• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perbandingan Ajaran Aliran Ilmu Kalam

AYO MENDALAMI

H. Aliran Maturidiyah

I. Perbandingan Ajaran Aliran Ilmu Kalam

1. Akal dan Wahyu

a. Menurut aliran Mu’tazilah

Pokok-pokok pengetahuan (tentang Tuhan serta kriteria baik dan buruk) dan mensyukuri nikmat adalah wajib, sebelum turunnya wahyu. Hal ini berarti, bahwa mengetahui Tuhan, mengetahui baik dan buruk, kewajiban bersyukur atas nikmat yang diberikan Tuhan, serta mengetahui kewajiban mengerjakan yang baik dan meninggalkan yang buruk dapat diketahui oleh akal manusia. Sehingga, seandainya tidak ada wahyu, manusia tetap dapat mengtahuinya yaitu dengan penalaran akalnya, manusia bisa berkesimpulan bahwa berterimakasih kepada Tuhan adalah wajib sebelum datangnya wahyu.

Wahyu memiliki fungsi konfirmasi dan informasi, memperkuat apa yang telah diketahui akal dan menerangkan apa yang belum diketahui oleh akal. Hanya saja, menurut Mu‘tazilah, wahyu tidak selamanya yang menentukan apa yang baik dan apa yang buruk, karena akal, bagi Mu‘tazilah dapat mengetahui sebagian yang baik dan sebagian dari yang buruk. Dalam artian, akal dapat mengetahui garis-garis besarnya, sedangkan rinciannya diperoleh melalui wahyu

b. Menurut Aliran Asy’ariyah

Imam al-Asy’ari menjelaskan, yang menentukan menentukan baik dan buruk, kewajiban terhadap Tuhan dan kewajiban melaksanakan yang baik dan menjauhi yang buruk adalah wahyu. Akal tidak berperan dalam hal tersebut, sehingga kalau dikatakan bohong itu adalah buruk karena wahyulah yang menetapkannya.

c. Aliran Maturidiyah

Abu Mansur menjelaskan bahwa akal kal dapat mengetahui Tuhan, baik dan buruk serta mengetahui kewajiban terhadap Tuhan, akan tetapi yang menetapkannya adalah wahyu. Begitu pula tidak semua yang baik dan buruk diketahui akal sehingga sangat diperlukan wahyu. Termasuk menjelaskan kewajiban melaksanakan yang baik dan menjauhi yang buruk. Sedangkan al-Bazdawi berpendapat bahwa, semua pengetahuan dapat dicapai oleh akal sedang kewajiban-kewajiban diketahui melalui wahyu.

2. Iman dan Kufur

a. Menurut Aliran Khawārij

Khawārij memandang semua yang menerima tahkīm adalah kafir. Bagi aliran Khawārij, iman tidak cukup hanya diucapkan atau dibenarkan melainkan harus dibuktikan dengan perbuatan, karena perbuatan merupakan penentu iman. Maka dari itu bagi yang melakukan dosa besar adalah kafir.

b. Menurut Aliran Murjiah

Iman adalah ma’rifat sama dengan ikrar dan taṣdīq, amal tidak termasuk unsur iman. Sedang kufur adalah mengingkari. Oleh karena itu, apapun yang dilakukan oleh seseorang tidak mempengaruhi imannya, sekalipun berbuat dosa. c. Menurut Aliran Mu’tazilah

Aliran Mu’tazilah mengemukakan bahwa, iman adalah ketaatan kepada apa yang diwajibkan dan disunatkan. Bagi Mu’tazilah, iman tidak hanya ikrar dan taṣdīq, tetapi juga pengamalan sangat berpengaruh terhadap iman, sehingga seseorang yang beriman melakukan dosa besar tidak dapat dikatakan kafir, karena masih ada unsur lain yang dimiliki, yaitu: pengakuan atau ikrar dan taṣdīq. Pelaku dosa besar hanya dikatakan sebagai fasiq, bukan mukmin secara mutlak dan bukan kafir secara mutlak. Manusia dikatakan kafir manakala unsur-unsur iman tidak dimiliki.

d. Menurut aliran Asy’ariyah

Aliran Asy’ariyah membedakan antara iman dan Islam. Iman bersifat khusus, berhubungan dengan hati yakni ikrar dan taṣdīq. Sementara Islam mempunyai ruang lingkup yang luas meliputi syari’at atau pengamalan, sehingga tidak dapat digolongkan kafir karena melakukan dosa besar. Hanya saja dalam kehidupan sebagai seorang yang beriman tidak cukup dengan iman atau Islam saja, melainkan keduanya harus dipadukan, karena iman dan Islam tidak dapat dipisahkan.

