BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.3. Pengecoran
2.3.3. Sistem Saluran
Elemen sistem saluran terdiri dari pouring basin, sprue, sprue well, runner, dan ingate. Gambar gating system dapat dilihat pada gambar 2.3 dibawah ini.
Gambar 2.3 Gating system pada coran (Dolar, 2009)
Pouring basin : berbentuk kerucut yang terletak pada bagian atas mold. Memiliki fungsi mengalirkan logam cair dari ladle menuju sprue. Pouring basin harus dalam untuk mengurangi vortex formation dan memuhi mold selama proses penuangan.
Sprue : saluran yang menghubungi antara pouring basin dan runner. Sprue dibuat meruncing kebawah untuk menghindari masuknya udara karena perbedaan tekanan. Penampang dapat berbentuk lingkaran, persegi, maupun persegi ppanjang.
Lingkaran memiliki surface area exposed yang kecil dan menghasilkan ketahan aliran metal terendah. Bentuk persegi atau persegi panjang mengurangi masuknya udara dan turbulensi.
Sprue Well : terletak pada bagian bawah sprue untuk menahan jatuhnya aliran logam cair dan dibelokkan ke runner.
Runner : saluran yang menghantarkan logam cair menuju Ingate. Penampang runner berbentuk persegi panjang untuk menghasilkan aliran yang efisien dengan sedikit turbulensi. Runner harus terisi penuh sebelum memasuki ingate. Pada pengecoran dengan ingate lebih dari satu, ukuran penampang harus dikurangi untuk menjaga keseragaman aliran menuju ingate.
Ingate : saluran kecil yang menghubungkan antara runner dan rongga cetakan. Penampang dapat dalam bentuk persegi, persegi panjang, atau trapezoid.
Dari segi posisi sistem saluran terdiri dari tiga jenis yaitu:
1. Top Gating System
Pada gating system ini logam cair akan mengalir dari pouring basin langsung menuju bagian atas dari mold.
Keuntungan dari sistem ini yaitu menghasilkan pembekuan dari bawah keatas. Kerugian dari sistem ini, logam cair akan mengakibatkan erosi pada bagian dasar rongga cetakan. Sangat cocok untuk bentuk cetakan yang mendatar. Kecepatan aliran dijaga konstan dari awal hingga akhir penuangan, sehingga menghasilkan laju pengisian yang paling cepat.
2. Bottom Gating System
Sistem ini menciptakan pengisian rongga cetakan dari bawah ke atas rongga. Sangat direkomendasikan untuk coran yang tinggi untuk menghindari jatuh bebas logam cair dihindarkan. Keuntungan sistem ini menghasilkan pengisian yang bertahap dari bawah dengan sedikit gangguan. Kerugian dari sistem ini, pengisian rongga cetakan dengan laju pengisian yang berbeda-beda, memiliki laju pengisian yang tinggi pada awal penuangan
dan bertahap berkurang bersamaan dengan pengisian rongga cetakan.
3. Parting-line Gating System
Sistem ini terletak pada bagian tengah dari rongga cetakan.
Sistem ini memiliki keuntungan gabungan top dan bottom system dengan mengurangi jatuh bebas logam cair dan menghasilkan laju pengisian yang tinggi seperti bottom gating system. Efek turbulensi juga berkurang dibandingkan dengan jenis top gating sytem. Biasanya digunakan untuk gating system mendatar (Dolar, 2009).
Gambar 2.4 Klasifikasi gating system berdasarkan posisi ingates (a) Top Gating (b) Bottom Gating (c) Parting Line Gating (Dolar,
2009) 2.3.4 Solidifikasi
Proses solidifikasi adalah proses transformasi dari struktur nonβchrystallographic dan christallographic pada material logam dan paduannya. Pemahaman tentang proses mekanisme solidifikasi dan bagaimana proses tersebut dipengaruhi oleh beberapa parameter seperti distribusi temperatur, laju pendinginan dan paduannya, adalah hal yang sangat penting dalam mengontrol sifat-sifat dari produkcasting.
