• Tidak ada hasil yang ditemukan

Bentuk Penyelesaian Sengketa Antara Kreditur dan Debitur dengan Pihak Asuransi dalam Perjanjian Sewa Beli Kendaraan Bermotor

KENDARAAN BERMOTOR DENGAN ASURANSI

C. Bentuk Penyelesaian Sengketa Antara Kreditur dan Debitur dengan Pihak Asuransi dalam Perjanjian Sewa Beli Kendaraan Bermotor

a. Musyawarah

Penciptaan hak dan kewajiban terhadap pembeli sewa tidak selamanya dapat diwujudkan dengan lancar tanpa kendala sampai tuntas. Seringkali terjadi sengketa antara kreditur dan debitur serta pihak asuransi sebagai akibat wanprestasi ataupun perbuatan melanggar hukum.

Wanprestasi adalah tidak memenuhi atau lalai melaksanakan kewajiban sebagaimana yang ditentukan dalam perjanjian yang dibuat antara kreditur dan debitur.64

64

Salim HS,Hukum Kontrak : Teori dan Penyusunan Kontrak, Jakarta, Sinar Grafika, 2003,hlm. 98.

Wanprestasi dapat terjadi apabila salah satu pihak, lazimnya debitur tidak melakukan prestasi sebagaimana ketentuan-ketentuan yang tercantum lembaran-lembaran akta perjanjian.Kewajiban yang utama dalam membayar angsuran dengan jumlah tertentu dan tepat waktunya. Akibat hukum dilalaikannya kewajiban tersebut disertai dengan berbagai alasan yang dapat dijadikan dasar pembenar bagi debitur, maka kreditur dapat menerima atau menolaknya.

Penyelesaian perselisihan dapat diupayakan sepanjang nasabah mempunyai itikad baik dalam mengembalikan pinjaman kreditnya. Upaya tersebut dilakukan dengan cara sebagai berikut :

1. Penjadwalan kembali (rescheduling), yaitu perubahan syarat kredit menyangkut jangka waktu pembayaran.

2. Persyaratan kembali (recondition), yaitu perubahan persyaratan perjanjian namun tidak menyangkut perubahan maksimum saldo kredit.

3. Penataan kembali (restructuring), yaitu perubahan syarat-syarat kredit dengan melakukan perubahan saldo kredit penambahan dana atau konversi seluruh atau sebagian tunggakan bunga menjadi pokok kredit baru.65

Akibat wanprestasi debitur, kreditur dapat melakukan teguran yaitu dengan mengirimkan surat teguran atau surat peringatan pada debitur. Adapun kreditur tidak mengirimkan surat teguran, yang mana dengan lewatnya batas waktu yang ditentukan sebagai saat pembayaran, dalam hal ini debitur dianggap lalai.

Dalam penyelesaian sengketa antara penjual sewa dan pembeli sewa, baik karena wanprestasi atau perbuatan melanggar hukum,ternyata mendeskripsikan

65

Hasil Wawancara dengan Bapak Indra Zaki selaku insurance staff pada PT. Summit Oto Finance Cabang Medan pada tanggal 20 Juli 2015.

bahwa masing-masing pihak mempunyai hak dan kewajiban, sehingga saling ingin memenuhi kepentingannya dengan menekan kerugian yang sekecil-kecilnya, cara musyawarah untuk mencapai mufakat merupakan pilihan utama untuk ditempuh terlebih dahulu oleh para pihak.

Upaya penyelesaian masalah wanprestasi melalui musyawarah lebih menguntungkan sebab :

a. Memelihara hubungan dengan nasabah

b. Nasabah tidak dianggap sebagai lawan sehingga tidak ada upaya untuk mengalahkannya. Nasabah merupakan mitra yang bersama-sama memecahkan masalah. Dengan musyawarah akan memelihara hubungan yang baik dengan nasabah dapat mencari jalan terbaik untuk menyelesaikan hutang nasabah.

