• Tidak ada hasil yang ditemukan

Sektor industri membutuhkan energi untuk memproduksikan barang dan jasa. Sumber energi yang saat ini banyak digunakan adalah energi yang berasal dari sektor migas. Pada beberapa industi nampak bahwa sektor migas tidak saja digunakan sebagai sumber energi namun berperan juga sebagai bahan dasar dan bahan pendukung. Bahan bakar minyak dan gas bumi adalah penggerak utama untuk transportasi dan mobilisasi. Demikian juga dengan pembangkit tenaga listrik yang mengandalkan bahan bakar minyak dan gas bumi.

Spreng (2003) menyampaikan bahwa proses transformasi dan produksi harus mempertimbangkan bahwa energi yang digunakan berasal dari sumber daya alam minyak dan gas bumi (fuel fosil) yang jumlahnya terbatas dan tidak dapat diperbaharui. Dengan demikian pertumbuhan sektor non migas di luar sektor pertanian dipengaruhi oleh sektor migas. Jika output perekonomian total merupakan penjumlahan dari output dari seluruh sektor maka dapat disimpulkan sektor migas berpengaruh terhadap perekonomian.

Penjelasan dan pemahaman tentang bagaimana pertumbuhan ekonomi dapat dipengaruhi oleh sektor migas dapat dijelaskan melalui teori pertumbuhan yang dikembangkan oleh Solow (1956). Menurut Solow, secara tradisional pertumbuhan ekonomi dipengaruhi oleh tiga faktor, yakni: kapital (tanah dan peralatan), manusia (tenaga kerja), dan teknologi. Solow berasumsi bahwa

variabel-variabel yang mempengaruhi tingkat pertumbuhan ekonomi bersifat sustainable atau berkelanjutan.

Beberapa ahli ekonomi selanjutnya mengembangkan teori Solow tersebut dengan menambahkan non-sustainable variable (Pezzy, 2001). Tanah yang dahulu dianggap selalu tersedia, sekarang tanah dianggap sebagai variabel yang bersifat tidak berkelanjutan, karena luas tanah yang mampu dijadikan lahan pertanian semakin terbatas. Demikian juga dengan kualitas tanah yang semakin lama semakin memburuk karena kurang pemeliharaan dan karena pencemaran.

Variabel teknologi perlu diperhatian secara khusus terutama terkait dengan energi. Pada saat ini sebagian besar teknologi yang dipergunakan membutuhkan energi agar bisa dimanfaatkan. Sementara itu, keberadaan energi tergantung pada bahan dan faktor pembentuk energi. Hingga kini faktor pembentuk energi yang paling besar adalah sumber daya alam yang tidak terbarukan yaitu migas. Jika demikian maka asumsi bahwa teknologi bersifat berkelanjutan (keberadaannya tetap) mulai diragukan, sebab pada suatu saat sumber daya alam yang tidak terbarukan tersebut akan habis.

Sementara ekonom pengikut neoklasik berpendapat bahwa model Solow sebenarnya sudah mengantisipasi persoalan variabel non-sustainable tersebut. Caranya dengan tidak memasukan variabel biaya ekstraksi sumber daya alam yang tidak terbarukan dan tidak mencantumkan depresiasi untuk kapital. Hal ini terbukti bahwa dengan mengasumsikan pasar bersaing sempurna termasuk dalam penggunaan sumber daya alam yang tidak terbarukan, konsumsi dan kesejahteraan sosial akhirnya memiliki total ekses nol (Stiglitz, 1974). Itu berarti model Solow tetap valid ketika diaplikasikan pada kasus sumber daya alam tidak terbarukan.