Pada penggunaannya, transfer panas yang bekerja pada proses solidifikasi adalah konveksi, konduksi dan radiasi sehingga laju transfer panas totalnya ditampilkan pada persamaan 2.1.
QT = QT1 . QT2 . QT3 ...(2.1) Dapat dilihat bahwa transfer panas secara konveksi, dan radiasi dari permukaan atas, konduksi yang melalui dinding, konveksi dan radiasi dari permukaan cetakan yang dipanaskan diwakilkan dengan QT1 . QT2 . QT3.
Untuk mencari QT1 yang merupakan laju transfer panas dengan konveksi dan radiasi dari bagian atas dapat digunakan persamaan 2.2.
QT1 = (h + hr)T . AT . (T - Tβ) ...(2.2) Sedangkan nilai dari T= 1/2(T_p+T_m). Koefisien transfer panas dilambangkan h dan hr. AT adalah luasan dari permukaan atas dari cetakan dan Tβ adalah temperatur cetakan. Kemudian laju transfer panas dengan konduksi dituliskan pada persamaan 2.3.
ππ2=(ππβπβ)
π π‘ ...(2.3) Pada persamaan 2.24 ini, Tp dan Tβ adalah temperatur dalam dan luar dari cetakan dan Rt adalah ketahanan termal dari dinding cetakan. Namun, sering kali Rt ini diabaikan dikarenakan Kemudian laju transfer panas konveksi dan radiasi untuk dinding cetakan luar yang dipanaskan menggunakan persamaan 2.4.
ππ3= (β + βπ)ππ . π΄ . (ππ β πβ) ...(2.4) Ts adalah temperatur permukaan cetakan, Tβ adalah temperatur dari lingkungan sekitar cetakan. H dan hr adalah koefisien transfer panas. A adalah luasan dari permukaan cetakan yang dipanaskan terhadap lingkungan.
Sehingga total dari laju panas sesuai persamaan 2.5 menjadi
QT = (h + hr)T . AT . (T - Tβ) + (ππβπβ)
π π‘ + (β + βπ)ππ . π΄ . (ππ β πβ)...(2.5) Sebenarnya, Qt adalah proses hilangnya panas dari suatu logam yang biasanya dianggap sebagai panas sensible.
Ditampilkan pada persamaan 2.6 dan 2.7.
ππ‘= ππΆπβπ ...(2.6) ππ‘= ππΆπ(ππβ ππ) ...(2.7) Dimana Cp adalah specific heat dari logam, Tp dan Tm adalah temperatur saat penuangan serta temperatur lelehan, sedangkan m adalah massa logam yang dituangkan.
Kemudian, persamaan 2.6 digabungkan dengan persamaan 2.7 sehingga menghasilkan persamaan 2.8
π‘1= ππΆπ(ππβππ)
(h+hr)TΜ .π΄π .(πΜ βπβ)+(ππβ πβ)
π π‘ + (β+βπ)πΜ .π΄π .(ππ βπβ)
...(2.8)
Persamaan 2.29 merupakan persamaan untuk mencari solidifikasi selama penuangan.
Kemudian, langkah selanjutnya adalah transfer panas pembentukan. Transformasi fasa akan terjadi ketika logam kehilangan panas sensible dan mencapai temperatur lelehnya.
Pada dasarnya persamaannya sama dengan perpindahan panas saat logam dituangkan sehingga dapat dirumuskan seperti persamaan 2.9.
Qt = QT.t2 ...(2.9) dimana Qt adalah jumlah kehilangan panas total dari atas dan dinding, QT adalah laju transfer panas total baik dari konveksi dan radiasi dari atas dan konduksi yang melalui dinding. Sedangkan waktu yang diperlukan untuk transfer panas atau dengan kata lain waktu solidifikasi kedua dilambangkan dengan t2.
