• Tidak ada hasil yang ditemukan

III. KERANGKA TEOR

3.1.1. Permintaan Agregate

Agregate demand (AD) atau permintaan agregat adalah penjumlahan seluruh permintaan barang dan jasa suatu perekonomian pada berbagai tingkat harga. Para pengikut moneteris dan keynesian sependapat bahwa AD berslop negatif atau downward-slop namun dengan alasan yang berbeda. Dasar pemikiran kaum moneteris berpangkal dari teori hubungan antara permintaan kuantitas uang (the quantity theory of money relationship) yang dinyatakan dalam rumus sebagai berikut:

MV = PY

M adalah notasi untuk jumlah uang, V adalah notasi untuk kecepatan perputaran uang. Sedangkan P adalah notasi untuk harga dan Y adalah notasi jumlah barang atau output. Secara teoritis jumlah uang yang beredar akan sama dengan jumlah uang yang ditransaksikan untuk membeli barang dan jasa. Oleh karena itu, menurut moneteris ketika M dan V tertentu dan P meningkat, maka akan menyebabkan Y turun. Hubungan terbalik seperti ini yang mengakibatkan kurva AD memiliki slop negatif.

Sedangkan pendapat Keynesian didasarkan pada persamaan total pengeluaran yaitu:

Y = C + I + G + NX

Y adalah total output dalam perekonomian yang akan ditentukan besarnya berdasarkan total permintaan barang dan jasa dalam perekonomian. Sementara itu permintaan barang dan jasa tersebut akan ditentukan oleh besarnya pengeluaran

oleh sektor-sektor dalam perekonomian, yaitu sektor rumah tangga, sektor bisnis, sektor pemerintah dan perdagangan internasional. C adalah pengeluaran rumah tangga untuk konsumsi, I adalah pengeluaran perusahaan untuk investasi, G adalah pengeluaran pemerintah dan NX adalah net ekspor (Ekspor-Impor) yang merupakan net pengeluaran dari perdagangan internasional.

Keynesian Consumption Model menjelaskan bahwa konsumsi dipengaruhi oleh pendapatan disposable. Apabila pendapatan disposable meningkat, maka konsumsi juga akan meningkat. Namun peningkatannya tidak sebesar peningkatan pendapatan disposable. Dalam bentuk notasi nampak sebagai berikut:

C = Co + bYd

dimana:

C = konsumsi

Co = konsumsi otonomus

b = marginal propensity to consume (MPC) dimana 0 < b < 1 Yd = pendapatan diposable

MPC atau juga bisa disebut kecenderungan mengonsumsi marjinal menunjukan berapa besar konsumsi rumah tangga akan bertambah bila pendapatan disposable bertambah satu satuan.

Keynes juga mendiskusikan tentang hubungan antara konsumsi dan tabungan. Menurut Keynes pendapatan disposable yang diterima rumah tangga akan digunakan sebagian untuk konsumsi dan sisanya ditabung. Setiap tambahan penghasilan disposable akan dialokasikan untuk menambah konsumsi dan tabungan. Besarnya tambahan pendapatan disposable yang dialokasikan untuk menambah tabungan disebut kecenderungan menabung marginal (Marginal Propensity to Save atau MPS). Sedangkan rasio antara tingkat tabungan dan

pendapatan disposable disebut kecenderungan menabung rata-rata (Avarage Propensity to Save atau APS).

Investasi adalah keputusan ekonomi untuk menunda konsumsi dan menggunakan sumber daya atau sebagian penghasilan untuk meningkatkan kemampuan, menambah atau menciptakan nilai ekonomi berupa penghasilan atau kekayaan baru. Investasi dapat diwujudkan dalam bentuk fisik dan non fisik. Akan tetapi investasi non fisik tidak dibahas dalam teori ekonomi. Dengan demikian investasi didifinisikan sebagai pengeluaran atau pembelian barang yang ditujukan untuk meningkatkan stok barang modal atau jumlah barang persedian yang dilakukan dalam suatu perekonomian. Pada saatnya stok tersebut dipergunakan dan dikombinasikan dengan barang dan jasa lainnya maka akan menghasilkan barang-barang baru yang memiliki nilai tambah. Barang baru yang dihasilkan akan memberikan manfaat bagi masyarakat maka akan memiliki nilai yang lebih besar dibandingkan barang-barang tersebut dikombinasikan.

Termasuk dalam investasi adalah barang-barang modal yang antara lain mencakup pengeluaran untuk pembelian pabrik, mesin, peralatan produksi, bangunan, gedung dan lain sebagainya. Pada umumnya barang-barang modal memiliki umur fisik yang lebih dari setahun. Karena itu investasi barang modal sering disebut juga investasi dalam bentuk harta tetap atau fixed asset investment. Istilah yang sering digunakan di Indonesia untuk menyebut fixed investment adalah Pembentukan Modal Tetap Domestik Bruto (PMTDB). Nilai investasi umumnya dinyatakan dalam bentuk nilai bersih, yaitu nilai PMTDB dikurangi dengan penyusutan.

Investasi dalam bentuk barang persediaan dapat dicontohkan pada perusahaan yang memproduksi barang lebih banyak daripada target atau rencana penjualan. Barang kelebihannya tersebut dibuat dan diproduksi untuk mengantisipasi kemungkinan melonjaknya permintaan atau bagian dari stategi pemasaran. Meskipun demikian investasi persediaan barang diarahkan untuk meningkatkan penghasilan yang nantinya akan meningkatkan keuntungan. Biasanya investasi dalam bentuk persediaan barang disebut dengan investasi yang direncanakan atau investasi yang diinginkan karena telah direncanakan.

