• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERATURAN BPOM NOMOR 13 TAHUN 2019 BATAS MAKSIMAL CEMARAN

BAB IV PEMBAHASAN

4.2. PERATURAN BPOM NOMOR 13 TAHUN 2019 BATAS MAKSIMAL CEMARAN

BPOM Nomor 13 Tahun 2019 tentang Batas Maksimal Cemaran Mikroba Dalam Pangan Olahan mengatur ketentuan mengenai batas maksimal cemaran mikroba dalam pangan olahan berdasarkan kriteria mikrobiologi.

Kriteria mikrobiologi meliputi jenis pangan olahan, jenis mikroba, batas mikroba, rencana sampling berserta metode analisisnya. Peraturan ini tidak berlaku untuk pangan steril komersial. Penetapan peraturan ini bertujuan untuk memberikan acuan bagi pelaku usaha pangan dalam memenuhi persyaratan cemaran mikroba dalam pangan olahan pangan, dan acuan bagi tenaga pengawas baik pengawasan pre market maupun post market dalam melaksanakan tugasnya, serta dalam rangka perlindungan masyarakat. Hasil survei terhadap pengetahuan dan pemahaman responden, serta bagaimana pelaksanaan penerapan peraturan memberikan gambaran efektivitas pencapaian tujuan penetapan peraturan tersebut.

4.2.1 Gambaran Pengetahuan Stakeholder

Berdasarkan hasil survei, diketahui bahwa 92,6% responden BPOM/UPT; 93,2% responden pelaku usaha, dan 66,2% responden pemerintah daerah mengetahui Peraturan BPOM No. 13 Tahun 2019.

46 Sumber informasi yang digunakan dalam memperoleh informasi mengenai peraturan pangan olahan yang diterbitkan oleh Badan POM yaitu laman BPOM (http://jdih.pom.go.id) (78,9%);

sosialisasi/advokasi (70,4%); rekan kerja (54,3%); laman Direktorat Standardisasi Pangan Olahan – http://standarpangan.pom.go.id (41,0%); media sosial (33,5%); Balai Besar/Balai/Loka POM setempat (18,3%); email (7,2%); dan lainnya (3,6%).

4.2.2 Tingkat Pemahaman Stakeholder

Hasil survei menunjukkan bahwa tingkat pemahaman terhadap Peraturan BPOM No. 13 Tahun 2019 untuk responden BPOM/UPT berada pada kategori cukup (12,8%), baik (27,4%), dan sangat baik (59,8%). Untuk responden pelaku usaha berada pada kategori cukup (13,0%), baik (36,4%), dan sangat baik (50,6%). Sedangkan untuk responden Pemda berada pada kategori cukup (39,3%), baik (33,6%), dan sangat baik 16,1%).

Kemudian diketahui pula sebanyak 87,8% responden BPOM/UPT, 90,9% responden pelaku usaha, dan 66,1% responden Pemda memahami Peraturan BPOM No. 13 Tahun 2019.

Beberapa hal yang tidak dipahami oleh responden BPOM/UPT yaitu terkait teknik pengambilan sampel untuk diuji mikroba. Karena adanya perubahan peraturan kategori pangan, yang mana Peraturan BPOM No. 13 Tahun 2019 masih menggunakan kategori pangan sesuai Peraturan BPOM No. 21 Tahun 2016 sehingga beberapa responden pelaku usaha merasa sulit memahami persyaratan cemaran mikroba pada produk yang berubah kategori pangannya.

Selain itu beberapa responden pelaku usaha masih ada yang belum memahami istilah dalam peraturan seperti “M” dan “N”. Sedangkan beberapa responden Pemda menyatakan bahwa mereka tidak paham karena belum menerima sosialisasi Peraturan BPOM No. 13 Tahun 2019. Kemudian juga disampaikan bagian yang tidak dipahami responden Pemda adalah tentang cara membaca lampiran peraturan ini.

Menurut 77,2% responden BPOM/UPT sangat penting untuk memahami suatu peraturan perundang-undangan yang berlaku, sedangkan menurut 20,8% responden menganggap penting, dan 2,0% responden menganggap cukup penting. Bagi 62,0% responden Pemda sangat penting, 33,8% responden menganggap penting, dan 4,2% responden menganggap cukup penting.

