• Tidak ada hasil yang ditemukan

Indeks kemiskinan rumahtangga tani di perdesaan Kabupaten Bogor digunakan untuk menggambarkan tingkat kesejahteraan rumahtangga tani berdasarkan perhitungan indeks kemiskinan dari model CGAP. Penghitungan nilai indeks kemiskinan tersebut selanjutnya akan digunakan untuk menganalisis jangkauan layanan LKMS apakah menjangkau rumahtangga tani miskin atau tidak di perdesaan Kabupaten Bogor.

Penggunaan Variabel dan Komponen Penghitungan Indeks Kemiskinan

Tahapan awal pembuatan nilai indeks adalah dengan memformulasikan variabel-variabel yang menggambarkan multidimensi dari kemiskinan dari model CGAP. Variabel-variabel tersebut meliputi variabel pendapatan (diproksi dari variabel pengeluaran pakaian), variabel modal sumber daya manusia, perumahan, ketahanan dan kerawanan pangan juga variabel kepemilikan aset. Masing-masing variabel tersebut diturunkan ke dalam beberapa komponen atau indikator yang sudah dimodifikasi sesuai dengan kondisi di daerah penelitian. Variabel modal sumberdaya manusia terdiri dari delapan indikator. Variabel Perumahan ditunjukan dengan sembilan indikator. Variabel ketahanan dan rawan pangan terdiri dari delapan indikator. Variabel aset terdiri dari tujuh indikator. Masing- masing variabel dan komponen tersaji pada tabel 7.1.

Selanjutnya masing-masing komponen tersebut dikorelasikan dengan komponen benchmark yaitu pengeluaran pakaian per kapita sebagai proksi dari pendapatan. Semua komponen yang mewakili masing-masing variabel tersebut kemudian dikorelasikan. Analisis dengan menggunakan prosedur koefisien korelasi merupakan tahapan awal dalam menyaring indikator kemiskinan untuk menentukan variabel yang paling terbaik dalam menangkap kemiskinan relatif rumahtangga.

Koefisien linear korelasi adalah prosedur statistik yang digunakan untuk mengukur derajat yang mana dua variabel saling berkaitan. Koefisien korelasi dapat menentukkan level dan arah hubungan dua variabel. Nilai koefisien korelasi berkisar antara -1 sampai 1. Tanda dan besaran nilai mengindikasikan bagaimana dua variabel saling berhubungan satu sama lainnya. Nilai koefisien yang sama dengan atau dekat kepada -1 mengindikasikan hubungan yang sebaliknya. Sementara nilai sama dengan atau mendekati 1 menyatakan ada hubungan yang kuat dan positif. Nilai koefisien sama dengan atau mendekati nilai 0 menyatakan tidak ada hubungan yang kuat diantara dua variabel (Henry et al. 2000).

94

Tabel 7.1 Variabel dan Komponen Yang Digunakan untuk Menghitung Indeks Kemiskinan

Modal Sumberdaya Manusia

Perumahan Ketahanan dan Rawan Pangan

Aset Rata-rata umur

anggota rumah tangga dewasa

Persentase jumlah orang dewasa yang bisa menulis

Persentase Tingkat pendidikan anggota rumah tangga dewasa Persentase org dewasa

yang bekerja

Jumlah anak-anak yg dibawah 15 tahun Rasio anak-anak di

bawah 15 tahun

terhadap orang dewasa Rasio yang tidak

bekerja terhadap yang bekerja

Pengeluaran anggota rumah tangga untuk pakaian Status kepemilikan rumah Jumlah ruangan Tipe material untuk atap Tipe dinding Tipe lantai Kondisi rumah Tipe koneksi listrik Tipe bahan bakar yang digunakan untuk masak Tipe toilet yang

digunakan

 Jumlah makanan yang tersaji dalam dua hari terakhir  Frekuensi makanan

mewah (daging ayam dan sapi) yang tersaji dalam seminggu

 Frekuensi makanan inferior (ikan asin) dalam seminggu  Kelaparan dalam

satu bulan terakhir  Kelaparan dalam

satu tahun terakhir  Frekuensi

pembelian makanan pokok

 Ukuran dari stok makanan pokok  Tambahan makanan apabila ada peningkatan pendapatan Luas dan nilai tanah yang dimiliki Jumlah dan nilai ternak yang dimiliki Kepemilikan dan nilai yang berhubungan dengan aset transportasi Kepemilikan

dan nilai dari penggunaan peralatan listrik Kepemilikan kompor gas Uang tunai Emas

