• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERENCANAAN PEMBANGUNAN Dimensi Waktu

GAMBAR 3.10 PETA RENCANA JARINGAN AIR BERSIH ? ADA YA

PERENCANAAN PEMBANGUNAN Dimensi Waktu

4

4.1.1..55 PEPERRAANN SSEERRTTAA MMAASSYAYARRAAKKAATT DDAALLAAMM PPEENNAATTAAAANN RRUUAANNGG

PERENCANAAN PEMBANGUNAN Dimensi Waktu

Perencanaan Materi Perencanaan Terintegrasi Jangka Panjang

Perencanaan

Spasial PerencanaanSektoral Perencanaan Finansial Perencanaan Institusional Jangka

Menengah Jangka Pendek

Bila disimak secara mendalam, tujuan yang hendak dicapai dalam penataan ruang adalah kesejahteraan masyarakat melalui pemanfaatan ruang yang berkualitas, yaitu pemanfaatan ruang yang selaras, serasi dan seimbang diantara keseluruhan kepentingan, baik kepentingan yang berhubungan langsung dengan kebutuhan hidup manusia maupun kepentingan kelestarian lingkungan yang sangat diperlukan bagi kelangsungan hidup generasi dimasa yang akan datang. Dengan demikian bila ditanya untuk siapa penataan ruang perlu dilakukan, maka tentu tidak lain dan tidak bukan jawabnya adalah untuk para pemangku kepentingan atau stakeholder ruang tersebut dimana para anggotanya adalah masyarakat secara umum, kalangan dunia usaha dan pemerintah.

Apabila dapat difahami bahwa penataan ruang ditujukan bagi kemanfaatan para pemangku kepentingan atau stakeholder, maka menjadi strategis keterlibatan secara egaliter para pemangku kepentingan dalam proses penataan ruang, baik pada proses perencanaan, pemanfaatan maupun pada proses pengendalian, agar tercapai pemanfaatan ruang yang berkualitas sehingga penataan ruang mampu memberikan kontribusi yang signifikan bagi kesejahteraan manusia dan lingkungannya.

Terdapat beberapa peraturan dan perundang-undangan yang dapat dipakai sebagai rujukan atau pedoman bagaimana peran serta masyarakat dapat dilaksanakan dalam penataan ruang, yaitu UU No. 24 Tahun 1992 Tentang ”Penataan Ruang”,

Peraturan Pemerintah No. 69 Tahun 1996 Tentang ”Pelaksanaan Hak dan Kewajiban, Serta Bentuk dan Tata Cara Peran Serta Masyarakat dalam Penataan Ruang”, dan Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 9 Tahun 1998 Tentang ”Tata Cara Peran Serta Masyarakat dalam Proses Perencanaan Tata Ruang di Daerah”.

UU No. 24 Tahun 1992 Tentang Penataan ruang menyatakan dengan tegas tentang hak dan kewajiban masyarakat dalam penataan ruang. Dalam pasal 5 ayat 1 Undang-Undang ini dinyatakan bahwa “Setiap orang berkewajiban berperan dalam memelihara kualitas ruang”, sedang ayat 2 menyatakan “ Setiap orang berkewajiban menaati rencana tata ruang yang telah ditetapkan. Sementara pasal 4 ayat 2 Undang-Undang tersebut menyatakan “Setiap orang berhak untuk mengetahui rencana tata ruang, berperan serta dalam penyusunan tata ruang, memperoleh penggantian yang layak atas kondisi yang dialaminya sebagai akibat pelaksanaan kegiatan pembangunan yang sesuai tata ruang”. Pasal 12 ayat 1 Undang-Undang ini mempertegas peran serta masyarakat dalam penataan ruang, seperti dinyatakan sebagai berikut : “Penataan ruang

Dari pasal 4 ayat 2, pasal 5 ayat 1 dan 2 serta pasal 12 ayat 1 UU No. 24 Tahun 1992 tersebut dapat dipahami beberapa hal tentang hak, kewajiban dan peran serta masyarakat dalam penataan ruang sebagai berikut :

1. Pada setiap fase penataan ruang, yaitu pada fase perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang setiap orang sebagai anggota masyarakat berhak untuk terlibat secara langsung dan aktif untuk mengambil peran sesuai dengan kapasitas dan kapabilitasnya.