c. Menunjukkan sikap serius dan konsisten.66

Perkataan atau tingkah laku nasabah dapat memberi keyakinan kepada perusahaan pembiayaan untuk menyelesaikan kredit yang bermasalah. Sikap petugas perusahaan pembiayaan pun sangat menentukan upaya penyelesaian. Sikap serius kedua belah pihak memberikan kemungkinan terjadinya kesepakatan menjual barang jaminan secara baik-baik dan akan memberikan manfaat yang lebih besar. Alternatif penyelesaian kredit macet dengan cara penjualan di bawah tangan akan mengalami kendala bahkan sangat sulit dilaksanakan, jika nasabah tidak lagi beritikad baik sehingga sulit ditemui atau tidak lagi diketahui keberadaannnya. Penyelesaian kredit macet dengan cara penjualan di bawah tangan

66

dilakukan agar diperoleh harga tertinggi yang menguntungkan semua pihak.

Hal ini penting untuk menjaga kepentingan berdasarkan akan penetapan harga yang tidak wajar oleh pihak perusahaan pembiayaan dapat dihindari. Realitas dalam pelaksanaan sewa beli kendaraan bermotor menunjukan bahwa pada umumnya perusahaan pembiayaan melakukan penarikan kendaraan bermotor dari tangan konsumen secara sepihak apabila konsumen lalai melaksanakan kewajiban dalam jangka waktu 2 (dua) bulan dan telah dilakukan upaya persuasif namun tidak menyebabkan konsumen melaksanakan kewajibannya sesuai yang diperjanjikan. Penarikan kendaraan secara sepihak ini merupakan salah satu klausula yang terdapat pada perjanjian sewa beli dan menjadi dasar bagi perusahaan pembiayaan untuk melakukan penarikan kendaraan tersebut. Hal ini menurut peneliti merupakan kekeliruan yang patut dicermati dengan mempertimbangkan beberapa hal, yaitu :

a. Penarikan kendaraan secara sepihak tanpa melalui putusan/penetapan pengadilan merupakan ciri dari perjanjian yang memungkinkan parate eksekusi (eksekusi tanpa putusan hakim).

b. Pelaksanaan parate eksekusi dalam hukum jaminan hanya dimungkinkan untuk perjanjian yang secara tegas menyebutkan mengenai parate eksekusi dengan disertai penegasan kalimat “Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa” melalui pendaftaran jaminan dengan mekanisme yang ditentukan oleh undang-undang sebagaimana dapat dilihat dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan dan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1999 tentang Jaminan

Fidusia. Perjanjian sewa beli tidak diatur oleh undang-undang yang memungkinkan adanya parate eksekusi sehingga tindakan penarikan kendaraan secara sepihak dalam pandangan peneliti merupakan kekeliruan bagi perusahaan pembiayaan.

c. Penarikan kendaraan secara sepihak dilaksanakan tidak berdasarkan undang-undang tetapi hanya didasarkan pada perjanjian, sehingga klausula tersebut merupakan suatu bentuk klausula yang dilarang oleh Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Ketidakadilan dapat terjadi dalam proses penarikan tersebut terutama apabila pembayaran pihak konsumen telah mencapai 50 % dari perjanjian. d. Penarikan kendaraan yang dilakukan dengan memasuki tempat di mana

kendaraan disimpan dapat menimbulkan akibat hukum berupa tindak pidana perampasan atau tindak pidana memasuki pekarangan tanpa izin atau perusakan. Hal ini juga bertentangan dengan ketertiban karena rentan dengan kericuhan bahkan dapat berakhir dengan kekerasan.

Konsekuensi penggunaan pranata sewa beli dalam perjanjian pembelian kendaraan bermotor adalah tidak dimungkinkan penarikan kendaraan secara sepihak dengan menggunakan cara-cara yang disebutkan dalam klausula perjanjian. Penggunaan prosedur parate eksekusi hanya dimungkinkan jika pranata yang digunakan dalam hal ini adalah perjanjian fidusia melalui pendaftaran fidusia 1 (satu) bulan setelah penandatanganan perjanjian fidusia.

