• Tidak ada hasil yang ditemukan

TERHADAP SISTEM SOSIOKULTUR DI LAMALERA

5.1 Sistem Tikam

5.1.2 Pergeseran pada Sistem Tikam

Kegiatan menikam mengalami beberapa perubahan sebagai bentuk penyesuaian dengan teknologi mesin johnson yang mulai dikenal oleh para nelayan. Keberadaan mesin juga mempengaruhi pola adaptasi dengan lingkungan yaitu dalam hal pemanfaatan hasil laut. Bagi nelayan Lamalera, kehadiran mesin johnson telah memberikan kemudahan-kemudahan dalam mengoperasikan alat tangkap. Selain meringankan nelayan dalam mendayung perahu, juga memungkinkan berkurangnya jumlah orang yang mengoperasikan perahu, dari yang biasanya 13-15 orang, sekarang tena laja bisa dijalankan oleh 7-10 orang meing saja.

Pertama kali masyarakat Lamalera mengenal mesin melalui program kerja FAO pada tahun 1973. FAO datang untuk program penguatan pangan masyarakat. Pada saat itu kepada nelayan Lamalera mesin dikenalkan dalam satu paket dengan pengenalan penangkapan paus menggunaan teknik tembak. Dari program FAO tersebut nelayan Lamalera berhasil menembak banyak ikan. Akan tetapi teknik tersebut ditolak oleh masyarakat. Kelimpahan paus yang dihasilkan dengan teknologi baru yang dibawa FAO, melebihi kebutuhan masyarakat biasanya sehingga tidak dapat dimanfaatkan secara baik.

Masyarakat yang peneliti temui menggambarkan begitu banyaknya hasil tangkapan ketika itu, sehingga nelayan tidak bisa menyelesaikan membaginya dan banyak daging yang tidak dimanfaatkan secara patut. Sebagaimana etika masyarakat pesisir tersebut yang tidak diperkenankan untuk membuang atau menyia-nyiakan hasil laut, maka teknologi tersebut akhirnya tidak dilanjutkan. Beberapa masyarakat bahkan dengan tegas mengatakan bahwa teknik menembak tersebut ditolak karena tidak sesuai dengan adat yang diyakini orang Lamalera.

Bagi masyarakat Lamalera yang memaknai koteklema dengan sangat kompleks, banyaknya jumlah daging yang tidak terolah dengan baik berbalik mendera nilai-nilai ola nua yang mereka miliki. Pada akhirnya teknologi tersebut ditolak oleh masyarakat. Selain alasan di atas, dengan teknologi ini banyak pesan moral, permohonan pada alam serta ikatan terhadap leluhur terhapus. Masyarakat Lamalera ketika itu tidak mengehendaki perubahan-perubahan seperti itu.

Dalam salah satu programnya, FAO merekrut sembilan orang nelayan untuk dilatih menggunakan serta memperbaiki jaring pukat. Nelayan juga diajarkan untuk membuat perahu sampan, dengan konstruksi yang berbeda dengan tena laja. Pada saat itu nelayan Lamalera juga dikenalkan pada koperasi, lembaga yang dibentuk untuk melanjutkan kegiatan yang telah dikenalkan kepada nelayan setelah program selesai dilakukan. Keberadaan koperasi tidak berlangsung lama karena timbul banyak kecurigaan dan rasa tidak percaya dalam masyarakat terhadap pengelola koperasi.

Selepas program FAO, tiga mesin johnson ditinggalkan untuk dimanfaatkan oleh para nelayan yang dilatih mengoperasikan pukat. Mesin tersebut kemudian rusak. Nelayan tidak memiliki kemampuan untuk memperbaiki sehingga akhirnya tidak bisa digunakan lagi. Sekitar dua tahun selepas kegiatan FAO, pada tahun 1975, pemerintah daerah Kabupaten Flores Timur memberikan bantuan mesin kepada nelayan Lamalera. Masing-masing desa mendapatkan dua mesin. Ketika itu mesin yang dibagikan digunakan untuk membawa turis yang datang untuk meyaksikan perburuan atau untuk membantu kru televisi yang datang untuk mengambil gambar perburuan paus. Setelah itu penggunaan mesin untuk musim lefa mulai dilakukan oleh beberapa nelayan.

