BAB IV ANALISA DATA DAN PEMBAHASAN
4.1.2. Perbandingan Kurva Pendinginan Coran
Untuk melihat kurva pendinginan dari keempat model coran, diambil salah satu node dengan koordinat yang sama pada keempat model. Sehingga dapat terlihat perbedaan perubahan temperatur selama proses pendinginan pada gambar 4.9 dibawah ini.
Gambar 4.9 Kurva perbandingan perubahan temperatur proses pendinginan pada keempat model coran
303 503 703 903
0 300 600 900 1200 1500 1800 2100 2400 2700 3000 3300 3600 3900 4200 4500 4800 5100 5400
Temperatur (oK)
Waktu (detik)
Rectangular Gating 1 Circular Gating 1 Rectangular Gating 2 Circular Gating 2
Dari kurva dapat dilihat temperatur dari keempat model mengalami penurunan sesuai dengan prinsip pendinginan. Hal ini dikarenakan panas dari dalam cor akan mengalir ke dalam cetakan sehingga cor akan mengalami penurunan temperatur sesuai dengan berjalannya waktu.
Terlihat pada kurva bahwa variasi bentuk sistem saluran tidak akan memberikan pengaruh terhadap proses pendinginan benda cetak. Variasi sistem saluran memiliki temperatur yang dikatakan hampir sama setiap penambahan waktu sehingga kecepatan pendinginan dari keempat model akan menghasilkan kecepatan pendinginan yang sama
Pada detik awal hingga 480, perubahan temperatur pada keempat model terjadi sangat cepat dibandingkan waktu berikutnya. Hal ini dikarenakan pada coran dan cetakan memiliki selisih temperatur yang sangat besar dengan temperatur cor sebesar 1023 K sedangkan temperatur cetakan 303 K. Selisih temperatur ini akan mempercepat proses konduksi sehingga transfer panas berjalan dengan cepat. Setelah beberapa saat cetakan akan mengalami kenaikan temperatur dan coran akan mengalami penurunan temperatur. Selisih temperatur yang kecil ini akan mengakibatkan proses perpindahan panas akan berjalan dengan lambat. Untuk melihat nilai perubahan temperatur pada kurva di atas terdapat pada tabel 4.2 dibawah ini.
Tabel 4.2 Perbandingan temperatur proses pendinginan cor pada keempat model dalam beberapa detik
Waktu
420 493,52 493,28 494,72 494,96
480 486,18 485,99 487,39 487,67
1800 424,41 424,45 424,95 425,39
3600 399,98 400,05 401,12 401,45
5400 388,18 388,25 390,3 390,55
4.1.3. Perbandingan Kurva Tranasfer Panas pada Cetakan Untuk melihat kurva pemansan dan pendinginan cetakan dari keempat model coran, diambil salah satu node dengan koordinat yang sama pada keempat model. Sehingga dapat terlihat perbedaan perubahan temperatur selama proses pemanasan cetakan dan pendinginan pada cetakan.
Kurva perbandingan proses pemanasan dan pendinginan pada cetakan keempat model dapat dilihat pada gambar 4.10 dibawah ini.
Gambar 4.10 Kurva perbandingan perubahan temperatur proses pemanasan cetakan pada keempat model coran
Dari gambar dapat dilihat bahwa proses pemanasan yang terjadi pada cetakan karena cetakan menyerap seluruh panas yang ditransferskan oleh logam cair. Cetakan akan terus mengalami
303 353 403 453
0 300 600 900 1200 1500 1800 2100 2400 2700 3000 3300 3600 3900 4200 4500 4800 5100 5400
Temperatur (oK)
Waktu (Detik)
Rectangular Gating 1 Circular Gating 1 Rectangular Gating 2 Circular Gating 2
kenaikan temperatur selama coran memiliki panas lebih untuk di alirkan. Kemudian cetakan akan mengalami penurunan temperatur kembali saat temperatur cetakan hampir sama dengan temperatur coran. Pada saat itu juga tidak ada input panas lagi dari coran sehingga panas akan di alirkan ke luar lingkungan. Pada penurunan temperatur model pertama cetakan akan turun hingga temperatur 390,27 K, model kedua hingga 390,35 K, model ketiga hingga 391,50 K, dan model keempat hingga 391,82 K.