Perusahaan pembiayaan dapat mencapai efektivitas dan efisiensi dalam penyelesaian wanprestasi melalui penarikan kendaraan secara langsung dengan

jalan mengubah pranata yang digunakan dengan tidak menggunakan perjanjian sewa beli tetapi menggunakan pranata perjanjian fidusia dengan melakukan pendaftaran fidusia pada Kanwil Hukum dan Hak Asasi Manusia. Pilihan bagi perusahaan pembiayaan dalam hal ini adalah menggunakan perjanjian sewa beli dengan prosedur lebih sederhana dan tidak memiliki kewajiban membayar pendaftaran namun kepada perusahaan pembiayaan tidak diberikan kewenangan melakukan penarikan kendaraan secara langsung atau melakukan perjanjian pembiayaan pembelian kendaraan bermotor dengan menggunakan pranata perjanjian fidusia dengan prosedur lebih panjang dan biaya lebih besar namunmemberikan kewenangan kepada perusahaan pembiayaan untuk melakukan penarikan kendaraan secara sepihak (parate eksekusi).

Semenjak PT. Summit Oto Finance didirikan sampai sekarang timbul berbagai permasalahan diantaranya :

1. Unit dan nasabah raib.

2. Debitur dan atau penjamin memberikan suatu data, pernyataan, surat keterangan atau dokumen yang ternyata tidak benar atau tidak sesuai dengan fakta sebenarnya atau mengenai hal-hal yang oleh PT. Summit Oto Finance dianggap penting.

3. Jaminan dipindahtangankan atau dijaminkan kepada pihak ke 3 (tiga) tanpa ijin tertulis sebelumnya dari PT. Summit Oto Finance.

4. Spare parts (suku cadang asli). 5. Unit (motor) ditukar.

7. Pinjam nama keluarga.

8. Pinjam nama pihak ke 3 (tiga) atau orang lain, dan

9. Debitur atau nasabah mengubah warna, bentuk maupun fisik kendaraan.67

Adapun yang dimaksud dengan kredit macet berdasarkan hasil wawancara penulis kepada Rinaldi Jusni yang bertindak sebagai Divisi Collection PT. Summit OtoFinance, Maka diperoleh informasi bahwa kredit macet debitur

tersebut terhitung dari hari pertama sejak debitur jatuh tempo untuk membayar angsuran motor tersebut. 68

1. Hubungan pihak krediturdengan debitur

Berikut adalah hubungan hukum antara 3 pihak yaitu :

Hubungan antara pihak Summit Oto Finance dengan debitur sebagai pihak yang menerimabiaya adalah hubungan yang bersifat kontraktual, yang artinya didasarkan pada kontrakyang dalam hal ini adalah perjanjian pembiayaan konsumen dengan penyerahan hak miliksecara fidusia. Pihak perusahaan pemberi biaya berkewajiban utama untuk memberisejumlah uang untuk pembelian sesuatu barang, sedangkan pihak konsumen sebagaipenerima biaya berkewajiban utama untuk membayar kembali uang tersebut secaracicilan atau angsuran kepada pihak pemberi biaya (PT. Summit Oto Finance).

2. Hubungan pihak debitur dengan dealer.

Antara pihak debitur dengan dealer terdapat hubungan jual beli (bersyarat), di mana pihak dealer selaku penjual menjual barang kepada

67

Ibid.

68

debitur selaku pembeli dengan syarat, bahwa harga akan dibayar oleh pihak ketiga yaitu pihak pemberi biaya. Syarat tersebut memiliki arti, bahwa apabila karena alasan apapun pihak pemberi biaya tidak dapat menyediakan dananya, maka jual beli antara dealer dengan debitur

sebagai pembeli akan batal.

3. Hubungan Summit Oto Finance dengan dealer.

Antara pihak Summit Oto Finance dengan dealer tidak ada hubungan hukum yang khusus, kecuali pihak penyedia dana hanya pihak ketiga yang disyaratkan untuk menyediakan dana dan digunakan dalam perjanjian jual beli antara pihak dealer dengan debitur. 69

Adapun penyelesaian sengketa diluar pengadilan atau musyawarah seperti yang dijalankan oleh PT. Summit Oto Finance didalam menyelesaikan kredit macet kendaraan bermotor tersebut dijelaskan sebagai berikut :70

a. Pada Overdue/keterlambatan 1-3 hari pihak Provider yang telah berkerja sama dengan PT. Summit Oto Finance akan menelepon debitur dan mengingatkan bahwa debitur sudah terlambat melakukan pembayaran angsuran motor tersebut.

b. Apabila tidak ada pembayaran dari penerima fasilitas atau debitur pada keterlambatan 1 (satu) sampai dengan 3 (tiga) hari tersebut, maka pada hari ke 4 (empat) A/R Head Bucket 1 dan 2 berdasarkan DKHC (Daftar Kerja Harian Collector) menugaskan Aro (Account Receivable Officer) untuk melakukan penagihan langsung kerumah/ ketempat kerja debitur

69

Ibid.

