• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II LANDASAN TEORI

A. Tinjauan Pustaka

2. Tinjauan Umum Hak-hak Konsumen

Menurut Celina Tri Siwi Kristiyanti (2008: 22) istilah konsumen berasal dari alih bahasa dari kata Consumer (Inggris-Amerika), atau consument/konsument (Belanda). Pengertian dari consumer atau consument itu tergantung dalam posisi mana ia berada. Secara harafiah arti kata consumer adalah (lawan dari produsen) setiap or

Pengertian konsumen berdasarkan hukum Amerika dan Eropa dalam Ahmadi Miru dan Sutarman Yodo (2004: 7)

commit to user

Menurut John F. Kennedy dalam Yusuf Shofie (2003: 13) menyatakan bahwa :

Secara definisi (by definition) konsumen adalah kita semua; mereka adalah kelompok ekonomis (economics group) dalam perekonomian (economy) yang mempengaruhi dan dipengaruhi oleh hampir setiap keputusan masalah-masalah ekonomi yang bersifat perdata dan publik (public and private economic decision). Kata Kennedy mereka satu satunya kelompok penting dalam perekonomian yang secara efektif tidak terorganisir serta pandangan-pandangan mereka sering tidak didengar.

Menurut Analisis Colin Scott dan Julia Black masih dalam Yusuf Shofie (2003: 13) menyatakan bahwa,

(citizen), terkait dengan partisipasi aktif setiap orang perseorangan dalam kehidupan sosial dan politik (participation of individuals in social and political life)

Menurut Yusuf Shofie (2002: 14) menya onsumen

adalah setiap pengguna barang atau jasa untuk kebutuhan diri sendiri, keluarga atau rumah tangga, dan tidak untuk memproduksi barang/jasa lain atau

Dalam buku yang lain Yusuf Shofie (2000: 195) menyatakan

Konsumen adalah mereka yang memperoleh barang atau jasa untuk keperluan

Az. Nasution dalam Celina Tri Siwi Kristiyanti (2008: 25), menegaskan beberapa batasan tentang konsumen, yaitu :

1) Konsumen adalah setiap orang yang mendapatkan barang atau jasa digunakan untuk tujuan tertentu;

2) Konsumen antara adalah setiap orang yang mendapatkan barang dan/ jasa untuk digunakan dengan tujuan membuat barang/jasa lain untuk diperdagangkan (tujuan komersial);

3) Konsumen akhir, adalah setiap orang alami yang mendapat dan menggunakan barang dan/atau jasa untuk tujuan memenuhi kebutuhan hidupnya pribadi, keluarga dan atau rumah tangga dan tidak untuk diperdagangkan kembali (nonkomersial).

Menurut Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen pasal 1 ayat 2 menyebutkan bahwa,

commit to user

kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain, maupun makhluk hidup lain dan

Menurut Celina Tri Siwi Kristiyanti (2008: 27) unsur-unsur dari definisi konsumen menurut Pasal 1 ayat 2 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen tersebut

pemakai, barang dan/atau jasa, yang tersedia dalam masyarakat, bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain, makhluk hidup lain, dan barang

Hal tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut : 1) Setiap Orang

Subyek yang disebut sebagai konsumen berarti setiap orang yang berstatus sebagai pemakai barang dan/atau jasa. Istilah orang sebetulnya menimbulkan keraguan, apakah hanya orang individual atau juga termasuk badan hukum. Tentu yang paling tepat tidak membatasi pengertian konsumen itu sebatas pada orang perseorangan, tetapi konsumen harus mencakup juga badan usaha dengan makna lebih luas dari pada badan hukum.

2) Pemakai

Sesuai dengan bunyi Penjelasan Pasal 1 ayat 2 Undang-Undang nekankan konsumen adalah konsumen akhir (ultimate consumer)

digunakan dalam rumusan ketentuan tersebut, sekaligus menunjukkan barang dan/atau jasa yang dipakai tidak serta merta hasil dari transaksi jual beli. Artinya, sebagai konsumen tidak selalu harus memberikan prestasinya dengan cara membayar uang untuk memperoleh barang dan/atau jasa itu.