Berikut pendapat responden untuk sumber informasi yang dimanfaatkan jika mereka tidak paham terhadap suatu peraturan:

a. Responden BPOM akan menggunakan sumber informasi dari pegawai BPOM/UPT (83,7%); internet (57,4%); pedoman

47 implementasi peraturan (47,0%); Layanan konsultasi online pada subsite Direktorat Standardisasi Pangan Olahan KUSAPA (standarpangan.pom.go.id) (37,1%); ULPK BPOM (24,3%);

media sosial (15,8%); dan lainnya (petugas SPO, jdih.pom.go.id) (3,0%).

b. Responden pelaku usaha akan menggunakan sumber informasi dari Layanan konsultasi online pada subsite Direktorat

Standardisasi Pangan Olahan KUSAPA

(standarpangan.pom.go.id) (81,8%); internet (33,0%); rekan kerja (31,8%); pedoman implementasi peraturan (28,4%); Balai Besar/Balai/Loka POM setempat (27,3%); media sosial (14,8%);

ULPK BPOM (9,1%); dan lainnya (asosiasi industri, GAPMMI) (4,5%).

c. Responden pemerintah daerah akan menggunakan sumber informasi dari Balai Besar/Balai/Loka POM setempat (85,9%);

internet (52,1%); rekan kerja (35,2%); pedoman implementasi peraturan (29,6%); media sosial (19,7%); ULPK BPOM (14,1%);

Layanan konsultasi online pada subsite Direktorat Standardisasi Pangan Olahan KUSAPA (standarpangan.pom.go.id) (9,9%); dan lainnya (bertanya langsung pada petugas Badan POM) (1,4%).

4.2.3 Gambaran Implementasi Stakeholder

Peraturan BPOM No. 13 Tahun 2019 mengatur terkait kriteria mikrobiologi dalam pangan olahan. Peraturan BPOM No. 13 Tahun 2019 merupakan panduan untuk memastikan bahwa batas maksimal cemaran mikroba dalam pangan olahan memenuhi persyaratan tersebut. Oleh karena itu, penerapan Peraturan BPOM No. 13 Tahun 2019 memastikan pangan olahan yang beredar memenuhi persyaratan keamanan Kebijakan ini dapat diimplementasikan dengan baik jika sasaran baik instansi pemerintah maupun pelaku usaha dapat menerapkan Peraturan ini.

Hasil survei menunjukkan bahwa 98,8% responden BPOM/UPT, 89,6% responden pelaku usaha dan 91,1% responden Pemda dapat menerapkan Peraturan BPOM No. 13 Tahun 2019. Menurut responden pelaku usaha, peraturan ini belum dapat diterapkan dengan beberapa alasan yaitu:

a. Biaya pengujian yang besar karena jumlah sampel yang banyak b. Terdapat kendala dalam pemenuhan batas maksimal Angka

Lempeng Total (ALT) dan patogen pada suatu produk pangan olahan

c. Terdapat kendala saat release produk karena pengujian dilakukan terhadap batch/lot yang berukuran kecil

d. Terdapat metode analisis yang tidak sesuai menurut KAN

48 Terkait dengan penerapan peraturan, sejumlah responden BPOM/UPT (65,9%) menyatakan semua jenis cemaran mikroba dalam prioritas sampling bisa diuji di laboratorium. Beberapa kendala yang menyebabkan belum dapat dilakukan pengujian yaitu keterbatasan alat, reagen, media dan kultur mikroba di beberapa UPT dan untuk Loka POM tidak memiliki laboratorium sehingga tidak dapat melakukan pengujian.

Sejumlah responden pelaku usaha (96,1%) menyatakan jenis cemaran yg dipersyaratkan dalam produk yg diproduksi dapat di uji di laboratorium baik internal maupun eksternal. Sebagian responden yang menyatakan ada kendala kemampuan dalam melakukan pengujian mikroba di laboratorium internal perusahaan sehingga pelu menguji di laboratorium eksternal. Namun secara umum responden pelaku usaha dapat menguji cemaran mikroba sesuai yang dipersyaratkan pada produk yang diproduksi baik di lab internal maupun eksternal.

Sejumlah responden pelaku usaha (94,4%) menyatakan persyaratan cemaran mikroba dalam Peraturan BPOM No. 13 Tahun 2019 sudah cukup memenuhi jaminan keamanan produk. Alasan disebutkan responden terkait tidak cukup memenuhi jaminan keamanan produk adalah terdapat pelanggan yang meminta uji parameter lain yang tidak diatur dalam peraturan ini. Contoh parameter yang diminta antara lain Listeria monocytogenes di produk susu serta ALT pada produk minuman susu fermentasi probiotik, sedangkan pengujian ALT akan bias dengan jumlah bakteri probiotik di dalamnya. Selain itu terdapat beberapa responden yang masih belum bisa memenuhi persyaratan ini karena dinilai terlalu ketat.