Sumber: Modifikasi dari model CGAP (2000)

Interpretasi hasil disasarkan kepada teori probabilitas yang menentukan tingkat signifikansi (Budi TP 2006). Signifikansi hasil korelasi dapat diuji dengan penyusunan hipotesis sebagai berikut:

H0 = Tidak ada hubungan antara dua variabel, berarti sebenarnya r = 0

H1 = Ada hubungan antara dua variabel, jadi memang r ≠ 0

Pengujian dilakukan dua sisi karena yang akan dicari adalah ada tidaknya hubungan antara dua variabel.

Dasar pengambilan keputusan berdasarkan probabilitas: H0 diterima jika probabilitas > α/2

H0 ditolak jika probabilitas < α/2

Indikator yang berkorelasi dengan variabel benchmark dan mempunyai nilai signifikansi (2-tailed) yang akan digunakan untuk analisis komponen utama. Hasil korelasi tersaji pada tabel 7.2.

95 Tabel 7.2 menunjukkan komponen yang memiliki korelasi dan nilai signifikansi adalah komponen rasio bekerja dengan tidak bekerja, status kepemilikan tempat tinggal, kualitas bahan atap, jumlah makanan yang tersaji dalam dua hari, merasa kekurangan makanan dalam sebulan, frekuensi pembelian beras, frekuensi pembelian minyak sayur, frekuensi pembelian gula, stok makanan pokok, naiknya konsumsi karena peningkatan pendapatan, luas lahan yang dimiliki untuk usaha pertanian, harga lahan pertanian dan harga kambing.

Komponen rasio bekerja dengan tidak bekerja dengan pengeluaran pakaian per kapita mempunyai koefisien korelasi sebesar 0.355 dan nilai probabilitasnya adalah 0.000. Oleh karena probabilitasnya < α/2= 0.05, maka dapat diambil kesimpulan bahwa H0 ditolak. Ini berarti bahwa adanya hubungan antara rasio

bekerja dengan tidak bekerja dengan pengeluaran perkapita pakaian. Sekaligus juga hubungan antara kedua komponen ini signifikan pada taraf kepercayaan 90%. Hubungan korelasi positif mengindikasikan semakin tinggi rasio yang bekerja dengan tidak bekerja maka semakin tinggi pula tingkat pengeluaran pakaian per kapitanya.

Koefisien korelasi status kepemilikan tempat tinggal dengan pengeluaran pakaian per kapita mempunyai koefisien korelasi sebesar -0.193 dan nilai probabilitasnya adalah 0.027. Nilai probabilitasnya < α/2 = 0.05, maka kesimpulannya menolak H0 yang berarti ada hubungan kedua komponen dan

signifikan pada taraf kepercayaan 90%. Akan tetapi hubungannya negatif, tidak sesuai dengan teori. Artinya ketika status kepemilikan tempat tinggal milik sendiri maka tingkat pengeluaran pakaian per kapita menurun.

Kualitas bahan atap dan pengeluaran pakaian per kapita mempunyai koefisien korelasi sebesar 0.186 dan nilai probabilitasnya adalah 0.033. Nilai Probabilitas < α/2 = 0.05, artinya H0 ditolak, maka hubungan kedua variabel

signifikan pada taraf kepercayaan 90%. Berarti semakin bagus kualitas atap maka tingkat pengeluaran pakaian per kapita juga meningkat.