70

ataualamat lainsambil mencari informasi keberadaan unit tersebut, penagihan ini maksimal 4 (empat) kali kunjungan dalam 1 (satu) bulan. c. Jika masih juga tidak dilakukan pembayaran maka secara sistem akan

terbit SuratPeringatan (SP) 1 (satu) pada keterlambatan 18 hari yang batas waktunya diberikan 7(tujuh) hari kerja kepada penerima fasilitas. Apabila Surat Peringatan (SP) 1 (satu) taditidak ditanggapi oleh debitur dan

debitur tetap tidak membayar angsuran motor yang tertunggak tersebut, maka terbit Surat Peringatan (SP) 2 (dua) pada keterlambatan 25 hari yang batas waktunya juga 7 (tujuh) hari kerja, jika tetap tidak dilakukan pembayaran maka pada overdue/keterlambatan 31 hari secara sistem dan DKHR (Dafrar Kerja Harian Remedial)Rem.Off (Remedial Ofiicer) terbit Surat Tugas (ST) Penarikan yang di laksanakan oleh Rem. Off (Remedial Officer) untuk melakukan penagihan atau untuk melakukan penarikan unit tersebut, pada keterlambatan 31 hari atau sebelum masuk Over De/keterlambatan 61 hari penerima fasilitas masih juga diberikan kesempatan untuk melakukan pembayaran melalui kasir PT. Summit Oto Finance atau Aro (Account Receivable Officer) atau Rem. Off (Remedial Officer), Sebelum masuk Overdue/keterlambatan 61 hari.

d. Apabila Overdue/keterlambatan 60 hari masih juga tidak dilakukan pembayaran oleh debitur, maka secara sistem akanterbit Surat Keputusan (SK) Penarikan unit tersebut yang dilaksanakan oleh Eksternal Collector

atau yang lebih dikenal dengan sebutan Deft Collector (DC) dibawah kepemimpinan A/R Head Bucket 3 jika unit berhasil dilakukan penarikan oleh Eksternal Collector, disini debitur masih diberikan kesempatan oleh

PT. Summit Oto Finance untuk melakukan penebusan terhadap kendaraan yang telah ditarik, debitur harus mengajukan kredit lancar, yaitu dengan membayar angsuran tertunggak ditambah dengan membayar angsuran 3 bulan dimuka ditambah dengan denda keterlambatan yang timbul dan biaya proses penarikan. Proses kredit lancar hanya bisa dilakukan maksimal 7 hari setelah tanggal unit debitur ditarik oleh pihak PT. Summit Oto Finance biaya penarikan tetap akan dikenakan kepada debitur

walaupun debitur telah mengajukan kredit lancar atau melunasi kredit kendaraannya untuk mengambil kembali kendaraannya.71

e. Jika Eksternal Collector Bucket 3 tidak bisa melakukan penarikan unit tersebut maka secara otomatis berpindah ke Eksternal Collector Bucket 4

yang di pimpin oleh A/R Head Bucket 4 yaitu pada Overdue/keterlambatan 121-209 hari dan A/R Head Bucket 4 disini mempunyai waktu untuk melakukan penarikan unit tersebut sampai dengan keterlambatan 209 hari f. Apabila tetap tidak ada penyelesaian pada keterlambatan 121-209 hari

maka secara sistem masuk kategori WO (Write Off) pada keterlambatan 210 hari, yang diambil alih oleh ROA (Recovery Officer Area).72

Prosedur Dan Mekanisme Penyelesaian Kredit Macet yang dibuat Oleh PT. Summit Oto Finance :

Adapun prosedur “Medium Risk” yang dilakukan oleh PT. Summit Oto Finance, didalam menyelesaikan kredit macet kendaraan bermotor tersebut dijelaskan sebagai berikut :

71

Ibid.