Sejumlah responden Pemda (71,4%) dapat menerapkan persyaratan cemaran mikroba pada saat mengevaluasi produk untuk mendapatkan nomor P-IRT. Alasan tidak dapat dipenuhinya persyaratan cemaran mikroba pada evaluasi P-IRT karena dalam Peraturan BPOM No. 22 Tahun 2018 tentang Pedoman Pemberian Sertifikat Produksi Pangan Industri Rumah Tangga tidak mempersyaratkan hasil uji cemaran mikroba.

Sejumlah responden Pemda (69,6%) menyatakan bahwa persyaratan cemaran mikroba dalam Peraturan BPOM No. 13 Tahun 2019 mudah diterapkan pada produk yg mengajukan izin edar P-IRT atau dalam rangka pengawaan produk P-IRT. Alasan tidak dapat dipenuhinya persyaratan cemaran mikroba pada pengajuan P-IRT karena diperlukan biaya lebih yang akan dibebankan kepada pelaku usaha yang umumnya UKM. Untuk alasan tidak dapat dipenuhinya persyaratan cemaran mikroba pada pengawasan P-IRT karena belum

49 tersedianya laboratorium di beberapa daerah serta belum terdapat kompetensi SDM untuk melakukan uji mikroba tersebut.

Jika terdapat kesulitan atau keterbatasan dalam penerapan peraturan, maka 91,1% responden BPOM/UPT akan berkonsultasi dengan unit kerja terkait, sejumlah 52,5% responden akan menerapkan peraturan dengan pertimbangan risiko, 9,4%

responden akan berkonsultasi dengan konsultan/pakar, 2,5%

responden akan melakukan tindakan lainnya seperti mohon arahan pimpinan, konsultasi ke pimpinan unit kerja, berkonsultasi dengan atasan, dan 2,0% responden tidak menerapkan peraturan yang dianggap menyulitkan,

Jika pelaku usaha mengalami kesulitan atau keterbatasan dalam penerapan peraturan, maka sejumlah 77,3% responden pelaku usaha akan berkonsultasi dengan Badan POM Pusat, 75,0%

responden akan berkonsultasi melalui layanan konsultasi online pada subsite Direktorata Standardisasi Pangan Olahan KUSAPA (standarpangan.pom.go.id), 34,1% responden akan berkonsultasi dengan Balai Besar/Balai/Loka POM setempat, 29,5% responden akan berkonsultasi dengan konsultan/pakar, 15,9% responden akan menerapkan peraturan dengan pertimbangan risiko, 4,5%

responden akan melakukan tindakan lainnya seperti info ke GAPMMI, berkonsultasi dengan Asosiasi GAPMMI.

Sedangkan bagi Pemda, jika mereka terdapat kesulitan atau keterbatasan dalam penerapan peraturan maka berdasarkan hasil survei, sejumlah 93,0% responden akan berkonsultasi dengan Balai Besar/Balai/Loka POM setempat, 25,4% responden pelaku usaha akan berkonsultasi dengan Badan POM Pusat, 22,5% responden akan berkonsultasi dengan konsultan/pakar, 21,1% responden akan menerapkan peraturan dengan pertimbangan risiko, 15,5%

responden akan berkonsultasi melalui layanan konsultasi online pada subsite Direktorata Standardisasi Pangan Olahan KUSAPA (standarpangan.pom.go.id), 4,2% responden tidak menerapkan peraturan yang dianggap menyulitkan, dan 1,4%. Responden akan melakukan tindakan lainnya seperti Konsultasi dan minta arahan kepada Kepala Bidang dan Kepala Dinas,

4.2.4 Gambaran Efektifitas

Beberapa aspek yang digunakan untuk menggambarkan efektivitas peraturan yaitu kemanfaatan peraturan dalam mempermudah pekerjaan responden, memadai atau tidaknya grace period yang ditetapkan, serta kemudahaan penyesuaian dalam mengimplementasikan peraturan.