3) Barang dan/atau Jasa

Berkaitan dengan istilah barang dan/atau jasa, sebagai pengganti terminologi tersebut digunakan kata produk. Saat ini produk sudah berkonotasi barang atau jasa. Undang-Undang Perlindungan Konsumen Nomor 9 tahun 1999 mengartikan barang sebagai setiap benda baik

commit to user

berwujud maupun tidak berwujud, baik bergerak maupun tidak bergerak, baik dihabiskan maupun tidak dapat dihabiskan, yang dapat untuk diperdagangkan, dipakai, dipergunakaan, atau dimanfaatkan oleh konsumen. Sementara itu, jasa diartikan sebagai setiap layanan yang berbentuk pekerjaan atau prestasi yang disediakan bagi masyarakat untuk dimanfaatkan oleh konsumen.

4) Yang Tersedia dalam Masyarakat

Barang dan/atau jasa yang ditawarkan kepada masyarakat sudah harus tersedia dipasaran. Dalam perdagangan yang makin kompleks dewasa ini, syarat itu tidak mutlak lagi dituntut oleh masyarakat konsumen.

5) Bagi Kepentingan diri Sendiri, Keluarga, Orang Lain, Makhluk Hidup lain Transaksi konsumen ditujukan untuk kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain, dan makhluk hidup lain. Unsur yang diletakkan dalam definisi itu mencoba untuk memperluas pengertian kepentingan. Kepentingan ini tidak sekedar untuk diri sendiri dan keluarga, tetapi juga barang dan/atau jasa itu diperuntukkan bagi orang lain (diluar diri sendiri dan keluarganya), bahkan untuk makhluk hidup lain seperti hewan dan tumbuhan.

6) Barang dan/atau Jasa itu tidak untuk Diperdagangkan

Pengertian konsumen dalam Undang-undang Perlindungan Konsumen ini dipertegas, yakni hanya konsumen akhir. Batasan itu sudah biasa dipakai dalam peraturan perlindungan konsumen diberbagai negara. Secara teoritis hal demikian terasa cukup baik untuk mempersempit ruang lingkup pengertian konsumen, walaupun dalam kenyataannya sulit menetapkan batasan-batasan seperti itu.

Jadi konsumen adalah setiap orang yang menggunakan barang dan/atau jasa untuk kebutuhan diri sendiri, keluarga, orang lain, atau makhluk hidup lain dan tidak untuk memproduksi barang dan/atau jasa tersebut atau tidak untuk memperdagangkan kembali.

commit to user

b. Hak dan Kewajiban Konsumen

1) Hak Konsumen

Istilah perlindungan konsumen berkaitan dengan perlindungan hukum. Oleh karena itu, perlindungan konsumen mengandung aspek hukum. Adapun materi yang mendapatkan perlindungan itu bukan sekedar fisik, melainkan hak yang bersifat abstrak. Dengan kata lain, perlindungan konsumen sesungguhnya identik dengan perlindungan yang diberikan hukum tentang hak-hak konsumen.

Hak-hak dasar konsumen pertama kali dikemukakan oleh Presiden Amerika serikat J.F. Kennedy didepan kongres pada tanggal 15 maret 1962, yaitu :

a) Hak memperoleh keamanan; b) Hak memilih;

c) Hak mendapat informasi; d) Hak untuk didengar.

(Ahmadi Miru dan Sutarman Yodo, 2004: 38)

Empat hak dasar tersebut diakui secara internasional, dalam perkembangannya organisasi-organisasi konsumen yang tergabung dalam The International Organization of Consumer Union (IOCU) menambahkan

lagi beberapa hak hak mendapatkan pendidikan konsumen, hak

mendapatkan ganti kerugian, dan hak mendapatkan lingkungan hidup yang 31)

Disamping itu, Masyarakat Eropa (Europese Ekonomische

Gemeenschap atau EEG) juga telah menyepakati lima hak dasar konsumen, yaitu :

a) Hak perlindungan kesehatan dan keamanan (recht op bescherming van zijn gezendheid en veiligheid);

b) Hak perlindungan kepentingan ekonomi (recht op bescherming van zijn economische belangen);

c) Hak mendapat ganti rugi (recht op schadevergoeding); d) Hak atas penerangan (recht op voorlichting en vorming); e) Hak untuk didengar (recht om te worden gehord). (Ahmadi Miru dan Sutarman Yodo, 2004: 39)

commit to user

Dengan demikian, secara keseluruhan pada dasarnya dikenal sepuluh macam hak konsumen. Menurut Ahmadi Miru (2011: 104) hak tersebut adalah :

Hak atas keamanan dan keselamatan, hak untuk memperoleh informasi, hak untuk memilih, hak untuk didengar, hak untuk memperoleh kebutuhan hidup, hak untuk memperoleh ganti kerugian, hak untuk memperoleh pendidikan konsumen, hak memperoleh lingkungan yang bersih dan sehat, hak untuk mendapatkan barang sesuai dengan nilai tukar yang diberikannya, dan hak untuk mendapatkan upaya penyelesaian hukum yang patut.