72

a. Pada Overdue/keterlambatan 1-3 hari pihak Provider yang telah berkerja sama dengan PT. Summit Oto Finance akan menelepon debitur dan mengingatkan bahwa debitur sudah terlambat melakukan pembayaran angsuran motor tersebut.

b. Apabila tidak ada pembayaran dari penerima fasilitas atau debitur pada keterlambatan 1 (satu) sampai dengan 3 (tiga) hari tersebut, maka pada hari ke 4 (empat) A/R Head Bucket 1 dan 2 berdasarkan DKHC (Daftar Kerja Harian Collector) menugaskan Aro (Account Receivable Officer) untuk melakukan penagihan langsung kerumah/ ketempat kerja debitur

ataualamat lainsambil mencari informasi keberadaan unit tersebut, penagihan ini maksimal 4 (empat) kali kunjungan dalam 1 (satu) bulan. c. Jika masih juga tidak dilakukan pembayaran maka secara sistem akan

terbit SuratPeringatan (SP) 1 (satu) pada keterlambatan 18 hari yang batas waktunya diberikan 7(tujuh) hari kerja kepada penerima fasilitas. Apabila Surat Peringatan (SP) 1 (satu) tidak ditanggapi oleh debitur dan debitur

tetap tidak membayar angsuran motor yang tertunggak tersebut, maka terbit Surat Peringatan (SP) 2 (dua) pada keterlambatan 25 hari yang batas waktunya juga 7 (tujuh) hari kerja, jika tetap tidak dilakukan pembayaran maka pada overdue/keterlambatan 31 hari secara sistem dan DKHR (Dafrar Kerja Harian Remedial) Rem.Off (Remedial Ofiicer) terbit Surat Tugas (ST) Penarikan yang di laksanakan oleh Rem Off (Remedial Officer) untuk melakukan penagihan atau untuk melakukan penarikan unit tersebut, pada keterlambatan 31 hari atau sebelum masuk Over De/keterlambatan 61 hari penerima fasilitas masih juga diberikan kesempatan untuk melakukan

pembayaran melalui kasir-kasir PT. Summit Oto Finance atau Aro

(Account Receivable Officer) atau Rem. Off (Remedial Officer), Sebelum masuk Overdue/keterlambatan 61 hari.

d. Apabila Overdue/keterlambatan 60 hari masih juga tidak dilakukan pembayaran oleh debitur, maka secara sistem akanterbit Surat Keputusan (SK) Penarikan unit tersebut yang dilaksanakan oleh Eksternal Collector

atau yang lebih dikenal dengan sebutan Deft Collector (DC) dibawah kepemimpinan A/R Head Bucket 3. jika unit berhasil dilakukan penarikan oleh Eksternal Collector, disini debitur masih diberikan kesempatan oleh PT. Summit Oto Finance untuk melakukan penebusan terhadap kendaraan yang telah ditarik, debitur harus mengajukan kredit lancar, yaitu dengan membayar angsuran tertunggak ditambah dengan membayar angsuran 3 bulan dimuka ditambah dengan denda keterlambatan yang timbul dan biaya proses penarikan. Proses kredit lancar hanya bisa dilakukan maksimal 7 hari setelah tanggal unit debitur ditarik oleh pihak PT. Summit Oto Finance biaya penarikan tetap akan dikenakan kepada debitur

walaupun debitur telah mengajukan kredit lancar atau melunasi kredit kendaraannya untuk mengambil kembali kendaraannya.73

e. Jika Eksternal Collector Bucket 3 tidak bisa melakukan penarikan unit tersebut maka secara otomatis berpindah ke Eksternal Collector Bucket 4

yang di pimpin oleh A/R Head Bucket 4 yaitu pada Overdue/keterlambatan 121-209 hari dan A/R Head Bucket 4 disini mempunyai waktu untuk melakukan penarikan unit tersebut sampai dengan keterlambatan 209 hari.

73

f. Apabila tetap tidak ada penyelesaian pada keterlambatan 121-209 hari maka secara sistem masuk kategori WO (Write.Off) pada keterlambatan 210 hari, yang diambil alih oleh ROA (Recovery Officer Area).74

Selanjutnya didalam menyelesaikan kredit macet yang dilakukan oleh debitur

dalam hal ini PT. Summit Oto Finance memberikan solusi kepada debitur supaya tidak terjadinya kemacetan pembayaran, adapun tindakan tersebut yaitu dengan program rehab dan restructure.

