• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISA DAN SIMULASI NUMERIK PROSES SAND CASTING DALAM PEMBUATAN KONTAK SISI BAWAH RESISTOR BERBAHAN DASAR ALUMINIUM 2024

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "ANALISA DAN SIMULASI NUMERIK PROSES SAND CASTING DALAM PEMBUATAN KONTAK SISI BAWAH RESISTOR BERBAHAN DASAR ALUMINIUM 2024"

Copied!
119
0
0

Teks penuh

(1)

TUGAS AKHIR – TL091584

ANALISA DAN SIMULASI NUMERIK PROSES SAND CASTING DALAM PEMBUATAN KONTAK SISI BAWAH RESISTOR BERBAHAN DASAR

ALUMINIUM 2024

Rinush Fedrikdo Paltgor NRP 2713 100 082 Dosen Pembimbing : Tubagus Noor R. ST., M.Sc.

Mas Irfan P. Hidayat, S.T., M.Sc., Ph.D.

DEPARTEMEN TEKNIK MATERIAL Fakultas Teknologi Industri

Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya 2017

(2)

(Halaman ini sengaja dikosongkan)

(3)

TUGAS AKHIR – TL091584

ANALISA DAN SIMULASI NUMERIK PROSES SAND CASTING DALAM PEMBUATAN KONTAK SISI BAWAH RESISTOR BERBAHAN DASAR ALUMINIUM 2024

Rinush Fedrikdo Paltgor NRP 2713 100 082

Dosen Pembimbing :

Tubagus Noor R, S.T., M.Sc.

Mas Irfan P. Hidayat, S.T., M.Sc., Ph.D.

DEPARTEMEN TEKNIK MATERIAL FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI

INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA 2017

(4)

(Halaman ini sengaja dikosongkan)

(5)

FINAL PROJECT – TL091584

NUMERICAL ANALYSIS AND SIMULATION OF SAND CASTING PROCESS IN MAKING BOTTOM SIDE RESISTOR CONTACT BASED ON

ALUMINIUM 2024

Rinush Fedrikdo Paltgor NRP 2713 100 082

Advisor Lecturer :

Tubagus Noor R, S.T., M.Sc.

Mas Irfan P. Hidayat, S.T., M.Sc., Ph.D.

MATERIALS ENGINEERING DEPARTMENT FACULTY OF INDUSTRIAL TECHNOLOGY

INSTITUTE TECHNOLOGY SEPULUH NOPEMBER SURABAYA 2017

(6)

(Halaman ini sengaja dikosongkan)

(7)

RH$IS?{IR SEXBAI{A$ }ASAR ALUEITI}\{IUM 2{}24

rUGAS AKS}R

Si*j*ka* tlntuk Memenulri $alalu $atu Syar*t MexrBer*l*h Gelar Sarjana Tekcik

pada

Bidmg Studi Metalurgi Marru&kar Pregram Studi S-t Eep*rtornen Tekni* Material

F*ttultas Teknologi Indxstri Institut Teknologi Seputuh Nepember

OIeh:

RTFST]ffiI

FS,$RM*

PALTGCI}T Nrp.27i3 1S0 S&3

?. Mas trfen p" FfidaSr-at, ST, M-Sc, Ph.D-..1{y.:-[-"lpebin]bing 2]

.a

STIRABAYA

JULII&I9

Disetr:.|ui aleh Domr Fembimbing T*gas Akhir :

l.

Tubagus Ntxlr R. Sr,

na.S..-S-.r.{Pernbinrbine l}

(8)

Aluminium 2024

Nama Mahasiswa : Rinush Fedrikdo Paltgor

NRP : 27 13 100 082

Jurusan : Departemen Teknik Material Dosen Pebimbing : Tubagus Noor R S.T., M.Sc

Mas Irfan P. Hidayat ST, M.Sc., Ph.D

Abstrak

Kontak sisi bawah Resistor merupakan salah satu komponen yang penting dari Sulfur Hexaflouride (SF6) Circuit Breaker. Namun banyak fenomena yang terjadi dalam pengecoran komponen ini. Simulasi pengecoran dilakukan menggunakan ANSYS Mechanical APDL yang berbasiskan metode elemen hingga untuk melihat fenomena yang terjadi. Untuk membuat komponen ini material yang digunakan adalah aluminium alloy 2024 dan pasir sebagai cetakan. Variasi terdiri dari posisi runner yang berada di tengah benda cor dan tepi cor dan variasi bentuk sistem saluran dengan penampang persegi dan lingkaran. Dari data dan hasil penelitian didapatkan variasi bentuk sistem saluran tidak terlalu berpengaruh terhadap perubahan temperatur.

Tegangan termal maksimal terjadi pada sistem saluran lingkaran dengan posisi runner di tepi benda cor dengan nilai 3,58E+07 Pa dan terendah pada sistem saluran lingkaran dengan posisi runner di tengah dengan tegangan termal 2,61E+07 Pa. Tegangan termal akan mempengaruhi shrinkage yang terjadi semakin besar tegangan termal semakin besar nilai shrinkage. Nilai shrinkage maksimal sebesar 78595,24 mm3 dan minimum sebesar 72259,08 mm3. Hasil coran yang baik dengan sistem saluran berbentuk lingkaran dan posisi runner ditengah benda cor karena memiliki shrinkage paling kecil dibandingkan model lainnya.

Kata Kunci: Analisa Elemen Hingga, Kontact sisi bawah resistor, Aluminium 2024 , Shrinkage, Crack

(9)

(Halaman ini segaja dikosongkan)

(10)

Numerical Analysis And Simulation of Sand Casting Process In Making Bottom Side Resistor Contact Based On Aluminium

2024

Student Name : Rinush Fedrikdo Paltgor

SRN : 27 13 100 082

Major : Materials Engineering Department Advisor Lecturer : Tubagus Noor R ST., M.Sc

Mas Irfan P. Hidayat ST, M.Sc., Ph.D

Abstract

Bottom side resistor contact is one of the most important component of the Sulfur Hexafluoride (SF6) Circuit Breaker. Yet many phenomena are occurring in the casting of these components.

The foundry simulation is done using ANSYS Mechanical APDL based on finite element method to see the phenomenon. To make this component the material used is aluminum alloy 2024 and sand as mold. The variation consists of the position of the runner in the center of the cast object and the cast edge and the variation of the gating system cross section form with rectangular and circular sections. From the data and research results, the variation of the gating system form has little effect on the temperature change.

Maximum thermal stresses occur in the circular cross section gating system with a runner on the edge of the casting with a value 3.58E+07 Pa and the lowest in the circular cross section gating system with a runner in the middle, which has thermal stress 2.61E+07 Pa. Thermal stress will affect the shrinkage, the greater the thermal stress the greater the value of shrinkage. Maximum shrinkage value is 78595.24 mm3 and a minimum is 72259.08 mm3. The results exhibit good castings with circular cross section gating system which the runner at the center of the casting because it has the smallest shrinkage compared to other models.

Keywords: Finite Element Analysis, Bottom Side Resistor Contact, Aluminum 2024, Shrinkage, Porosity, Crack

(11)

(Halaman ini sengaja di kosongkan)

(12)

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat dan anugerah-Nya, Tugas Akhir ini dapat diselesaikan. Tugas Akhir yang berjudul ‘‘Analisa Dan Simulasi Numerik Proses Sand Casting Dalam Pembuatan Kontact Sisi Bawah Resistor Berbahan Dasar Aluminium 2024” ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknik dari Departemen Teknik Material Institut Teknologi Sepuluh Nopember.

Dalam menyelesaikan Tugas Akhir ini, penulis juga tidak lepas dari bimbingan, arahan, serta bantuan dari berbagai pihak.

Oleh karena itu penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar- besarnya kepada:

1. Bapak Ir. Junianto Parlindungan Sinaga, MT, Mama Ir Nursalam Sirait, dan adik saya Gres dan Evan beserta seluruh keluarga lainnya yang selalu memberikan doa, motivasi, finansial, dukungan, dan bantuannya.

2. Bapak Agung Purniawan, S.T., M.Eng. selaku Ketua Departemen Material FTI-ITS.

3. Bapak Tubagus Noor R. ST, M.Sc dan Bapak Mas Irfan P.

Hidayat, S.T., M.Sc., Ph.D selaku dosen pembimbing serta Bapak Ibu dosen penguji yang selalu bersedia memberikan bimbingan dan pengarahan.