Kurva pemansan dan pendinginan cetakan pada keempat model memiliki bentuk kurva yang sama mengindikasikan proses pendinginan berjalan hampir sama untuk keempat model. Untuk melihat nilai temperatur dari gambar 4.10 dapat dilihat pada tabel 4.3 dibawah ini
Tabel 4.3 Perbandingan temperatur proses pemanasan dan pendinginan cetakan pada keempat model dalam beberapa detik
Waktu keempat model akan mengalami penurunan temperatur dengan berjalannya waktu. Posisi sistem saluran akan mempengaruhi proses konveksi dari cetakan ke atmosfir. Dengan posisi sistem saluran di tengah benda cor akan memberikan kecepatan
temperatur yang lebih besar dibandinkan di tepi benda cor dengan selisih ±1,4oK.
4.1.4. Gradient Temperatur
Gradien temperatur adalah rentang perubahan temperatur di dalam suatu sistem. Di dalam simulasi ini, gradien temperatur yang terbentuk menggambarkan arah mulainya pendinginan.
Berikut arah perubahan pendinginan pada model 1 sampai 4 pada saat detik 60 dan 5400 dapat dilihat pada gambar 4.11 dibawah ini.
(a)
(b)
(a)
(c)
(d)
(e)
(f)
(g)
Ga
Gambar 4.11 Gradien temperatur pada model 1 sampai 4 (a), (c), (e), (g) pada detik ke 60 dan (b), (d), (f), (h) detik ke 5400
Pada gambar 4.11 (a), (c), (e), (g) kita melihat gradient temperatur yang besar pada bagian pouring basin, runner, dan core cetekan. Pada pouring basin karena logam kontak langsung dengan atmosfir sehingga terjadi perubahan temperatur cepat terjadi dan diikuti pada bagian runner. Vektor temperatur menunjukkan perpindahan panas terjadi dari dalam logam menuju cetakan pasir.
Pada gambar 4.11 (b), (d), (f), (h) temperatur logam hampir menyerupai temperature cetakan sehingga gradien temperatur tidak besar. Vektor temperature mengarah ke dalam coran, karena pada detik 5400, temperature logam lebih rendah dibandingkan cetakan.
4.2. Analisis Struktural
Setelah dilakukannya analisis termal, analisa struktural dilakukan untuk menganalisa tegangan termal serta defleksi maupun shrinkage yang terjadi selama proses pengecoran berlangsung.
Pada proses pendinginan, perubahan temperatur yang tidak merata akan mengakibatkan tegangan termal pada cor. Tegangan termal ini akan mengakibatkan deformasi selama solidifikasi.
Tegangan termal juga akan menyebabkan tekanan atau gap antara cetakan dan benda cor, yang akan mengubah perpindahan panas pada cetakan/logam interface. Sehingga kita akan dapat melihat beberapa masalah selama proses pengecoran seperti patahan ataupun deformasi.
Untuk dilakukannya analisa struktural ini, diperlukan sifat material yang sama seperti analisa termal dan ditambahkan nilai modulus elastis, poisson ratio, dan koefisien ekspansi termal.
Modulus elastis ini berkaitan dengan kemampuan untuk suatu material terjadi deformasi. Poisson ratio merupakan suatu sifat material berdasarkan perbandingan renggangan antara renggangan terhadap sumbu horizontal dan sumbu vertikal setelah menerima beban. Sedangkan koefisien ekspansi termal merupakan perubahan panjang maupun volume dari suatu material pada satu unit temperatur.
Dalam penelitian ini bentuk geometri dibuat setengah, hal ini bertujuan untuk mempermudah simulasi dari proses pengecoran. Metode analisa yang digunakan dalam simulasi yaitu couple-field. Couple-field merupakan analisa penggabungan antara dua bidang yang berbeda, dalam hal ini yaitu termal dan struktural.
Kondisi pembatas displacement diberikan pada bagian bawah cetakan pasir dengan nilai 0 dikarenakan cetakan dianggap bersentuhan dengan tanah sehingga tidak terjadi displacement.
Kemudian symetri boundary condition diberikan pada bagian depan cetakan. Agar couple-field dapat berjalan kita memasukkan hasil analisa termal kedalam analisa struktural.