Rehab adalah usaha penyelamatan aset dengan pemberian fasilitas kepada

debitur yang memiliki kendala dalam membayar angsuran untuk melakukan perubahan terhadap tanggal jatuh tempo angsuran maupun term of payment. 75

Restructure adalah usaha penyelamatan aset dengan pemberian fasilitas kepada debitur yang memiliki kendala dalam membayar angsuran untuk melakukan perubahan term of payment pada perjanjian kredit seperti perubahan pada besar angsuran dan jangka waktu pembayaran.76

Perlindungan hukum terhadap kreditur akibat tindakan debitur yang melakukan pelanggaran terhadap kontrak adalah dengan didaftarkan jaminan fidusia ke Kantor Pendaftaran Fidusia, dan akan memperoleh sertifikat jaminan fidusia memiliki irah-irah “Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”. Hal ini memberikan kepastian hukum kepada PT. Summit Oto Financeuntuk melakukan penarikan unit kendaraan debitur apabila debitur melakukan

74 Ibid. 75 Ibid. 76 Ibid.

pelanggaran kontrak atau wanprestasi sesuai dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia. 77

Penyelesaian wanprestasi dalam perjanjian sewa beli dapat dilakukan dengan cara musyawarah dan jika jalan ini gagal dilaksanakan, maka bentuk penyelesaian yang tepat adalah mengajukan gugatan wanprestasi ke Pengadilan. Pengajuan gugatan dalam kenyataannya menimbulkan kondisi tidak efektif dan tidak efisien bagi pihak perusahaan pembiayaan, namun efektivitas dan efisiensi dalam hal ini tidak dapat dijadikan dasar untuk mengesampingkan kaidah hukum yang telah digariskan dalam klausula-klausula perjanjian yang dibuat oleh para pihak, yaitu kreditur dan debitur serta pihak asuransi sewa beli merupakan undang-undang bagi mereka, sehingga harus mematuhinya.Dalam hal ini perjanjian yang berlaku sebagai hukum tersebut, memberikan ancaman sanksi yang dibuat oleh mereka sendiri.Biasanya baru benar dilaksanakan, jika sudah

Sehingga apabila debitur melanggar larangan tersebut dan tetap tidak ada pembayaran maka jalan terakhir yang ditempuh oleh PT. Summit Oto Financeadalah melakukan penarikan unit kendaraan bermotor tersebut.

Kemudian perlindungan hukum kreditur itu diatur dalam Pasal 20 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia yang berbunyi :

“Fidusia tetap mengikuti benda yang menjadi objek jaminan fidusia dalam tangan siapapun benda tersebut berada, kecuali pengalihan atas benda tersebut, kecuali pengalihan atas benda persediaan yang menjadi objek jaminan fidusia”.

b. Jalur Hukum

77

terbentang jalan buntu untuk berdamai. Dalam perjanjian sewa beli kendaraan bermotor telah ditentukan bahwa tentang perjanjian sewa beli dan segala akibat hukumnya, para pihak memilih domisili (tempat kediaman hukum) di kantor panitera Pengadilan Negeri yang ditunjuk. Ketentuan ini mengisyaratkan bahwa para pihak telah menunjuk pengadilan sebagai pemutus sengketa, apabila terjadi perselisihan di antara mereka.

Setelah diterbitkannya Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 130/PMK.010/2012 tentang Pendaftaran Jaminan Fidusia bagi Perusahaan Pembiayaan yang melakukan pembiayaan konsumen untuk kendaraan bermotor dengan Pembebanan Jaminan Fidusia, maka apabila jalan kekeluargaan tidak dapat ditempuh maka pihak perusahaan pembiayaan pun tidak diperkenankan untuk melakukan penarikan secara sepihak tetapi dapat meminta bantuan kepada aparat penegak hukum untuk melakukan penarikan secara paksa dengan disertai penetapan pengadilan.