Investasi dalam bentuk persediaan juga sering dilakukan dalam bentuk bahan baku atau barang setengah jadi. Investasi dalam bentuk bahan baku dan barang setengah jadi juga memiliki motif ekonomi. Misalnya pada gejolak harga yang cenderung meningkat maka investasi akan dikurangai dan menghemat pengeluaran untuk memperkecil harga pokok produksi, sehingga jika barang jadi diperdagangkan akan memberikan keuntungan yang lebih besar.

Konsep yang sangat penting terkait investasi adalah konsep nilai uang dalam dimensi waktu yang berbeda. Inti pokok dari konsep nilai uang adalah jumlah mata uang yang sama akan lebih bernilai jika diterima sekarang dibandingkan diterima nanti. Nilai mata uang sekarang atau present value adalah nilai nominal dari sejumlah mata uang tertentu pada masa lalu dan masa yang akan datang yang dinilai dengan harga saat ini. Sehingga lebih bernilai atau tidaknya suatu mata uang tidak semata-mata bergantung dari besarannya namun juga kapan uang tersebut diterima dan dapat dibelanjakan.

X

V = --- (1+

r

)t

V = Nilai sekarang

X = Nilai yang akan datang t = Waktu

r = Faktor diskonto

Sedangkan nilai mata uang yang akan datang atau future value berarti memperhitungkan hasil investasi yang diperkirakan akan diterima pada waktu yang akan datang pada tingkat bunga tertentu. Rumusnya berkebalikan dengan rumus sebelumnya, yaitu:

F = A (1+r)t

F = Nilai masa mendatang yang diharapkan A = Investasi awal

t = Waktu

Keputusan untuk melakukan investasi atau tidak mempertimbangkan kriteria penilaian investasi seperti payback period, benefit/cost ratio (B/C Ratio), Net Present Value (NPV) atau Internal Rate of Return (IRR). Payback period adalah jumlah waktu yang dibutuhkan untuk menjamin sejumlah uang yang dikeluarkan atau diinvestasikan dapat kembali seluruhnya. Pay back period berarti pula jumlah waktu yang dibutuhkan untuk mengumpulkan penghasilan dari investasi hingga mencapai titik impas. Semakin pendek waktu yang dibutuhkan untuk mengembalikan uang yang diinvestasikan berarti semakin baik.

Kriteria B/C ratio adalah rasio antara nilai manfaat (benefit) yang diperoleh dari investasi dibandingkan dengan biaya yang dikeluarkan. Dengan kata lain B/C ratio adalah memperbandingkan antara biaya yang dikeluarkan dengan hasil atau output yang diperoleh. Keputusan untuk menerima atau menolak usulan investasi akan bergantung dari nilai B/C ratio-nya. Rencana investasi baru akan diterima jika B/C ratio > 1, artinya hasil yang diperoleh lebih

besar dibandingkan biaya yang dikeluarkan. Semakin besar nilai B/C ratio-nya berarti usulan investasi tersebut semakin baik.

Dua metode atau kriteria penilaian investasi di atas menggunakan nilai nominal. Kelemahan dari metode tersebut adalah mengabaikan nilai waktu dari uang. Agar penilaian investasi lebih akurat maka hasil-hasil dan biaya-biaya dari nilai sekarang harus didiskontokan. Keuntungan yang dihitung dengan mempertimbangkan diskonto dapat pula dilakukan dengan langsung menghitung selisih nilai sekarang dari biaya total dengan penerimaan total bersih. Selisih inilah yang disebut net present value. Usulan investasi akan diterima jika NPV > 0, yang berarti bahwa nilai sekarang penerimaan total lebih besar daripada nilai sekarang biaya total.

Kriteria investasi yang juga sering digunakan adalah internal rate of return (IRR). Secara prinsip IRR adalah tingkat diskonto tertentu yang memberikan nilai tingkat pengembalian investasi yang dihitung pada saat NPV sama dengan nol. Keputusan apakah investasi diterima atau ditolak tergantung dari tingkat pengembalian yang diinginkan. Misalnya saja IRR dari suatu investasi besarnya 12%, sementara investor mengharapkan investasi tersebut akan memberikan tingkat pengembalian 15%, maka investasi tersebut akan ditolak. Sebaliknya jika investor puas dengan tingkat pengembalian sebesar 10%, maka investasi tersebut akan diterima.

Selain mempertimbangkan kriteria yang telah diuraikan di atas, keputusan untuk melakukan investasi juga dipengaruhi oleh beberapa faktor:

1. Tingkat pengembalian yang diharapkan (Expected Rate of Return), yang umumnya akan dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal perusahaan.

Kondisi internal adalah faktor-faktor yang masih berada di bawah kontrol perusahaan, seperti tingkat efisiensi, kualitas SDM dan teknologi. Sedangkan kondisi eksternal mencakup tingkat permintaan pasar, perkiraan tentang tingkat produksi dan pertumbuhan ekonomi domestik maupun situasi ekonomi global.

2. Biaya investasi, terutama sekali tingkat bunga pinjaman. Jika tingkat bunga yang berlaku dan terjadi dalam perekonomian semakin tinggi maka biaya investasi makin mahal. Hal ini akan mengakibatkan minat investasi yang semakin turun.

3. Marginal efficiency of capital (MEC) dan marginal efficiency of investement (MEI). MEC adalah tingkat pengembalian yang diharapkan dari setiap tambahan barang modal, sedangkan MEI adalah tingkat pengembalian yang diharapkan dari setiap tambahan investasi.

Dokumen terkait