BAB II TINJAUAN PUSTAKA
3.4. Proses Pengecoran Eksperimen
Sebelum dilakukannya proses simulasi kita terlebih dahulu harus mengetahui tahapan dari pengecorannya itu sendiri. Tahapan dari proses pengecoran sebagai berikut.
1. Menyiapkan paduan Aluminium 2024
2. Menyiapkan cetakan pasir dengan gating sistem yang sudah di desain.
3. Menyiapkan core yang terbuat dari pasir silika yang telah dibakar sebelumnya
4. Menimbang paduan
5. Memasukkan logam ke dalam krus.
6. Memasukkan krus ke dalam furnace dan memanaskan hingga temperatur 750oC selama ±60 menit tanpa melakukan holding.
7. Membuka furnace dan mengaduk logam cair paduan dengan menggunakan pengaduk selama beberapa saat.
8. Menambahkan fluks grafit keatas permukaan logam cair.
9. Menuangkan cairan paduan ke dalam cetakan yang telah disiapkan.
10. Mendinginkan paduan yang masih cair di dalam cetakan selama 1 jam.
11. Mengeluarkan paduan yang telah padat dari dalam cetakan.
12. Memotong masing-masing specimen sesuai bentuk komponen yang akan dilakukan.
13. Melakukan machining untuk memperhalus permukaan dan melubangi bagian tertentu.
Pada penelitian kali ini dilakukan simulasi pengecoran sisi kontak bawah resistor dengan bahan aluminium 2024 dan cetakan pasir. Pemodelan dibagi menjadi dua tahap yaitu analisa transien temperatur dan dilanjutkan couple-field untuk analisa transien struktural. Adapun yang kami amati adalah efek dari bedanya bentuk dan posisi dari sistem saluran untuk mendapatkan produk cor yang baik.
4.1. Analisa Termal
Analisa termal ini dilakukan untuk mengetahui distribusi temperatur, proses pendinginan pada coran, proses pemanasan pada cetakan pasir, dan termal gradien selama proses pengecoran berlangsung.
Untuk melakukan analisa termal simulasi pengecoran diperlukan berbagai data sifat material yang dibutuhkan agar perpindahan panas terjadi. Sifat yang dibutuhkan untuk melakukan analisa ini yaitu konduktivitas termal, kapasitas panas spesifik, dan massa jenis. Konduktivitas adalah kemampuan suatu material untuk memindahkan energi dalam persatuan panjang dan temperatur. Sehingga semakin besar kondukivitas semakin cepat perpindahan panas dalam suatu material terjadi. Sedangkan kapasitas panas spesifik adalah jumlah energi panas yang dibutuhkan untuk mengubah temperatur satuan massa per satu derajat kelvin. Setiap temperatur memiliki nilai kapasitas panas spesifik yang berbeda-beda. Karena proses pengecoran terjadi perubahan fasa dari liquid ke solid, diperlukan kapasitas panas spesifik pada saat pendinginan untuk solidifikasi cor dan pemanasan untuk mold. Karena mold akan absorpsi semua panas dan panas laten selama solidifikasi. Massa jenis sangat diperlukan, karena perubahan temperatur akan mengakibatkan perubahan fasa yang akan mengubah volume sebuah material. Ketiga sifat ini
sangat mendukung untuk melihat fenomena perpindahan panas pada proses pengecoran
Dalam penelitian ini bentuk geometri dibuat setengah, hal ini bertujuan untuk mempermudah simulasi dari proses pengecoran. Kondisi pembatas konveksi diberikan pada ujung luar cetakan pasir yang kontak langsung dengan atmosfir. Pada kondisi pembatas ini, koefisien perpindahan panas konveksi sebesar 11,45 W/m2.K sesuai dengan penelitian yang dilakukan Pariona pada tahun 2005 dengan cetakan pasir dengan bulk temperatur sebesar 303 K. Untuk simulasi transien termal ini, temperatur kondisi awal pada coran sebesar 1023 K. Hal ini dikarenakan aluminium 2024 sudah berada di atas temperatur liquidus sebesar 923 K. Heat Flux yang diberikan pada bagian depan coran sebesar 0 karena bentuk geometri setengah.