Hal tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut : a) Hak Atas Keamanan dan Keselamatan

Dimaksudkan untuk menjamin keamanan dan keselamatan konsumen dalam penggunaan barang atau jasa yang diperolehnya, sehingga konsumen dapat terhindar dari kerugian baik secara fisik maupun psikis apabila mengkonsumsi suatu produk.

b) Hak Untuk Memperoleh Informasi

Hak atas informasi yang jelas dan benar dimaksudkan agar konsumen dapat memperoleh gambaran yang benar tentang suatu produk, karena dengan informasi tersebut konsumen dapat memilih produk yang diinginkan atau sesuai dengan kebutuhannya serta terhindar dari kerugian akibat kesalahan dalam penggunaan produk. Informasi yang merupakan hak konsumen tersebut diantaranya adalah mengenai manfaat atau kegunaan produk, tanggal kadaluwarsa, serta identitas dari produsen produk tersebut. Informasi tersebut dapat disampaikan secara lisan maupun tertulis, baik yang dilakukan dengan mencantumkan pada label yang melekat pada produk, maupun melalui iklan-iklan yang disampaikan oleh produsen, baik melalui media cetak maupun elektronik.

c) Hak Untuk Memilih

Dimaksudkan untuk memberikan kebebasan kepada konsumen untuk memilih produk-produk tertentu sesuai dengan kebutuhannya tanpa ada tekanan dari pihak luar. Berdasarkan hak untuk memilih ini pula

commit to user

konsumen berhak untuk memutuskan untuk membeli atau tidak terhadap suatu produk, demikian pula keputusan untuk memilih baik kualitas maupun kuantitas jenis produk yang dipilihnya.

d) Hak Untuk Didengar

Hak ini dapat berupa pertanyaan tentang hal yang berkaitan dengan produk-produk tertentu apabila informasi yang diperoleh tentang produk tersebut kurang memadai, ataukah berupa pengaduan atas adanya kerugian yang telah dialami akibat penggunaan suatu produk, atau yang berupa pernyataan atau pendapat tentang suatu kebijakan pemerintah yang berkaitan dengan kepentingan konsumen.

e) Hak Untuk Memperoleh Kebutuhan Hidup

Hak ini merupakan hak yang sangat mendasar, karena menyangkut hak untuk hidup. Dengan demikian, setiap orang (konsumen) berhak untuk memperoleh terutama kebutuhan dasar (barang dan jasa) untuk mempertahankan hidupnya (secara layak).

f) Hak Untuk Memperoleh Ganti Kerugian

Hak atas ganti kerugian ini dimaksudkan untuk memulihkan keadaan yang telah menjadi rusak (tidak seimbang) akibat adanya penggunaan barang atau jasa yang tidak memenuhi harapan konsumen. Hal ini sangat terkait dengan penggunaan produk yang telah merugikan konsumen, baik yang berupa kerugian materi, maupun kerugian yang menyangkut diri (sakit, cacat, bahkan kematian). Untuk merealisasikan hak ini tentu saja harus melalui prosedur tertentu, baik diselesaikan secara damai (diluar pengadilan) maupun yang diselesaikan melalui pengadilan.

g) Hak Untuk Memperoleh Pendidikan Konsumen

Hak untuk memperoleh pendidikan konsumen dimaksudkan agar konsumen memperoleh pengetahuan maupun keterampilan yang diperlukan agar dapat terhindar dari kerugian akibat penggunaan produk, karena dengan pendidikan konsumen tersebut, konsumen akan

commit to user

menjadi lebih kritis dan teliti dalam memilih suatu produk yang dibutuhkan.

h) Hak Memperoleh Lingkungan yang Bersih dan Sehat

Hak atas lingkungan yang bersih dan sehat ini sangat penting bagi setiap orang. Hak untuk memperoleh lingkungan bersih dan sehat serta hak untuk memperoleh informasi tentang lingkungan ini diatur dalam Pasal 5 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 yang sekarang berlaku adalah Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.