Jumlah makanan pokok yang tersaji dalam dua hari dan pengeluaran pakaian per kapita mempunyai koefisien korelasi sebesar -0.454 dan nilai probabilitasnya adalah 0.000. Nilai probabilitas < α/2 = 0.05 maka H0 ditolak,

sehingga hubungan antara dua variabel signifikan pada taraf kepercayaan 90%. Namun hubungan diantara keduanya negatif yang berarti bahwa jumlah makanan pokok yang tersaji akan menurun jika pengeluaran pakaian per kapita meningkat. Hal ini sesuai dengan hukum Engel yang menyatakan secara rata-rata, apabila pendapatan seseorang meningkat, maka konsumsinya akan meningkat pula. Akan tetapi peningkatan konsumsinya tidak sebesar peningkatan pendapatannya. Seperti yang diungkapkan sebelumnya pengeluaran pakaian merupakan proksi dari pendapatan.

Merasa kekurangan makanan dalam sebulan dan pengeluaran pakaian per kapita mempunyai koefisien korelasi sebesar -0.138 dan nilai probabilitasnya adalah 0.028. Nilai probabilitas < α/2 = 0.05, maka H0 ditolak yang menjelaskan

bahwa hubungan kedua variabel adalah signifikan pada taraf kepercayaan 90%. Namun, tanda koefisien korelasi negatif, artinya tingkat pendapatan meningkat maka seseorang merasa tidak kekurangan makanan.

Frekuensi pembelian beras pengeluaran dan pakaian per kapita mempunyai koefisien korelasi sebesar 0,488 dan nilai probabilitasnya adalah

96

0,000. Nilai probabilitas < α/2= 0.05, maka H0 ditolak. Artinya hubungan antara

dua variabel signifikan pada taraf kepercayaan 90%.

Frekuensi pembelian minyak sayur dan pengeluaran pakaian per kapita mempunyai koefisien korelasi sebesar 0.449 dan nilai probabilitasnya adalah 0,000. Nilai probabilitas < α/2 = 0.05 sehingga H0 ditolak. Hal ini menjelaskan

bahwa hubungan kedua variabel signifikan pada taraf kepercayaan 90%. Korelasi positif menyatakan bahwa frekuensi pembelian minyak sayur akan meningkat dengan meningkatnya pengeluaran pakaian (pendapatan).

Frekuensi pembelian gula pasir dan pengeluaran pakaian per kapita mempunyai koefisien korelasi sebesar 0.224 dan nilai probabilitasnya adalah 0.010. Nilai probabilitas < α/2 = 0.05 sehingga H0 ditolak. Hal ini menjelaskan

bahwa hubungan kedua variabel signifikan pada taraf kepercayaan 90 %. Korelasi positif menyatakan bahwa frekuensi pembelian gula pasir akan meningkat dengan meningkatnya pengeluaran pakaian (pendapatan).

Stok makanan pokok dan pengeluaran pakaian per kapita mempunyai koefisien korelasi sebesar 0.490 dan nilai probabilitasnya adalah 0.000. Nilai probabilitas < α/2 = 0.05 sehingga H0 ditolak. Hal ini menjelaskan bahwa

hubungan kedua variabel signifikan pada taraf kepercayaan 90%. Korelasi positif antara kedua variabel sehingga naiknya pengeluaran pakaian akan meningkatkan stok makanan pokok.

Naiknya konsumsi karena peningkatan pendapatan dan pengeluaran pakaian per kapita mempunyai koefisien korelasi sebesar -0.325 dan nilai probabilitasnya adalah 0.003. Nilai probabilitas < α/2 = 0.05 sehingga menolak H0. Artinya hubungan antara dua variabel signifikan pada taraf kepercayaan 90%

Luas lahan yang dimiliki untuk usaha pertanian dengan pengeluaran pakaian per kapita mempunyai koefisien korelasi sebesar 0.269 dan nilai probabilitasnya adalah 0.003. Nilai probabilitas < α/2 = 0.05 sehingga menolak H0. Artinya hubungan antara dua variabel signifikan pada taraf kepercayaan 90%.

Luas lahan meningkat maka pengeluaran pakaian per kapita juga meningkat. Seperti yang diharapkan bahwa nilai aset yang dimiliki oleh rumahtangga mempunyai hubungan yang positif terhadap kesejahteraan.