4. Ibu Dian Mughni Fellicia S.T., M.Sc selaku dosen wali yang selalu mensuport dalam kuliah dan pengerjaan Tugas Akhir.

5. Seluruh dosen Departemen Material FTI-ITS dan seluruh karyawan Departemen Material FTI-ITS.

6. Seluruh teman-teman Departemen Teknik Material angkatan 2013, teman seperjuangan lab komputansi serta Mas Bahtiyar yang membantu dalam pengerjaann ANSYS.

7. Keluarga besar PKKTM 2013 yang selalu bersama dalam keadaan senang maupun susah dan saling membangun dari mahasiswa baru sampai saat ini.

8. Dan pihak yang tak bisa disebutkan satu-persatu.

(13)

mengharapkan adanya kritik dan saran yang membangun dari berbagai pihak untuk perbaikan di masa yang akan datang.

Surabaya, Juli 2017 Penulis.

(14)

HALAMAN JUDUL ... i

TITLE ... iii

LEMBAR PENGESAHAN ...v

ABSTRAK ... vii

ABSTRACT ... ix

KATA PENGANTAR ... xi

DAFTAR ISI ... xiii

DAFTAR GAMBAR ... xv

DAFTAR TABEL ... xix

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Rumusan Masalah ... 2

1.3. Tujuan Penelitian ... 2

1.4. Batasan Masalah ... 2

1.5. Manfaat Penelitian ... 3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Simulasi Pengecoran Aluminium Sebelumnya ... 5

2.2. Aluminium Alloy 2024 ... 8

2.3. Pengecoran ... 11

2.3.1. Proses Pengecoran ... 11

2.3.2. Cetakan Pasir ... 13

2.3.3. Sistem Saluran ... 16

2.3.4. Solidifikasi... 18

2.3.5. Penyusutan, Porosity, dan Crack dalam Coran... 22

2.4. Transfer Panas ... 25

2.4.1. Konduksi ... 25

2.4.2. Konveksi ... 26

2.4.3. Radiasi ... 27

2.5. Tegangan Termal ... 28

2.6. Sistem Numerik ... 29

(15)

3.2. Spesifikasi Material ... 32

3.2.1. Aluminium 2024 ... 32

3.2.2. Material Cetakan Pasir ... 33

3.3. Proses Penelitian ... 34

3.4. Proses Pengecoran Eksperimen ... 39

BAB IV ANALISA DATA DAN PEMBAHASAN 4.1. Analisa Termal ... 41

4.1.1. Distribusi Temperatur ... 42

4.1.2. Perbandingan Kurva Pendinginan Coran... 52

4.1.3. Perbandingan Kurva Transfer Panas pada Cetakan ... 54

4.1.4. Gradient Temperatur... 55

4.2. Analisa Struktural ... 60

4.2.1. Tegangan Termal ... 61

4.2.2. Shrinkage ... 64

4.2.3. Perbandingan Masa Jenis di dalam Coran pada Beberapa Waktu ... 65

4.3. Kualitas Coran ... 67

4.4. Analisa Kegagalan dari Berbagai Model Sistem Saluran 68 4.5. Perbandingan Simulasi Shrinkage Coran dengan Eksperimen ... 70

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan ... 75

5.2. Saran ... 75

DAFTAR PUSTAKA ... 77 BIODATA PENULIS

LAMPIRAN

(16)

xv

Gambar 2.1 Diagram fasa Al-Cu pada temperatur tertentu ... 10

Gambar 2.2 Bagian dari cetakan pasir ... 14

Gambar 2.3 Gating system pada coran ... 15

Gambar 2.4 Klasifikasi gating system berdasarkan posisi ingates (a) Top Gating (b) Bottom Gating (c) Parting Line Gating ... 17

Gambar 2.5 Ilustrasi ketiga daerah penyusutan di dalam liquid, selama pembekuan, dan di dalam solid .... 19

Gambar 2.6 Perpindahan panas konduksi pada dinding ... 25

Gambar 2.7 Perpindahan panas konveksi ... 26

Gambar 2.8 Perpindahan panas konveksi ... 27

Gambar 2.9 Perpindahan panas radiasi ... 28

Gambar 3.1 Diagram alir penelitian ... 31

Gambar 3.2 Diagram alir pemodelan ... 36

Gambar 3.3 Geometri coran tabung resistor dalam 2D... 36

Gambar 3.4 Geometri coran tabung resistor dalam 3D... 37

Gambar 3.5 (a) Meshing kontak sisi bawah resistor AA 2024 (b) Meshing setengah bagian dari komponen (c) Meshing dari cetakan pasir. ... 38

Gambar 3.6 Input Sifat-Sifat Material ... 38

Gambar 4.1 Distribusi temperatur proses solidifikasi pada bentuk saluran persegi dengan posisi runner ditengah benda cor pada (a) 60 detik (b) 1800 detik (c) 3600 detik (d) 5400 detik. ... 43

Gambar 4.2 Distribusi temperatur proses mould heating pada bentuk saluran persegi dengan posisi runner ditengah benda cor pada (a) 60 detik (b) 1800 detik (c) 3600 detik (d) 5400 detik. ... 45 Gambar 4.3 Distribusi temperatur proses solidifikasi

pada bentuk saluran lingkaran dengan posisi runner ditengah benda cor pada (a) 60 detik (b) 1800 detik (c) 3600 detik

(17)

xvi

heating pada bentuk saluran lingkaran dengan posisi runner ditengah benda cor pada (a) 60 detik (b) 1800 detik (c) 3600

detik (d) 5400 detik. ... 47 Gambar 4.5 Distribusi temperatur proses

solidifikasi pada bentuk saluran persegi dengan posisi runner di tepi benda cor pada (a) 60 detik (b) 1800 detik (c) 3600 detik

(d) 5400 detik. ... 48 Gambar 4.6 Distribusi temperatur proses mould

heating pada bentuk saluran persegi dengan posisi runner di tepi benda cor pada (a) 60 detik (b) 1800 detik (c) 3600 detik

(d) 5400 detik. ... 49 Gambar 4.7 Distribusi temperatur proses solidifikasi

pada bentuk saluran lingkaran dengan posisi runner di tepi benda cor pada (a) 60 detik (b) 1800 detik (c) 3600 detik

(d) 5400 detik ... 50 Gambar 4.8 Distribusi temperatur proses mould

heating pada bentuk saluran lingkaran dengan posisi runner di tepi benda cor pada (a) 60 detik (b) 1800 detik (c) 3600 detik

(d) 5400 detik ... 51 Gambar 4.9 Kurva perbandingan perubahan temperatur

proses pendinginan pada keempat model

coran ... 52 Gambar 4.10 Kurva perbandingan perubahan temperatur

proses pemanasan cetakan pada keempat

model coran ... 53 Gambar 4.11 Gradien temperatur pada model 1 sampai

4 pada detik ke (a) 60 dan detik ke (b) 5400 ... 56

(18)

xvii

Gambar 4.13 Distribusi tegangan termal pada (a) model 1, (b) model 2, (c) model 3, (d) model 4

pada detik ke 5400 ... 63 Gambar 4.14 Deformasi yang terjadi pada daerah coran

pada (a) model 1, (b) model 2, (c) model 3,

dan (d) model 4 pada detik ke 5400 ... 64 Gambar 4.15 Kurva Kenaikan Massa Jenis pada Coran66

Gambar 4.16 Hasil simulasi tegangan termal dan

deformasi coran pada detik 5400 ... 71 Gambar 4.17 Hasil eksperimen deformasi coran pada

detik 5400 ... 71 Gambar 4.18 Keretakan yang terjadi pada bagian cor

kontak langsung dengan core cetakan ... 72

(19)

xviii

(Halaman ini sengaja dkosongkan)

(20)

Tabel 2.1 Komposisi paduan aluminium 2024 ... 8

Tabel 2.2 Properties dari aluminium alloy 2024 ... 9

Tabel 2.3 Titik cair dan temperatur penuangan dari paduan aluminium dan paduan magnesium ... 10

Tabel 2.4 Toleransi penyusutan untuk logam cor yang penting ... 22

Tabel 2.5 Jenis metode numerik ... 29

Tabel 3.1 Komposisi paduan aluminium 2024 ... 32

Tabel 3.2 Modulus elastisitas dan poisson ratio serta koefisien ekspansi termal aluminium 2024 ... 32