Hal ini menunjukkan bahwa baik perjanjian sewa beli maupun perjanjian fidusia pada hakikatnya tidak memperkenankan penarikan kendaraan secara sepihak dengan menggunakan debt collector sebagaimana dalam praktik selama ini. Penarikan kendaraan sebagai bentuk parate eksekusi tetap harus dilaksanakan dalam wilayah hukum, yaitu dilaksanakan oleh aparat hukum dengan didasari perintah dari Ketua Pengadilan berdasarkan Sertifikat Jaminan Fidusia.

Penarikan kendaraan bermotor seharusnya dilaksanakan dengan mekanisme eksekusi oleh juru sita Pengadilan Negeri dan dituangkan dalam Berita Acara Eksekusi. Kendaraan yang dieksekusi dijual dengan mekanisme pelelangan ataupun penjualan di bawah tangan untuk memperoleh harga yang

lebih tinggi dan apabila terdapat kelebihan dari selisih antara kewajiban nasabah dengan hasil penjualan kendaraan maka selisih tersebut dikembalikan kepada pihak nasabah. Mekanisme inilah yang merupakan mekanisme yang seharusnya ditempuh dalam penyelesaian wanprestasi dalam perjanjian pembiayaan konsumen setelah diwajibkannya melakukan pendaftaran fidusia.

Sebenarnya kreditur juga debitur lebih cenderung menghindari jalur hukum ke pengadilan, jika tidak terpaksa. Alasan utamanya adalah masalah biaya, waktu dan tenaga. Apabila memang terpaksa ditempuh jalan mengajukan gugatan ke pengadilan, baik secara perdata atau pidana, maka cara ini merupakan pilihan terakhir.

Lembaga Peradilan tidak akan pernah menangani sengketa perjanjian sewa beli kendaraan bermotor, jika para pihak cenderung menyelesaikan perselisihan dengan cara musyawarah. Kondisi ini akan terjadi sebaliknya, apabila kesadaran hukum untuk berperkara telah demikian menebal di antara para pihak dalam perjanjian sewa beli tersebut, sehingga akan semakin menumpuk pula berkas perkara perjanjian sewa beli di pengadilan. Dengan demikian semakin banyak pula yurisprudensi sewa beli, khususnya yang menyangkut kendaraan bermotor tercipta melalui peradilan.

Dalam penyelesaian sengketa melalui peradilan PT. Summit Oto Financemenempuh jalur hukum untuk menyelesaikan kredit macet tersebut, yaitu pengajuan gugatan secara perdata dan ataupun pelaporan tindak pidana serta melalui Arbitrase Ad Hoc.78

78

Pasal 32 Polis Asuransi Kendaraan Bermotor Asuransi Sinarmas.

Dalam hal pengajuan gugatan secara perdata terhadap debitur yang melakukan wanprestasi pihak perusahaan pembiayaan

(kreditur) dapat mengajukan gugatan perdata tersebut ke Pengadilan Negeri setempat dengan tuntutan ganti rugi.

Ketentuan mengenai wanprestasi, telah dimuat secara tegas dalam perjajian pembiayaan konsumen yang termuat dalam syarat-syarat perjanjian pembiayaan konsumen dengan penyerahan hak milik secara fidusia antara PT. Summit Oto Financedengan debitur. Dalam perjanjian tersebut mengatur tentang

wanprestasi yang menyatakan bahwa penerima fasilitas atau penerima jaminan setuju dan mengikat diri kepada pemberi fasilitas dan/atau kuasanya mengenai terjadinya atau keadaan wanprestasi yang dengan lewatnya waktu telah cukup membuktikan terjadinya salah satu atau lebih keadaan sebagai berikut :79

1. Debitur dan/atau penjamin mengajukan permohonan untuk dinyatakan pailit atau permohonan penundaan kewajiban pembayaran hutang-hutangnya (surseance van betalling) atau debitur digugat pailit oleh pihak manapun juga.

2. Debitur dan/penjamin meninggal dunia, kecuali bila penerima hak/para ahli warisnya dapat memenuhi seluruh kewajiban debitur dan dalam hal ini disetujui oleh kreditur (dalam hal debitur adalah perusahaan atau badan hukum atau badan usaha atau lembaga maka klausal ini tidak berlaku).