Nilai lahan pertanian dan pengeluaran pakaian per kapita mempunyai koefisien korelasi sebesar 0.269 dan nilai probabilitasnya adalah 0.025. Nilai probabilitas < α/2 = 0.05 sehingga menolak H0. Artinya hubungan antara dua

variabel signifikan pada taraf kepercayaan 90%. Hubungan positif antara kedua variabel menjelaskan bahwa semakin tinggi nilai lahan pertanian yang dimiliki maka semakin tinggi pula pengeluaran pakaian per kapita.

Nilai kambing yang dimiliki dan pengeluaran pakaian per kapita mempunyai koefisien korelasi sebesar 0.252 dan nilai probabilitasnya adalah 0.036. Nilai probabilitas < α/2 = 0.05 artinya H0 ditolak. Artinya hubungan antara

dua variabel signifikan pada taraf kepercayaan 90%. Hubungan positif antara kedua variabel menjelaskan bahwa semakin tinggi nilai kambing yang dimiliki maka semakin tinggi pula pengeluaran pakaian per kapita.

97 Tabel 7.2 Nilai Korelasi Masing-Masing Indikator dengan total Pengeluaran Pakaian

No Indikator Pengeluaran pakaian perkapita

No Indikator Pengeluaran pakaian perkapita R p value R p value 1 Rata-rata umur dewasa -0.120 0.171 19 Jumlah konsumsi ikan asin -.046 0.602 2 Persentasi bisa menulis 0.130 0.139 20 Kekurangan makanan dalam bulan ini -.191 0.028 3 Persentasi tingkat pendidikan 0.021 0.807 21 Kekurangan makanan dalam tahun ini -.138 0.115 4 Persentasi orang dewasa yg bekerja

-0.135 0.123 22 Frekuensi beli beras 0.488 0.000

5 Rasio bekerja dengan tidak bekerja 0.355 0.000 23 Frekuensi beli minyak sayur 0.449 0.000 6 Persentasi anak dibawah 15 th

-0.069 0.431 24 Frekuensi beli gula pasir 0.224 0.010 7 Status kepemilikan tempat tinggal -.193 0.027 25 Stok makanan pokok 0.490 0.000 8 Jumlah ruangan yang dimiliki -0.019 0.830 26 Kenaikan konsumsi karena peningkatan pendapatan -0.325 0.003

9 Bahan atap yang digunakan

0.186 0.033 27 Luas lahan yang dimiliki utk pertanian

0.269 0.003

10 Jenis dinding 0.016 0.860 29 Nilai lahan pertanian

0.207 0.025 11 Jenis lantai 0.102 0.248 30 Nilai kendaraan -0.026 0.772 12 Kondisi rumah 0.110 0.211 31 Nilai peralatan

listrik 0.108 0.221 13 Penerangan listrik 0.135 0.126 32 Kepemilikan aset lainnya -0.021 0.810 14 Jenis bahan bakar yang digunakan 0.060 0.496 33 Nilai sapi .b 15 Sumber air minum 0.039 0.659 34 Nilai kambing 0.252 0.036 16 Jumlah makanan tersaji dalam 2 hari -.454 .000 35 Nilai ayam 0.183 0.073 17 Jumlah konsumsi daging sapi .b 36 Nilai bebek .116 0.414 18 Jumlah konsumsi daging ayam 0.100 0.256 37 Jumlah uang tabungan 0.083 0.347 38 Nilai perhiasan emas 0.077 0.538 Sumber: Data primer yang diolah (2015)

98

Setelah melakukan filterisasi dari komponen atau indikator yang layak digunakan dalam model, maka selanjutnya variabel tersebut dilakukan tes KMO dan Bartlett. Tes ini diperlukan untuk menguji baik tidaknya suatu model terkait beberapa komponen yang terpilih tersebut (Tabel 7.3).

