• Tidak ada hasil yang ditemukan

A. SURABAYA

6. Penyimpangan Dana Bantuan Hukum

Ditemukan beberapa institusi negara yang menggunakan kebijakan layanan bantuan hukum dan penganggaran yang tidak pada mestinya. Beberapa penggunaan dana bantuan hukum yang menyimpang tersebut diantaranya:

a. Dana Bantuan Hukum untuk Membiayai Yayasan

Polri yang mengelola dana bantuan hukum melalui organisasi bentukan Polri yaitu Lembaga LLBH POLRI yang dikelola oleh Polisi, diawasi oleh Polisi dan digunakan untuk Polisi. Polisi merujuk pada Surat Keputusan Kep. Kapolri No. Kep / 04 / XI / 1998 tgl 12 November 1998 tentang Pembentukan Unit Lembaga Layanan dan Bantuan Hukum Polri sebagai dasar pembentukan Yayasan. Padahal dalam Kep. Kapolri tersebut, sasaran pelayanan Polri bukan hanya sesama anggota Polri tetapi juga masyarakat. Secara tegas dinyatakan bahwa Polri memiliki fungsi :

1) Memberikan layanan bantuan hukum kepada anggota Polri yang aktif

2) Memberikan bantuan hukum kepada keluarga besar Polri 3) Memberikan bantuan hukum terhadap badan usaha di

lingkungan yayasan brata bhakti Polri

4) Memberikan layanan bantuan hukum kepada masyarakat.

Dalam pelaksanaannya, LLBH Polri tersebut dikelola oleh Internal Institusi Aparat Penegak Hukum yang dalam hal ini adalah pihak kepolisian yang bekerjasama dengan lembaga konsultasi dan bantuan hukum milik Universitas Bhayangkara, berikut dengan beberapa advokat yang ditunjuk secara langsung berdasarkan MoU diantara para pihak. Mekanisme yang harus ditempuh oleh penerima bantuan hukum untuk memperoleh layanan bantuan hukum di LLBH Polri dapat dijelaskan sebagai berikut :

1) Calon penerima bantuan hukum harus terlebih dahulu mengajukan surat permohonan kepada LLBH Polri untuk mendapatkan pendampingan yang kemudian dapat dilanjutkan dengan penunjukan seseorang yang diberikan mandat untuk menghadapi persoalan yang dihadapi oleh penerima bantuan hukum tersebut baik perkara pidana maupun Perdata.

2) Berdasarkan mandat yang diberikan kepada seseorang tersebut, kemudian melalui serangkaian proses verifikasi secara berkala di LLBH Polri berdasarkan MoU kemudian menunjuk seorang pengacara untuk mendampingi atau memberikan layanan bantuan hukum kepada mereka yang membutuhkan.

c. Administrasi Peradilan yang Mahal

Praktek yang lain adalah munculnya biaya-biaya administrasi peradilan yang dibebankan kepada penerima manfaat (klien) misalnya fotocopy berkas, leges berkas dan biaya untuk mendapatkan salinan perkara yang tidak termasuk dalam anggaran bantuan hukum. Hal ini diperparah dengan ketiadaan informasi mengenai tarif resmi sehingga penerima manfaat yang merupakan masyarakat miskin harus membayar pungli untuk mendapatkan informasi yang merupakan haknya.

d. Kualitas Layanan

Persoalan yang lain lebih mencakup dari kualitas layanan bantuan hukum. Penerima manafaat mengeluhkan kualitas layanan yang tidak optimal baik karena kelemahan kapasitas sumber daya manusia, ketidakcocokan gaya atau strategi dalam penyelesaian perkara, maupun keterbatasan jenis layanan yang tersedia. Dalam hal yang terakhir, kebanyakan penyedia layanan bantuan hukum hanya memberikan upaya non litigasi seperti konsultasi dan mediasi. Padahal dalam banyak kasus, penerima manfaat membutuhkan pendampingan dalam upaya litigasi, termasuk di persidangan. Namun, lembaga penyedia layanan memiliki jumlah advokat yang sedikit sehingga terpaksa membatasi diri dalam memberikan layanan bantuan hukum.

Meskipun terdapat banyak kelemahan dalam penyediaan layanan bantuan hukum, namun masyarakat cenderung menerima saja bantuan hukum yang ada karena ketiadaan pilihan. Hal ini menunjukan bahwa kebutuhan bantuan hukum merupakan kebutuhan dasar masyarakat yang akan terus dicari. Sehingga buruknya layanan bantuan hukum harus diatasii dengan cara peningkatan performa dan bukan dengan cara menghapuskannya.

