• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN

E. Risikodalam Perjanjian

Risiko adalah kewajiban memikul kewajiban yang disebabkan karena suatu kejadian di luar kesalahan salah satu pihak.27

27

Subekti, Hukum Perjanjian Cetakan ke VI, Jakarta, PT. Intermasa,1979, hlm.59. Risiko dalam suatu perjanjian dibagi menjadi 2 (dua) yaitu :

1. Risiko pada perjanjian sepihak

Perjanjian sepihak adalah perjanjian yang menerbitkan kewajiban hanya pada satu pihak saja, misal pada perjanjian penghibahan dan perjanjian pinjam pakai.Menurut Pasal 1237 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata menyatakan bahwa :

“Dalam hal adanya perikatan untuk memberikan suatu kebendaan tertentu, kebendaan itu semenjak perikatan dilahirkan, adalah atas tanggungan si berputang, jika si berutang lalai akan menyerahkannya, maka semenjak saat kelalaian, kebendaan adalah atas tanggungannya”. 2. Risiko pada perjanjian timbal balik

Perjanjian timbal balik adalah suatu perjanjian yang membebankan kewajiban pada kedua belah pihak, misalnya perjanjian jual beli, sewa menyewa, dan tukar menukar. Sesuai dengan tujuan hukum yaitu untuk mencapai suatu keadilan maka sudah selayaknya dalam suatu perjanjian timbal balik bila salah satu pihak tidak dapat memenuhi kewajibannya, dengan sendirinya pihak yang lain juga dibebaskan dari kewajibannya. Dengan kata lain seseorang hanya bersedia memberikan sesuatu karena mengharapkan akan menerima sesuatu pula dari pihak lainnya.

Pasal 1545 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata menyatakan bahwa :

“jika suatu barang tertentu, yang telah dijanjikan untuk ditukar, musnah diluar salah pemiliknya, maka perjanjian dianggap sebagai gugur, dan siapa yang dari pihaknya telah memenuhi perjanjian, dapat menuntut kembali barang yang ia telah berikan dalam tukar menukar”.

Selanjutnya pada Pasal 1543 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang menyatakan bahwa :

“jika pihak yang satu telah menerima barang yangditukarkan kepadanya, dan kemudian ia membuktikan bahwa pihak yanglain bukan pemilik barang tersebut, maka tak dapatlah ia dipaksamenyerahkan barang yang ia telah janjikan dari pihaknya sendiri,melainkan hanya untuk mengembalikan barang yang telah diterimanya”.

Jadi, intinya adalah mengatur masalah risiko dalam perjanjian sewa menyewa, yang meletakan risiko diatas pundak pemilik barang yang disewakan.Jadi dapat disimpulkan bahwa sesuai dengan tujuan hukum yaitu untuk mencapai suatu keadilan maka dalam perjanjian timbal balik berlaku asas umum bahwa risiko yang terjadi akibat dari suatu keadaan memaksa, wajib dipikul oleh pemilik barang sendiri.

F. Wanprestasi

Wanprestasi artinya tidak memenuhi sesuatu yang diwajibkan seperti yang telah ditetapkan dalam perikatan. Tidak dipenuhinya kewajiban oleh debitur disebabkan oleh dua kemungkinan alasan, yaitu:

1. Karena kesalahan debitur, baik dengan sengaja tidak dipenuhinya kewajiban maupun karena kelalaian.

2. Karena keadaan memaksa (overmacht), force mejeure, jadi di luar kemampuan debitur. Debitur tidak bersalah.

Wanprestasi mempunyai hubungan yang sangat erat dengan somasi. Wanprestasi adalah tidak memenuhi atau lalai melaksanakan kewajiban sebagaimana yang ditentukan dalam perjanjian yang dibuat antara kreditur dengan

debitur. Dalam restatement of the law of contracts (Amerika Serikat), wanprestasi atau breach of contracts dibedakan menjadi dua macam, yaitu total breachts dan

partial breachts. Total breachts artinya pelaksanaan kontrak tidak mungkin dilaksanakan, sedangkan partial breachts artinya pelaksanaan perjanjian masih mungkin untuk dilaksanakan. Seorang debitur dikatakan wanprestasi apabila ia telah diberikan somasi oleh kreditur atau juru sita. Somasi itu minimal telah dilakukan sebanyak tiga kali oleh kreditur atau juru sita. Apabila somasi itu tidak diindahkannya, maka kreditur berhak membawa persoalan itu kepengadilan. Dan pengadilan yang akan memutuskan, apakah debitur melakukan wanpretasi atau tidak.28