Tabel 3.3 Konduktifitas termal serta kapasitas panas spesifik dan massa jenis aluminium 2024 ... 32

Tabel 3.4 Komposisi pasir silika ... 33

Tabel 3.5 Modulus elastisitas dan poisson ratio serta koefisien ekspansi termal cetakan pasir ... 33

Tabel 3.6 Konduktifitas termal dan kapasitas panas spesifik serta massa jenis cetakan pasir ... 34

Tabel 3.7 Desain sistem saluran ... 35

Tabel 3.8 Variasi sistem saluran ... 35

Tabel 4.1 Pengaturan simulasi transien termal ... 42

Tabel 4.2 Perbandingan temperatur proses pendinginan cor pada keempat model dalam beberapa detik ... 53

Tabel 4.3 Perbandingan temperatur proses pemanasan dan pendinginan cetakan pada keempat model dalam beberapa detik ... 55

Tabel 4.4 Pengaturan simulasi transien structural ... 61

Tabel 4.5 Perbandingan tegangan termal pada keempat model selama proses pendinginan ... 62

Tabel 4.6 Shrinkage maksimum yang terjadi selama proses pengecoran ... 65

Tabel 4.7 Volume material coran pada berbagai waktu ... 66

Tabel 4.8 Formula kualitas cetakan pengecoran... 67

Tabel 4.9 Nilai kualitas cetakan pengecoran ... 68

(21)

setelah 5400 detik ... 69 Tabel 4.11 Nilai tegangan termal maksimum pada

benda cor ... 72 Tabel 4.12 Nilai shrinkage coran antara simulasi dengan

penelitian ... 73

(22)

1.1 Latar Belakang

Pengecoran merupakan salah satu ilmu paling tua dalam metalurgi. Pengecoran perunggu dilakukan pertama kali di Mesopotamia kira-kira 3000 tahun SM, teknik ini diteruskan ke Asia tengah, India, dan Cina. Proses pengecoran merupakan suatu proses manufaktur yang menggunakan leburan logam dan cetakan untuk menghasilkan bentuk geometri akhir produk jadi.

Pengecoran dimulai dengan peleburan logam dalam tungku lalu dimasukkan kedalam sebuah cetakan yang berongga sesuai dengan desain. Selanjutnya logam cair akan mengalami pembekuan (solidifikasi) mengikuti bentuk rongga cetakan.

Setelah membeku, logam dipisahkan dari cetakan.

Dalam penggunaanya, banyak sekali keuntungan dari pengecoran ini yaitu: dapat membuat bentuk yang rumit, dapat menghemat waktu dan pengerjaan untuk produk masal, dapat memakai bahan yang tidak dapat dikerjakan dengan proses pemesinan, ukuran produk tidak terbatas, dan bahan dasar dapat didaur ulang.

Dalam pengerjaanya ada beberapa faktor yang harus diperhatikan dalam proses pengecoran yaitu desain dan pembuatan cetakan dan pencairan,pemurnian dan pengecoran logam cair.

Dalam desain dan pembuatan cetakan harus memperhatikan mekanisme dan laju pembekuan, heat transfer selama pembekuan (riser), aliran logam cair, tegangan yang timbul pada coran pada daerah temperatur solidus, tegangan yang timbul pada coran pada daerah elastis, bahan dan metoda pembuatan cetakan. Dalam pencairan,pemurnian dan pengecoran logam cair harus memperhatikan gas dalam logam cair, kontrol dari unsur-unsur yang terdapat dalam logam cair, dan pemilihan dan pengontrolan dapur lebur.

Contact sisi bawah resistor merupakan salah satu komponen yang sangat penting dalam sf6 circuit breaker. Karena fungsinya

(23)

yang sangat krusial, diperlukan hasil cor dengan kualitas baik.

Sehingga diperlukan penelitian lebih lanjut mengenai pengecoran kontak sisi bawah resistor untuk meningkatkan efisiensi dan efektifitas pada proses pengecoran, sehingga peneltian menggunakan analisa numerik yaitu metode elemen hingga.

Dengan menggunakan analisa ini kita dapat memprediksi shrinkage dan crack yang terjadi selama pengecoran.

1.2 Rumusan Masalah

Rumusan masalah dari penelitian ini yaitu:

1. Bagaimana distribusi temperatur yang terjadi selama proses pengecoran aluminium 2024 ?

2. Bagaimana tegangan termal yang terjadi selama proses pengecoran aluminium 2024 ?

3. Apakah pengaruh bentuk sprue dan posisi ingate dalam gating system terhadap pembentukan shrinkage dan crack yang terjadi pada hasil simulasi pengecoran aluminium 2024 ?

1.3 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini yaitu:

1. Menganalisa distribusi temperatur yang terjadi selama proses pengecoran aluminium 2024.

2. Menganalisis tegangan termal yang terjadi selama proses pengecoran aluminium 2024.

3. Mengetahui pengaruh bentuk sprue dan posisi ingate dalam gating system terhadap pembentukan shrinkage dan crack yang terjadi pada hasil simulasi pengecoran aluminium 2024.

1.4 Batasan Masalah

Batasan masalah penelitian ini menjadi terarah dan memberikan kejelasan analisis permasalahan, maka dilakukan pembatasan permasalahan sebagai berikut:

1. Inklusi dalam rongga cetakan dianggap tidak ada.

(24)

2. Material cetakan dan coran diasumsikan homogen.

3. Kecepatan penuangan dianggap konstan.

4. Bagian dasar cetakan dianggap menyentuh tanah sehingga tidak terjadi konveksi.

1.5 Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat kepada pembaca sebagai studi dan referensi dalam menentukan posisi ingate dan bentuk sprue dalam pengecoran Aluminium 2024 terhadap proses pembentukan shrinkage dan crack. Agar didapatkan hasil coran yang maksimal. Diharapkan dapat memajukan penelitian di bidang Teknik Material dan Metalurgi.

(25)

(Halaman ini sengaja dikosongkan)

(26)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Simulasi Pengecoran Aluminium Sebelumnya ANSYS merupakan sebuah software berbasis finite element methods yang memiliki kemampuan untuk memecahkan berbagai masalah struktur, elektromagnetik dan perpindahan panas dan digunakan oleh insinyur desain untuk menentukan perpindahan, kekuatan, tekanan, strain, suhu dan medan magnet. Grafis, preprocessing, solusi dan postprocessing semua dapat dilakukan dalam software lengkap ini. Kemampuan analitik yang luas ini telah menarik pengguna ANSYS dari berbagai bidang industri seperti nuklir, aerospace, transportasi, medis, petrokimia, baja, elektroknik dan konstruksi sipil. ANSYS Mechanical APDL adalah salah satu jenis ANSYS parametric design language dan dapat digunakan untuk membangun model dengan parameter tertentu. Pengguna ANSYS dapat mensimualsikan model dua dan tiga dimensi termasuk permukuaan, shells, pegas, beam dan lainnya. (Niku-Lari, 2014).

Aluminium merupakan logam terbesar kedua dunia yang diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari. Sehingga tidak heran banyak sekali berbagai komponen yang berbahan dasar aluminium dengan penambahan paduannya sesuai dengan fungsinya. Oleh karena itu banyak sekali penelitian yang fokus terhadap pengecoran aluminium untuk meningkatkan efisien, menurunkan cost, maupun meningkatkan nilai fungsi. Hal ini dikarenakan banyak sekali faktor yang mempengaruhi selama proses pengecoran seperti kondisi lingkungan, bahan dasar cetakan, bentuk dari gating sistem cetakan, fluiditas logam cair, dan lain- lain.

Simulasi terhadap pengecoran aluminium merupakan salah satu kajian yang sangat menarik untuk dipelajari lebih lanjut dalam meningkatkan kualitas pengecoran. Berikut merupakan penelitian sebelumnya mengenai pengecoran aluminium dengan simulasi metode elemen hingga menggunakan ANSYS.

(27)

Pada tahun 2013, Choudari melakukan simulasi distribusi temperatur pada pengecoran aluminium menggunakan sand casting dengan validasi eksperimen. Geometri berbentuk silinder dengan posisi horizontal. Aluminium dileburkan hingga temperatur 973 K dan waktu solidifikasi lebih dari 60 menit.

Validasi eksperimen dilakukan menggunakan thermocouple untuk mengukur temperatur. Simulasi dan eksperimen menghasilkan kesamaan distribusi temperatur pada posisi yang sudah ditetapkan.