Setelah kondisi pembatas termal diberikan, parameter simulasi transien diberikan sama pada keempat kondisi dengan waktu proses pengecoran dalam simulasi selama 1,5 jam atau 5400 detik dengan pengambilan data setiap kelipatan 60 detik dari total 5400 detik seperti tabel 4.4 dibawah ini
Tabel 4.4 Pengaturan simulasi transien struktural Total waktu simulasi 1,5 jam atau 5400 detik
Step time 60
4.2.1 Tegangan Termal
Tegangan termal dipengaruhi oleh beberapa sifat material yaitu modulus elastisitas suatu material, koefisien ekspansi termal serta perbedaan temperatur pada suatu material. Tegangan termal dilakukan dengan analisa tegangan Von Misses. NilaiTegangan termal yang terjadi pada keempat model coran dapat dilihat pada kurva pada gambar 4.12 dan diperjelas pada tabel 4.5 dibawah ini.
Gambar 4.12 Kurva perbandingan nilai tegangan termal pada keempat model
Tabel 4.5 Perbandingan tegangan termal pada keempat model selama proses pendinginan
60 360 660 960 1260 1560 1860 2160 2460 2760 3060 3360 3660 3960 4260 4560 4860 5160 Tegangan Termal (Pa)
Tegangan Termal (Pa)
Waktu (detik)
Rectangular Gating 1 Circular Gating 1 Rectangular Gating 2 Circular Gating 2
900 2,85E+07 2,62E+07 3,48E+07 3,58E+07 dikarenakan selama proses solidifikasi, logam akan mengeluarkan energi sehingga akan mengurangi stres yang ada dalam logam.
Pada detik 60 tegangan termal sangat besar sekali karena perbedaan temperatur leburan logam dan cetakan sangat besar.
Setelah detik ke 300, perubahan tegangan termal akan sedikit berubah hal ini dikarenakan perubahan temperatur yang terjadi tidak terlalu besar. Temperatur cetakan dan coran sangat mendekati.
Dari keempat model sistem saluran, dengan bentuk sistem saluran dengan posisi runner di tengah benda cetak memberikan tegangan termal lebih kecil dibandingkan posisi runner di tepi benda cor. Pada saat posisi runner terletak di tengah benda cetak, bentuk saluran lingkaran akan menghasilkan tegangan termal lebih rendah sehingga dapat dikatakan bentuk geometri akan mempengaruhi tegangan termal benda cetak.
(a) (b)
(c) (d)
Gambar 4.13 Distribusi tegangan termal pada (a) model 1, (b) model 2, (c) model 3, (d) model 4 pada detik ke 5400.
4.2.2. Shrinkage
Shrinkage merupakan penyusutan volume di selama proses pengecoran. Hal ini menyebabkan volume dari suatu benda akan menyusut setelah dilakukan pendinginan sehingga benda yang dihasilkan tidak sesuai dimensinya dengan yang diharapkan.
Setelah dilakukan simulasi, baik material coran dengan cetakan mengalami deformasi yaitu berupa penyusutan. Hal ini mengakibatkan volume dari cetakan maupun coran menjadi berkurang. Hal ini disebabkan oleh tegangan termal yang ada di dalam suatu proses pengecoran yang telah kita bahas sebelumnya.
Karena tegangan termal tersebut, akan terjadi shrinkage di dalam coran. Untuk melihat deformasi pada bagian cora dari keempat model sistem saluran dapat dilihat pada gambar 4.14 dibawah ini.
(a) (b)
(c) (d)
Gambar 4.14 Deformasi yang terjadi pada daerah coran pada (a) model 1, (b) model 2, (c) model 3, dan (d) model 4 pada detik ke 5400
Dapat dilihat bahwa deformasi yang terjadi pada coran model 4 memiliki deformasi paling besar. Sedangkan pada model 2 memiliki deformasi paling kecil Hal ini sangat berkaitan dengan tegangan termal pada coran logam model 4 yang lebih besar daripada model lainnya dan coran logam model 2 lebih rendah dibanding model lainnya. Hal ini membuktikan bahwa terjadi penyusutan pada coran dikarenakan tegangan termal.
Untuk menghitung shrinkage yang terjadi selama simulasi, maka dicari terlebih dahulu nilai deformasi pada setiap sumbu.