2. Lebih dari sekedar memiliki hak untuk ikut terlibat dalam penataan ruang, bahkan setiap orang diwajibkan berperan serta dalam memelihara kualitas ruang, seperti diamanatkan ayat 1 pasal 5 Undang-Undang Nomor 24 Tahun 1992.

3. Setiap orang sebagai anggota masyarakat mempunyai hak berupa akses untuk mendapatkan informasi yang seluas-luasnya tentang rencana tata ruang, hal ini penting karena dengan keterbukaan tentang rencana tata ruang, diharapkan dapat mengurangi pelanggaran tata ruang. Untuk mengoperasikan kebijakan ini tentu diperlukan dukungan perangkat sistem informasi ketataruangan yang handal, sehingga setiap orang dapat mengaksesnya dengan cepat, mudah, murah dan akurat.

4. Pelaksanaan pemanfaatan ruang dengan dalih kepentingan pembangunan sekalipun tidak boleh merugikan setiap orang yang “property” nya terkena dampak pembangunan, namun sebaliknya setiap anggota masyarakat harus mendapat “ganti untung” dari dampak pembangunan tersebut.

Bagaimana bentuk peran serta masyarakat dalam penataan ruang dilaksanakan, diperjelas dalam Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 1996 Tentang Pelaksanaan Hak dan Kewajiban, serta Bentuk dan Tata Cara Peran Serta Masyarakat dalam Penataan Ruang. Pasal 15 peraturan pemerintah ini menyebutkan beberapa bentuk peran serta masyarakat dalam proses perencanaan tata ruang wilayah kabupaten/kota sebagai berikut :

1. Pemberian masukan untuk menentukan arah pengembangan wilayah yang akan dicapai.

2. Pengidentifikasian berbagai potensi dan masalah pembangunan, termasuk bantuan untuk memperjelas hak atas ruang wilayah, termasuk perencanaan tata ruang kawasan.

3. Pemberian masukan dalam merumuskan perencanaan tata ruang wilayah kabupaten/kota.

4. Pemberian informasi, saran, pertimbangan, atau pendapat dalam penyusunan strategi pelaksanaan pemanfaatan ruang wilayah kabupaten/kota.

5. Pengajuan keberatan terhadap rancangan Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten/Kota.

6. Kerjasama dalam penelitian 7. Bantuan tenaga ahli

Tentang peran serta masyarakat dalam pemanfaatan ruang wilayah kabupaten/kota, pasal 16 peraturan ini menyebutkan beberapa bentuk, yaitu :

1. Pemanfaatan ruang daratan dan ruang udara berdasarkan peraturan perundang-undangan, agama, adat, atau kebiasaan yang berlaku.

2. Bantuan pemikiran atau pertimbangan berkenaan dengan wujud struktural dan pola pemanfaatan di kawasan perkotaan dan perdesaan.

3. Penyelenggaraan kegiatan pembangunan berdasarkan rencana tata ruang yang telah ditetapkan.

4. Konsolidasi pemanfaatan tanah, air, udara, dan sumber daya alam lainnya untuk tercapainya pemanfaatan ruang yang berkualitas

5. Perubahan atau konversi pemanfaatan ruang sesuai dengan Rencana Tata Ruang wilayah Kabupaten / Kota.

6. Pemberian masukan untuk penetapan lokasi pemanfaatan ruang.

7. Kegiatan menjaga, memelihara, dan meningkatkan kelestarian fungsi lingkungan

Peran serta masyarakat dalam pengendalian pemanfaatan ruang wilayah kabupaten dan kota, didalam pasal 17 peraturan ini, menyebutkan beberapa bentuk yang dapat dilaksanakan, yaitu :

1. Pengawasan terhadap pemanfaatan ruang wilayah Kabupaten/Kota, termasuk pemberian informasi atau laporan pelaksanaan pemanfaatan ruang.

2. Bantuan pemikiran atau pertimbangan untuk penertiban kegiatan pemanfaatan ruang dan peningkatan kualitas pemanfaatan ruang.

Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 1996 Tentang Pelaksanaan Hak dan Kewajiban, serta Bentuk dan Tata Cara Peran Serta Masyarakat dalam Penataan Ruang, lebih lanjut diatur dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 9 Tahun 1998 Tentang Tata Cara Peran Serta Masyarakat Dalam Proses Perencanaan Tata Ruang di Daerah, dimana didalam peraturan ini dijelaskan bahwa proses perencanaan tata ruang meliputi 2(dua) langkah utama, yaitu langkah pertama adalah penyusunan rencana tata ruang dan dilanjutkan dengan langkah kedua yaitu penetapan rencana tata ruang.

Proses penyusunan rencana tata ruang mencakup tiga langkah penting yaitu pertama penentuan arah pengembangan, kedua pengidentifikasian potensi dan masalah dan yang ketiga yaitu perumusan perencanaan tata ruang. Penentuan arah pengembangan merupakan kegiatan untuk menentukan arah pengembangan yang hendak dicapai oleh sebuah wilayah kabupaten atau kota ditinjau dari segi ekonomi, sosial, budaya, daya dukung dan daya tampung lingkungan serta fungsi pertahanan dan keamanan. Pengidentifikasian potensi dan masalah adalah kegiatan yang dimaksudkan untuk mengidentifikasi berbagai potensi dan masalah pembangunan dalam suatu wilayah atau kawasan yang direncanakan tata ruangnya, sedang perumusan perencanaan tata ruang adalah proses untuk merumuskan Rencana Tata Ruang Wilayah atau RTRW Kabupaten/Kota, Rencana Detail Tata Ruang , dan Rencana Teknik Ruang.

Mengenai bentuk peran serta masyarakat dalam perencanaan tata ruang Kabupaten/Kota pada prinsipnya Permendagri No. 9 Tahun 1998 seperti dinyatakan dalam pasal 6 ayat 1 dan 2 pada prinsipnya sama dengan yang dinyatakan dalam PP Nomor 69 Tahun 1996 pasal 16 tersebut diatas. Peran serta masyarakat dalam perencanaan tata ruang dalam bentuk saran, pertimbangan, pendapat, tanggapan, keberatan, atau masukan dilakukan secara lisan atau tertulis kepada Bupati/Walikota. Sementara pada fase proses penetapan RTRW Kabupaten/Kota peran serta masyarakat dalam bentuk saran, pertimbangan, pendapat, tanggapan, keberatan, atau masukan dilakukan secara lisan atau tertulis kepada DPRD Kabupaten/Kota.

Beberapa pernyataan penting dalam Permendagri Nomor 9 Tahun 1998 yang perlu dicatat antara lain :

• Pasal 13 ayat 2, dalam persiapan penyusunan atau penyempurnaan RTRW Kabupaten/Kota, RDTR, Rencana Teknik Ruang, Bupati/Walikota wajib mengumumkannya kepada masyarakat.

• Pasal 13 ayat 4, pengumuman tentang kegiatan penyusunan atau penyempurnaan rencana tata ruang dilakukan setidaknya selama 7 (tujuh) hari melalui media cetak, media elektronik, serta forum pertemuan.

• Pasal 13 ayat 5, forum pertemuan diadakan sampai tingkat Kecamatan untuk penyusunan atau penyempurnaan RTRW Kabupaten/Kota.

• Pasal 16 ayat 3 dan Pasal 22 ayat 5 , pada tahap penentuan arah pengembangan dan identifikasi potensi dan masalah pembangunan wilayah Kabupaten/Kota peran serta masyarakat dalam bentuk pemberian masukan disampaikan kepada Bupati/Walikota melalui Bapekab/Bapeko.

• Pasal 16 ayat 6 dan Pasal 22 ayat 5, pemberian masukan oleh masyarakat pada tahap penentuan arah pengembangan dan identifikasi potensi dan masalah pembangunan wilayah Kabupaten/Kota, dilaksanakan selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari setelah diumumkan.

• Pasal 16 ayat 7 dan Pasal 22 ayat 6, pemberian masukan oleh masyarakat, dapat dilakukan secara tertulis yang tembusannya disampaikan kepada Ketua DPRD Kabupaten/Kota, atau secara lisan yang dicatat dan dituangkan dalam berita acara yang dibuat oleh Bapekab/Bapeko.