Dan temperatur mengalami trend peningkatan selama solidifikasi yang menandakan latent heat yang diterima oleh mould memiliki energi yang besar. Kesimpulan, proses solidifikasi dapat dilihat visual dengan ANSYS dan dapat mengetahui isoterm dalam berbagai waktu (Choudari, 2013).

Pada tahun 2015, Vinit Bijagare melakukan simulasi dengan ANSYS untuk memprediksikan cacat shrinkage pada blade pompa impeller berbahan aluminium, karena memiliki struktur yang tipis yang mengakibatkan mudah terjadi kegagalan. Perpindahan panas yang tidak merata merupakan salah satu penyebabnya. Penelitian dilakukan dengan melihat pengaruh posisi riser dan runner agar terjadi distribusi temperatur yang merata. Hasil eksperimen menunjukkan dengan penambahan jumlah riser akan mengurangi jumlah porositas dibandingkan hanya menggunakan runner yang berfungsi sebagai riser. Simulasi menghasilkan posisi hotspot terletak pada bagian poros impeller, yang dapat membantu kita untuk melokasikan riser dan runner untuk menghindari hotspot.

Kesimpulan, kontraksi volumetrik aluminium sangat besar, sehingga posisi riser berperan penting untuk menghasilkan cor tanpa defect. Selama simulasi terobservasi bahwa disipasi temperatur tergantung dari rasio luas permukaan terhadap volume dari cor. Rasio yang besar akan mempercepat dan memberikan arah solidifikasi yang bagus atas aliran logam (Vinit, 2015).

Pada tahun 2016, Hardik Rathod melakukan riset prediksi cacat porositas shrinkage dalam sand casting dengan software ANSYS. Micro porosity dapat terjadi dalam Al-Si karena dua faktor yaitu penolakan hydrogen akibat reduksi yang drastis dari

(28)

fasa solubility ke solid dan akibat kontraksi volume bersamaan dengan inter dendritik feeding yang jelek selama solidifikasi.

Sehingga dapat dikatakan thermal gradient, waktu pendinginan, waktu solidifikasi, dan kecepatan solidifikasi menjadi parameter terjadinya porositas. Dengan variabel panjang, ketebalan, dan sudut dari geometri casting berbentu Y. Penelitian menarik kesimpulan bahwa porosity akan mungkin terjadi dekat bagian tengah geometri Y, sama seperti eksperimen. Namun posisi porositas akan tergantung pada bentuk geometri dan parameter perubahan temperatur (Hardik, 2016).

Pada tahun 2016, Hemant Sharma melakukan simulasi dan eksperimen terhadap waktu pendinginan dan solidifikasi pengecoran aluminium murni dalam cetakan pasir. Penelitian dilakukan dalam kondisi unsteady dan pengamatan fokus terhadap konduktifitas pada perpindahan panas. Hal ini dikarenakan konduksi akan berperan penting dari pada konveksi dan radiasi.

Hasil simulasi menunjukan temperatur logam menurun sedangkan mold meningkat karena perpindahan panas terjadi dari molten metal menuju mold. Kesimpulan dari penelitian ini waktu pendinginan dapat diplotkan di dalam ANSYS (Hemant, 2016).

Pada tahun 2016, Muhammad Bahtiyar Anhar telah melakukan analisa perpindahan panas pada pengecoran Al-12%Si dengan metode elemen hingga. Objek dari penulis ingin mengetahui distribusi temperatur dan tegangan termal terhadap shrinkage pada pengecoran dan material yang cocok antara pasir dan SS304 sebagai mold. Hasil menunjukkan pendinginan dalam cetakan SS304 akan lebih cepat dibandingkan pasir. Tegangan termal pada cetakan SS304 akan lebih besar dibandingkan pasir.

Semakin besar tegangan termal maka shrinkage yang akan terjadi semakin besar. Sehinga menggunakan cetakan pasir akan menghasilkan coran yang lebih baik karena shrinkage lebih kecil dibandingkan menggunkan cetakan SS304 (Bahtiyar, 2016).

(29)

2.2 Aluminium Alloy 2024

Almunium merupakan metal yang paling banyak digunakan di dunia industri. Hal ini dikarenakan aluminium yang memiliki properties yang sangat ringan, mudah di fabrikasi, properties fisik dan mekanik yang baik, dan sangat tahan korosi. Paduan aluminium dibedakan menjadi dua jenis yaitu aluminium tuang dan aluminium tempa. Untuk aluminium tempa, paduan diklasifikasikan dengan metode 4 digit yaitu (ASM, 1990) :

 1xxx Komposisi murni dengan impuritas alami.

 2xxx Paduan dengan tembaga sebagai paduan dasarnya dan tambahan beberapa Magnesium.

 3xxx Paduan dengan magan sebagai paduan dasarnya.

 4xxx Paduan dengan silicon sebagai paduan dasarnya.

 5xxx Paduan dengan magnesium sebagai paduan dasarnya.

 6xxx Paduan dengan magnesium dan Silikon sebagai paduan dasarnya.

 7xxx Paduan dengan zinc sebagai paduan dasarnya, tapi elemen seperti tembaga, magnesium, chromium, dan zirkonium ditentukan.

 8xxx Paduan dengan timah dan beberapa lithium.

 9xxx Digunakan untuk penggunaan lebih lanjut.

Sehingga aluminium 2024 merupakan paduan aluminium dengan paduan dasar tembaga dengan komposisi pada tabel 2.1 dibawah ini:

Tabel 2.1 Komposisi paduan aluminium 2024 (ASM Vol 2) Unsur Al

(%) Cr (%)

Cu (%)

Fe (%)

Mg (%)

Mn (%)

Si (%)

Ti (%)

Zn (%)

Min 90,7 - 3,8 - 1,2 0,3 - - -

Maks 94,7 0,1 4,9 0,5 1,8 0,9 0,5 0,15 0,25 Paduan AA 2024 yang mengandung aluminium-tembaga dalam bentuk tempa maupun paku biasanya digunakan dalam

(30)

industri pesawat terbang. Paduan ini memeiliki tensile dan yield strength yang tinggi dengan elongation yang rendah (Kumar, 2015). Untuk mengetahui lebih lanjut mengenai properties dari aluminium alloy bisa dilihat pada tabel 2.2 dibawah ini.

Tabel 2.2 Properties dari aluminium alloy 2024 (Callister, 1940)

Tensile Strength (Mpa) 470

Yield Strength (Mpa) 325

Ductility (%EL in 50mm) 20

Density (g/cm3) 2,77

Modulus Elasticity (Gpa) 72.4

Poisson’s Ratio 0,33

Coefficient of Thermal Expansion 10-6(oC)-1 22,9

Thermal Conductivity (W/m.K) 190

Specific Heat (J/kg.K) 875

Electrical Resistivity (Ω.m) 3,4x10-8

Paduan aluminium dapat juga ditambahkan unsur pemadu untuk mengubah propertis dari aluminium. Pengaruh dari berbagai unsur pada sifat paduan yaitu:

Tembaga (Copper). Penambahan tembaga akan menaikkan sifat kekerasan dan kekuatan aluminium namun menurunkan sedikit sifat keuletannya.

Silikon. Digunakan untuk menaikkan fluiditas aluminium, sehingga aluminium cair akan dapat mengalir lebih mudah.

Penambahan silikon juga akan memperbaiki ketahanan korosi dan kemampuan untuk dilakukan proses pengelasan. Silikon juga dikombinasikan dengan magnesium.

Magnesium. Penambahan magnesium hampir sama dengan penambahan tembaga, namun magnesium bila kontak dengan udara luar akan mengalami oksidasi dan membentuk MgO dan hydrogen.

Magnesium dan Silikon. Dikombinasikan dari bentuk Mg2Si.

Penambahan sedikit jumlah magnesium dan jumlah silikon akan membuat kekuatan yieldnya menjadi lebih besar.

(31)

Seng (Zinc). Penambahan unsur seng ke dalam paduan akan mendapatkan kekerasan maksimum. (Chastain, 2004).