Tentang iman, Imam Asy’ari menjelaskan bahwa perbuatan manusia dapat menjadikan iman itu kuat dan lemah. Untuk memperkokoh iman itu harus menjalankan ketaatan. Iman yang kuat menjadi penghalang dalam berbuat dosa, sementara iman yang lemah memudahkan untuk melakukan pelanggaran.

3. Perbuatan Manusia

a. Menurut Aliran Jabariyah

Paham Jabariyah memandang bahwa manusia tidak merdeka dalam mengerjakan perbuatannya yang menentukan perbuatan manusia adalah Tuhan, sehingga paham ini dikenal dengan fatalisme. Aliran jabariyah memandang manusia tidak mempunyai pilihan. Manusia dalam perbuatannya adalah majbur (terpaksa). Manusia digerakkan Allah, sebagaimana benda-benda yang mati dan tak bernyawa dapat bergerak hanya karena digerakkan oleh Tuhan. b. Menurut Aliran Mu’tazilah

Aliran Mu’tazilah mempunyai kesamaan dengan paham qadariyah dalam hal perbuatan manusia, yaitu manusia sendirilah yang menentukan perbuatannya, baik perbuatan jahat maupun perbuatan baik, begitu pula iman dan kufur. Paham ini diperkenalkan pertama kali oleh Ma’bad ibn Juhaini dan Ghailan al-Dimasyqi. Keduanya merupakan orang yang paling awal memperkenalkan

40 Akidah Akhlak Kelas XI

pembicaraan tentang al-qadr, yaitu kemampuan manusia untuk melakukan perbuatannya. Manusia tidak dikendalikan tetapi dapat memilih.

Kebebasan manusia dalam mewujudkan perbuatannya erat kaitannya dengan kewajibannya dalam mempertanggung jawabkan perbuatannya. Sedangkan tanggung jawab menghendaki kebebasan. Pemberian siksaan dan pahala tidak relevan kalau manusia tidak aktif. Ia berbuat baik atas kemauannya sendiri, begitu pula sebaliknya. Keterlibatan Tuhan sama sekali tidak ada dalam mewujudkan perbuatan manusia.

c. Menurut Aliran Asy’ariyah

Menurut Asy’ariyah manusia lemah, banyak bergantung kepada kehendak dan kemauan Tuhan. Dalam menggambarkan hubungan perbuatan manusia dengan kehendak dan kekuasaan Tuhan. Al-Asy’ari memakai istilah kasb (perolehan). Menurut al-Asy’ari, inti dari kasb itu adalah bahwa sesuatu itu timbul dari yang memperoleh dengan perantaraan daya yang diciptakan Allah. Perbuatan-perbuatan manusia oleh Asy’ari pada hakikatnya diadakan oleh Allah. Semua itu mencakup perbuatan-perbuatan gerakan refleks dan perbuatan-perbuatan manusia.

d. Menurut Aliran Maturidiyah

Maturidiyah Samarkand, memberikan batas pada kekuasaan dan kehendak mutlak Tuhan, mereka berpendapat bahwa perbuatan Tuhan hanyalah menyangkut hal-hal yang baik saja, dengan demikian Tuhan berkewajiban melakukan yang baik bagi manusia. Demikian halnya dengan pengiriman rasul, Maturidiyah Samarkand sebagai kewajiban Tuhan.

Maturidiyah Bukhara memiliki pandangan yang sama dengan Asy’ariyah mengenai faham bahwa Tuhan tidak mempunyai kewajiban. Namun Tuhan pasti menepati janji-Nya, seperti memberi upah orang yang telah berbuat kebaikan. Tentang kekuasaan Tuhan dan kehendak mutlak Tuhan, tidak bersifat wajib (ja’iz).