Hasil survei menunjukkan bahwa 98,8 responden BPOM/UPT, 92,2%

responden pelaku usaha dan 89,3% responden Pemda menyatakan

50 bahwa Peraturan BPOM No. 13 Tahun 2019 mempermudah pekerjaan mereka. Bagi sebagian responden BPOM/UPT dan pelaku usaha, adanya peraturan ini tidak mempermudah pekerjaan mereka karena jumlah sampel yang diatur dalam peraturan yang cukup banyak, sehingga perlu tenaga lebih untuk melakukan pengujian. Untuk responden pelaku usaha, jumlah sampel ini sangat mempengaruhi peningkatan biaya pengujian untuk perusahaan. Bagi sebagian responden Pemda kesulitan apabila P-IRT tidak memenuhi persyaratan cemaran mikroba namun saat ini terdapat kebijakan untuk percepatan izin P-IRT.

Jika dibandingkan dengan penyesuaian antara penerapan Peraturan BPOM No. 13 Tahun 2019 dengan peraturan sebelumnya, menurut responden BPOM/UPT sangat mudah diterapkan (6,7%), mudah diterapkan (81,1%), sulit diterapkan (12,2%), dan tidak ada yang menyatakan sangat sulit diterapkan. Sedangkan menurut responden pelaku usaha menyatakan sangat mudah diterapkan (1,3%), mudah diterapkan (1,4%), sulit diterapkan (28,6%), dan sangat sulit diterapkan (1,3%). Bagi responden Pemda menyatakan sangat mudah diterapkan (3,6%), mudah diterapkan (50,0%), sulit diterapkan (42,9%), dan sangat sulit diterapkan (3,6%).

Berdasarkan hasil survei juga diketahui upaya penyesuaian yang dilakukan terkait penerapan Peraturan BPOM No. 13 Tahun 2019.

Sejumlah responden BPOM/UPT (39,7%), pelaku usaha (62,5%), dan Pemda (43,3%) menyatakan tidak memerlukan penyesuaian karena sudah sesuai dengan peraturan tersebut. Menurut responden BPOM/UPT (14,4%), pelaku usaha (16,1%) dan Pemda (16,7%) menyatakan perlu perubahan prioritas sampling atau pedoman tindak lanjut. Menurut responden responden BPOM/UPT (8,9%), pelaku usaha (8,9%) dan Pemda (10,0%) menyatakan perlu perubahan metode analisis. Menurut responden responden BPOM/UPT (12,3%), pelaku usaha (8,9%) dan Pemda (10,0%) menyatakan perlu perubahan persyaratan registrasi/perubahan aplikasi. Menurut responden BPOM/UPT (12,3%), pelaku usaha (8,9%) dan Pemda (3,6%) perlunya penyesuaian jumlah dan mutasi SDM. Menurut responden responden BPOM/UPT (14,4%), pelaku usaha (16,1%) dan Pemda (16,7%) perlunya penyesuaian peningkatan kompetensi SDM. Menurut responden responden BPOM/UPT (3,42%), pelaku usaha (17,9%) dan Pemda (50,0%) perlunya penyesuaian supplier bahan baku. Menurut responden responden BPOM/UPT (23,3%) dan Pemda (23,3%) perlunya penyesuaian terhadap sampling produk. Selain itu, bagi pelaku usaha sendiri terdapat upaya lain yang perlu dilakukan yaitu mereformulasi produk (33,9%).

51 Terkait dengan masa penyesuaian peraturan, menurut mayoritas responden BPOM/UPT (92,1%), pelaku usaha (83,1%), dan Pemda (75,0%) menyatakan bahwa masa penyesuaian 12 bulan dianggap memadai untuk menerapkan peraturan ini. Menurut beberapa responden BPOM/UPT menyatakan perlu waktu paling tidak 24 bulan untuk menyesuaikan pelaku usaha khususnya UKM dalam menyiapkan anggaran pengujian. Menurut responden pelaku usaha masih diperlukan waktu untuk dapat menerapkan metode sampling yang tepat, penyesuaian supplier bahan baku untuk memahami Peraturan BPOM No. 13 Tahun 2019 ini serta masih diperlukan formulasi produk dalam waktu yang cukup panjang. Sedangkan untuk beberapa responden Pemda, masa penyesuaian 12 bulan tidak memadai dengan alasan sebagai berikut:

a. Tidak tersedianya laboratorium untuk pengujian cemaran mikroba di wilayah tertentu

b. Masih perlu waktu untuk mempersiapkan anggaran untuk menunjang sarana dan prasarana untuk pengujian cemaran mikroba yang memadai.

4.3. PERATURAN BPOM NOMOR 18 TAHUN 2019 CARA IRADIASI PANGAN YANG

Dokumen terkait