Tabel 2.3 Titik cair dan temperatur penuangan dari paduan aluminium dan paduan magnesium (Surdia, 2006):

Paduan dan komposisi

Temperatur mulai cair (oC)

Temperatur berakhir cair

(oC)

Temperatur penuangan

(oC)

Al-4,5Cu 521 644 700-780

Al-4Cu-3Si 521 627 700-780

Al-4,5Cu-5Si 521 613 700-780

Al-12Si 574 582 670-750

Al-9,5Si-0,5Mg 557 596 670-740

Al-3,5Cu-8,5Si 538 593 670-740

Al-7Si-0,3Mg 557 613 670-740

Al-4Cu-1,5Mg- 2Ni

532 635 700-760

Al-3,8Mg 599 641 700-760

Al-10Mg 499 604 700-760

Al-12Si-0,8Cu- 1,7Mg-2,5Ni

538 566 670-740

Al-9Si-3,5Cu- 0,8Mg-0,8Ni

520 582 670-740

Mg-6Al-3Zn 455 610 670-830

Mg-8,7Al-0,7Zn 468 596 640-700

Mg-9Al-2Zn 443 593 670-830

Mg-1,8Mn 650 650 730-830

Mg-4,5Zn-0,7Zr 585 625 700-840

Mg-5,7Zn- 0,75Zr-1,8Th

577 615 730-840

Mg-0,75Zr- 3,3Th

589 651 700-815

Mg-2,8Zn- 0,75Zr-3,3Re

540 640 710-840

Diagram fasa merupakan grafik yang dibuat dari eksperimen untuk mengetahui fasa yang terjadi pada tiap temperatur dan

(32)

komposisinya. Untuk diagram fasa dari paduan aluminium dengan tembaga dapat dilihat pada gambar 2.1 dibawah ini.

Gambar 2.1 Diagram fasa Al-Cu pada temperatur tertentu (antipasto.union.edu)

2.3 Pengecoran 2.3.1 Proses Pengecoran

Pengecoran logam adalah proses pembuatan benda dengan mencairkan logam dan menuangkan ke dalam rongga cetakan.

Proses ini dapat digunakan untuk membuat benda-benda dengan bentuk rumit. Benda berlubang yang sangat besar yang sangat sulit atau sangat mahal jika dibuat dengan metode lain, dapat diproduksi masal secara ekonomis menggunakan teknik pengecoran yang tepat.

Adapun masalah-masalah yang dihadapi selama proses pengecoran yaitu desain cetakan, pembuatan cetakan, pencairan,

(33)

pemurnian, dan pengecoran logam cair. Pada desain dan pembuatan cetakan meliputi:

1. Mekanisme dan laju pembentukan

Dimensi serta penempatan riser yang sesuai, pola rekristalisasi dan penyusutan harus diketahui. Faktor tersebut tergantung pada komposisi kimia logam yang bersangkutan serta gradien termal dari cetakan.

2. Heat transfer selama pembekuan (Riser)

Setelah proses pembekuan difahami, maka penyusutan dapat dikontrol dengan penggunaan prinsip heat-transfer.

3. Aliran logam cair

Masalah aliran logam cair ini meliputi :

 Temperatur

 Dimensi sistem saluran yang tepat.

 Pencegahan ikutnya kotoran kedalam rongga cetakan.

4. Tegangan yang, timbul pada coran pada daerah temperatur solidus.

Masalah yang terjadi yaitu timbulnya hot tear (keretakan panas).Hal ini dapat diatasi dengan perubahan pada bentuk coran atau konstruksi cetakan.

5. Tegangan yang timbul pada coran pada daerah elastis Laju pendinginan yang tidak serempak pada seluruh coran dapat mengakibatkan tegangan pada saat coran sudah dingin.

6. Bahan dan metoda pembuatan cetakan

Diusahakan pemilihan material yang ekonomis sebagai bahan cetakan. Disamping itu juga metoda pembuatan cetakan yang ekonomis.

Untuk mendapatkan logam cair yang sesuai, maka masalah- masalah berikut perlu mendapat perhatian

1. Gas dalam logam Cair

Dalam peleburan, coran akan terjadi porositas yang diakibatkan kelarutan gas dalam logam cair. Meskipun kandungan gas-gas tertentu seperti nitrogen, dapat

(34)

membantu dalam pembuatan struktur tertentu agar kandungan gas dalam logam cair dapat ditekan.

2. Kontrol dari unsur- unsur yang terdapat dalam logam cair Komposisi kimia suatu logam sangat erat kaitan dengan sifat mekanik, fisik dan sebagainya. Oleh sebab itu perlu dipilih kombinasi baja bekas, besi kasar, flux, kondisi tungku (dapur), serta temperatur yang diperlukan agar didapat produksi yang ekonomis.

3. Pemilihan dan pengontrolan dapur pelebur

Dengan reaksi slag-logam tertentu, perlu ditentukan jenis tungku atau kombinasi yang digunakan, sehingga kapasitas, temparatur, dimensi dapur, serta komposisi yang diinginkan dapat tercapai (Sadino, 2007).

Untuk menghasilkan coran yang baik, logam cair harus efektif terdistribusi ke dalam cetakan sebelum kehilangan panas.

Aliran turbulensi harus dicegah untuk menghasilkan aliran laminer. Hal ini dikarenakan aluminium sangat mudah untuk teroksidasi pada lapisan yang tersentuh dengan udara. Oksida ini bisa masuk ke dalam coran dan dapat menyebabkan porositas.

Campbell telah menunjukkan aliran turbulensi pada paduan aluminium dapat dicegah dengan menjaga aliran dibawah 0.5 m/s.

Hydrogen juga merupakan gas yang mudah larut ke dalam logam cair. Namun pada saat solidifikasi hydrogen sulit larut dalam fasa solid sehingga menimbulkan porositas. Sehingga pada pengecoran tertentu diperlukan degasing untuk menghilangkan hydrogen dari logam cair. Selain itu dalam pengecoran, tidak boleh ada pengotor dalam cetakan (Roger, 2010).

2.3.2 Cetakan Pasir

Pengecoran cetakan pasir adalah proses pengecoran logam yang menggunakan pasir sebagai material cetakan. Hal ini dikarenakan harganya yang murah dan memiliki ketahanan panas yang cukup baik. Bonding agent (biasanya clay) dicampurkan dengan pasir. Campuran ini dilembabkan dengan air untuk meningkatkan kekuatan dan plastisitas clay agar dapat dijadikan

(35)

cetakan. Pasir cetak memerlukan sifat-sifat yang memenuhi persyaratan sebagai berikut (Surdia, 2006):

1. Mempunyai sifat mampu bentuk sehingga mudah dalam pembuatan cetakan dengan kekuatan yang cocok. Cetakan yang dihasilkan harus kuat sehingga tidak rusak karena dipindah-pindah dan dapat menahan logam cair waktu dituang ke dalamnya. Karena iu kekuatannya pada temperatur kamar dan kekuatan panasnya sangat diperlukan.

2. Permeabilitas yang cocok. Dikuatirkan bahwa hasil coran mempunyai cacat seperti rongga peyusutan, gelembung gas atau kekasaran permukaan, kecuali jika udara atau gas yang terjadi dalam cetakan waktu penuangan disalurkan melalui rongga-rongga di antara butir-butir pasir keluar dari cetakan dengan kecepatan yang cocok.

3. Distribusi besar butir yang cocok. Permukaan coran diperhalus kalau coran dibuat di dalam cetakan yang berbutir halus. Tetapi kalau butir pasir terlalu halus, gas dicegah keluar dan membuat cacat, yaitu gelembung udara. Distribusi besar butir harus cocok mengingat dua syarat yang disebut diatas.

4. Tahan terhadap temperatur logam yang dituang.

Temperature penuangan yang biasa untuk bermacam- macam corn. Butir pasir dan pengikat harus mempunyai derajat tahan api tertentu terhadap temperatur tinggi, kalau logam cair dengan temperatur tinggi ini dituang kedalam cetakan.

5. Komposisi yang cocok. Butir pasir bersentuhan dengan logam yang dituang mengalami peristiwa kimia dan fisik karena logam cair mempunyai temperature yang tinggi.

Bahan-bahan yang tercampur mungkin menghasilkan gas atau larut dalam logam adalah tidak dikehendaki.

6. Mampu dipakai kembali. Pasir harus dapat dipakai berulang-ulang seupaya ekonomis.

7. Pasir harus murah.

(36)

Bagian-bagian dari cetakan pasir sendiri antara lain meliputi : 1. Pola (pattern)

Memiliki bentuk dan ukuran yang sama dengan bentuk asli dari benda kerja yang dikehendaki.