Setelah kondisi pembatas termal diberikan, parameter simulasi transien diberikan sama pada keempat kondisi dengan waktu proses pengecoran dalam simulasi selama 1,5 jam atau 5400 detik dengan pengambilan data setiap kelipatan 60 detik dari total 5400 detik seperti tabel 4.1 dibawah ini
Tabel 4.1 Pengaturan simulasi transien termal Total waktu simulasi 1,5 jam atau 5400 detik
Step Time 60 detik
4.1.1 Distribusi Temperatur
Setelah dilakukan simulasi selama 1,5 jam atau 5400 detik, dilakukan pengamatan distribusi temperatur yang terjadi selama proses solidifikasi pada keempat model kondisi pengecoran yang ditampilkan pada gambar 4.1 dibawah ini.
(a) (b)
(b) (d)
Gambar 4.1 Distribusi temperatur proses solidifikasi pada bentuk saluran persegi dengan posisi runner ditengah benda cor pada (a) 60
detik (b) 1800 detik (c) 3600 detik (d) 5400 detik.
Gambar diatas merupakan distribusi temperatur proses pendinginan cor dengan bentuk saluran persegi dan posisi runner di tengah benda cor. Pembekuan dimulai dari bagian logam yang terkena dinding cetakan pasir paling banyak. Dan saat itu juga panas mulai diserap oleh cetakan pasir sehingga terjadi proses pembekuan.
Pada detik ke 60 pada gambar 4.1(a) bentuk geometri dari sprue sangat kecil sehingga panas akan segera dilepas dan diterima oleh pasir. Dengan dimensi yang kecil dan perbedaan temperatur yang sama dibandingkan posisi lainnya akan menghasilkan transfer panas konduksi paling besar. Dapat dilihat pada gambar temperatur pada sprue 673-773 K, lebih rendah dibandingkan coran dengan coran 773-873 K sehingga pembekuan pengecoran dimulai
pertama kali di sprue. Kemudian pembekuan akan mengalir menuju pouring basin karena kontak langsung dengan atmosfir sehinga konveksi sangat besar.. Pendinginan akan berlanjut ke bagian runner dan sampai ke benda cor
Pada benda cor pendinginan akan dimulai dari bagian paling bawah dan kemudian akan terus membeku hingga bagian cor paling atas. Proses pembekuan akan berakhir pada bagian riser. Hal ini merupakan bentuk proses pembekuan yang baik karena pembekuan terakhir pada cor akan mencegah cacat pengecoran seperti shrinkage maupun crack.
Pada detik ke 1800 detik gambar 4.1 (b) proses pembekuan sudah berakhir karena temperatur sudah dibawah temperatur solidus 775K namun kondisi benda cor masih dalam keadan panas hal ini dikarenakan panas masih terperangkap didalam cetakan poros. Dan pada detik 3600 detik gambar 4.1 (c) coran sudah mendekati temperatur kamar dengan range temperatur 373-473 K.
Pada detik ke 5400 kondisi coran hampir sama dengan detik ke 3600 namun panas pada coran sedikit berkurang karena aliran panas dari cetakan ke atmosfir melambat sehingga membutuhkan waktu lebih lama agar coran memiliki temperatur sama dengan atmosfir.
(a) (b)
(c) (d)
Gambar 4.2 Distribusi temperatur proses mould heating pada bentuk saluran persegi dengan posisi runner ditengah benda cor pada (a) 60
detik (b) 1800 detik (c) 3600 detik (d) 5400 detik.