6. Penyimpangan Dana Bantuan Hukum

Ditemukan beberapa institusi negara yang menggunakan kebijakan layanan bantuan hukum dan penganggaran yang tidak pada mestinya. Beberapa penggunaan dana bantuan hukum yang menyimpang tersebut diantaranya:

a. Dana Bantuan Hukum untuk Membiayai Yayasan

Polri yang mengelola dana bantuan hukum melalui organisasi bentukan Polri yaitu Lembaga LLBH POLRI yang dikelola oleh Polisi, diawasi oleh Polisi dan digunakan untuk Polisi. Polisi merujuk pada Surat Keputusan Kep. Kapolri No. Kep / 04 / XI / 1998 tgl 12 November 1998 tentang Pembentukan Unit Lembaga Layanan dan Bantuan Hukum Polri sebagai dasar pembentukan Yayasan. Padahal dalam Kep. Kapolri tersebut, sasaran pelayanan Polri bukan hanya sesama anggota Polri tetapi juga masyarakat. Secara tegas dinyatakan bahwa Polri memiliki fungsi :

1) Memberikan layanan bantuan hukum kepada anggota Polri yang aktif

2) Memberikan bantuan hukum kepada keluarga besar Polri 3) Memberikan bantuan hukum terhadap badan usaha di

lingkungan yayasan brata bhakti Polri

4) Memberikan layanan bantuan hukum kepada masyarakat.

Dalam pelaksanaannya, LLBH Polri tersebut dikelola oleh Internal Institusi Aparat Penegak Hukum yang dalam hal ini adalah pihak kepolisian yang bekerjasama dengan lembaga konsultasi dan bantuan hukum milik Universitas Bhayangkara, berikut dengan beberapa advokat yang ditunjuk secara langsung berdasarkan MoU diantara para pihak. Mekanisme yang harus ditempuh oleh penerima bantuan hukum untuk memperoleh layanan bantuan hukum di LLBH Polri dapat dijelaskan sebagai berikut :

1) Calon penerima bantuan hukum harus terlebih dahulu mengajukan surat permohonan kepada LLBH Polri untuk mendapatkan pendampingan yang kemudian dapat dilanjutkan dengan penunjukan seseorang yang diberikan mandat untuk menghadapi persoalan yang dihadapi oleh penerima bantuan hukum tersebut baik perkara pidana maupun Perdata.

2) Berdasarkan mandat yang diberikan kepada seseorang tersebut, kemudian melalui serangkaian proses verifikasi secara berkala di LLBH Polri berdasarkan MoU kemudian menunjuk seorang pengacara untuk mendampingi atau memberikan layanan bantuan hukum kepada mereka yang membutuhkan.

Bentuk layanan bantuan hukum yang diberikan LLBH Polri tersebut meliputi kerja-kerja Pendampingan Hukum (litigasi), Konsultasi hukum, Penelitian Hukum, Mediasi dan memberikan rujukan kepada advokat tertentu yang ditunjuk berdasarkan MoU. Sedangkan beberapa kasus yang masuk melalui LLBH Polri itu sendiri lebih di dominasi oleh kasus Pidana. Di dalam pelaksanaan tugas dan aktivitasnya, LLBH Polri memiliki sumber dana atau anggaran yang digunakan sebagai biaya operasional untuk melaksanakan kerja-kerja layanan bantuan hukum. Sumber dana atau anggaran tersebut berasal dari dana internal (dana taktis) yang sebagian besar digunakan oleh internal institusi berdasarkan jumlah kasus yang masuk dan ditangani oleh LLBH Polri. Namun ketika informasi tersebut diolah secara mendalam narasumber tidak mengetahui secara persis besaran dana tersebut karena dana tersebut dikelola secara internal oleh yayasan brata bhakti Polri.