Sama seperti tadi, transfer panas yang bekerja pada proses pengecoran adalah konveksi, konduksi dan radiasi sehingga laju transfer panas totalnya diyampilkan pada persamaan 2.10.
QT = QT1 . QT2 . QT3 ...(2.10) Transfer panas secara konveksi, dan radiasi dari permukaan atas, konduksi yang melalui dinding, konveksi dan radiasi dari permukaan cetakan yang dipanaskan diwakilkan dengan QT1 . QT2
. QT3.
Berbeda dengan persamaan (2.4.4), (2.4.5) serta (2.4.6).
Pada tahap ini T diganti menjadi Tm dikarenakan ini adalah temperatur saat koefisien transfer panas selama konduksi pada tahap kedua. Apabila digabungkan, maka didapat persamaan 2.11.
QT = (h + hr)T . AT . (ππ- Tβ) + (πππ βπβ)
π‘ + (β + βπ)ππ . π΄ . (ππ β πβ) ...(2.11) Di tahap ini, total dari heat loss ditampilkan pada persamaan 2.12.
Qt = mHf ...(2.12) Diketahui bahwa m adalah massa dari logam sedangkan Hf adalah panas pembentukannya. Ketika persamaan 2.33 dan 2.33 digabungkan akan menjadi persamaan 2.13.
π‘2= mπ»π
(h+hr)ππ .π΄π .(ππβπβ)+(ππβ πβ)
π π‘ + (β+βπ)ππ .π΄π .(ππ βπβ) ....(2.13)
Dimana t2 adalah waktu solidifikasi pada tahap kedua yaitu ketika logam berubah dari fasa liquid ke solid.
Sehingga didapatkan waktu solidifikasi total yang ditampilkan pada persamaan 2.14.
t = t1 + t2 ...(2.14)
2.3.5 Penyusutan, Porosity, dan Crack dalam Coran Semua logam yang digunakan dalam pengecoran ukurannya akan mengecil dan menyusut setelah pemadatan dan pendinginan didalam cetakan. Untuk mengimbangi hal ini maka, pola dari cetakan harus dibuat lebih besar dari ukuran coran yang sebenarnya sesuai dengan jumlah yang disebut dengan βpengecilan pembuatan polaβ. Dalam menyusun pengukuran dari pola, pembuatan pola memperkenankan pengecilan ini dengan menggunakan aturan ini yang sedikit lebih panjang dari aturan yang sama dalam panjang yang sama. Untuk pengecoran logam yang berbeda maka mungkin akan berbeda juga prinsip pengecilannya, namun pada umumnya prinsip tersebut digunakan pada setiap sisi, dimana ada 2 skala, jumlah total skalanya adalah 4 untuk 4 logam coran umum, seperti baja, besi cor, kuningan, dan aluminium. Pembagian pada setiap skala ini ukurannya dilebihkan dengan jumlah yang proporsional, contohnya saat pembuatan pola untuk besi cor, pembuatan pola menggunakan pengukuran prinsip pengecilan sekitar 10mm tiap 1 meter lebih panjang dari ukuran konvensional karena besi cor menyusut 10mm tiap 1 meter. Pola asal yang digunakan untuk membuat pola logam memerlukan perhitungan penyusutan yang ganda (Banga, 1981). Toleransi penyusutan berbagai logam cor terdapat pada tabel 2.4 dibawah ini.
Tabel 2.4 Toleransi penyusutan untuk logam cor yang penting (Banga, 1981):
8. Tembaga 1,05 hingga 2.1 10,5 hingga 21
9. Magnesium 1,8 18
10 Seng 2,5 25
11. Baja Mangan 2,6 26
Jumlah penyusutan yang dicantumkan diatas dan prinsip pengecilan ini hanyalah gambar rata-rata. Pengecilan yang sebenarnya pada pengecoran tergantung dari faktor-faktor berikut:
1. Ketebalan dan dimensi pengukuran lain dari coran.
2. Desain dan seluk-beluk coran.
3. Ketahanan cetakan untuk menyusut.
4. Bahan cetakan untuk menyusut.
5. Metode pencetakan yang digunakan.
6. Temperatur penuangan logam cair.
Terdapat tiga kontraksi selama pendinginan dari keadaan cair ke temperatur kamar (Campbell, 2003). Kontraksi tersebut dapat dilihat pada gambar 2.5.