Pada gambar 4.2 terlihat jelas distribusi panas yang dialami oleh cetakan dari detik ke 60 hingga 5400. Pada detik ke 60 gambar 4.2 (a), cetakan yang bersentuhan dengan logam akan mengalami kenaikan temperatur yang sangat tinggi dari kondisi normal 303 K menjadi 760-819 K. Cetakan pasir langsung menyerap panas dari logam dan mengalirkan panas sepanjang cetakan. Pada detik ke 1800 gambar 4.2 (b) panas cetakan pasir dalam coran sudah mulai menurun menjadi 458-508 K. Namun panas cetakan pasir dalam benda cor mengalami titik panas paling tinggi dibandingkan bagian cetakan lainnya, hal ini karena panas terperangkap di antara logam yang memiliki temperatur tinggi sehingga proses pemindahan panas melambat. Pada detik 3600 gambar 4.2 (c), perpindahan panas dapat dilihat mengalir ke arah kiri cetakan. Pergerakan ini terjadi karena bagian kiri cetakan memiliki jarak terdekat dengan benda cor sehingga panas akan mudah mengalir dengan perbedaan temperatur yang sangat besar dan jarak yang lebih kecil. Sehingga proses konveksi sangat besar pada bagian kiri cetakan. Saat itu juga proses konveksi akan memiliki peran penting dalam proses pendinginan karena perbedaan temperatur antara cetakan pasir dengan logam sangat kecil. Sehingga proses konveksi akan mengalirkan panas selama proses pendinginan. Pada detik 5400 gambar 4.2 (d), panas pada cetakan terus menurun sampai dengan
temperatur 380 K. Panas akan terus mengalir kebagian kiri cetakan.
Pada bagian bawah tidak terjadi perpindahan panas karena cetakan dianggap menyentuh tanah sehingga tidak terjadi konveksi pada bagian bawah cetakan.
(a) (b)
(c) (d)
Gambar 4.3 Distribusi temperatur proses solidifikasi pada bentuk saluran lingkaran dengan posisi runner ditengah benda cor pada (a) 60
detik (b) 1800 detik (c) 3600 detik (d) 5400 detik.
Pada gambar 4.3 merupakan proses simulasi pendinginan coran dengan bentuk sistem saluran lingkaran dengan posisi runner di tengan benda cor. Pada detik 60 gambar 4.3 (a) tampak bahwa benda cor sudah mengalami solidifikasi karena temperatur berada di bawah 775 K. Pendinginan dapat dilihat dimulai dari sprue dengan temperatur mencapai 472-573K lebih rendah dibanding benda cor dengan temperatur 573-673 K. Pada detik 1800 gambar
4.2 (b), benda cor sudah mendekati temperatur cetakan dengan temperatur sekitar 373-472 K. Pada detik 3600 gambar 4.3 (c), bagian pouring basin dan sebagian sprue sudah mencapai temperatur kamar sedangkan temperatur benda cor masih tetap sama. Pada detik 5400 gambar 4.3 (d), proses pendinginan sudah mengalami pelambatan dengan proses pendinginan selesai pada bagian sprue well namun belum sampai pada benda cor.
(a) (b)
(c) (d)
Gambar 4.4 Distribusi temperatur proses mould heating pada bentuk saluran lingkaran dengan posisi runner ditengah benda cor pada (a) 60
detik (b) 1800 detik (c) 3600 detik (d) 5400 detik.
Pada gambar 4.4 diatas merupakan distribusi pemanasan cetakan. Pada detik ke 60 dapat dilihat bahwa bagian cetakan yang kontak langsung dengan logam memiliki perbedaan temperatur.
Hal ini karena panas sudah terdistribusi ke daerah cetakan sekitarnya. Pada detik 1800 panas akan terus mengalir dan panas
terpusat bagian cetakan pasir di antara logam cetak dengan temperatur sekitar 430 K. Panas akan mengalir ke bagian kiri cetakan dan temperatur cetakan akan terus menurun.
Pada gambar 4.5 dibawah ini merupakan distribusi temperatur proses pendinginan cor dengan sistem saluran bebentuk persegi dan posisi runner berada di tepi benda cor. Pada detik ke 60 gambar 4.5 (a), dapat dilihat terjadi perbedaan temperatur pada benda cor. Bagian bawah benda cor memiliki temperatur lebih rendah 573-673 K dan bagian atas memiliki temperatur 673-773 K sehingga proses pendinginan dapat dilihat dari bawah cetakan menuju atas cetakan dan berakhir pada riser. Pada detik 1800 benda cor mengalami penurunan temperatur hingga 473-573 K.
Pada detik ke 3600 dan 5400 memiliki range temperatur yang sama dikarenakan proses pendinginan yang melambat. Dan terjadi proses pemanasan pada cetakan.