• Pasal 17 ayat 1 dan Pasal 23 ayat 1, untuk menerima saran, pertimbangan, pendapat, tanggapan, keberatan, atau masukan dari masyarakat, informasi tentang arah pengembangan serta identifikasi potensi dan masalah pembangunan wilayah Kabupaten/Kota, dibahas dalam forum pertemuan yang lebih luas dengan melibatkan para pakar dan tokoh masyarakat bersama Bupati/Walikota dibantu BKPRD Kabupaten/Kota dan instansi terkait.

• Pasal 32 dan 33, proses perumusan perencanaan tata ruang dilakukan dengan melibatkan peran serta masyarakat melalui pemberian masukan yang dilaksanakan melalui lokakarya atau sarasehan dengan melibatkan para pakar, tokoh masyarakat, bersama Bupati/Walikota dibantu BKPRD dan instansi terkait di daerah, untuk selanjutnya hasilnya akan dirumuskan dalam rancangan rencana tata ruang seperti RTRW Kabupaten/Kota.

• Pasal 34 dan 35, Rancangan RTRW Kabupaten/Kota yang telah disiapkan oleh Bapekab/Bapeko diumumkan kepada masyarakat secara luas setidaknya selama 7 (tujuh) hari melalui media cetak atau media elektronik serta melalui forum pertemuan. Pengajuan keberatan disampaikan masyarakat maksimum selama 30 (tiga puluh) hari

sejak diumumkan, kepada Bupati/Walikota melalui Bapekab/Bapeko secara tertulis dengan tembusan kepada Ketua DPRD Kabupaten/Kota atau secara lisan yang dicatat dan dituangkan dalam Berita Acara yang dibuat oleh Bapekab/Bapeko. Semua masukan dibahas dalam forum pertemuan dengan melibatkan pakar dan tokoh masyarakat bersama Bupati/Walikota dibantu BKPRD Kabupaten/Kota, Bapekab/Bapeko, Instansi Terkait. Hasil pembahasan pada forum pertemuan ini ditindak lanjuti Bapekab/Bapeko untuk penyempurnaan Rancangan RTRW Kabupaten/Kota.

• Pasal 47, Bupati/Walikota menyiapkan Rancangan Peraturan Daerah dan Dokumen RTRW Kabupaten/Kota beserta Berita Acara Peran Serta Masyarakat dalam Proses Penyusunan RTRW Kabupaten/Kota dan disampaikan kepada DPRD Kabupaten/Kota.

Peran serta masyarakat dalam kegiatan perencanaan tata ruang, khususnya yang berkaitan dengan penyusunan atau penyempurnaan RTRW Kabupaten/Kota, berdasar Permendagri Nomor 9 tahun 1998 Tentang Tata Cara Peran Serta Masyarakat Dalam Proses Perencanaan Tata Ruang di Daerah, secara sederhana dapat digambarkan dalam diagram skematik sebagai berikut :

Proses Perencanaan Tata Ruang dan Peran Serta Masyarakat

Sumber : Warta Kebijakan

Tahap 2

Penentuan arah pengembangan termasuk identifikasi potensi dan masalah : - Penyampaian masukan Bupati/ Walikota DPRD Bapekab/ Bapeko

Jangka waktu : 30 hari

Tahap 1

Persiapan - Pengumuman

rencana penyusunan Rencana Tata Ruang Pengumuman lewat : - Media massa, TV,

Radio, Surat Kabar, dll

- Forum pertemuan

Jangka waktu : 7 hari

Masukan publik secara : - Lisan - Tertulis - Forum pertemuan Tahap 3 Perumusan Rencana : - Penyusunan rencana berdasarkan “Masukan Publik” dan dinas sektoral melalui lokakarya intern - Pengumuman rancangan

lewat media massa Forum pertemuan (7 hari) - Penyampaian keberatan

Jangka waktu : 30 hari - Penyempurnaan

Rancangan

Masukan publik secara : - Lisan - Tertulis - Forum pertemuan Tahap 4 Penetapan Rencana - Penyampaian

rancangan dan berita acara - Penetapan rencana tata ruang Sidang DPRD Peraturan Daerah (PERDA)