2. Inti (core)

Berfungsi sebagai bingkai untuk melindungi struktur model yang akan dibentuk sehingga cetakan tidak berubah bentuk saat terjadi proses pengecoran.

3. Cetakan atas (Cope)

Merupakan bagian atas cetakan pasir.

4. Cetakan bawah (Drag)

Merupakan setengah bagian bawah dari cetakan pasir.

5. Gate

Adalah lubang dimana logam cair nantinya akan dituangkan, berada di antara core dan drag.

6. Riser

Adalah lubang yang berfungsi sebagai tempat untuk menambahkan logam cair agar tidak ada rongga yang kosong di dalam ruang cetakan (Gilbert, 2004).

Gambar 2.2 Bagian dari cetakan pasir (www.ic.polyu.edu.hk)

(37)

2.3.3 Sistem Saluran

Elemen sistem saluran terdiri dari pouring basin, sprue, sprue well, runner, dan ingate. Gambar gating system dapat dilihat pada gambar 2.3 dibawah ini.

Gambar 2.3 Gating system pada coran (Dolar, 2009)

Pouring basin : berbentuk kerucut yang terletak pada bagian atas mold. Memiliki fungsi mengalirkan logam cair dari ladle menuju sprue. Pouring basin harus dalam untuk mengurangi vortex formation dan memuhi mold selama proses penuangan.

Sprue : saluran yang menghubungi antara pouring basin dan runner. Sprue dibuat meruncing kebawah untuk menghindari masuknya udara karena perbedaan tekanan. Penampang dapat berbentuk lingkaran, persegi, maupun persegi ppanjang.

Lingkaran memiliki surface area exposed yang kecil dan menghasilkan ketahan aliran metal terendah. Bentuk persegi atau persegi panjang mengurangi masuknya udara dan turbulensi.

(38)

Sprue Well : terletak pada bagian bawah sprue untuk menahan jatuhnya aliran logam cair dan dibelokkan ke runner.

Runner : saluran yang menghantarkan logam cair menuju Ingate. Penampang runner berbentuk persegi panjang untuk menghasilkan aliran yang efisien dengan sedikit turbulensi. Runner harus terisi penuh sebelum memasuki ingate. Pada pengecoran dengan ingate lebih dari satu, ukuran penampang harus dikurangi untuk menjaga keseragaman aliran menuju ingate.

Ingate : saluran kecil yang menghubungkan antara runner dan rongga cetakan. Penampang dapat dalam bentuk persegi, persegi panjang, atau trapezoid.

Dari segi posisi sistem saluran terdiri dari tiga jenis yaitu:

1. Top Gating System

Pada gating system ini logam cair akan mengalir dari pouring basin langsung menuju bagian atas dari mold.

Keuntungan dari sistem ini yaitu menghasilkan pembekuan dari bawah keatas. Kerugian dari sistem ini, logam cair akan mengakibatkan erosi pada bagian dasar rongga cetakan. Sangat cocok untuk bentuk cetakan yang mendatar. Kecepatan aliran dijaga konstan dari awal hingga akhir penuangan, sehingga menghasilkan laju pengisian yang paling cepat.

2. Bottom Gating System

Sistem ini menciptakan pengisian rongga cetakan dari bawah ke atas rongga. Sangat direkomendasikan untuk coran yang tinggi untuk menghindari jatuh bebas logam cair dihindarkan. Keuntungan sistem ini menghasilkan pengisian yang bertahap dari bawah dengan sedikit gangguan. Kerugian dari sistem ini, pengisian rongga cetakan dengan laju pengisian yang berbeda-beda, memiliki laju pengisian yang tinggi pada awal penuangan

(39)

dan bertahap berkurang bersamaan dengan pengisian rongga cetakan.

3. Parting-line Gating System

Sistem ini terletak pada bagian tengah dari rongga cetakan.

Sistem ini memiliki keuntungan gabungan top dan bottom system dengan mengurangi jatuh bebas logam cair dan menghasilkan laju pengisian yang tinggi seperti bottom gating system. Efek turbulensi juga berkurang dibandingkan dengan jenis top gating sytem. Biasanya digunakan untuk gating system mendatar (Dolar, 2009).

Gambar 2.4 Klasifikasi gating system berdasarkan posisi ingates (a) Top Gating (b) Bottom Gating (c) Parting Line Gating (Dolar,

2009) 2.3.4 Solidifikasi

Proses solidifikasi adalah proses transformasi dari struktur non–chrystallographic dan christallographic pada material logam dan paduannya. Pemahaman tentang proses mekanisme solidifikasi dan bagaimana proses tersebut dipengaruhi oleh beberapa parameter seperti distribusi temperatur, laju pendinginan dan paduannya, adalah hal yang sangat penting dalam mengontrol sifat- sifat dari produkcasting.

Pada penggunaannya, transfer panas yang bekerja pada proses solidifikasi adalah konveksi, konduksi dan radiasi sehingga laju transfer panas totalnya ditampilkan pada persamaan 2.1.

(40)

QT = QT1 . QT2 . QT3 ...(2.1) Dapat dilihat bahwa transfer panas secara konveksi, dan radiasi dari permukaan atas, konduksi yang melalui dinding, konveksi dan radiasi dari permukaan cetakan yang dipanaskan diwakilkan dengan QT1 . QT2 . QT3.

Untuk mencari QT1 yang merupakan laju transfer panas dengan konveksi dan radiasi dari bagian atas dapat digunakan persamaan 2.2.

QT1 = (h + hr)T . AT . (T - T∞) ...(2.2) Sedangkan nilai dari T= 1/2(T_p+T_m). Koefisien transfer panas dilambangkan h dan hr. AT adalah luasan dari permukaan atas dari cetakan dan T∞ adalah temperatur cetakan. Kemudian laju transfer panas dengan konduksi dituliskan pada persamaan 2.3.

𝑄𝑇2=(𝑇𝑝−𝑇)

𝑅𝑡 ...(2.3) Pada persamaan 2.24 ini, Tp dan T∞ adalah temperatur dalam dan luar dari cetakan dan Rt adalah ketahanan termal dari dinding cetakan. Namun, sering kali Rt ini diabaikan dikarenakan Kemudian laju transfer panas konveksi dan radiasi untuk dinding cetakan luar yang dipanaskan menggunakan persamaan 2.4.

𝑄𝑇3= (ℎ + ℎ𝑟)𝑇𝑠 . 𝐴 . (𝑇𝑠− 𝑇) ...(2.4) Ts adalah temperatur permukaan cetakan, T∞ adalah temperatur dari lingkungan sekitar cetakan. H dan hr adalah koefisien transfer panas. A adalah luasan dari permukaan cetakan yang dipanaskan terhadap lingkungan.

Sehingga total dari laju panas sesuai persamaan 2.5 menjadi

(41)

QT = (h + hr)T . AT . (T - T) + (𝑇𝑝−𝑇)

𝑅𝑡 + (ℎ + ℎ𝑟)𝑇𝑠 . 𝐴 . (𝑇𝑠− 𝑇)...(2.5) Sebenarnya, Qt adalah proses hilangnya panas dari suatu logam yang biasanya dianggap sebagai panas sensible.

Ditampilkan pada persamaan 2.6 dan 2.7.

𝑄𝑡= 𝑚𝐶𝑝∆𝑇 ...(2.6) 𝑄𝑡= 𝑚𝐶𝑝(𝑇𝑝− 𝑇𝑚) ...(2.7) Dimana Cp adalah specific heat dari logam, Tp dan Tm adalah temperatur saat penuangan serta temperatur lelehan, sedangkan m adalah massa logam yang dituangkan.

Kemudian, persamaan 2.6 digabungkan dengan persamaan 2.7 sehingga menghasilkan persamaan 2.8

𝑡1= 𝑚𝐶𝑝(𝑇𝑝−𝑇𝑚)

(h+hr)T̅ .𝐴𝑇 .(𝑇̅−𝑇)+(𝑇𝑝− 𝑇∞)

𝑅𝑡 + (ℎ+ℎ𝑟)𝑇̅.𝐴𝑇 .(𝑇𝑠−𝑇)

...(2.8)

Persamaan 2.29 merupakan persamaan untuk mencari solidifikasi selama penuangan.

Kemudian, langkah selanjutnya adalah transfer panas pembentukan. Transformasi fasa akan terjadi ketika logam kehilangan panas sensible dan mencapai temperatur lelehnya.