Gambar 2.5 Ilustrasi ketiga daerah penyusutan di dalam liquid, selama pembekuan, dan di dalam solid (Campbell, 2003)
1. Saat temperatur berkurang, kontraksi pertama terjadi di dalam fasa liquid. Di dalam proses pengecoran penyusutan di dalam daerah ini tidak membawa masalah. Bahkan seringkali diabaikan.
2. Adanya kontraksi pada zona solidifikasi ini mulai menimbulkan masalah. Kontraksi muncul pada titik pembekuan, hal ini dikarenakan lebih padatnya solid dibandingkan liquid. Masalah yang terjadi di daerah ini antara lain dibutuhkannya feeding, serta porositas penyusutan (shrinkage porosity).
3. Merupakan tahap akhir dari penyusutan di dalam fasa solid yang dapat menyebabkan beberapa masalah. Sesuai dengan laju pendinginan, maka cetakan juga mengalami penyusutan. Sehingga sangat sulit untuk memprediksi ukuran dari pattern yang kita buat. Permasalahan ini juga dapat menyebabkan beberapa masalah lainnya antara lain hot tearing serta retak pada cetakan.
Porosity timbul apabila gas-gas, terutama gas hidrogen, terbawa dalam logam cair, terkurung dalam logam yang disebabkan tekanan logam selama pembekuan (Surdia, 2006).
Sebab-sebab:
ο· Gas terbawa dalam logam cair selama pencairan.
ο· Gas terserap dalam logam cair selama penuangan.
ο· Reaksi logam induk dengan uap air dari cetakan.
ο· Titik cair terlalu tinggi dan waktu pencairan terlalu lama.
Cara pencegahan:
ο· Penghilangan gas dari logam cair dapat dilakukan dengan peniupan gas inert kedalam logam cairan logam, umpamanya gas nitrogen adalah gas yang bisa dipakai untuk maksud tersebut.
ο· Penghilangan gas dengan khlorida.
ο· Penghilangan gas dengan fluks, terutama fluoride dan khlorida dari logam alkali tanah.
ο· Pencairan kembali.
ο· Perencanaan yang tidak menyebabkan turbulen pada aliran logam cair.
ο· Harus dipakai pasir yang mempunyai kadar air rendah dan permeabilitas yang sesuai. Pada paduan Al-Mg perlu ditambahkan 0,0005% berilium.
2.4 Transfer Panas 2.4.1 Konduksi
Perpindahan kalor secara konduksi adalah proses perpindahan kalor dimana kalor mengalir dari daerah yang bertemperatur tinggi ke daerah yang bertemperatur rendah dalam suatu medium (padat, cair atau gas) atau antara medium-medium yang berlainan yang bersinggungan secara langsung sehingga terjadi pertukaran energi dan momentum.
Gambar 2.6 Perpindahan panas konduksi pada dinding (J.P. Holman, 2009)
Laju perpindahan panas yang terjadi pada perpindahan panas konduksi adalah berbanding dengan gradien suhu normal sesuai dengan persamaan berikut:
qk = βπ π΄ ππ
ππ₯......(2.15) dT/dx = gradient temperatur kearah perpindahan kalor.konstanta positif βkβ disebut konduktifitas atau kehantaran termal benda itu,
sedangkan tanda minus disisipkan agar memenuhi hokum kedua termodinamika, yaitu bahwa kalor mengalir ketempat yang lebih rendah dalam skala temperatur.