(a) (b)
(c) (d)
Gambar 4.5 Distribusi temperatur proses solidifikasi pada bentuk saluran persegi dengan posisi runner di tepi benda cor pada (a) 60 detik
(b) 1800 detik (c) 3600 detik (d) 5400 detik.
Pada gambar 4.6 merupakan proses pemanasan cetakan pada saluran saluran bebentuk persegi dan posisi runner berada di tepi benda cor . Hampir sama dengan pengerjaan sebelumnya bahwa pada detik awal cetakan yang kontak langsung dengan cetakan akan mengalami kenaikan temperatur yang paling tinggi. Dan panas akan terkumpul di cetakan antara benda cor. Kemudian panas akan mengalir ke sebal kiri cetakan.
(a) (b)
(c) (d)
Gambar 4.6 Distribusi temperatur proses mould heating pada bentuk saluran persegi dengan posisi runner di tepi benda cor pada (a) 60 detik
(b) 1800 detik (c) 3600 detik (d) 5400 detik.
Pada gambar 4.7 merupakan distribusi temperatur proses pendinginan cor dengan sistem saluran bebentuk lingkaran dan posisi runner berada di tepi benda cor. Tampak bahwa distribusi temperatur pendinginan hampir sama dengan bentuk cor dengan sistem saluran bebentuk persegi dan posisi runner berada di tepi benda cor
(a) (b)
(c) (d)
Gambar 4.7 Distribusi temperatur proses solidifikasi pada bentuk saluran lingkaran dengan posisi runner di tepi benda cor pada (a) 60
detik (b) 1800 detik (c) 3600 detik (d) 5400 detik.
Pada gambar 4.8 di bawah ini merupakan proses pemanasan cetakan pasir dengan bentuk cor dengan sistem saluran bebentuk lingkaran dan posisi runner berada di tepi benda cor. Tampak bahwa distribusi temperatur pemanasan cetakan hampir sama dengan bentuk cor dengan sistem saluran bebentuk persegi dan posisi runner berada di tepi benda cor
(a) (b)
(c) (d)
Gambar 4.8 Distribusi temperatur proses mould heating pada bentuk saluran lingkaran dengan posisi runner di tepi benda cor pada (a) 60
detik (b) 1800 detik (c) 3600 detik (d) 5400 detik.
4.1.2. Perbandingan Kurva Pendinginan Coran
Untuk melihat kurva pendinginan dari keempat model coran, diambil salah satu node dengan koordinat yang sama pada keempat model. Sehingga dapat terlihat perbedaan perubahan temperatur selama proses pendinginan pada gambar 4.9 dibawah ini.
Gambar 4.9 Kurva perbandingan perubahan temperatur proses pendinginan pada keempat model coran
303 503 703 903
0 300 600 900 1200 1500 1800 2100 2400 2700 3000 3300 3600 3900 4200 4500 4800 5100 5400
Temperatur (oK)
Waktu (detik)
Rectangular Gating 1 Circular Gating 1 Rectangular Gating 2 Circular Gating 2
Dari kurva dapat dilihat temperatur dari keempat model mengalami penurunan sesuai dengan prinsip pendinginan. Hal ini dikarenakan panas dari dalam cor akan mengalir ke dalam cetakan sehingga cor akan mengalami penurunan temperatur sesuai dengan berjalannya waktu.
Terlihat pada kurva bahwa variasi bentuk sistem saluran tidak akan memberikan pengaruh terhadap proses pendinginan benda cetak. Variasi sistem saluran memiliki temperatur yang dikatakan hampir sama setiap penambahan waktu sehingga kecepatan pendinginan dari keempat model akan menghasilkan kecepatan pendinginan yang sama
Pada detik awal hingga 480, perubahan temperatur pada keempat model terjadi sangat cepat dibandingkan waktu berikutnya. Hal ini dikarenakan pada coran dan cetakan memiliki selisih temperatur yang sangat besar dengan temperatur cor sebesar 1023 K sedangkan temperatur cetakan 303 K. Selisih temperatur ini akan mempercepat proses konduksi sehingga transfer panas berjalan dengan cepat. Setelah beberapa saat cetakan akan mengalami kenaikan temperatur dan coran akan mengalami penurunan temperatur. Selisih temperatur yang kecil ini akan mengakibatkan proses perpindahan panas akan berjalan dengan lambat. Untuk melihat nilai perubahan temperatur pada kurva di atas terdapat pada tabel 4.2 dibawah ini.