1. Debitur tidak memenuhi prestasi sama sekali.

Untuk menentukan apakah seorang debitur bersalah melakukan wanprestasi, perlu ditentukan dalam keadaan bagaimana debitur dikatakan sangaja atau lalai tidak memenuhi prestasi. Ada tiga keadaan, yaitu:

2. Debitur memenuhi prestasi, tetapi tetapi tidak baik atau keliru.

3. Debitur memenuhi prestasi, tetapi tidak tepat waktunya atau terlambat.

Untuk mengetahui sejak kapan debitur dalam keadaan wanprestasi, perlu diperhatikan apakah dalam perkataan itu ditentukan tenggang waktu pelaksanaan pemenuhan prestasi atau tidak. Dalam hal tenggang waktu pelaksanaan pemenuhanprestasi "tidak ditentukan", perlu memperingatkan debitur supaya ia memenuhi prestasi.Tetapi dalam hal telah ditentukan tenggang waktunya, menurut ketentuan pasal 1238 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata menyatakan bahwa

28

Salim H.S., Hukum Kontrak : Teori dan Teknik Penyusunan Kontrak, Sinar Grafika, Jakarta, 2003, hlm. 98-99.

“si berutang adalah lalai, apabila ia dengan sebuah akta sejenis itu telah dinyatakan lalai, atau demi perikatannya sendiri.

Kelalaian disini adalah kelalaian dari pihak yang wajib memenuhi suatu prestasi yang telah diperjanjikan. Sehingga dikatakan ia telah ingkar janji karena tidak melakukan apa yang telah disepakati atau ia telah melakukan suatu perbuatan yang justru dalam isi perjanjian tidak boleh dilakukannya. Menurut pasal 1365 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, wanprestasi adalah tiap perbuatan melanggar hukum, yang membawa kerugian kepada orang lain, mewajibkan orang yang karena salahnya menerbitkan kerugian itu, menggantikan kerugian tersebut.

Istilah wanprestasi berasal dari bahasa Belanda yang berarti prestasi buruk, artinya debitur tidak memenuhi prestasinya sebagaimana yang telah ditentukan dalam perjanjian.

Wanprestasi seorang debitur dapat berupa : a. Sama sekali tidak memenuhi prestasi b. Tidak tunai memenuhi prestasinya c. Terlambat memenuhi prestasinya d. Keliru memenuhi prestasinya.

Wanpretasi dapat membawa akibat yang merugikan bagi pihak debitur, karena sejak ditetapkan lalai, debitur dapat diancam beberapa sanksi atau hukuman. Hukuman bagi debitur yang lalai antara lain ada 4 (empat), yaitu :29

1. Ganti rugi

2. Pembatalan perjanjian atau pemecahan perjanjian

29

3. Peralihan risiko

4. Membayar biaya perkara, bila diperkarakan dipengadilan.

Dalam perjanjian sewa beli apabila pihak penyewa melakukan salah satu dari bentuk-bentuk wanprestasi, maka untuk pelaksanaan hukumnya undang-undang menghendaki penyewa untuk memberikan pernyataan lalai kepada pihak yang menyewakan.

Dengan demikian, wanprestasi yang dilakukan oleh pihak penyewa itu pokoknya harus secara formal dinyatakan telah lebih dahulu, yaitu dengan memperingatkan penyewa bahwa penyewa atau pihak menghendaki pembayaran seketika atau jangka waktu pendek yang telah ditentukan. Singkatnya, hutang itu harus ditagih dan yang lalai harus ditegur dengan peringatan atau sommatie.

Cara pemberian teguran terhadap debitur yang lalai tersebut telah diatur dalam dalam pasal 1238 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang menyatakan bahwa teguran itu harus dengan surat perintah atau dengan akta sejenis. Yang dimaksud dengan surat perintah dalam pasal tersebut adalah peringatan resmi dari juru sita pengadilan, sedangkan yang dimaksud dengan akta sejenis adalah suatu tulisan biasa (bukan resmi), surat maupun telegram yang tujuannya sama yakni untuk memberi peringatan kepada debitur untuk memenuhi prestasi dalam waktu seketika atau dalam tempo tertentu.

BAB I

PENDAHULUAN