Di Institusi Polri, tidak ada penjelasan responden mengenai apa yang dimaksud dengan dana internal dan dana taktis, asal usul aliran dana dan teknis pengelolaan anggaran tersebut sehingga tidak bercampur dengan anggaran negara mengingat LBH tersebut dibentuk oleh institusi Polri.

b. Dana Bantuan Hukum untuk Pendampingan BUMD/BUMN oleh Kejaksaan

Ditemukan juga penggunaan anggaran layanan bantuan hukum di institusi Kejaksaan yang tidak tepat untuk tujuan dan peruntukannya. Terdapat layanan bantuan hukum pada kejaksaan negeri Surabaya dan Kejaksaan Tinggi Jawa Timur yang dibentuk berdasarkan Peraturan Internal Institusi, (Peraturan Jaksa Agung No. 40/A/J.A/12/2010 tentang SOP tugas dan fungsi Wewenang Perdata dan Tata usaha negara) yang memberikan ruang kepada masyarakat, Pemerintah Daerah dan BUMN/BUMD untuk dapat mengakses layanan bantuan hukum di institusi kejaksaan. Program layanan bantuan hukum tersebut dilaksanakan oleh aparat Kejaksaan. Dalam kurun waktu tahun 2012 (Januari-Desember), terungkap bahwa kebanyakan penerima manfaat layanan bantuan hukum di Institusi Kejaksaan kebanyakan adalah BUMD/BUMN. Untuk lebih jelas lihat tabel di bawah ini.

Tabel 12

Penerima Manfaat Layanan Bantuan Hukum di Kejaksaan

Penerima Manfaat Layanan Bantuan

Hukum

Jumlah Keterangan

Masyarakat Rata- rata 50 Pelayanan Berupa pos pelayanan hukum Layanan hukum berupa konsultasi dan

pemberian legal opinion

Kebanyakan dilakukan melalui via telepon Pemerintah daerah /

Pemerintah Pusat *

10 Perkara Kasus tersebut gabungan antara kasus Perdata dan tata usaha negara yang diminta oleh pemerintah kota surabaya

BUMN / BUMD * 400 SKK (Surat Kuasa Khusus)

Berupa kasus Perdata

Bentuk layanan nya adalah penagihan kredit macet dan negosiasi mengenai bidang kePerdataan.

Selain beberapa hal yang telah disebutkan di atas, terdapat syarat dan kriteria untuk dapat mengakses layanan bantuan hukum di Institusi Kejaksaan :

1) Layanan bantuan hukum yang diberikan kepada Pemerintah dan BUMN/BUMD pada prinsipnya tidak terdapat kriteria yang ketat mengingat Kejaksaan Negeri Surabaya telah melakukan

MoU dengan lembaga-lembaga Pemerintah maupun

BUMN/BUMD terkait dengan layanan bantuan hukum diantaranya dengan PT. Waskita Karya (BUMN), PDAM Surabaya (BUMD), PT. KAI (BUMN), Balai Karantina Pemprov Jatim dan Pemerintah Kota Surabaya. Dimana secara langsung beberapa lembaga tersebut dapat mengakses layanan bantuan hukum di Kantor Pengacara Negara Kejaksaan Negeri Surabaya. Namun kita tidak menutup kemungkinan lembaga lain yang membutuhkan bantuan Institusi Kejaksaan siap untuk memberikan bantuan.

2) Layanan bantuan hukum untuk masyarakat umum yang akan mengakses layanan bantuan hukum di Institusi Kejaksaan hanya berupa konsultasi dan pendampingan dalam hal pembuatan legal opinion semata. Masyarakat dapat secara langsung datang ke Posbakum Kejari Surabaya, bahkan telah disediakan nomor telepon khusus yang mana masyarakat bisa langsung menelepon untuk melakukan konsultasi dan itu tidak dipungut biaya apapun alias gratis.

Bentuk layanan bantuan hukum yang diberikan LLBH Polri tersebut meliputi kerja-kerja Pendampingan Hukum (litigasi), Konsultasi hukum, Penelitian Hukum, Mediasi dan memberikan rujukan kepada advokat tertentu yang ditunjuk berdasarkan MoU. Sedangkan beberapa kasus yang masuk melalui LLBH Polri itu sendiri lebih di dominasi oleh kasus Pidana. Di dalam pelaksanaan tugas dan aktivitasnya, LLBH Polri memiliki sumber dana atau anggaran yang digunakan sebagai biaya operasional untuk melaksanakan kerja-kerja layanan bantuan hukum. Sumber dana atau anggaran tersebut berasal dari dana internal (dana taktis) yang sebagian besar digunakan oleh internal institusi berdasarkan jumlah kasus yang masuk dan ditangani oleh LLBH Polri. Namun ketika informasi tersebut diolah secara mendalam narasumber tidak mengetahui secara persis besaran dana tersebut karena dana tersebut dikelola secara internal oleh yayasan brata bhakti Polri.