Tabel 4.2 Perbandingan temperatur proses pendinginan cor pada keempat model dalam beberapa detik
Waktu
420 493,52 493,28 494,72 494,96
480 486,18 485,99 487,39 487,67
1800 424,41 424,45 424,95 425,39
3600 399,98 400,05 401,12 401,45
5400 388,18 388,25 390,3 390,55
4.1.3. Perbandingan Kurva Tranasfer Panas pada Cetakan Untuk melihat kurva pemansan dan pendinginan cetakan dari keempat model coran, diambil salah satu node dengan koordinat yang sama pada keempat model. Sehingga dapat terlihat perbedaan perubahan temperatur selama proses pemanasan cetakan dan pendinginan pada cetakan.
Kurva perbandingan proses pemanasan dan pendinginan pada cetakan keempat model dapat dilihat pada gambar 4.10 dibawah ini.
Gambar 4.10 Kurva perbandingan perubahan temperatur proses pemanasan cetakan pada keempat model coran
Dari gambar dapat dilihat bahwa proses pemanasan yang terjadi pada cetakan karena cetakan menyerap seluruh panas yang ditransferskan oleh logam cair. Cetakan akan terus mengalami
303 353 403 453
0 300 600 900 1200 1500 1800 2100 2400 2700 3000 3300 3600 3900 4200 4500 4800 5100 5400
Temperatur (oK)
Waktu (Detik)
Rectangular Gating 1 Circular Gating 1 Rectangular Gating 2 Circular Gating 2
kenaikan temperatur selama coran memiliki panas lebih untuk di alirkan. Kemudian cetakan akan mengalami penurunan temperatur kembali saat temperatur cetakan hampir sama dengan temperatur coran. Pada saat itu juga tidak ada input panas lagi dari coran sehingga panas akan di alirkan ke luar lingkungan. Pada penurunan temperatur model pertama cetakan akan turun hingga temperatur 390,27 K, model kedua hingga 390,35 K, model ketiga hingga 391,50 K, dan model keempat hingga 391,82 K.
Kurva pemansan dan pendinginan cetakan pada keempat model memiliki bentuk kurva yang sama mengindikasikan proses pendinginan berjalan hampir sama untuk keempat model. Untuk melihat nilai temperatur dari gambar 4.10 dapat dilihat pada tabel 4.3 dibawah ini
Tabel 4.3 Perbandingan temperatur proses pemanasan dan pendinginan cetakan pada keempat model dalam beberapa detik
Waktu keempat model akan mengalami penurunan temperatur dengan berjalannya waktu. Posisi sistem saluran akan mempengaruhi proses konveksi dari cetakan ke atmosfir. Dengan posisi sistem saluran di tengah benda cor akan memberikan kecepatan
temperatur yang lebih besar dibandinkan di tepi benda cor dengan selisih ±1,4oK.
4.1.4. Gradient Temperatur
Gradien temperatur adalah rentang perubahan temperatur di dalam suatu sistem. Di dalam simulasi ini, gradien temperatur yang terbentuk menggambarkan arah mulainya pendinginan.
Berikut arah perubahan pendinginan pada model 1 sampai 4 pada saat detik 60 dan 5400 dapat dilihat pada gambar 4.11 dibawah ini.
(a)
(b)
(a)
(c)
(d)
(e)
(f)
(g)
Ga
Gambar 4.11 Gradien temperatur pada model 1 sampai 4 (a), (c), (e), (g) pada detik ke 60 dan (b), (d), (f), (h) detik ke 5400
Pada gambar 4.11 (a), (c), (e), (g) kita melihat gradient temperatur yang besar pada bagian pouring basin, runner, dan core cetekan. Pada pouring basin karena logam kontak langsung dengan atmosfir sehingga terjadi perubahan temperatur cepat terjadi dan diikuti pada bagian runner. Vektor temperatur menunjukkan perpindahan panas terjadi dari dalam logam menuju cetakan pasir.
