha. Keberadaan Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen diharapkan akan mengurangi beban tumpukan perkara di pengadilan. (Susanti Adi Nugroho, 2011: 75)

commit to user

5. Tinjauan Umum Peran Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen

Dokumen terkait