• Tidak ada hasil yang ditemukan

Diabetes Melitus

DM Variabel Grade

IV.2.4. Perbedaan Nilai Intensitas Nyeri pada Pasien CTS dengan DM dan Pasien CTS tanpa DM

Pada penelitian ini didapatkan skor VAS pada pasien CTS dengan DM (5.04  1.93) lebih tinggi dibandingkan dengan skor VAS pada pasien CTS tanpa DM (4.95  2.15), namun perbedaan ini tidak signifikan secara statistik. Penelitian oleh Baysal dkk (2006) pada 28 pasien CTS yang membagi subjek dalam tiga kelompok dengan protokol terapi yang berbeda, menemukan rerata dan simpangan baku skor VAS pada masing-masing kelompok secara berturut-turut adalah 4.8  2.9, 5.1  2.7 dan 5.6  3.5. Pada penelitian oleh Povlsen dkk (2010) pada 106 pasien CTS terdapat 33 pasien dengan nilai VAS >5 dan 26 pasien dengan skor VAS  5. Pada penelitian oleh Nunez dkk (2010) terhadap 54 pasien CTS, rasa nyeri diukur dengan menggunakan five-point Likert scale, dimana skor 1 menunjukkan tidak ada nyeri dan skor 5 menunjukkan rasa nyeri yang ekstrim. Hasil penelitian menunjukkan rerata skor adalah 2.9 dengan simpangan baku 1.0 dan rentang 1 hingga 5.

IV.2.5. Pengaruh Pemberian Methylcobalamin Terhadap Nilai Intensitas Nyeri

pada Pasien CTS dengan DM dan Pasien CTS tanpa DM

Pada kelompok pasien CTS dengan DM didapatkan rerata skor VAS yang lebih rendah secara signifikan setelah pemberian methylcobalamin (3.661.98) daripada sebelum pemberian methylcobalamin (5.041.93) (p < 0.001). Setelah disesuaikan dengan penggunaan obat dan penggunaan wrist brace, perbedaan rerata skor VAS ini tetap signifikan (p=0.001), yang menunjukkan pengaruh

methylcobalamin dalam mengurangi keluhan subjektif nyeri pada pasien CTS dengan DM.

Hal ini sejalan dengan hasil penelitian oleh Kikkawa dkk (1985) yang melakukan penelitian terhadap 33 subjek DM yang dibagi menjadi dua kelompok dimana 19 pasien (16 laki-laki dan 3 perempuan) diterapi dengan methylcobalamin 500 μg tiga kali sehari selama 8 minggu dan 14 pasien (9 laki- laki dan 5 perempuan) diterapi dengan multivitamin yang mengandung 25 mg vitamin B1, 25 mg vitamin B6 dan 250 μg vitamin B12 (hydroxycobalamin acetate), 3 kapsul sehari selama 8 minggu dan dilakukan penilaian keluhan sensoris subjektif (nyeri spontan, parestesi, hipestesi, penurunan sensitivitas terhadap rasa panas dan dingin), keluhan otonom (dizziness, diare, abnormal sweating, konstipasi dan impotensi) dengan skor 0-5 (skor yang semakin tinggi menunjukkan keluhan yang lebih berat) dan gejala sensoris objektif . Rerata usia, durasi mengalami DM, nilai HbA1c dan keparahan komplikasi pada kedua kelompok tidak berbeda secara signifikan. Setelah pemberian methylcobalamin, terdapat penurunan yang signifikan pada skor keluhan subjektif sensoris dari 2.952.32 (sebelum terapi) menjadi 1.841.64 (setelah terapi), sedangkan tidak terdapat perubahan yang signifikan pada skor keluhan subjektif sensoris pada kelompok pasien DM yang mendapat multivitamin. (Kikkawa, dkk 1985)

Studi oleh Moridera dkk (1990) pada 32 pasien DM dengan neuropati diabetik membagi subjek menjadi dua kelompok, dimana kelompok pertama (10 pasien) diberikan 1500 unit methylcobalamin sekali sehari selama 2 minggu melalui injeksi IV, sedangkan kelompok kedua (22 pasien) diberikan 1500 unit methylcobalamin per oral dalam tiga dosis terbagi selama 6 bulan. Efikasi klinis

dinilai berdasarkan gejala subjektif seperti parestesi dan nyeri spontan yang dinilai dengan skor 0 (tidak ada) hingga 5 (paling berat) dan skor total dinilai dengan skor gejala klinis (dari 0 sampai 10). Terdapat perbaikan yang signifikan pada skor keluhan parestesia, nyeri dan skor klinis total pada kedua grup setelah pemberian methylcobalamin. Pada kelompok pertama, skor nyeri menurun signifikan dari 1.81.4 menjadi 1.21.0, skor klinis menurun dari 55.12.0 menjadi 3.41.5 setelah pemberian methylcobalamin, dan pada kelompok kedua skor nyeri menurun signifikan dari 1.01.1 menjadi 1.01.1 dan skor klinis menurun dari 4.31.9 menjadi 3.5  2.0 setelah pemberian methylcobalamin. (Moridera dkk, 1990)