Dalam memandang teori pertumbuhan Solow terdapat perbedaan yang mendasar antara ekonom neo-klasik dengan ekonom ekologi dan energi. Ekonom neo-klasik memandang teori pertumbuhan Solow berfokus pada batasan-batasan institusional, yakni: bagaimana variabel-variabel input seperti teknologi, kapital, dan tenaga kerja mempengaruhi pertumbuhan ekonomi. Sedangkan pandangan ekonom ekologi dan energi cenderung berbasis pada material termasuk pada substitusi antar input. Pada umumnya para ekonom ekologi dan energi menyoroti dua aspek. Pertama bagaimana menghasilkan produksi yang lebih banyak dengan sumber daya alam tertentu yang dimiliki. Kedua, pada kapasitas kerusakan sumber daya alam yang terbatas bagaimana energi dan sumber daya alam diperoleh secara maksimal (Sterm, 2003).

Dengan demikian perdebatan mengenai pentingnya mempertimbangkan variabel jangka pendek (non-sustainable variable) muncul karena pertimbangan peran energi dalam teori pertumbuhan ekonomi. Karena sebagian besar ketersediaan energi saat ini bergantung pada sektor migas dan sumber daya alam lain yang tak terbarukan, seperti: batubara dan gas geothermal. Sehingga teori pertumbuhan berkelanjutan akan terkendala oleh keberadaan sumber daya alam tersebut yang bersifat tidak kekal.

Peran energi dalam pertumbuhan ekonomi banyak didukung oleh para ahli ekonomi energi. Namun usaha untuk membuktikan bahwa energi mempengaruhi pertumbuhan ekonomi atau sebaliknya menjadi perdebatan pada era tahun 1970- an hingga 1990-an. Kraft (1978), salah satu ahli ekonomi energi, mencoba untuk menjelaskan hal tersebut. Perangkat uji yang digunakan adalah bevarian vector regression. Penelitian Kraft menyimpulkan bahwa secara empiris terbukti bahwa

terdapat hubungan sebab akibat yang kuat antara energi yang digunakan dengan pertumbuhan atau tambahan output yang diperoleh.

Hasil yang sama juga diperoleh ketika dilakukan pengujian terhadap hubungan sebab akibat antara GDP, penggunaan energi, capital, dan input tenaga kerja (Sterm, 1993). Model yang digunakan dalam pengujian ini adalah model Granger kausalitas dengan setting multivariate autoregression (VAR). Metodologi multivariate dipandang penting oleh Stern karena perubahan penggunaan energi seringkali digantikan oleh faktor produksi lainnya. Sehingga seolah-olah perubahan penggunaan energi yang digunakan ini tidak membawa dampak yang berarti terhadap penambahan output yang didapatkan.

Sergeant, et. al. (2003) melakukan penelitian tentang sektor migas di Negara Trinidad dan Tobago. Lewat penelitian ini, ingin diketahui bagaimana trend dan kebijakanan sektor energi berdampak terhadap sektor lainnya dalam sistem perekonomian secara keseluruhan. Secara khusus penelitian tersebut juga dimaksudkan untuk mengetahui pengaruh dari suksesi.

Oleh karena itu data yang digunakan adalah data pada rentang waktu saat suksesi pemerintahan di Negara tersebut terjadi, yaitu data runtut waktu periode tahun 1985-2000. Gambar 3 di bawah menunjukkan garis besar hubungan antara sektor migas dengan sektor lain dalam perekonomian Negara Trinidad dan Tobago. Sektor migas menggunakan jasa dan membayarkan upah dan gaji kepada rumah tangga. Selanjutnya uang yang diterima akan berpengaruh terhadap perekonomian melalui belanja rumah tangga, sebagian ditabung dan sebagian lainnya diinvestasikan.

Tindakan rumah tangga akan berpengaruh terhadap indikator ekonomi secara keseluruhan. Belanja barang akan berpengaruh terhadap pasar barang, jumlah uang yang dibelanjakan mempengaruhi permintaan akan uang, yang selanjutnya memengaruhi harga uang dan suku bunga. Kemudian secara bersama- sama semuanya akan berpengaruh terhadap tingkat suku bunga, mempengaruhi harga dan memicu inflasi atau deflasi.