Hubungan dasar aliran panas melalui konduksi adalah perbandingan antara laju aliran panas yang melintas permukaan isothermal dan gradient yang terdapat pada permukaan tersebut berlaku pada setiap titik dalam suatu benda pada setiap titik dalam suatu benda pada setiap waktu yang dikenal dengan hukum fourier.
qk = β ππ΄
βπ₯ (T1 - T2) ...(2.16) 2.4.2 Konveksi
Konveksi adalah perpindahan panas karena adanya gerakan/aliran/ pencampuran dari bagian panas ke bagian yang dingin. Contohnya adalah kehilangan panas dari radiator mobil, pendinginan dari secangkir kopi dll. Menurut cara menggerakkan alirannya, perpindahan panas konveksi diklasifikasikan menjadi dua, yakni konveksi bebas (free convection) dan konveksi paksa (forced convection). Bila gerakan fluida disebabkan karena adanya perbedaan kerapatan karena perbedaan suhu, maka perpindahan panasnya disebut sebagai konveksi bebas (free / natural convection). Bila gerakan fluida disebabkan oleh gaya pemaksa / eksitasi dari luar, misalkan dengan pompa atau kipas yang menggerakkan fluida sehingga fluida mengalir di atas permukaan, maka perpindahan panasnya disebut sebagai konveksi paksa (forced convection).
Gambar 2.7 Perpindahan panas konveksi (J.P.Holman, 2009).
Proses pemanasan atau pendinginan fluida yang mengalir didalam saluran tertutup seperti pada gambar 2.7 merupakan contoh proses perpindahan panas. Laju perpindahan panas pada beda suhu tertentu dapat dihitung dengan persamaan.
q = β β π΄ (Tw - Tβ)...(2.16) Tanda minus (-) digunakan untuk memenuhi hukum II thermodinamika, sedangkan panas yang dipindahkan selalu mempunyai tanda positif (+). Persamaan (2.16) mendefinisikan tahanan panas terhadap konveksi. Koefisien pindah panas permukaan h, bukanlah suatu sifat zat, akan tetapi menyatakan besarnya laju pindah panas didaerah dekat pada permukaan itu.
Gambar 2.8 Perpindahan panas konveksi (J.P.Holman, 2009) Perpindahan konveksi paksa dalam kenyataanya sering dijumpai, kaarena dapat meningkatkan efisiensi pemanasan maupun pendinginan satu fluida dengan fluida yang lain.
2.4.3 Radiasi
Perpindahan panas radiasi adalah proses di mana panas mengalir dari benda yang bersuhu tinggi ke benda yang bersuhu rendah bila benda-benda itu terpisah di dalam ruang, bahkan jika terdapat ruang hampa di antara benda - benda tersebut.
Gambar 2.9 Perpindahan panas radiasi (J.P.Holman, 2009) Energi radiasi dikeluarkan oleh benda karena temperatur, yang dipindahkan melalui ruang antara, dalam bentuk gelombang elektromagnetik Bila energi radiasi menimpa suatu bahan, maka sebagian radiasi dipantulkan , sebagian diserap dan sebagian diteruskan seperti gambar 2.9. Sedangkan besarnya energi :
Qpancaran = π A T4...(2.17)
2.5 Tegangan Termal
Tegangan termal adalah sebuah tegangan sisa dalam material yang dihasilkan dari perubahan temperatur. Sebuah solid homogen dan uniform yang dipanaskan maupun didinginkan tidak akan terjadi temperatur gradien. Untuk kontraksi dan ekspansi bebas, material akan bebas dari stress. Namun jika sebuah pergerakan material ditahan pada ujung benda, termal stress akan muncul. Dimana stress yang dihasilkan Ο dari perubahan temperatur dari To menjadi Tf adalah
Ο = E Ξ±1 (To - Tf) = E Ξ±1 βT ...(2.18) dimana nilai E adalah modulus elastis dan Ξ± adalah koefisien linier ekspansi termal.