Kemudian geometri awal dikurangi dengan deformasi yang ada sesuai sumbunya. Setelah itu dilanjutkan dengan menghitung volume akhir dari geometri tersebut. Dengan mengurangi volume awal dengan volume akhir yang telah dihitung tadi. Sehingga nilai shrinkage yang telah dihitung dapat dilihat pada tabel 4.6.
Tabel 4.6 Shrinkage maksimum yang terjadi selama proses pengecoran Desain Sistem Saluran Shrinkage yang terjadi (mm3)
Coran Rectangular 1 72815,24
Coran Circular 1 72259,08
Coran Rectangular 2 74279,38
Coran Circular 2 78595,24
4.2.3. Perbandingan Masa Jenis di Dalam Coran pada Beberapa Waktu
Untuk membuktikan adanya penyusutan juga dapat dilakukan dengan membandingkan massa jenis dengan volumenya.
Selama pengecoran massa dari material coran dianggap tetap.
Kemudian seiring dengan berjalannya waktu yaitu proses pendinginan, maka volume akan menyusut. Diketahui bahwa massa jenis adalah massa per volume. Sehingga secara teori apabila volume semakin menyusut maka massa jenis akan naik dikarenakan massa yang tetap. Massa di dalam coran didapat dengan merata-rata massa jenis yang telah diperoleh kemudian mengalikannya dengan volume coran yang ada. Massa yang didapat dijadikan sebagai patokan di dalam penelitian ini. Di dalam penelitian ini, massa aluminium 2024 yang didapat sebesar 24,598 kg.
Berikut dapat dilihat pada tabel 4.7 beberapa data yang diperoleh selama simulasi pengecoran ini yang dibagi setiap 1800 detik agar dapat melihat shrinkage yang terjadi secara merata.
Tabel 4.7 Volume material coran pada berbagai waktu Waktu
(detik)
Volume Akhir Cor (m3)
Model 1 Model 2 Model 3 Model 4
0 0,008835696 0,008835696 0,008835696 0,008835696
1800 0,008762905 0,008763388 0,008761455 0,008757159
3600 0,008794424 0,008763435 0,008761463 0,008757167
5400 0,008762881 0,008763437 0,008761417 0,008757101
Kemudian untuk melihat kurva kenaikannya dapat dilihat pada gambar 4.15.
Gambar 4.15 Kurva kenaikan massa jenis pada coran
Dapat dilihat pada tabel beserta kurva tersebut, bahwa penyusutan volume di dalam coran pada cetakan pasir semakin besar sesuai dengan bertambahnya waktu yang akan mengakibatkan kenaikan massa jenis benda. Keempat model memiliki nilai massa jenis yang hampir sama karena volume akhir dari coran hampir sama. Namun model sistem saluran dengan posisi runner pada tepi coran memiliki nilai volume akhir lebih kecil dibandingkan pada tengah benda cor. Sehingga penyusutan dengan model posisi runner di tepi coran lebih besar dibandingan di tengah benda cor.
4.3. Kualitas Cetakan
Untuk menghasilkan sebuah coran yang baik dibutuhkan kualitas cetakan yang baik. Untuk mendapatkan kualitas coran yang baik harus memiliki bentuk akhir cor yang sesuai dengan desain yang telah direncanakan. Cetakan yang baik dapat dilihat dari kemampuan riser untuk mengisi kekosongan pada coran akibat proses penyusutan/shrinkage. Sehingga perlu dilakukan perhitungan untuk mengetahui kualitas dari hasil proses pengecoran.
Rectangular Gating 1 Circular Gating 1 Rectangular Gating 2 Circular Gating 2
Berikut adalah formula untuk mencari nilai dari kualitas cetakan yang dapat dilihat dalam tabel 4.8.
Tabel 4.8 Formula kualitas cetakan pengecoran
Jenis Formula
Quality volume coran yang bebas dari shrinkage volume cetakan
Feeding Efficiency volume shrinkage volume riser
Shrinkage volume shrinkage
volume cetakan
Kemudian, sesuai dengan cetakan di dalam simulasi ini didapatkan nilai seperti ditampilkan pada tabel 4.9.