Di Institusi Polri, tidak ada penjelasan responden mengenai apa yang dimaksud dengan dana internal dan dana taktis, asal usul aliran dana dan teknis pengelolaan anggaran tersebut sehingga tidak bercampur dengan anggaran negara mengingat LBH tersebut dibentuk oleh institusi Polri.

b. Dana Bantuan Hukum untuk Pendampingan BUMD/BUMN oleh Kejaksaan

Ditemukan juga penggunaan anggaran layanan bantuan hukum di institusi Kejaksaan yang tidak tepat untuk tujuan dan peruntukannya. Terdapat layanan bantuan hukum pada kejaksaan negeri Surabaya dan Kejaksaan Tinggi Jawa Timur yang dibentuk berdasarkan Peraturan Internal Institusi, (Peraturan Jaksa Agung No. 40/A/J.A/12/2010 tentang SOP tugas dan fungsi Wewenang Perdata dan Tata usaha negara) yang memberikan ruang kepada masyarakat, Pemerintah Daerah dan BUMN/BUMD untuk dapat mengakses layanan bantuan hukum di institusi kejaksaan. Program layanan bantuan hukum tersebut dilaksanakan oleh aparat Kejaksaan. Dalam kurun waktu tahun 2012 (Januari-Desember), terungkap bahwa kebanyakan penerima manfaat layanan bantuan hukum di Institusi Kejaksaan kebanyakan adalah BUMD/BUMN. Untuk lebih jelas lihat tabel di bawah ini.

Tabel 12

Penerima Manfaat Layanan Bantuan Hukum di Kejaksaan

Penerima Manfaat Layanan Bantuan

Hukum

Jumlah Keterangan

Masyarakat Rata- rata 50 Pelayanan Berupa pos pelayanan hukum Layanan hukum berupa konsultasi dan

pemberian legal opinion

Kebanyakan dilakukan melalui via telepon Pemerintah daerah /

Pemerintah Pusat *

10 Perkara Kasus tersebut gabungan antara kasus Perdata dan tata usaha negara yang diminta oleh pemerintah kota surabaya

BUMN / BUMD * 400 SKK (Surat Kuasa Khusus)

Berupa kasus Perdata

Bentuk layanan nya adalah penagihan kredit macet dan negosiasi mengenai bidang kePerdataan.

Selain beberapa hal yang telah disebutkan di atas, terdapat syarat dan kriteria untuk dapat mengakses layanan bantuan hukum di Institusi Kejaksaan :

1) Layanan bantuan hukum yang diberikan kepada Pemerintah dan BUMN/BUMD pada prinsipnya tidak terdapat kriteria yang ketat mengingat Kejaksaan Negeri Surabaya telah melakukan

MoU dengan lembaga-lembaga Pemerintah maupun

BUMN/BUMD terkait dengan layanan bantuan hukum diantaranya dengan PT. Waskita Karya (BUMN), PDAM Surabaya (BUMD), PT. KAI (BUMN), Balai Karantina Pemprov Jatim dan Pemerintah Kota Surabaya. Dimana secara langsung beberapa lembaga tersebut dapat mengakses layanan bantuan hukum di Kantor Pengacara Negara Kejaksaan Negeri Surabaya. Namun kita tidak menutup kemungkinan lembaga lain yang membutuhkan bantuan Institusi Kejaksaan siap untuk memberikan bantuan.

2) Layanan bantuan hukum untuk masyarakat umum yang akan mengakses layanan bantuan hukum di Institusi Kejaksaan hanya berupa konsultasi dan pendampingan dalam hal pembuatan legal opinion semata. Masyarakat dapat secara langsung datang ke Posbakum Kejari Surabaya, bahkan telah disediakan nomor telepon khusus yang mana masyarakat bisa langsung menelepon untuk melakukan konsultasi dan itu tidak dipungut biaya apapun alias gratis.

Sedangkan dalam hal penganggaran, biaya untuk program layanan bantuan hukum pada Institusi Kejaksaan di Surabaya berasal dari dana internal (dana operasional internal Kejari untuk Posbakum) yang besarannya diambilkan dari DIPA disetiap tahunnya, dimana besaran dana yang digunakan sebagai operasional yaitu Rp. 2,5 juta/bulan.