Pada gambar 4.11 (b), (d), (f), (h) temperatur logam hampir menyerupai temperature cetakan sehingga gradien temperatur tidak besar. Vektor temperature mengarah ke dalam coran, karena pada detik 5400, temperature logam lebih rendah dibandingkan cetakan.
4.2. Analisis Struktural
Setelah dilakukannya analisis termal, analisa struktural dilakukan untuk menganalisa tegangan termal serta defleksi maupun shrinkage yang terjadi selama proses pengecoran berlangsung.
Pada proses pendinginan, perubahan temperatur yang tidak merata akan mengakibatkan tegangan termal pada cor. Tegangan termal ini akan mengakibatkan deformasi selama solidifikasi.
Tegangan termal juga akan menyebabkan tekanan atau gap antara cetakan dan benda cor, yang akan mengubah perpindahan panas pada cetakan/logam interface. Sehingga kita akan dapat melihat beberapa masalah selama proses pengecoran seperti patahan ataupun deformasi.
Untuk dilakukannya analisa struktural ini, diperlukan sifat material yang sama seperti analisa termal dan ditambahkan nilai modulus elastis, poisson ratio, dan koefisien ekspansi termal.
Modulus elastis ini berkaitan dengan kemampuan untuk suatu material terjadi deformasi. Poisson ratio merupakan suatu sifat material berdasarkan perbandingan renggangan antara renggangan terhadap sumbu horizontal dan sumbu vertikal setelah menerima beban. Sedangkan koefisien ekspansi termal merupakan perubahan panjang maupun volume dari suatu material pada satu unit temperatur.
Dalam penelitian ini bentuk geometri dibuat setengah, hal ini bertujuan untuk mempermudah simulasi dari proses pengecoran. Metode analisa yang digunakan dalam simulasi yaitu couple-field. Couple-field merupakan analisa penggabungan antara dua bidang yang berbeda, dalam hal ini yaitu termal dan struktural.
Kondisi pembatas displacement diberikan pada bagian bawah cetakan pasir dengan nilai 0 dikarenakan cetakan dianggap bersentuhan dengan tanah sehingga tidak terjadi displacement.
Kemudian symetri boundary condition diberikan pada bagian depan cetakan. Agar couple-field dapat berjalan kita memasukkan hasil analisa termal kedalam analisa struktural.
Setelah kondisi pembatas termal diberikan, parameter simulasi transien diberikan sama pada keempat kondisi dengan waktu proses pengecoran dalam simulasi selama 1,5 jam atau 5400 detik dengan pengambilan data setiap kelipatan 60 detik dari total 5400 detik seperti tabel 4.4 dibawah ini
Tabel 4.4 Pengaturan simulasi transien struktural Total waktu simulasi 1,5 jam atau 5400 detik
Step time 60
4.2.1 Tegangan Termal
Tegangan termal dipengaruhi oleh beberapa sifat material yaitu modulus elastisitas suatu material, koefisien ekspansi termal serta perbedaan temperatur pada suatu material. Tegangan termal dilakukan dengan analisa tegangan Von Misses. NilaiTegangan termal yang terjadi pada keempat model coran dapat dilihat pada kurva pada gambar 4.12 dan diperjelas pada tabel 4.5 dibawah ini.
Gambar 4.12 Kurva perbandingan nilai tegangan termal pada keempat model
Tabel 4.5 Perbandingan tegangan termal pada keempat model selama proses pendinginan
60 360 660 960 1260 1560 1860 2160 2460 2760 3060 3360 3660 3960 4260 4560 4860 5160 Tegangan Termal (Pa)
Tegangan Termal (Pa)
Waktu (detik)
Rectangular Gating 1 Circular Gating 1 Rectangular Gating 2 Circular Gating 2
900 2,85E+07 2,62E+07 3,48E+07 3,58E+07 dikarenakan selama proses solidifikasi, logam akan mengeluarkan energi sehingga akan mengurangi stres yang ada dalam logam.
Pada detik 60 tegangan termal sangat besar sekali karena perbedaan temperatur leburan logam dan cetakan sangat besar.