Setelah bantuan dari Pemda Flores Timur, kembali nelayan Lamalera mendapatkan mesin dari pengelola TamanWisata Ancol. Mesin didatangkan dari Jakarta untuk menangkap hidup-hidup paus pembunuh (killer whale) yang dikenal orang Lamalera dengan seguni. Ancol ketika itu tidak berhasil mendapatkan paus pembunuh tetapi mesin johnson serta peralatan seperti tali yang digunakan untuk menangkap paus pembunuh ditinggalkan kepada nelayan Lamalera.

Setelah mengenal mesin melalui pihak luar, nelayan Lamalera mulai berusaha untuk mengusahakannya sendiri. GDK adalah orang Lamalera yang pertama kali membeli mesin johnson di Maumere diikuti oleh YPB, orang Lamalera yang merantau ke Surabaya dan membelikan mesin johnson untuk keluarganya di Lamalera. Dengan menggunaan mesin dari YPB, maka Java Tena merupakan tena laja pertama yang memiliki dan menggunakan mesin johnson untuk lefa.

Bantuan johnson sering diikuti dengan bantuan pukat. Salah satu bantuan pukat yang diterima datang dari PK, orang Lamalera yang menjadi perwakilan masyarakat Lembata di Kab. Flores Timur. Bantuan itu diberikan pada saat Lembata mulai merintis otonomi untuk lepas dari kabupaten Flores Timur. Pemerintahan Bupati pertama Lembata juga memberikan bantuan delapan mesin johnson kepada delapan kelompok yang dibentuk untuk menerima bantuan tersebut. Selanjutnya juga diberikan mesin johnson kepada para janda dan orang jompo dari pemerintah di Kupang. Bantuan terakhir berbeda dengan bantuan mesin sebelumnya adalah dua kapal penangkapan bermesin TS dari Dinas Kelautan dan Perikanan Lembata31.

Pilihan penggunaan johnson selain karena mesin inilah yang pertama kali mereka kenal, juga karena mesin ini sesuai dengan karakter laut dan pesisir pantai di Lamalera. Dengan kondisi arus yang kuat, ombak yang keras dan karakter lingkungan lainnya, mesin yang dibutuhkan oleh nelayan adalah mesin yang bisa disimpan setiap kali mesin tidak digunakan. Atau dengan kata lain mesin yang tidak sulit untuk disimpan, bisa dipasangkan ke dan dilepas dari tena laja atau sampan dengan mudah sehingga mudah pula mendorong kembali tena laja dan sampan ke dalam naje. Saat ini selain mesin johnson, beberapa nelayan juga menggunakan mesin ketingting. Tapi pada dasarnya kedua mesin itu dipilih karena sama-sama mudah dipindahkan, dibawa dan disimpan setelah melaut.

a. Penggunaan Mesin Johnson di Tena laja

Tidak sulit bagi nelayan Lamalera untuk mengenal dan mengasah kemampuan mengoperasikan mesin johnson karena dari awal mereka telah didampingi oleh orang-orang yang ahli dalam menjalankan mesin tersebut. FAO datang dengan tenaga ahli dari Norwegia. Sementara itu, meskipun teknik tembak dengan menggunakan harpoon dan koperasi nelayan tidak bertahan lama dalam masyarakat, tetapi kedatangan FAO yang mengenalkan mesin dan pukat meninggalkan pengaruh yang berarti hingga kini. Nelayan

31

Bantuan diberikan masing-masing satu untuk Desa A dan Desa B. Kedua Kapal tidak pernah digunakan disebabkan karena nelayan tidak memiliki kemampuan untuk mengoperasikan, pemberian bantuan yang mengundang pertikaian serta bentuk kapal yang tidak sesuai dengan kondisi laut selatan Lembata. Kapal milik desa A pada akhirnya rusak, sedangkan kapal milik Desa B setelah gagal dioperasikan, diserahkan kembali kepada DKP Lembata.

beradaptasi dengan mesin secara bertahap hingga akhirnya menemukan formulasi yang lebih optimal.