4. Kehendak Mutlak dan Keadilan Tuhan

a. Menurut Aliran Mu’tazilah

Allah tidak berkuasa mutlak. Kemutlakan kekuasaan Allah dibatasi oleh beberapa hal yang telah ditetapkan oleh Allah sendiri, yang mana Tuhan tidak akan melanggarnya berdasarkan kemauannya sendiri. Aliran Mu’tazilah sepakat bahwa manusia mampu menciptakan perbuatannya baik dan buruk. Waṣil bin Aṭo’ berpendapat bahwa manusia bebas dalam perbuatannya, dia tidak dipaksa, agar dengan demikian maka keadilan Tuhan terwujud.

Paham ini didasari oleh paham mereka tentang keadilan Allah. Sebab tidak benar manusia diberi beban kemudian dibatasi kebebasannya atau tidak diberikan kemampuan untuk mewujudkan apa yang dibebankan kepadanya. Tuhan itu adil kalau manusia diberi kehendak untuk memilih perbuatan yang diinginkannya dan diberi kemampuan untuk melaksanakan apa yang dikehendakinya. Dan atas perbuatannya itulah maka Tuhan memberikannya imbalan pahala atau siksa sesuai dan ancamannya.

b. Menurut Aliran Asy’ariyah

Aliran Asy’ariyah menyatakan bahwa Allah mempunyai kekuasaan mutlak dan tidak tunduk kepada siapapun. Kekuasaan mutlak Allah tidak dapat dibatasi oleh kebebasan manusia. Kaum Asy’ariyah berpendapat bahwa manusia tidak bebas berbuat dan berkehendak. Sebab sekiranya sesuatu terjadi di luar kehendak Allah, atau sekiranya dalam kekuasaan-Nya terjadi apa yang tidak dikehendaki-Nya, maka hal ini akan berarti bahwa Allah itu lemah atau lupa, sedangkan sifat lemah atau lupa adalah mustahil bagi Allah. Allah yang menghendaki segala sesuatu yang terjadi di alam ini, termasuk perbuatan baik atau perbuatan buruk.

1. Kemunculan Khawārij yang mengembangkan pemikiran teologi, membawa dampak kepada munculnya aliran-aliran teologi yang baru, yaitu: Syi’ah, Murji’ah, Jabariyah, Qadariyah, Mu’tazilah, Asy’ariyah dan Maturidiyah (Ahlussunnah Wal Jama’ah).

2. Cakupan perdebatan dalam ilmu kalam yang pada awalnya hanya persoalan politik kemudian meluas, misalnya tentang kedudukan wahyu dan akal, iman dan kufur, kalamullah, kehendak mutlak Tuhan dan perbuatan manusia, dan keadilan Tuhan.

3. Perkembangan dan penyebaran paham teologi sering bersinggungan dengan kekuasaan, misalnya aliran Khawārij yang sejak awal lahirnya dilatarbelakangi persoalan politik, Jabariyah pada masa pemerintahan Bani Umayyah, dan Mu’tazilah pada pada masa pemerintahan al-Makmun, Mu’tashim, dan al-Watsiq dari Dinasti Bani Abasiyah.

4. Munculnya paham Asy’ariyah dan Maturidiyah menjadi solusi atas paham-paham yang ekstrim. Paham ini menjadi mudah dipahami oleh umat Islam karena rumusan ajarannya yang sederhana dan lebih menekankan penggunaan dalil naqli dan membatasi penggunaan logika filsafat yang rumit.

Dengan melakukan presentasi, maka pemahaman akan semakin melekat pada otak. Marilah kita mempresentasikan pokok-pokok ajaran aliran ilmu kalam dengan langkah-langkah berikut ini:

1. Guru membentuk kelompok kecil yang beranggotakan 4-5 siswa/siswi secara acak. 2. Masing-masing siswa/siswi berkelompok sesuai dengan kelompoknya.

3. Sebelum materi diskusi disampaikan kepada masing-masing kelompok, guru mempersilakan kepada semua siswa untuk mempelajari materi pokok-pokok ajaran aliran ilmu kalam.

AYO PRESENTASI