Setelah detik ke 300, perubahan tegangan termal akan sedikit berubah hal ini dikarenakan perubahan temperatur yang terjadi tidak terlalu besar. Temperatur cetakan dan coran sangat mendekati.
Dari keempat model sistem saluran, dengan bentuk sistem saluran dengan posisi runner di tengah benda cetak memberikan tegangan termal lebih kecil dibandingkan posisi runner di tepi benda cor. Pada saat posisi runner terletak di tengah benda cetak, bentuk saluran lingkaran akan menghasilkan tegangan termal lebih rendah sehingga dapat dikatakan bentuk geometri akan mempengaruhi tegangan termal benda cetak.
(a) (b)
(c) (d)
Gambar 4.13 Distribusi tegangan termal pada (a) model 1, (b) model 2, (c) model 3, (d) model 4 pada detik ke 5400.
4.2.2. Shrinkage
Shrinkage merupakan penyusutan volume di selama proses pengecoran. Hal ini menyebabkan volume dari suatu benda akan menyusut setelah dilakukan pendinginan sehingga benda yang dihasilkan tidak sesuai dimensinya dengan yang diharapkan.
Setelah dilakukan simulasi, baik material coran dengan cetakan mengalami deformasi yaitu berupa penyusutan. Hal ini mengakibatkan volume dari cetakan maupun coran menjadi berkurang. Hal ini disebabkan oleh tegangan termal yang ada di dalam suatu proses pengecoran yang telah kita bahas sebelumnya.
Karena tegangan termal tersebut, akan terjadi shrinkage di dalam coran. Untuk melihat deformasi pada bagian cora dari keempat model sistem saluran dapat dilihat pada gambar 4.14 dibawah ini.
(a) (b)
(c) (d)
Gambar 4.14 Deformasi yang terjadi pada daerah coran pada (a) model 1, (b) model 2, (c) model 3, dan (d) model 4 pada detik ke 5400
Dapat dilihat bahwa deformasi yang terjadi pada coran model 4 memiliki deformasi paling besar. Sedangkan pada model 2 memiliki deformasi paling kecil Hal ini sangat berkaitan dengan tegangan termal pada coran logam model 4 yang lebih besar daripada model lainnya dan coran logam model 2 lebih rendah dibanding model lainnya. Hal ini membuktikan bahwa terjadi penyusutan pada coran dikarenakan tegangan termal.
Untuk menghitung shrinkage yang terjadi selama simulasi, maka dicari terlebih dahulu nilai deformasi pada setiap sumbu.
Kemudian geometri awal dikurangi dengan deformasi yang ada sesuai sumbunya. Setelah itu dilanjutkan dengan menghitung volume akhir dari geometri tersebut. Dengan mengurangi volume awal dengan volume akhir yang telah dihitung tadi. Sehingga nilai shrinkage yang telah dihitung dapat dilihat pada tabel 4.6.
Tabel 4.6 Shrinkage maksimum yang terjadi selama proses pengecoran Desain Sistem Saluran Shrinkage yang terjadi (mm3)
Coran Rectangular 1 72815,24
Coran Circular 1 72259,08
Coran Rectangular 2 74279,38
Coran Circular 2 78595,24
4.2.3. Perbandingan Masa Jenis di Dalam Coran pada Beberapa Waktu
Untuk membuktikan adanya penyusutan juga dapat dilakukan dengan membandingkan massa jenis dengan volumenya.
Selama pengecoran massa dari material coran dianggap tetap.
Kemudian seiring dengan berjalannya waktu yaitu proses pendinginan, maka volume akan menyusut. Diketahui bahwa massa jenis adalah massa per volume. Sehingga secara teori apabila volume semakin menyusut maka massa jenis akan naik dikarenakan massa yang tetap. Massa di dalam coran didapat
Kemudian seiring dengan berjalannya waktu yaitu proses pendinginan, maka volume akan menyusut. Diketahui bahwa massa jenis adalah massa per volume. Sehingga secara teori apabila volume semakin menyusut maka massa jenis akan naik dikarenakan massa yang tetap. Massa di dalam coran didapat