Tabel 4.9 Nilai kualitas cetakan pengecoran
Variabel Desain Saluran
Model 1 Model 2 Model 3 Model 4
Quality 99,17% 99,18% 99,16% 99,11%
Feeding
Efficiency 15,52% 15,39% 15,82% 16,75%
Shrinkage 0,83% 0,82% 0,84% 0,89%
Dapat dilihat bahwa kualitas dari hasil cetakan berdasarkan keempat model secara berurutan sebesar 99,17%; 99,18%;
99,16%; 99,11% dengan nilai penyusutan yang terjadi pada tiap model sebesar 0,83%; 0,82%; 0,84%; dan 0,89%. Hal ini dapat diartikan bahwa cetakan tersebut memiliki kualitas yang sangat baik karena nilai kualitas mendekati seratus persen dan shrinkage allowance masih dibawah nilai toleransi dari sebuah paduan aluminium sebesar 1,3 hingga 1,6 persen. Namun bukan berarti cetakan ini memiliki nilai efisiensi yang tinggi.
Kemudian feeding efisiensi dari keempat model secara urutan sebesar 15,52%, 15,39%, 15,82%, 16,75%. Hal ini berarti
riser yang ada dapat mengisi sebesar 15,52%, 15,39%, 15,82%, 16,75% kekosongan yang disebabkan oleh shrinkage pada cetakan pasir.
4.4. Analisa Kegagalan dari Berbagai Model Sistem Saluran
Setelah melakukan analisa di atas didapatkan beberapa data yang mempengaruhi pemilihan sistem saluran yang baik untuk melakukan proses pengecoran. Data tersebut dapat dilihat pada tabel 4.10.
Tabel 4.10 Perbandingan keseluruhan hasil coran dari berbagai model sistem salauran setelah 5400 detik
Jenis Sistem
Rectangular 1 72815,24 2,84E+07
Circular 1 72259,08 2,61E+07
Rectangular 2 74279,38 3,47E+07
Circular 2 78595,24 3,58E+07
Dari data di atas, dapat diketahui bahwa sistem saluran berbentuk lingkaran dengan posisi runner di tengah benda cor memiliki nilai shrinkage terkecil dibandingkan model lainnya dengan shrinkage 72259,08 mm3. Hal ini diikuti dengan nilai tegangan termal maksimum yang terpaling rendah dibandingkan dengan model lainnya sebesar 2,61E+07 Pa. Sedangkan sistem saluran berbentuk lingkaran dengan posisi runner di tepi benda cor memiliki sistem saluran yang kurang baik. Karena terjadi shrinkage paling besar dengan nilai 78595,24 mm3 dengan nilai tegangan termal yang cukup besar 3,58E+07 Pa dibanding lainnya.
Untuk melihat cacat patahan dapat dilihat dari tegangan termal selama proses pendinginan. Berdasarkan kriteria kegagalan teori Von Misses, patahan akan terjadi jika nilai tegangan lebih besar dibandingkan nilai ultimate tensile strength (UTS) dari material tersebut. Hal ini terjadi karena benda memasuki zona plastis yang menginisiasikan retakan tip. Aluminium 2024
memiliki nilai ultimate tensile strength sebesar 4,7E+08. Dilihat dari nilai UTS, coran tidak akan terjadi patahan selama proses pendinginan.
Dari hasil diatas model sistem saluran dengan penampang lingkaran dan posisi di tengah benda cor menghasilkan benda cor paling baik. Karena bentuk lingkaran akan mempercepat perpindahan panas sehingga akan memiliki solidifikasi lebih cepat dibanding bentuk persegi. Penurunan temperatur ini akan menghasilkan gradient temperatur yang lebih kecil karena temperatur coran dan cetakan hampir mendekati. Selisih temperatur ini akan menghasilkan tegangan termal yang tidak terlalu besar, sehingga shrinkage yang terjadi lebih kecil dibandingkan bentuk lainnya. Posisi sistem saluran berada di tengah benda cor memiliki hasil yang baik dibandingkan tepi benda cor hal ini dikarenakan posisi tengah akan memudahkan benda cor mentransfer panas dibandingkan pada posisi tepi benda cor.