Tegangan termal mungkin terbentuk sebagai hasil gradien temperatur disepanjang benda, yang sering diakibatkan oleh pendinginan maupun pemanasan cepat, dimana perubahan temperatur diluar lebih cepat dibanding didalam, perubahan bentuk
dimensi berfungsi sebagai penahan kontraksi atau ekspansi bebas dari elemen volume yang menempel di dalam potongan (Calister, 1940).
2.6 Sistem Numerik
Metode simulasi numerik untuk proses analisis pengecoran sangat berkembang pesat dan banyak digunkan untuk metode analisis aliran fluida, tegangan maupun metode analisa pembekuan. Secara prinsip sistem numerik dari proses pengecoran ini memadukan dari tiga persamaan fundamental yaitu hukum kekalan massa, momentum, dan energi. Jenis moetode simulasi numerik yang banyak digunakan antara lain FEM (Finite Element Method), BEM (Boundary Element Method), FDM (Finite Difference Method), dan lainnya. Penjelasan seperti tabel 2.5 dibawah ini.
Tabel 2.5 Jenis metode numerik
FDM (FVM) FEM BEM
Keuntungan Program
sederhana, tidak
Pada perkembangannya sekarang ini terdapat dua pendekatan mendasar, yaitu metode Eulerian atau grid based seperti metode yang digunakan diatas. Keudian metode yang lebih baru yaitu metode dengan pendekatan Lagrangian atau particles based yang lebih dikenal dengan Smoothed Particle Hydrodynamic (SPH) yang diikuti penggunaan mesh partikel ini juga membuat perhitungan simulasi lebih akurat, gambar yang dihasilkan lebih tajam dan mampu menyelesaikan simulasi dengan kondisi sistem yang lebih sulit (Herbandono, 2011)
Namun dalam analisa termal dan struktural FEM dapat digunakan sebagai metode numerik. FEM merupakan metode dengan membagi daerah atau luasan menjadi sebuah elemen merupakan langkah utama dari sebuah metode elemen hingga.
Dimana mesh adalah distribusi dari elemen itu sendiri. Dan elemen-elemen itu sendiri dihubungkan oleh nodes. Kemudian setelah area tersebut didiskretisasi langkah selanjutnya adalah menentukan persamaan untuk setiap elemen yang dibutuhkan.
Misalnya sifat-sifat termal suatu material seperti konduktifitas termal yang mana persamaan dari elemen itu nantinya akan digabungkan untuk menentukan persamaan global untuk meshnya dimana menggambarkan perubahan dari seluruh bagian secara umum (Alawadhi, 2010).
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Diagram Penelitian
Tidak
Ya
Gambar 3.1 Diagram alir penelitian Mulai
Studi Proses Pengecoran
Sifat-sifat dari Paduan AA 2024 dan Geometri Kontak Sisi Bawah Resistor
Permodelan dengan ANSYS Mechanical APDL 17.0
Analisa Termal dan Struktural
Analisa Data
Selesai Validasi Penelitian
3.2 Spesifikasi Material 3.2.1 Aluminium 2024
Paduan Aluminium alloy 2024 ini digunakan sebagai bahan coran untuk membuat kontak sisi bawah resistor. Komposisi dan Sifat-sifat material dapat dilihat pada tabel 3.1 sampai 3.3 dibawah:
Tabel 3.1 Komposisi paduan aluminium 2024 (ASM Vol 2) Unsur Al Tabel 3.2 Modulus elastisitas (Kaufman, 2004) dan poisson ratio (Touloukian, 1970) serta koefisien ekspansi termal aluminium 2024
(Touloukian, 1970)
Tabel 3.3 Konduktifitas termal (Touloukian, 1970) serta kapasitas panas spesifik dan massa jenis aluminium 2024 (ASM, 2008)
Temperatur
200 174,50 865,9542 2747,725