Pada dasarnya persamaannya sama dengan perpindahan panas saat logam dituangkan sehingga dapat dirumuskan seperti persamaan 2.9.

Qt = QT.t2 ...(2.9) dimana Qt adalah jumlah kehilangan panas total dari atas dan dinding, QT adalah laju transfer panas total baik dari konveksi dan radiasi dari atas dan konduksi yang melalui dinding. Sedangkan waktu yang diperlukan untuk transfer panas atau dengan kata lain waktu solidifikasi kedua dilambangkan dengan t2.

(42)

Sama seperti tadi, transfer panas yang bekerja pada proses pengecoran adalah konveksi, konduksi dan radiasi sehingga laju transfer panas totalnya diyampilkan pada persamaan 2.10.

QT = QT1 . QT2 . QT3 ...(2.10) Transfer panas secara konveksi, dan radiasi dari permukaan atas, konduksi yang melalui dinding, konveksi dan radiasi dari permukaan cetakan yang dipanaskan diwakilkan dengan QT1 . QT2

. QT3.

Berbeda dengan persamaan (2.4.4), (2.4.5) serta (2.4.6).

Pada tahap ini T diganti menjadi Tm dikarenakan ini adalah temperatur saat koefisien transfer panas selama konduksi pada tahap kedua. Apabila digabungkan, maka didapat persamaan 2.11.

QT = (h + hr)T . AT . (𝑇𝑚- T) + (𝑇𝑚𝑅−𝑇)

𝑡 + (ℎ + ℎ𝑟)𝑇𝑠 . 𝐴 . (𝑇𝑠− 𝑇) ...(2.11) Di tahap ini, total dari heat loss ditampilkan pada persamaan 2.12.

Qt = mHf ...(2.12) Diketahui bahwa m adalah massa dari logam sedangkan Hf adalah panas pembentukannya. Ketika persamaan 2.33 dan 2.33 digabungkan akan menjadi persamaan 2.13.

𝑡2= m𝐻𝑓

(h+hr)𝑇𝑚 .𝐴𝑇 .(𝑇𝑚−𝑇)+(𝑇𝑚− 𝑇∞)

𝑅𝑡 + (ℎ+ℎ𝑟)𝑇𝑠.𝐴𝑇 .(𝑇𝑠−𝑇) ....(2.13)

Dimana t2 adalah waktu solidifikasi pada tahap kedua yaitu ketika logam berubah dari fasa liquid ke solid.

Sehingga didapatkan waktu solidifikasi total yang ditampilkan pada persamaan 2.14.

t = t1 + t2 ...(2.14)

(43)

2.3.5 Penyusutan, Porosity, dan Crack dalam Coran Semua logam yang digunakan dalam pengecoran ukurannya akan mengecil dan menyusut setelah pemadatan dan pendinginan didalam cetakan. Untuk mengimbangi hal ini maka, pola dari cetakan harus dibuat lebih besar dari ukuran coran yang sebenarnya sesuai dengan jumlah yang disebut dengan “pengecilan pembuatan pola”. Dalam menyusun pengukuran dari pola, pembuatan pola memperkenankan pengecilan ini dengan menggunakan aturan ini yang sedikit lebih panjang dari aturan yang sama dalam panjang yang sama. Untuk pengecoran logam yang berbeda maka mungkin akan berbeda juga prinsip pengecilannya, namun pada umumnya prinsip tersebut digunakan pada setiap sisi, dimana ada 2 skala, jumlah total skalanya adalah 4 untuk 4 logam coran umum, seperti baja, besi cor, kuningan, dan aluminium. Pembagian pada setiap skala ini ukurannya dilebihkan dengan jumlah yang proporsional, contohnya saat pembuatan pola untuk besi cor, pembuatan pola menggunakan pengukuran prinsip pengecilan sekitar 10mm tiap 1 meter lebih panjang dari ukuran konvensional karena besi cor menyusut 10mm tiap 1 meter. Pola asal yang digunakan untuk membuat pola logam memerlukan perhitungan penyusutan yang ganda (Banga, 1981). Toleransi penyusutan berbagai logam cor terdapat pada tabel 2.4 dibawah ini.

Tabel 2.4 Toleransi penyusutan untuk logam cor yang penting (Banga, 1981):

No. Logam Pengecilan

(persen)

Pengecilan (mm per meter) 1. Besi Cor Kelabu 0,7 hingga 1,05 7 hingga 10,5

2. Besi Cor Putih 2,1 21

3. Besi Cor Mampu Tempa

1,5 15

4. Baja 2,0 20

5. Kuningan 1,4 14

6. Aluminium 1,8 18

7. Paduan

Aluminium

1,3 hingga 1,6 13 hingga 16

(44)

8. Tembaga 1,05 hingga 2.1 10,5 hingga 21

9. Magnesium 1,8 18

10 Seng 2,5 25

11. Baja Mangan 2,6 26

Jumlah penyusutan yang dicantumkan diatas dan prinsip pengecilan ini hanyalah gambar rata-rata. Pengecilan yang sebenarnya pada pengecoran tergantung dari faktor-faktor berikut:

1. Ketebalan dan dimensi pengukuran lain dari coran.

2. Desain dan seluk-beluk coran.

3. Ketahanan cetakan untuk menyusut.

4. Bahan cetakan untuk menyusut.

5. Metode pencetakan yang digunakan.

6. Temperatur penuangan logam cair.

Terdapat tiga kontraksi selama pendinginan dari keadaan cair ke temperatur kamar (Campbell, 2003). Kontraksi tersebut dapat dilihat pada gambar 2.5.

Gambar 2.5 Ilustrasi ketiga daerah penyusutan di dalam liquid, selama pembekuan, dan di dalam solid (Campbell, 2003)

(45)

1. Saat temperatur berkurang, kontraksi pertama terjadi di dalam fasa liquid. Di dalam proses pengecoran penyusutan di dalam daerah ini tidak membawa masalah. Bahkan seringkali diabaikan.

2. Adanya kontraksi pada zona solidifikasi ini mulai menimbulkan masalah. Kontraksi muncul pada titik pembekuan, hal ini dikarenakan lebih padatnya solid dibandingkan liquid. Masalah yang terjadi di daerah ini antara lain dibutuhkannya feeding, serta porositas penyusutan (shrinkage porosity).

3. Merupakan tahap akhir dari penyusutan di dalam fasa solid yang dapat menyebabkan beberapa masalah. Sesuai dengan laju pendinginan, maka cetakan juga mengalami penyusutan. Sehingga sangat sulit untuk memprediksi ukuran dari pattern yang kita buat. Permasalahan ini juga dapat menyebabkan beberapa masalah lainnya antara lain hot tearing serta retak pada cetakan.

Porosity timbul apabila gas-gas, terutama gas hidrogen, terbawa dalam logam cair, terkurung dalam logam yang disebabkan tekanan logam selama pembekuan (Surdia, 2006).

Sebab-sebab:

 Gas terbawa dalam logam cair selama pencairan.

 Gas terserap dalam logam cair selama penuangan.

 Reaksi logam induk dengan uap air dari cetakan.

 Titik cair terlalu tinggi dan waktu pencairan terlalu lama.

Cara pencegahan:

 Penghilangan gas dari logam cair dapat dilakukan dengan peniupan gas inert kedalam logam cairan logam, umpamanya gas nitrogen adalah gas yang bisa dipakai untuk maksud tersebut.

 Penghilangan gas dengan khlorida.

 Penghilangan gas dengan fluks, terutama fluoride dan khlorida dari logam alkali tanah.

 Pencairan kembali.

(46)

 Perencanaan yang tidak menyebabkan turbulen pada aliran logam cair.

 Harus dipakai pasir yang mempunyai kadar air rendah dan permeabilitas yang sesuai. Pada paduan Al-Mg perlu ditambahkan 0,0005% berilium.

2.4 Transfer Panas 2.4.1 Konduksi

Perpindahan kalor secara konduksi adalah proses perpindahan kalor dimana kalor mengalir dari daerah yang bertemperatur tinggi ke daerah yang bertemperatur rendah dalam suatu medium (padat, cair atau gas) atau antara medium-medium yang berlainan yang bersinggungan secara langsung sehingga terjadi pertukaran energi dan momentum.