Keputusan investasi di sektor migas akan diikuti dengan belanja barang dan jasa untuk kebutuhan operasional. Belanja yang dilakukan sektor migas akan berpengaruh terhadap struktur pasar, merubah permintaan barang dan jasa yang kemudian berpengaruh terhadap pembentukan harga. Pembelian barang dan jasa oleh sektor migas seringkali diikuti dengan peningkatan investasi di sektor lain yang ditunjukan dengan peningkatan aktifitas perdagangan, pendirian perusahaan jasa dan pabrikasi barang. Hasil penelitian menunjukan bahwa pemerintah akan mendapat income atau penerimaan dari sektor migas dalam bentuk pajak dan royalti. Tentu saja hal ini akan menambah kemampuan belanja pemerintah. Sebaliknya dalam upaya untuk meningkatkan ketertarikan perusahaan untuk melakukan investasi di sektor migas maka pemerintah dapat memberikan insentif.

Sektor hulu migas menghasilkan produk yaitu minyak mentah dan gas. Hasil ini kemudian diolah lebih lanjut menjadi bahan bakar minyak, petrochemical dan produk gas yang dapat digunakan oleh sektor lain sebagai bahan baku atau bahan pendukung untuk bahan bakar.

Penelitian menyimpulkan bahwa sepanjang tahun penelitian sektor energi, termasuk sektor migas, terbukti memiliki kontribusi terhadap pertumbuhan dan pembangunan ekonomi Trinidad dan Tobago. Hal ini dibuktikan dengan indikator

ekonomi yaitu GDP, penerimaan Negara dan meningkatnya nilai tukar seiring dengan peningkatan investasi di sektor migas. Penelitian juga menyimpulkan bahwa sektor migas berpengaruh terhadap perekonomian lokal. Oleh karen itu, kebijakan membuka ruang dan akses bagi penguasa lokal terhadap sektor energi dan migas menjadi sangat penting.

Sumber : CEPAL/GTZ Project , 2001

Gambar 3. Hubungan Sektor Migas dan Sektor Lainnya dalam Perekonomian

Salah satu faktor yang paling berpengaruh terhadap perekonomian dan kemudian berdampak kepada sektor lainnya adalah harga minyak. Bahkan bisa dikatakan harga minyak merupakan signal pokok dalam melakukan transisi energi (Andrew 2003). Demikian juga harga migas berdampak pada peningkatan penerimaan Negara dan pada sisi lain juga menjadi sebab terjadinya inflasi.

Namun demikian, Omowumi dan Williem (2006) menemukan bukti yang berbeda dengan Andrew. Dengan menggunakan Vector Autoregressive (VAR) diperoleh bukti impiris bahwa ekonomi nasional (Amerika) ternyata tidak bereaksi

Sektor Migas Rest of the Economy Sektor Pemerintah Penerimaan Pemerintah Pengeluaran Pemerintah Gaji dan Upah Pembelian Barang dan Jasa Pembelian Barang dan Jasa Sekt or lain

secara sensitif terhadap perubahan fluktuasi harga minyak. Sensitifitas indikator ekonomi terhadap perubahan harga minyak lebih besar terjadi di tingkat regional. Di region Teluk Mexico harga minyak tinggi diikuti dengan penurunan tingkat pengangguran. Namun di Negara bagian Amerika lainnya yang terjadi justru sebaliknya. Harga minyak tinggi justeru berdampak pada peningkatan pengangguran. Sebab banyak industri yang bergantung pada migas yang mengurangi produksinya dan menurunkan kegiatannya.

Dari analisis berdasarkan data mikro untuk setiap tingkatan industri, perusahaan atau pekerja diperoleh korelasi yang kuat antara harga minyak, output, angkatan kerja dan gaji. Hal ini selaras dengan pendapat Keane dan Prasard (1996). Harga minyak tinggi akan mengakibatkan kurva biaya perusahaan bergerak ke atas, yang berarti terjadi penurunan laba. Untuk mencapai posisi semula diperlukan penurunan harga lainnya termasuk biaya gaji. Salah satu jalan yang ditempuh adalah pengurangan karyawan atau penurunan kegiatan yang menurunkan biaya tenaga kerja per jam. Akibat berikutnya adalah terjadinya peningkatan pengangguran.

Dokumen terkait