4.5. Perbandingan Simulasi Shrinkage Coran dengan Eksperimen
Untuk mendapatkan validasi, dibandingkan hasil tegangan termal dan shrinkage pada coran secara simulasi ANSYS dengan eksperimen yang telah dilakukan. Bentuk geometri benda cor dibuat seperempat dari bentuk asli geometrinya. Pola tegangan termal dan penyusutan yang terjadi selama proses simulasi dan deformasi pada eksperimen dapat dilihat pada gambar 4.16 dan gambar 4.17 dibawah ini.
(a)
(b)
Gambar 4.16 Hasil simulasi tegangan termal (a) dan deformasi (b) coran pada detik 5400
Gambar 4.17 Hasil eksperimen deformasi coran pada detik 5400 Dari simulasi pengecoran, didapatkan tegangan termal maksimum yang diambil pada bagian tengah coran sebelah kiri dari core cetakan pada detik 5400 pada tabel 4.11 dibawah ini.
Tabel 4.11 Nilai tegangan termal maksimum pada benda cor Jarak dari core cetakan
(cm)
Tegangan Termal Maksimum (Pa)
0 4,40E+08
0,63 3,69E+08
1,15 3,26E+08
1,68 2,93E+08
2,10 2,71E+08
Dari tabel diatas, kita dapat melihat bahwa tegangan termal maksimum pada hasil cor akan mengalami peningkatan dari bagian cor paling luar menuju bagian cor paling dalam (mendekari core cetakan). Namun nilai tegangan termal ini masih dalam kategori aman sehingga tidak akan terjadi keretakan. Dibandingkan,
eksperimen benda cor tidak mengalami keretakan pada bagian luar, namun terjadi bagian dalam. Hal ini dikarenakan material properties dari Aluminium 2024 dan paduan aluminium tembaga 4% tidak sama walaupun memiliki kesamaan jumlah komposisi tembaga yang sama. Bisa dibuktikan dengan hasil eksperimen yang dapat ditampilkan pada gambar 4.18 dibawah ini.
Gambar 4.18 Keretakan yang terjadi pada bagian cor kontak langsung dengan core cetakan
Hasil penghitungan penyusutan antara simulasi dan eksperimen dapat dilihat pada tabel 4.12 dibawah ini.
Tabel 4.12 Nilai shrinkage coran antara simulasi dengan eksperimen Pengujian Nilai Shrinkage (mm3) Shrinkage %
Simulasi 75906 1,71
Eksperimen 133745 2,60
Berdasarkan dari tabel diatas, kita dapat mengetahui bahwa nilai penyusutan antara simulasi dengan eksperimen sangat berbeda. Namun hasil simulasi memiliki nilai shrinkage yang lebih kecil dibandingkan eksperimen, karena simulasi memiliki kondisi yang hampir ideal. Simulasi analisa termal dan struktural tidak dapat memprediksi besar penyusutan porositas sehingga menghasilkan nilai penyusutan yang lebih kecil.
(Halaman ini sengaja dikosongkan)
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil dan analisa data dari penelitian ini, dapat ditarik kesimpulan :
1. Dari berbagai model sistem saluran, penurunan temperatur keempat model saat proses pendinginan memiliki temperatur yang hampir sama dan begitu juga perubahan temperatur saat pemanasan dan pendinginan pada cetakan memiliki nilai hampir sama. Sehingga variasi bentuk sistem saluran tidak terlalu berpengaruh terhadap perubahan temperatur. Benda cor akan mengalami penurunan temperatur cepat dari 1023 K menjadi 512 K dari detik awal sampai detik ke 300.
2. Tegangan termal maksimal terjadi pada sistem saluran lingkaran dengan posisi runner di tepi benda cor dengan nilai 3,58E+07 Pa. Sedangkan tegangan termal terendah pada sistem saluran lingkaran dengan posisi runner di tengah benda cor sebesar 2,61E+07 Pa. Benda cor tidak akan mengalami retakan karena memiliki nilai di bawah ultimate tensile strength dari material.
3. Tegangan termal akan mempengaruhi shrinkage yang terjadi semakin besar tegangan termal semakin besar nilai shrinkage. Nilai shrinkage dari model 1 sampai 4 berurutan yaitu: 72815,24 mm3, 72259,08 mm3, 74279,38 mm3, dan 78595,24 mm3 . Sistem saluran berbentuk lingkaran dan posisi runner ditengah benda cor karena memiliki shrinkage paling kecil dibandingkan model lainya.