3.2.2 Material Cetakan Pasir
Material cetakan yang digunakan berupa pasir silika karena simulasi pengecoran menggunakan metode sand casting. Cetakan dibuat dengan campuran antara pasir silika dan bentonite dengan komposisi 7%. Komposisi dan sifat-sifat dari pasir silika dapat dilihat pada tabel 3.4 sampai 3.6 dibawah ini:
Tabel 3.4 Komposisi pasir silika (Idrisa, 2013) Komposisi Nilai (%)
Tabel 3.5 Modulus elastisitas dan poisson ratio (COMSOL Materials Library) serta koefisien ekspansi termal cetakan pasir (Touloukian,
1970)
30 7,31E+10 0,167113894 0,00000812 100 7,39E+10 0,168085255 0,00001092
200 7,51E+10 0,170127237 0,00001492 300 7,61E+10 0,173064368 0,00001892 400 7,70E+10 0,176260754 0,00002292 500 7,76E+10 0,178848158 0,00002692 600 7,82E+10 0,180370354 0,00003092 750 7,86E+10 0,81427470 0,00003492 Tabel 3.6 Konduktifitas termal (Touloukian, 1970) dan kapasitas panas
spesifik (ASM, 2008) serta massa jenis cetakan pasir (COMSOL Material Library)
600 6,233 1090,008 1327,063261
750 7,323 1128,116 1323,981602
3.3 Proses Penelitian
Untuk membuat geometri pemodelan komponen tabung Kontak sisi bawah Resistor dengan menggunakan ANSYS Mechanical APDL 17,0 untuk menganalisis shrinkage dan crack yang terjadi setelah simulasi pengecoran selesai. Dalam pemodelan ini gating system dibuat dengan jenis bottom gating system. Untuk melihat desain gating system berada pada tabel 3.7 dibawah ini.
Tabel 3.7 Desain sistem saluran
Komponen Satuan Nilai
Cast Height (m) 0,241
Runner/gate Length (m) 0,1524
Area (m2) 0,0016
Riser (square) Length (m) 0,07
Area (m2) 0,0049
Runner riser Length (m) 0,0762
Area (m2) 0,0016
Variasi dilakukan berdasarkan bentuk gating system dapat dilihat pada tabel 3.8. Selanjutnya dibandingkan untuk melihat tingkat proses pengecoran yang baik dari segi shrinkage dan crack yang terjadi. Tahap-tahap pada pemodelan ini dapat dilihat pada gambar 3.2 diabawah ini.
Tabel 3.8 Variasi sistem saluran
Model Posisi Runner Bentuk Sistem Saluran
1 Tengah Persegi
2 Tengah Lingkaran
3 Tepi Persegi
4 Tepi Lingkaran
Gambar 3.2 Diagram alir pemodelan
Geometri komponen tabung kontak sisi bawah resistor yang akan digunakan dalam permodelan ini terlihat pada gambar 3.3 dan 3.4 dibawah ini
Mulai
PREPOCESSOR
1. Element Type: Termal (Solid 278) dan Coupled Field (Solid 227)
2. Pembuatan Geometri Kontak Sisi Bawah Resistor
3. Meshing: 0,008 (cor) dan 0,02 (cetakan) 4. Input properties aluminium 2024
SOLUTION
1. Define Loads: Initial condition temperatur, konveksi, dan displacement
2. Boundary Condition: Heat flux dan Symetri B.C
POST PROCESSOR
1. Hasil Akhir: Distribusi temperatur, Tegangan Termal, dan Displacement
Selesai
Gambar 3.3 Geometri coran tabung resistor dalam 2D
Gambar 3.4 Geometri coran tabung resistor dalam 3D Tipe elemen yang digunakan pada penelitian ini adalah SOLID278 (brick 8node 278) untuk analisa termal dikarenakan tipe elemen ini memiliki kapabilitas di dalam konduksi termal tiga dimensi. Elemen ini memiliki 8 nodal dengan 1 buah derajat kebebasan dan temperatur setiap nodal. Sedangkan untuk analisa
struktural, digunakan elemen SOLID227 karena elemen ini dapat digunakan dalam analisa couple-field dari termal ke struktural.