Setelah FAO meninggalkan Lamalera, mesin johnson digunakan untuk keperluan transportasi terutama oleh gereja. Pater Dupont menggunakan mesin johnson untuk menjalankan misi dan berkoordinasi dengan stasi di desa-desa sekitar. Selangkah di depan, mesin johnson mulai digunakan untuk menjalankan tena laja pada musim lefa. Mesin mengantikan fungsi layar sekaligus menggantikan tenaga meing mendayung perahu. Selama memutari lautan untuk mencari ikan di permukaan hingga mengejarnya hampir mutlak mesin digunakan, dan meing cukup duduk, membuang air yang merembes dalam perahu sambil memutar pandangan mencari ikan. Meing hanya sesekali saja mendayung pada saat target tikaman sudah dekat dan lamafa bersiap untuk menikam. Pada saat itu, meing tidak perlu mengeluarkan banyak tenaga dan itu adalah salah satu keringanan bagi meing.

Dalam menggunakan mesin johnson di tena laja, meskipun keberadaannya menjadi sangat membantu, tetapi porsi yang diberikan terhitung sama dengan tenaga satu orang meing. Oleh karena itu, ketika mesin johnson yang digunakan adalah milik perseorangan, maka pembagian hasil yang diperoleh atas mesin johnson yang digunakan sama dengan bagian yang diterima oleh seorang meing. Hitungan ini tidak termasuk pemakaian bahan bakar. Disini bahan bakar terhitung mendapatkan bagian satu orang meing. Apabila mesin johnson adalah milik kelompok maka tena alep memiliki tanggung jawab untuk mengelola, menyisihkan hasil tikaman untuk bahan bakar, perbaikan atau penyusutan mesin dan perbaikan tena laja.

Secara teknis, mesin johnson dipasangkan di bagian belakang tena laja, tepatnya sebelah kiri atau kanan madi. Juru mudi atau orang yang bertugas mengemudikan mesin adalah pemimpin perjalanan lefa (lamahuri). Meskipun nelayan menggunakan mesin pada saat lefa, tetapi mereka tidak berani mengambil resiko untuk menggunakan mesin di tena laja untuk mengejar koteklema dan jenis paus besar dan liar lainnya, karena dikhawatirkan bila paus berontak dan memukul perahu, mesin akan rusak atau lebih buruk lagi bisa membuat mesin tenggelam di laut. Kerugian yang cukup

besar untuk ditanggung oleh nelayan ini membuat mereka mengambil cara lain yaitu dengan menonda tena laja dengan sampan besar yang dipasangkan mesin johnson.

b. Perahu Sampan dan Mesin Johnson untuk Menonda Tena laja

Setelah nelayan Lamalera terbiasa mengoperasikan mesin johnson, mereka secara perlahan-lahan memperbaharui teknik melautnya. Fungsi mesin semakin dimaksimalkan. Pada tahapan ini, mesin dipasangkan dengan sampan besar dan digunakan untuk menarik tena laja selama baleo. Tena laja disambungkan dengan tali tambang plastik ke sampan besar. Dengan demikian laju tena laja bisa mencapai kawanan koteklema lebih cepat. Dengan demikian dapat menghemat banyak waktu dan juga memudahkan para meing mengejar koteklema. Menyadari besarnya resiko dengan membawa mesin johnson pada saat mengejar koteklema, maka tepat pada saat-saat tena laja sudah dekat dengan koteklema, tali yang tersambung ke tena laja dilepaskan. Sampan besar menjauh dari tena laja dan koteklema. Pada waktu yang bersamaan, para meing di tena laja mulai mendayung mendekati koteklema dan mencari posisi yang pas bagi lamafa untuk menikam.