Tahap Pertama: Kaiser-Meyer Olkin sebagai Ukuran Kecukupan Sampling Test Kaiser-Meyer-Olkin (KMO) adalah indeks untuk membandingkan nilai besar koefisien korelasi dengan besaran koefisien korelasi secara parsial. Semakin kecil nilai indeks, maka model dikatakan kurang layak. Pada umumnya, nilai di atas 0,60 sudah bisa diterima, di atas 0,70 bagus, di atas 0,80 patut dipuji, dan nilai di atas 0,90 adalah istimewa. Test Chi-square tidak digunakan dalam metodologi ini (Henry et al. 2000).

Tabel 7.3 Hasil Tes KMO and Bartlett Kaiser-Meyer-Olkin =ukuran kecukupan

sampling 0.71

Tes Bartlet of Sphericity Approx. Chi-Square 76.83

Df 78

Sig. 0.52

Sumber: Data primer yang diolah (2015)

Tabel 7.3 menunjukkan hasil tes KMO barlett dengan nilai 0.71 yang artinya komponen-komponen yang digunakan dalam model sudah baik karena nilainya sudah diatas 0.7. Selanjutnya dilakukan analisis faktor melalui proses factoring.

Tahap Kedua Analisis Faktor: Proses Factoring

Pada tahap awal analisis faktor, dilakukan penyaringan terhadap sejumlah variabel, hingga didapat variabel-variabel yang memenuhi syarat untuk dianalisis. Selanjutnya dilakukan proses inti analisis faktor, yakni melakukan ekstraksi terhadap sekumpulan variabel yang ada, sehingga terbentuk satu atau lebih faktor (Santoso, 2015).

Ada 13 komponen (variabel) yang dimasukkan dalam analisis faktor yaitu variabel stok makanan pokok, frekuensi pembelian beras, frekuensi pembelian minyak sayur, frekuensi pembelian gula pasir, jumlah makanan yang tersaji dalam dua hari, naiknya konsumsi karena peningkatan pendapatan, harga lahan pertanian, harga kambing, status kepemilikan tempat tinggal, merasa kekurangan makanan dalam bulan ini, rasio bekerja dengan tidak bekerja, kualitas bahan atap, luas lahan yang dimiliki untuk usaha pertanian (tabel 7.4).

99 Tabel 7.4 Nilai Communalities Komponen Penyusun Indeks

Sumber: Data primer yang diolah (2015)

Communalities adalah jumlah varians (bisa dalam persentase) dari suatu variabel mula-mula yang bisa dijelaskan oleh faktor yang ada. Untuk variabel rasio bekerja dengan tidak bekerja, angkanya adalah 0.593. Hal ini berarti sekitar 59.3 % variabel rasio bekerja dengan tidak bekerja bisa dijelaskan oleh faktor yang terbentuk. Status kepemilikan tempat tinggal mempunyai angka 0.662. Artinya 66,2% variabel tersebut dapat dijelaskan oleh faktor yang terbentuk.

Dibandingkan dua variabel sebelumnya, variabel kualitas bahan atap mempunyai angka yang lebih tinggi yaitu 0.679. Artinya 67.9% variabel tersebut dapat dijelaskan oleh faktor yang terbentuk. Merasa kurang makanan pokok dalam sebulan mempunyai angka yang tinggi juga yaitu 0.765. Hal ini menjelaskan variabel merasa kurang makanan pokok dalam satu bulan dapat dijelaskan oleh faktor yang terbentuk sebesar 76.5%. Variabel frekuensi pembelian beras dengan angka 0.879, artinya 87.9% variabel tersebut dapat dijelaskan oleh faktor yang terbentuk. Variabel frekuensi pembelian minyak sayur dengan angka 0.692, artinya 69.2% variabel tersebut dapat dijelaskan oleh faktor yang terbentuk. Variabel frekuensi pembelian gula pasir dengan angka 0,590, artinya 59 % variabel tersebut dapat dijelaskan oleh faktor yang terbentuk. Variabel stok makanan pokok mempunyai angka paling tinggi yaitu 0.900, artinya 90% variabel tersebut dapat dijelaskan oleh faktor yang terbentuk. Sementara untuk variabel kenaikan konsumsi jika pendapatan naik mempunyai angka yang paling kecil yaitu 0.455 tetapi mendekati angka 0.50%. Artinya, 45.5% variabel tersebut dapat dijelaskan oleh faktor yang terbentuk. Luas lahan yang dimiliki untuk pertanian mempunyai angka 0.635. Artinya, 63.5% variabel tersebut dapat dijelaskan oleh faktor yang terbentuk.