i) Hak untuk Mendapatkan Barang Sesuai dengan Nilai Tukar yang Diberikannya

Hak ini dimaksudkan untuk melindungi konsumen dari kerugian akibat permainan harga secara tidak wajar. Dalam keadaan tertentu konsumen dapat saja membayar harga suatu barang yang jauh lebih tinggi daripada kegunaan atau kualitas dan kuantitas barang atau jasa yang diperolehnya.

j) Hak untuk Mendapatkan Upaya Penyelesaian Hukum yang Patut Hak ini tentu saja dimaksudkan untuk memulihkan keadaan konsumen yang telah dirugikan akibat penggunaan produk dengan melalui jalur hukum.

Sepuluh hak konsumen diatas yang merupakan himpunan dari berbagai pendapat hampir semuanya sama dengan hak-hak konsumen sebagaimana tertuang dalam Pasal 4 Undang-Undang Perlindungan Konsumen Nomor 8 Tahun 1999 adalah sebagai berikut :

1) Hak atas kenyamanan dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan/atau jasa;

2) Hak untuk memilih barang dan/atau jasa serta mendapatkan barang dan/atau jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan;

3) Hak atas informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa;

4) Hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan/atau jasa yang digunakan;

commit to user

5) Hak untuk mendapatkan advokasi perlindungan dan upaya penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara patut;

6) Hak untuk mendapat pembinaan dan pendidikan konsumen;

7) Hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif;

8) Hak untuk mendapatkan kompensasi ganti rugi dan/atau penggantian, apabila barang dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana semestinya; 9) Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan

perundang-undangan lainnya.

Bagaimanapun rumusan hak-hak konsumen diatas baik dari pendapat para ahli maupun yang terdapat didalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen maka dapat disimpulkan bahwa secara garis besar ada beberapa prinsip atau tujuan yang ingin dicapai yaitu hak yang dimaksudkan untuk mencegah konsumen dari kerugian atau kecurangan yang dilakukan oleh pelaku usaha, hak untuk memperoleh barang dan/atau jasa dengan harga yang wajar dan hak untuk memperoleh penyelesaian konsumen secara patut terhadap masalah yang dihadapi oleh konsumen.

2) Kewajiban Konsumen

Pasal 5 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen menyebutkan bahwa kewajiban konsumen antara lain adalah :

1) Membaca atau mengikuti petunjuk informasi dan prosedur pemakaian atau pemanfaatan barang dan/atau jasa, demi keamanan dan keselamatan;

2) Beritikad baik dalam melakukan transaksi pembelian barang dan/atau jasa;

3) Membayar sesuai dengan nilai tukar yang disepakati;

4) Mengikuti upaya penyelesaian hukum sengketa perlindungan konsumen secara patut.

c. Hak Konsumen Merupakan Hak Warga Negara

Dasar hukum dari perlindungan warga negara secara umum dan secara khusus terhadap konsumen sebenarnya dapat dilihat pada Pembukaan UUD 1945 yang menyatakan bahwa: "Negara melindungi segenap bangsa Indonesia

commit to user

dan seluruh tumpah darah Indonesia, dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa" adalah komitmen moral yang berdimensi kemanusiaan. Komitmen moral ini harus dijabarkan lebih luas oleh pemerintah untuk memenuhi tuntutan perlindungan hak setiap warga negara dalam berbagai aspek kehidupan. Sekali lagi, bukan hanya perlindungan dan penegakan hak dalam lingkup hak-hak di bidang politik dan keamanan secara sempit. Sebagaimana dinyatakan di atas salah satu aspek yang hingga kini belum tersentuh secara memadai oleh perlindungan dan penegakan hak adalah aspek pembangunan di bidang ekonomi, baik secara luas maupun secara khusus di bidang konsumen.

Pembangunan ekonomi mencakup berbagai sektor pembangunan yang saling terkait. Salah satu bentuk keterkaitan tersebut, pembangunan di bidang ekonomi sangat berkaitan dengan persoalan hak. Bila kita mengkhususkan lagi, maka dimensi ekonomi yang masih kurang tersentuh selama ini baik dalam kajian teoritis apalagi dalam praktik adalah perlindungan konsumen dari perspektif hak.