5.2 Saran
Adapun saran dari penulis mengenai penelitian ini yaitu:
1. Perlu diadakan penelitian lebih lanjut seperti simulasi analisis fluida mengenai simulasi pengecoran. Sehinnga bisa
melihat bentuk aliran cor masuk kedalam cetakan dan mengetahui cacat cor seperti porositas.
2. Dapat dilakukan penelitian dengan variasi jenis cetakan seperti die casting untuk meilhat pengaruh cetakan terhadap benda cor
3. Dilakukan simulasi analisis elektrik untuk mengetahui pengaruh variasi terhadap kelistrikan benda cor. Karena benda yang di cor merupakan perangkat pada sf 6 circuit breaker.
Alawadhi, Esam M. 2010. Finite Element Simulations Using ANSYS. New York : CRC Press.
Banga, T.R. Foundry Engineering. New Delhi :Khanna Publishers India.
Bijagare, Vinit. 2015. “Modeling and Finite Element Analysis for a Casting Defect in Thin-Wall Structures”. International Journal of Emerging Engineering Research and Technology. 3:5 77-82 Publishing: University of Central Florida.
Choudari, C.M. 2013. “Modeling and Simulation with Experimental Validation of Temperature Distribution during Solidification Process in Sand Casting”.
International Journal of Computer Aplication 78:16 23-29
Das, Sunanda. 2013. Design &Analysis of Pure Iron Casting with Different Moulds. International Journal of Modern Engineering Research (IJMER) Vol 3. 2875-2887.
Firdaus, Muhammad Bahtiyar. 2016. Analisa Proses Perpindahan Panas pada Pengecoran Paduan Al-12%Si dengan Metode Elemen Hingga. ITS:Surabaya.
Herbandono,Khamda. 2011. “Perancangan dan Simulasi Pengecoran pada Pembuatan Casting Turbin Uap Direct Condensing 3,5 MW”. Depok: Universitas Indonesia.
Holman, J.P. 2009. Heat Transfer Tenth Edition. New York:
McGraw-Hill Education.
Kaufman, J. Gilbert., dan Elwin L. Rooy. 2004. Aluminum Alloy Castings : Properties, Processes, and Applications.
USA :ASM International.
Kumar Paven K.,dkk. 2015. “Fabrication and Characterization of 2024 Aluminium - High Entropy Alloy Composites”.
Journal of Alloys and Compounds
Lumley, Roger. 2010. Fundamentals of Aluminium Metallurgy.
Woodhead Publishing.
Magga, Ramang. 2009. Simulasi Pengecoran Billet Dengan Menggunakan Metode Elemen Hingga (Ms Marc).
JIMT, Vol. 6, No. 1: 39 – 49
Mondolfo, L.F. 1976. Aluminium Alloys Structure and Properties. Butter Worths:London-Boston.
Niku-Lari, A., 2014. Structural Analysis Systems Volume 3.
Institute for Industrial Tech: Pergamon.
Nunes, Rafael,dkk. 1990. ASM Handbook Volume 2 Properties and Selection: Nonferrous Allloys and Special-Purpose Materials. ASM International Handbook Committee
Pariona, M. M., dan A. C. Mossi. 2005. “Numerical Simulation of Heat Transfer During the Solidification of Pure Iron in Sand and Mullite Molds”. J. of the Braz. Soc. of Mech.
Sci. & Eng 27, 4 : 399-406.
Sadino. 2007. Teknologi Cor. Surabaya: Institut Teknologi Sepuluh Nopember
Wazamtu Idrisa, dkk. 2013. “Extraction And Quantification Of Silicon From Silica Sand Obtained From Zauma River, Zamfara State, Nigeria”. European Scientific Journal 9:15 163
William D Calister. 2010. Material Science and Engineering An Introduction Eight Edition. United State of America :John Willey and Sons.Inc
Rathod, Hardik. 2016. “Prediction of Shrinkage Porosity Defect in Sand Casting Process of LM25”. International Conference on Advanced Material Technologies (ICAMT)-2016. India.
Sharma, Hemant. 2016. “Aluminium Experimental and Numerical Study of Cooling Rate and Solidification in Green Sand