Elemen ini memiliki 10 nodal dengan 5 derajat kebebasan.
Geometri coran dan mold kemudian di meshing sesuai dengan tipe elemen dengan menggunakan mesh tool. Penelitian ini membutuhkan meshing yang sangat kecil untuk meningkatkan keakuratan. Meshing yang digunakan oleh bendar cor memiliki panjang elemen 0,008 m dan 0,02 m untuk cetakan pasir. Hasil meshing geometri dapat dilihat pada gambar 3.5 dibawah ini.
(a)
(b)
Gambar 3.5 (a) Meshing kontak sisi bawah resistor AA 2024 (b) meshing benda cor dan cetakan
Input dari sifat-sifat material dibagi dua yaitu untuk analisa termal serta struktural yang dapat dilihat pada gambar 3.6.
Gambar 3.6 Input sifat-sifat material
Setelah melakukan langkah-langkah tersebut, maka dimasukkan boundary condition pada pemodelan yang disesuaikan dengan kondisi asli pengecoran secara eksperimen. Perpindahan panas yang terjadi pada proses pengecoran adalah konveksi, yang diletakkan pada bagian luar cetakan dimana akan berpengaruh kepada distribusi temperatur. Kemudian dianggap tidak ada inklusi benda asing di dalam rongga cetak, material cetakan serta material coran dianggap homogen, kecepatan penuangan dianggap sama.
Heat flux diaplikasikan di dalam geometri cetakan, konveksi diaplikasikan pada bagian luar cetakan serta temperatur awal diaplikasikan baik pada coran maupun cetakan. Selama proses pengecoran, akan terjadi perpindahan panas dari material coran ke dalam cetakan yang menyebabkan logam cair akan kehilangan
panas ketika dituangkan ke dalam rongga cetak. Sedangkan cetakan akan mengalami pertambahan panas dikarenakan transfer panas dari logam cair tadi.
3.4 Proses Pengecoran Eksperimen
Sebelum dilakukannya proses simulasi kita terlebih dahulu harus mengetahui tahapan dari pengecorannya itu sendiri. Tahapan dari proses pengecoran sebagai berikut.
1. Menyiapkan paduan Aluminium 2024
2. Menyiapkan cetakan pasir dengan gating sistem yang sudah di desain.
3. Menyiapkan core yang terbuat dari pasir silika yang telah dibakar sebelumnya
4. Menimbang paduan
5. Memasukkan logam ke dalam krus.
6. Memasukkan krus ke dalam furnace dan memanaskan hingga temperatur 750oC selama Β±60 menit tanpa melakukan holding.
7. Membuka furnace dan mengaduk logam cair paduan dengan menggunakan pengaduk selama beberapa saat.
8. Menambahkan fluks grafit keatas permukaan logam cair.
9. Menuangkan cairan paduan ke dalam cetakan yang telah disiapkan.
10. Mendinginkan paduan yang masih cair di dalam cetakan selama 1 jam.
11. Mengeluarkan paduan yang telah padat dari dalam cetakan.
12. Memotong masing-masing specimen sesuai bentuk komponen yang akan dilakukan.
13. Melakukan machining untuk memperhalus permukaan dan melubangi bagian tertentu.
Pada penelitian kali ini dilakukan simulasi pengecoran sisi kontak bawah resistor dengan bahan aluminium 2024 dan cetakan pasir. Pemodelan dibagi menjadi dua tahap yaitu analisa transien temperatur dan dilanjutkan couple-field untuk analisa transien struktural. Adapun yang kami amati adalah efek dari bedanya
Pada penelitian kali ini dilakukan simulasi pengecoran sisi kontak bawah resistor dengan bahan aluminium 2024 dan cetakan pasir. Pemodelan dibagi menjadi dua tahap yaitu analisa transien temperatur dan dilanjutkan couple-field untuk analisa transien struktural. Adapun yang kami amati adalah efek dari bedanya