Nilai lahan pertanian mempunyai angka 0.701, artinya, 70.1% variabel tersebut dapat dijelaskan oleh faktor yang terbentuk. Variabel nilai kambing yang dimiliki mempunyai angka 0.560. Artinya 70.1% variabel tersebut dapat dijelaskan oleh faktor yang terbentuk. Variabel jumlah makanan pokok tersaji dalam dua hari mempunyai angka 0.527, berarti 52.70 % variabel tersebut dapat Komponen Penyusun indeks Initial Extraction

1. rasio bekerja dengan tidak bekerja 1.000 0.593 2. status kepemilikan tmpat tinggal 1.000 0.662

3. kualitas bahan atap 1.000 0.679

4. Kekurangan makanan dalam

sebulan 1.000 0.765

5. Frekuensi pembelian beras 1.000 0.879 6. Frekuensi pembelian minyak sayur 1.000 0.692 7. Frekuensi pembeli gula pasir 1.000 0.590

8. stok makanan pokok 1.000 0.900

9. Kenaikan konsumsi jika pendapatan

naik 1.000 0.455

10. Luas lahan yang dimiliki utk

pertanian 1.000 0.635

11. Nilai lahan pertanian 1.000 0.701

12. Nilai kambing 1.000 0.560

100

dijelaskan oleh faktor yang terbentuk. Faktor-faktor yang terbentuk tersebut dapat dilihat pada tabel 7.5.

7.5 Total Varians yang Dijelaskan untuk Masing-Masing Komponen Penyusun Indeks Komponen

Initial Eigenvalues Extraction Sums of Squared Loadings

Total % of Variance kumulatif % Total % of Variance kumulatif % 1 3.575 27.499 27.499 3.575 27.499 27.499 2 1.628 12.524 40.023 1.628 12.524 40.023 3 1.244 9.570 49.593 1.244 9.570 49.593 4 1.168 8.985 58.578 1.168 8.985 58.578 5 1.023 7.869 66.446 1.023 7.869 66.446 6 .925 7.117 73.563 7 .758 5.829 79.392 8 .700 5.384 84.776 9 .619 4.764 89.540 10 .503 3.872 93.412 11 .476 3.664 97.076 12 .344 2.647 99.723 13 .036 .277 100.000

Extraction Method: Principal Component Analysis. Sumber: Data primer yang diolah (2015)

Ada 13 komponen/variabel yang masuk ke dalam analisis faktor. Masing- masing variabel mempunyai varians 1, maka total varians adalah 13 x 1 = 13. Jika ketiga belas varians tersebut diringkas menjadi satu faktor, maka varians yang dapat dijelaskan oleh satu faktor adalah: 3.575/13 x 100 %= 27.5%.

Selanjutnya jika 13 variabel diekstrak menjadi 2 faktor, maka: - Varians faktor pertama adalah 27.499%

- Varians faktor kedua adalah 1.628/13 x 100% = 12.524

Total kedua faktor akan bisa menjelaskan 27.499 % + 12.524 % atau 40.023 % dari variabilitas ketiga belas variabel asli tersebut.

Eigenvalue menunjukkan kepentingan relatif masing-masing faktor dalam menghitung varians ketiga belas variabel yang dianalisis.

- Jumlah angka eigenvalue untuk ketigabelas variabel adalah sama dengan total varians ketiga belas variabel, atau 3.575 + 1.628 +….+ 0.036 = 13 - Susunan eigenvalue selalu diurutkan dari yang terbesar sampai yang

terkecil, dengan kriteria bahwa angka eigenvalue di bawah 1 tidak digunakan dalam menghitung jumlah faktor yang terbentuk.