Hal ini didasarkan pada pertimbangan bahwa kegiatan ekonomi merupakan kegiatan manusia yang bersifat asasi, yakni menyangkut pemenuhan kebutuhan hidup yang sangat mendasar bagi manusia. Dalam kaitan ini, konsumen adalah manusia yang mengonsumsi barang dan jasa. Dengan demikian bila soal pemenuhan kebutuhan pangan dan sandang manusia menjadi salah satu kebutuhan yang sangat penting bagi kehidupan manusia, maka tepatlah bila kita katakan bahwa perlindungan konsumen adalah bagian dari hak asasi manusia. Pengabaian terhadap perlindungan konsumen dengan sendirinya bermakna pelanggaran terhadap hak asasi manusia, baik dalam tataran masyarakat secara keseluruhan maupun manusia secara individu. (Ahkam Jayadi, 2008: http.//gerakankonsumen.blogspot.com)

Sinai Deuth (1994) menyatakan,

. Artinya, Menurut beberapa pengujian substantif atas hak asasi manusia, hak-hak konsumen dapat diakui sebagai hak-hak asasi manusia. Sedangkan Menurut

commit to user

Shaoping Gan (2008) Consumers are not God, but ordinary citizens who Artinya, Konsumen bukan Tuhan, tetapi warga negara biasa yang memiliki hak asasi manusia dan berhak oleh hukum untuk pilihan bebas.

Abdul Halim Barkatullah dalam jurnal hukum No. 2 Vol 14 April -hak Konsumen dalam

Transaksi E- menyatakan bahwa, ak-hak konsumen dalam

Undang-Undang Perlindungan Konsumen merupakan penjabaran dari pasal-pasal yang bercirikan negara kesejahteraan, yaitu Pasal 27 ayat (2) dan Pasal 33 Undang-U

Disamping Undang-Undang Perlindungan konsumen, berbagai peraturan perundang-undangan yang berlaku yang memuat kaidah yang menyangkut hubungan dan masalah konsumen sekalipun peraturan perundang-undangan tersebut tidak khusus diterbitkan untuk konsumen, setidak-tidaknya dapat diartikan dasar bagi perlindungan konsumen. Susanti Adi Nugroho (2011 : 69) menyatakan bahwa peraturan tersebut adalah :

1)

untuk membentuk suatu pemerintah negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indone

2) Pasal 27 ayat (2) Undang-undang Dasar 1945, menyatakan bahwa, -tiap warga negara berhak atas penghidupan yang layak bagi

Celina Tri Siwi Kristiyanti (2008

hukum lainnya terdapat pada ketentuan yang termuat dalam Pasal 27 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 1945). Ketentuan tersebut berbunyi : Tiap-tiap warga negara berhak atas penghidupan yang layak bagi Sesungguhnya apabila kehidupan seorang terganggu atau diganggu oleh pihak lain, maka alat negara akan turun tangan, baik diminta atau tidak, untuk melindungi dan atau mencegah terjadinya gangguan tersebut. Penghidupan yang layak bagi kemanusiaan merupakan hak dasar bagi warga negara dan hak semua orang yang merupakan hak dasar secara menyeluruh.

commit to user

Dari pernyataan diatas dapat disimpulkan bahwa meskipun secara langsung didalam Undang-Undang Dasar 1945 tidak menyebut istilah konsumen tetapi secara tidak langsung pelindungan konsumen didalam Undang-Undang Dasar 1945 tersebut telah diatur didalam pembukaan maupun didalam pasal-pasalnya.

d. Pelanggaran Hak Konsumen

Pelanggaran hak-hak konsumen di Indonesia merupakan suatu hal yang sering di jumpai sehari-hari. Beberapa sebab terjadinya pelanggaran hak konsumen adalah kelemahan konsumen. Posisi konsumen sebagai pihak yang lemah juga diakui secara internasional seperti yang dinyatakan oleh Susanti Adi Nugroho (2011: 2) sebagaimana tercermin dalam Resolusi Majelis Umum PBB, No. A/RES/39/258 tahun 1985 tentang Guidelines for Consumer Protection, yang menyatakan bahwa :

Taking into account the interets and needs of consumer in all countries, particulary those in developing countries, recognized that consumers often face imbalances in economics terms, educational levels, and barganing power, and bearing in mind that consumers should have the right of acces to non-bazard-ous products, as well as the right of access to promote just, equitable and sustinable economic and social development.