Gambar 2.6 Perpindahan panas konduksi pada dinding (J.P. Holman, 2009)

Laju perpindahan panas yang terjadi pada perpindahan panas konduksi adalah berbanding dengan gradien suhu normal sesuai dengan persamaan berikut:

qk = −𝑘 𝐴 𝑑𝑇

𝑑𝑥......(2.15) dT/dx = gradient temperatur kearah perpindahan kalor.konstanta positif ”k” disebut konduktifitas atau kehantaran termal benda itu,

(47)

sedangkan tanda minus disisipkan agar memenuhi hokum kedua termodinamika, yaitu bahwa kalor mengalir ketempat yang lebih rendah dalam skala temperatur.

Hubungan dasar aliran panas melalui konduksi adalah perbandingan antara laju aliran panas yang melintas permukaan isothermal dan gradient yang terdapat pada permukaan tersebut berlaku pada setiap titik dalam suatu benda pada setiap titik dalam suatu benda pada setiap waktu yang dikenal dengan hukum fourier.

qk = − 𝑘𝐴

∆𝑥 (T1 - T2) ...(2.16) 2.4.2 Konveksi

Konveksi adalah perpindahan panas karena adanya gerakan/aliran/ pencampuran dari bagian panas ke bagian yang dingin. Contohnya adalah kehilangan panas dari radiator mobil, pendinginan dari secangkir kopi dll. Menurut cara menggerakkan alirannya, perpindahan panas konveksi diklasifikasikan menjadi dua, yakni konveksi bebas (free convection) dan konveksi paksa (forced convection). Bila gerakan fluida disebabkan karena adanya perbedaan kerapatan karena perbedaan suhu, maka perpindahan panasnya disebut sebagai konveksi bebas (free / natural convection). Bila gerakan fluida disebabkan oleh gaya pemaksa / eksitasi dari luar, misalkan dengan pompa atau kipas yang menggerakkan fluida sehingga fluida mengalir di atas permukaan, maka perpindahan panasnya disebut sebagai konveksi paksa (forced convection).

Gambar 2.7 Perpindahan panas konveksi (J.P.Holman, 2009).

(48)

Proses pemanasan atau pendinginan fluida yang mengalir didalam saluran tertutup seperti pada gambar 2.7 merupakan contoh proses perpindahan panas. Laju perpindahan panas pada beda suhu tertentu dapat dihitung dengan persamaan.

q = − ℎ 𝐴 (Tw - T)...(2.16) Tanda minus (-) digunakan untuk memenuhi hukum II thermodinamika, sedangkan panas yang dipindahkan selalu mempunyai tanda positif (+). Persamaan (2.16) mendefinisikan tahanan panas terhadap konveksi. Koefisien pindah panas permukaan h, bukanlah suatu sifat zat, akan tetapi menyatakan besarnya laju pindah panas didaerah dekat pada permukaan itu.

Gambar 2.8 Perpindahan panas konveksi (J.P.Holman, 2009) Perpindahan konveksi paksa dalam kenyataanya sering dijumpai, kaarena dapat meningkatkan efisiensi pemanasan maupun pendinginan satu fluida dengan fluida yang lain.

2.4.3 Radiasi

Perpindahan panas radiasi adalah proses di mana panas mengalir dari benda yang bersuhu tinggi ke benda yang bersuhu rendah bila benda-benda itu terpisah di dalam ruang, bahkan jika terdapat ruang hampa di antara benda - benda tersebut.

(49)

Gambar 2.9 Perpindahan panas radiasi (J.P.Holman, 2009) Energi radiasi dikeluarkan oleh benda karena temperatur, yang dipindahkan melalui ruang antara, dalam bentuk gelombang elektromagnetik Bila energi radiasi menimpa suatu bahan, maka sebagian radiasi dipantulkan , sebagian diserap dan sebagian diteruskan seperti gambar 2.9. Sedangkan besarnya energi :

Qpancaran = 𝜎 A T4...(2.17)

2.5 Tegangan Termal

Tegangan termal adalah sebuah tegangan sisa dalam material yang dihasilkan dari perubahan temperatur. Sebuah solid homogen dan uniform yang dipanaskan maupun didinginkan tidak akan terjadi temperatur gradien. Untuk kontraksi dan ekspansi bebas, material akan bebas dari stress. Namun jika sebuah pergerakan material ditahan pada ujung benda, termal stress akan muncul. Dimana stress yang dihasilkan σ dari perubahan temperatur dari To menjadi Tf adalah

σ = E α1 (To - Tf) = E α1 ∆T ...(2.18) dimana nilai E adalah modulus elastis dan α adalah koefisien linier ekspansi termal.

Tegangan termal mungkin terbentuk sebagai hasil gradien temperatur disepanjang benda, yang sering diakibatkan oleh pendinginan maupun pemanasan cepat, dimana perubahan temperatur diluar lebih cepat dibanding didalam, perubahan bentuk

(50)

dimensi berfungsi sebagai penahan kontraksi atau ekspansi bebas dari elemen volume yang menempel di dalam potongan (Calister, 1940).

2.6 Sistem Numerik

Metode simulasi numerik untuk proses analisis pengecoran sangat berkembang pesat dan banyak digunkan untuk metode analisis aliran fluida, tegangan maupun metode analisa pembekuan. Secara prinsip sistem numerik dari proses pengecoran ini memadukan dari tiga persamaan fundamental yaitu hukum kekalan massa, momentum, dan energi. Jenis moetode simulasi numerik yang banyak digunakan antara lain FEM (Finite Element Method), BEM (Boundary Element Method), FDM (Finite Difference Method), dan lainnya. Penjelasan seperti tabel 2.5 dibawah ini.

Tabel 2.5 Jenis metode numerik

FDM (FVM) FEM BEM

Aplikasi Utama

Perpindahan panas, Alisis Fluiditas

Analisis struktural (analisis tegangan)

Noise, mekanika perpatahan

Keuntungan Program

sederhana, tidak memerlukan kalkulus integral

Untuk kegunaan umum

Setup one grage low element network infinite area issue Kekurangan Tidak cukup

untuk benda kompleks

Diperlukan kalkulus integral, sulit menghitung elemen

Diperlukan kalkulus

integral, tidak cocok untuk analisa benda tipis

Elemen

(51)

Pada perkembangannya sekarang ini terdapat dua pendekatan mendasar, yaitu metode Eulerian atau grid based seperti metode yang digunakan diatas. Keudian metode yang lebih baru yaitu metode dengan pendekatan Lagrangian atau particles based yang lebih dikenal dengan Smoothed Particle Hydrodynamic (SPH) yang diikuti penggunaan mesh partikel ini juga membuat perhitungan simulasi lebih akurat, gambar yang dihasilkan lebih tajam dan mampu menyelesaikan simulasi dengan kondisi sistem yang lebih sulit (Herbandono, 2011)

Namun dalam analisa termal dan struktural FEM dapat digunakan sebagai metode numerik. FEM merupakan metode dengan membagi daerah atau luasan menjadi sebuah elemen merupakan langkah utama dari sebuah metode elemen hingga.

Dimana mesh adalah distribusi dari elemen itu sendiri. Dan elemen-elemen itu sendiri dihubungkan oleh nodes. Kemudian setelah area tersebut didiskretisasi langkah selanjutnya adalah menentukan persamaan untuk setiap elemen yang dibutuhkan.

Misalnya sifat-sifat termal suatu material seperti konduktifitas termal yang mana persamaan dari elemen itu nantinya akan digabungkan untuk menentukan persamaan global untuk meshnya dimana menggambarkan perubahan dari seluruh bagian secara umum (Alawadhi, 2010).

(52)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Diagram Penelitian

Tidak

Ya

Gambar 3.1 Diagram alir penelitian Mulai

Studi Proses Pengecoran

Sifat-sifat dari Paduan AA 2024 dan Geometri Kontak Sisi Bawah Resistor

Permodelan dengan ANSYS Mechanical APDL 17.0

Analisa Termal dan Struktural

Analisa Data

Selesai Validasi Penelitian

Gambar

Gambar 2.1 Diagram fasa Al-Cu pada temperatur tertentu  (antipasto.union.edu)
Gambar 2.4 Klasifikasi gating system berdasarkan posisi ingates (a)  Top Gating (b) Bottom Gating (c) Parting Line Gating (Dolar,
Tabel 2.5 Jenis metode numerik
Gambar 3.1 Diagram alir penelitianMulai
+7

Referensi

Dokumen terkait