Bentuk Peran Serta Masyarakat dalam Penataan Ruang

Dalam Perencanaan Tata

Ruang Dalam Pemanfaatan Ruang Dalam Pengendalian Pemanfaatan Ruang Pemberian masukan untuk

menentukan arah pengembangan wilayah Indentifikasi potensi dan masalah pembangunan termasuk bantuan untuk memperjelas hak atas ruang

Pemberian masukan dalam merumuskan perencanaan tata ruang

Pemberian informasi, saran, pertimbangan atau pendapat dalam penyusunan strategi pelaksanaan pemanfaatan ruang

Pengajuan keberatan terhadap rancangan rencana tata ruang

Kerjasama penelitian dan pengembangan

Bantuan tenaga ahli

Pemanfaatan ruang daratan dan ruang udara

Bantuan pemikiran dan pertimbangan berkenaan dengan bentuk dan pola pemanfaatan pedesaan dan

perkotaan

Penyelenggaraan kegiatan pembangunan berdasarkan tata ruang yang telah ditetapkan

Pengaturan pemanfaatan tanah, air, udara dan sumber daya alam untuk tercapainya pemanfaatan ruang yang berkualitas

Perubahan atau konversi

pemanfaatan ruang sesuai Rencana Tata Ruang

Kegiatan menjaga, memelihara dan meningkatkan kelestarian lingkungan

Pengawasan terhadap pemanfaatan ruang

Bantuan pemikiran atau

pertimbangan untuk penertiban kegiatan pemanfaatan ruang dan peningkatan kualitas pemanfaatan ruang

Sumber : Warta Kebijakan

4

4.1.1..66 KEKELLEEMMBBAGAGAAAANN PPEERREENNCCAANNAAAANN TATATTAA RURUAANNGG DDII KOKOTTAA BBAANNDDAA

A

ACCEEHH

Seiring dengan adanya trend untuk mendorong terjadinya proses demokratisasi dalam berbagai macam keputusan tentang kebijakan publik, maka semakin besar tekanan untuk meyakinkan bahwa penataan ruang adalah bagian dari domain publik, oleh karenanya dipandang menjadi sangat strategis keterlibatan masyarakat dan seluruh anggota stakeholder lainnya termasuk pemerintah dan dunia usaha atau sektor swasta dalam proses penataan ruang. Selama ini memang dirasakan pemerintah yang paling mendominasi proses penataan ruang, yang kemudian didapati berbagai kelemahan dan kekurangan yang diwujudkan dalam bentuk penyimpangan pemanfaatan ruang dilihat

dari rencana tata ruang yang telah ditetapkan. Para pihak termasuk anggota masyarakat dan dunia usaha sebagai bagian dari stakeholder atas lahan yang ruangnya ditata selama ini tidak banyak dilibatkan, padahal merekalah yang memiliki property right atas lahan tersebut sehingga semestinya development right mereka juga diperhatikan dan dihargai dengan cara melibatkan mereka secara aktif dan egaliter dalam proses penataan ruang.

Di kota Banda Aceh, anggota stakeholder dalam penataan ruang disamping unsur Pemerintah Kota seperti Badan Perencana Kota (Bapeko), Dinas Tata Kota, Bagian-bagian pada Sekretariat Kota, Dinas Kebersihan dan Pertamanan, Dinas Pasar, Dinas Prasarana Jalan dan Sumber Daya Air, Dinas Pertanian, Peternakan, Perikanan dan Kelautan, Dinas Perhubungan serta Dinas-dinas teknis kota lainnya, juga organisasi-organisasi non pemerintah seperti organisasi masyarakat (Ormas), organisasi sosial-politik (Parpol), lembaga swadaya masyarakat (LSM), organisasi profesi, organisasi dunia usaha, perguruan tinggi, lembaga penelitian, ulama, cendekiawan, mukim, tengku, lembaga adat serta organisasi dan lembaga kemasyarakatan lainnya. Secara lebih rinci anggota stakeholder perencanaan tata ruang (RTRW) Kota Banda Aceh tampak dalam tabel sebagai berikut dibawah ini :

TABEL 4.1

DAFTAR STAKEHOLDER