Berdasarkan tabel 7.5 hanya lima faktor/variabel/komponen yang terbentuk, karena dengan satu faktor, angka eigenvalue di atas 1, begitu juga dengan dua faktor angka eigenvalue di atas 1, sampai pada lima faktor angka eigenvalue masih di atas, baru pada enam faktor eigenvalue kurang dari angka 1 yaitu: 0.925, Sehingga proses factoring berhenti pada 5 faktor.

Setelah diketahui 5 faktor merupakan jumlah yang paling optimal, tabel matriks komponen pada tabel 7.6 menunjukkan distribusi ketiga belas variabel tersebut pada lima faktor yang terbentuk. Sedangkan angka-angka yang ada pada tabel tersebut faktor loadings, yang menunjukkan besar korelasi antara suatu variabel dengan faktor 1, faktor 2, faktor 3, faktor 4 dan faktor 5. Proses penentuan ke tiga belas variabel yang mana akan masuk ke faktor yang mana dilakukan dengan melakukan perbandingan besar korelasi pada setiap baris tersaji pada tabel 7.6.

101 Tabel 7.6 menyajikan besar korelasi antara variabel antara suatu variabel dengan faktor 1, faktor 2, faktor 3, faktor 4 dan faktor 5. Adapun penjelasannya sebagai berikut:

1. Stok makanan pokok. Korelasi yang paling kuat antara stok makanan pokok dengan adalah dengan faktor 1 sebesar 0.915. Sementara korelasi dengan faktor 2, faktor 3, faktor 4 dan faktor lima lemah karena di bawah 0.5

2. Frekuensi pembelian beras. Korelasi yang paling kuat antara variabel frekuensi pembelian beras adalah dengan faktor 1 sebesar 0.909. Faktor lainnya lemah yaitu di bawah 0.5.

3. Frekuensi pembelian minyak sayur. Korelasi yang paling kuat antara variabel frekuensi pembelian minyak sayur adalah dengan faktor 1 sebesar 0.750. Faktor lainnya lemah yaitu di bawah 0.5.

4. Frekuensi pembelian gula pasir. Korelasi yang paling kuat antara variabel frekuensi pembelian gula pasir adalah dengan faktor 1 sebesar 0.694. Faktor lainnya lemah yaitu di bawah 0.5.

5. Jumlah makanan pokok tersaji dalam dua hari. Korelasi yang paling kuat antara variabel jumlah makanan pokok yang tersaji dalam dua hari dengan faktor 1 sebesar -0.587. Faktor lainnya lemah yaitu di bawah 0.5.

6. Peningkatan konsumsi jika pendapatan naik.Korelasi yang paling kuat antara variabel peningkatan konsumsi jika pendapatan naik adalah dengan faktor 1 sebesar -0.484. Faktor lainnya lemah yaitu di bawah 0.5.

7. Nilai lahan pertanian yang dimiliki. Korelasi yang paling kuat antara variabel nilai lahan pertanian yang dimiliki adalah dengan faktor 2 sebesar 0.749. Faktor lainnya lemah yaitu di bawah 0.5.

8. Nilai kambing yang dimiliki. Korelasi yang paling kuat antara variabel nilai kambing yang dimiliki adalah dengan faktor 2 sebesar 0.519. Faktor lainnya lemah yaitu di bawah 0.5.

9. Status kepemilikan tempat tinggal. Korelasi yang paling kuat antara variabel status kepemilikan tempat tinggal adalah dengan faktor 2 sebesar -0.464. Faktor lainnya lemah yaitu di bawah 0.5.

10. Merasa kekurangan makanan dalam bulan ini. Korelasi yang paling kuat antara merasa kekurangan makanan dalam bulan ini adalah dengan faktor 3 sebesar 0.633. Faktor lainnya lemah yaitu di bawah 0.5.

11. Rasio bekerja dengan tidak bekerja. Korelasi yang paling kuat antara variabel rasio antara yang bekerja dengan tidak bekerja adalah dengan faktor 4 sebesar -0.568. Faktor lainnya lemah yaitu di bawah 0.5.