Penelitian oleh Li dkk (1999) dilakukan pada 108 pasien DM dimana 62 pasien (24 laki-laki dan 38 perempuan) diberikan terapi methylcobalamin 500 μg intramuskular tiga kali seminggu selama 4 minggu kemudian diikuti dengan 500 μg per oral tiga kali sehari selama 8 minggu, dan 46 pasien (23 laki-laki dan 23 perempuan) diberikan terapi vitamin B12 dengan cara yang sama, dan dilakukan penilaian gejala klinis seperti nyeri yang dinilai menjadi empat grade (none, mild, moderate dan severe) dan perubahan dicatat sebagai ‘membaik’ (jika gejala membaik 1 poin), ‘memburuk’ (jika gejala memburuk 1 poin) atau ‘tetap’ jika tidak ada perubahan. Setelah terapi 3 bulan, lebih dari separuh pasien pada kelompok yang diberi methylcobalamin pada kelompok yang diberi methylcobalamin dijumpai amelioration rate sebesar 73%, sedangkan pada kelompok kontrol dijumpai sebesar 36%.

Dominguez dkk (2012) melakukan penelitian untuk mengetahui efek klinis dan neurofisiologis 3 kali 500 μg methylcobalamin selama 24 minggu pada

diabetik neuropati. Terdapat 37 pasien pada penelitian ini dengan rerata usia 62.9  13.1 tahun, dengan durasi mengalami DM selama 10  16.6 tahun, dan dilakukan penilaian keluhan subjektif dengan Toronto Clinical Scoring System dan dikategorikan menjadi ringan, sedang dan berat, pada minggu ke-6, 12, 18 dan 24. Setelah 24 minggu terapi, terdapat penurunan signifikan pada keluhan subjektif nyeri (36.6%), tingling (48.15%), dan kelemahan (42.86%).

Pada kelompok pasien CTS tanpa DM, rerata skor VAS didapatkan lebih rendah secara signifikan setelah pemberian methylcobalamin (3.19  2.44) dibandingkan dengan sebelum pemberian methylcobalamin (4.95  2.15). (p < 0.001). Setelah disesuaikan dengan penggunaan obat dan penggunaan wrist brace, perbedaan rerata skor VAS ini tetap signifikan (p=0.001). Selain pada neuropati diabetik, methylcobalamin juga dilaporkan mengurangi nyeri pada berbagai jenis nyeri neuropatik lainnya. Kuwabara dkk (1999) meneliti efektivitas methylcobalamin pada neuropati diabetik dan uremik pada pasien yang menjalani hemodialisis kronik. Sembilan pasien mendapatkan injeksi methylcobalamin 500 μg tiga kali seminggu selama 6 bulan. Efek diukur dengan menggunakan derajat neyri neuropatik dna pemeriksaan kecepatan hantar saraf. Setelah 6 bulan terapi keluhan subjektif berupa nyeri dan parestesi berkurang, dan kecepatan hantar motoris ulnaris dan sensoris medianus menunjukkan perbaikan signifikan. Tidak ditemukan adanya efek samping pada pemberian terapi ini. Disimpulkan bahwa pemberian methylcobalamin intravena aman dan merupakan bentuk terapi dengan potensi menguntungkan terhadap neuropati pada pasien dengan hemodialisis kronik. (Kuwabara, dkk 1999)

IV.2.6. Hubungan antara Kecepatan Hantar Saraf dengan Intensitas Nyeri

pada Pasien CTS dengan DM dan tanpa DM

Pada pasien CTS dengan dan tanpa DM terdapat korelasi negatif yang tidak signifikan antara KHS sensoris N.Medianus dan KHS motoris N.Medianus dengan skor VAS baik sebelum dan setelah pemberian methylcobalamin, yang berarti semakin tinggi nilai KHS sensoris N.Medianus dan KHS motoris N.Medianus, maka skor VAS semakin rendah, yang menunjukkan keluhan subjektif nyeri pada pasien semakin rendah, namun hubungan ini tidak signifikan secara statistik.