Artinya : Dengan mempertimbangkan kepentingan dan kebutuhan konsumen di semua negara, khususnya di negara-negara berkembang, diakui bahwa konsumen sering menghadapi ketidakseimbangan dalam hal ekonomi, tingkat pendidikan, dan daya tawar, dan mengingat bahwa konsumen harus memiliki hak akses ke produk yang tidak berbahaya, serta hak atas akses untuk mempromosikan adil, pembangunan ekonomi dan sosial yang adil dan berkelanjutan.

Sedangkan menurut Ahmadi Miru (2011: 2) menyatakan bahwa, aktor yang mempengaruhi kelemahan konsumen sehingga banyak menimbulkan pelanggaran terhadap konsumen adalah konsumen kurang kritis Pelanggaran yang dilami konsumen selama ini banyak disebabkan karena konsumen kurang kritis terhadap barang atau jasa yang ditawarkan,

commit to user

sehingga kerugian yang dialami konsumen tidak hanya kerugian secara finansial saja, akan tetapi juga dapat merugikan kesehatan atau keselamatan hidup konsumen itu sendiri. Hal itu akan semakin diperparah dengan barang atau jasa yang beredar dalam masyarakat tidak menggunakan merk secara teratur, terutama jika terjadi pemalsuan-pemalsuan merk tertentu yang memungkinkan suatu merk dipergunakan pada beberapa barang yang sejenis tetapi dengan kualitas yang berbeda, sehingga diantara barang-barang tersebut mungkin akan mengakibatkan kerugian pada konsumen yang kurang kritis.

Sedangkan menurut Abdul Halim Barkatullah (2009: 19) menyatakan bahwa secara umum posisi konsumen berada didalam posisi tawar yang lemah, yang disebabkan oleh beberapa faktor antara lain adalah sebagai berikut :

1) Dalam masyarakat modern, pelaku usaha menawarkan berbagai jenis produk baru hasil kemajuan teknologi dan manajemen.

2) Terdapat perubahan-perubahan mendasar dalam pasar konsumen, dimana konsumen sering tidak memiliki posisi tawar untuk melakukan evaluasi yang memadai terhadap produk barang dan jasa yang diterimanya. Konsumen hampir-hampir tidak dapat memahami sepenuhnya penggunaan produk-produk canggih.

3) Metode periklanan modern melakukan disinformasi kepada konsumen daripada memberikan informasi secara obyektif.

4) Pada dasarnya kedudukan konsumen ada didalam posisi yang lemah, karena kesulitan dalam memperoleh informasi yang memadai.

e. Teori Sistem Hukum Lawrence Meir Friedman

Menurut Lawrence Meir Friedman berhasil atau tidaknya Penegakan Substansi Hukum, Struktur Hukum/Pranata Hukum dan Budaya Hukum . (Ashibly, 2001:http://ashibly.blogspot.com)

Dapat dijelaskan sebagai berikut : 1) Substansi Hukum

Dalam teori Lawrence Meir Friedman hal ini disebut sebagai sistem Substansial yang menentukan bisa atau tidaknya hukum itu dilaksanakan. Substansi juga berarti produk yang dihasilkan oleh orang yang berada dalam sistem hukum yang mencakup keputusan yang mereka keluarkan, aturan baru yang mereka susun. Substansi juga mencakup hukum yang hidup (living law), bukan hanya aturan yang ada dalam kitab undang-undang (law

commit to user

books). Sebagai negara yang masih menganut sistem Cicil Law Sistem atau sistem Eropa Kontinental (meski sebagaian peraturan perundang-undangan juga telah menganut Common Law Sistem atau Anglo Sexon) dikatakan hukum adalah peraturan yang tertulis sedangkan peraturan-peraturan yang tidak tertulis bukan dinyatakan hukum. Sistem ini mempengaruhi sistem hukum di Indonesia. Salah satu pengaruhnya adalah adanya asas Legalitas dalam KUHP. Dalam Pasal 1 KUHP ditentukan tidak ada suatu perbuatan pidana yang dapat di hukum jika tidak ada aturan yang mengaturnya

dikenakan sanksi hukum apabila perbuatan tersebut telah mendapatkan pengaturannya dalam peraturan perundang-undangan.

2) Struktur Hukum atau Pranata Hukum

Dalam teori Lawrence Meir Friedman hal ini disebut sebagai sistem Struktural yang menentukan bisa atau tidaknya hukum itu dilaksanakan dengan baik. Struktur hukum berdasarkan UU No. 8 Tahun 1981 meliputi;

Dokumen terkait