12. Kualitas bahan atap rumah yang digunakan. Korelasi yang paling kuat antara variabel bahan atap yang digunakan adalah dengan faktor 5 sebesar -0.556. Faktor lainnya lemah yaitu di bawah 0.5.

13. Luas lahan pertanian yang dimiliki. Korelasi yang paling kuat antara variabel luas lahan yang dimiliki adalah dengan faktor 5 sebesar 0.493. Faktor lainnya lemah yaitu di bawah 0.5.

102

Tabel 7.6 Matriks Komponen

Komponen

Komponen

1 2 3 4 5

1. stok makanan pokok 0.915 -0.067 -0.004 0.209 0.122 2. frekuensi pembelian beras 0.909 -0.069 -0.006 0.171 0.134 3. frekuensi pembelian minyak sayur 0.750 -0.143 -0.090 0.263 0.178 4. frekuensi pembelian gula pasir

0.694 -0.119 0.277 0.003 -0.127

5. jumlah makanan pokok tersaji dalam

dua hari -0.587 0.118 0.311 0.161 0.213

6. peningkatan konsumsi jika pendapatan

naik -0.484 0.038 -0.166 0.430 -0.079

7. Nilai lahan pertanian 0.063 0.749 0.205 -0.113 0.284

8. Nilai kambing 0.167 0.519 0.346 0.370 -0.082

9. status kepemilikan tempat tinggal -0.193 -0.464 0.435 0.084 0.462 10.merasa kekurangan makanan sebulan 0.030 -0.395 0.633 -0.453 -0.054 11.rasio bekerja dengan tidak bekerja 0.387 0.108 -0.270 -0.568 -0.189 12.kualitas bahan atap 0.202 0.345 0.456 0.049 -0.556 13.Luas lahan pertanian yang dimiliki 0.162 0.486 -0.042 -0.357 0.493 Extraction Method: Principal Component Analysis

Sumber: Data primer yang diolah (2015)

Dengan demikian, ketiga belas variabel tersebut telah direduksi menjadi lima faktor (tabel 7.6), yaitu:

Faktor 1 terdiri dari variabel stok makanan pokok, frekuensi pembelian beras, frekuensi pembelian minyak sayur, frekuensi pembelian gula pasir, jumlah makanan yang tersaji dalam dua hari, naiknya konsumsi karena peningkatan pendapatan. Faktor 1 merupakan variabel baru yang merepresentasikan ketahanan pangan, sehingga faktor 1 dinamakan variabel ketahanan pangan.

Faktor 2 meliputi tiga variabel yaitu nilai lahan pertanian yang dimiliki, harga kambing yang dimiliki dan status kepemilikan tempat tinggal. Faktor 2 merepresentasikan kepemilikan aset, sehingga faktor 2 dinamakan variabel aset

Faktor 3 hanya terdiri dari satu variabel yaitu merasa kekurangan makanan dalam bulan ini. Faktor 3 merepresentasikan variabel rawan pangan, sehingga faktor 3 merupakan faktor baru untuk dinamakan menjadi variabel rawan pangan. Faktor 4 hanya ada satu variabel rasio bekerja dengan tidak bekerja. Faktor 4 merepresentasikan variabel modal sumberdaya manusia (human capital), maka faktor 4 dinamakan faktor modal manusia.

Faktor 5 meliputi variabel kualitas bahan atap dan luas lahan pertanian yang dimiliki. Faktor 5 merupakan variabel baru yang sulit untuk dikategorikan sehingga faktor lima dikatakan variabel lain-lain.

Berdasarkan kelima faktor yang terbentuk nampak komponen yang terkait dengan variabel ketahanan dan kerawanan pangan merupakan komponen yang paling banyak memberikan kontribusi terhadap indeks kemiskinan rumahtangga

103 tani di Kabupaten Bogor. Dari ke tiga belas komponen yang terpilih penyusun indeks, terdapat tujuh komponen yang mewakili variabel ketahanan dan kerawanan pangan yaitu persediaan makanan pokok, frekuensi pembelian beras,

Dokumen terkait