Penelitian oleh Povlsen dkk (2010) pada 106 pasien CTS mendapatkan bahwa tidak terdapat hubungan antara gejala subjektif dengan keparahan KHS pada CTS, dimana pasien dengan skor VAS diatas 5 dapat berhubungan dengan nilai KHS yang hanya sedikit abnormal. Hal ini terutama didapatkan pada subjek dengan usia di atas 70 tahun, dimana pasien usia tua memiliki gangguan sensoris yang terkait usia sehingga kurang menyadari adanya keluhan sensoris. Studi tentang persepsi nyeri menemukan adanya penurunan sensitivitas nyeri seiring bertambah usia. (Povlsen dkk, 2010). Penelitian oleh Nunez dkk (2010) terhadap 54 pasien CTS menemukan bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan antara parameter elektrofisiologis dengan intensitas nyeri: DL sensoris N.Medianus (r=0.14;p=0.19) dan DL motoris N.Medianus (r=0.029;p=0.43). Penelitian ini menemukan bahwa illness behavior (terutama depresi dan misinterpretasi nosisepsi) berhubungan signifikan dengan intensitas nyeri.

IV.2.7. Hubungan antara Kecepatan Hantar Saraf dan Intensitas Nyeri dengan

durasi, kriteria pengendalian dan ada tidaknya komplikasi pada Pasien CTS

dengan DM

Pada pasien CTS dengan DM terdapat korelasi positif yang tidak signifikan antara KHS sensoris N.Medianus dengan durasi mengalami DM korelasi negatif yang tidak signifikan antara KHS motoris N.Medianus dengan durasi mengalami DM. Terdapat korelasi positif yang tidak signifikan antara skor VAS dengan durasi mengalami DM sebelum dan setelah pemberian methylcobalamin. Perkins dkk (2002) melakukan penelitian pada 478 subjek DM dan menemukan bahwa ada tidaknya CTS berhubungan dengan durasi DM dimana subjek DM dengan CTS memiliki rerata durasi mengalami DM 14.0  12.5 tahun dibandingkan dengan subjek DM tanpa CTS yaitu 10.8  10.7 tahun. Penelitian oleh Oge dkk (2004) mendapatkan 16 pasien CTS pada 100 pasien DM. Durasi mengalami DM pada subjek DM dengan CTS (6.9  5.5 tahun) lebih rendah dibanding dengan durasi DM pada subjek DM tanpa CTS (7.7  5.7 tahun), namun perbedaan ini tidak signifikan.

Tidak ada perbedaan yang signifikan pada distribusi rerata nilai KHS motoris berdasarkan kriteria pengendalian DM pada penderita CTS dengan DM sebelum pemberian methylcobalamin (p=0.798) dan terdapat perbedaan yang signifikan pada distribusi rerata nilai KHS motoris berdasarkan kriteria pengendalian DM pada penderia CTS dengan DM setelah pemberian methylcobalamin (p=0.038). Dengan analisa post hoc LSD, didapatkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan pada distribusi rerata nilai KHS motoris pada kelompok kriteria sedang dengan buruk (p=0.014). Berdasarkan kriteria

pengendalian DM, tidak ada perbedaan yang signifikan pada distribusi rerata nilai KHS sensoris dan skor VAS pada pasien CTS dengan DM sebelum dan setelah pemberian methlcobalamin (p=0.878 dan p=0.243).

Hal ini sejalan dengan studi oleh Perkins dkk (2002) pada 478 subjek DM menemukan bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan dari kontrol metabolik pada kelompok subjek DM dengan CTS (104 pasien) dan subjek DM tanpa CTS; dimana kedua kelompok subjek memiliki rerata nilai glycosylated hemoglobin 8.1% dengan sb 1.7 dan 1.9%. (Perkins dkk, 2002). Pada penelitian ini tidak dijumpai perbedaan yang bermakna pada distribusi rerata nilai KHS dan skor VAS berdasarkan ada tidaknya komplikasi DM pada pasien CTS dengan DM. Hal ini sejalan dengan studi oleh Oge dkk (2004) terhadap 16 pasien CTS dari 100 pasien DM mendapatkan bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan antara kejadian CTS dengan komplikasi mikro angiopati seperti retinopati dan nefropati. (Oge dkk, 2004)