Setiap kali koteklema bergerak menjauh dari tena laja, sampan besar akan menghampiri dan melempar tali untuk menarik tena laja menuju koteklema yang mereka incar kembali. Hal seperti ini bisa terjadi berkali-kali selama perburuan dilakukan. Sampan besar tidak boleh mendekati tena laja disaat ia mencoba mencari posisi yang tepat untuk menikam koteklema. Pada saat meing di tena laja berusaha sekuat tenaga untuk menikam koteklema, meing yang ada di sampan besar hanya bisa melihat dari kejauhan.

Apabila sebuah tena laja berhasil menikam koteklema. Sampan besar masih belum diperkenankan mendekat sampai koteklema benar-benar menyerah dan tali untuk menarik koteklema ke pantai telah dipasangkan. Setelah mendapat aba-aba dan panggilan dari meing di tena laja, sampan besar baru datang mendekat untuk memberikan tali tonda dan menarik tena laja dan koteklema ke daratan.

Tabel 5. Tena laja dan Mesin Johnson

Tena laja Suku/Rumah Besar Mesin Keterangan

Horo Tena Bataona Kifalangu Ada -

Holo Sapang Bataona Kifalangu Tidak Dibongkar/meing kurang Sili Tena Bataona Kifalangu Ada Meing kurang

Kebake Puke Bataona Olalangu Ada -

Tenaona Bataona Klake langu Tidak Dibongkar/meing kurang

Nara Tena Lamakera Ada -

Menula Blolo Lamakera Ada -

Tetiheri Batafor Tidak -

Buipuka Blikololo Tidak -

Demo Sapang Blikololo Ada -

Bokololo Blikololo Tidak Tidak aktif

Sika Tena Sulaona Tidak -

Dolu Tena Sulaona Tidak -

Boli Sapang Hariona Ada -

Praso Sapang Lelaona Ada -

Olemao/Sinu Sapang Lelaona Tidak Tidak aktif Lela Sapang Lelaona Tidak Tidak aktif

Baka Tena Tufaona Tidak -

Muko Tena Ata Kei Ada -

Kebala Tena Lefotukan Tidak Dibongkar/meing kurang Dato Tena Lamanudek Tidak Dibongkar/meing kurang Noto Tena Lamanudek Tidak Dibongkar/meing kurang

Koppo Pakar Oleona Tidak -

Soge Tena Tapoona Ada -

Gleko Tena Tapoona Tidak Dibongkar/meing kurang

Kena Puka Bediona Ada -

Kelulus Bediona Ada -

Java Tena Bataona Javalangu Tidak Dibongkar/meing kurang Sia Apu/ Tena Tapoona Lamanifak Tidak Dibongkar/meing kurang

Sumber : Data Primer 2009.

Tena laja yang berpasangan dengan satu sampan besar akan tetap bersama sampai kembali ke darat. Kebanyakan tena laja dan sampan yang digunakan untuk menonda pada saat baleo adalah milik kerabat dekat tena alep atau milik salah satu anggota kelompok pemilik tena laja. Sedangkan bagi tena laja yang tidak memiliki sampan atau mesin johnson dari kerabat anggota tena laja, tena alep bisa meminta kepada pemilik sampan atau pemilik mesin dari suku lain untuk menonda tena lajanya. Akan tetapi hal ini jarang terjadi, sehingga bisa dipahami ketika pada masa-masa awal dimana tena laja ditonda dengan sampan bermesin johnson, banyak tena laja yang tidak memiliki mesin, sampan atau keduanya memilih untuk tidak ikut baleo, karena mereka akan tertinggal dari tena laja lain yang melaju cepat ditonda oleh sampan bermesin.

Karena berburu dan menikam adalah aktifitas yang kompetitif antar tena laja dalam memperebutkan koteklema ataupun ikan lainnya, maka ini menjadi alasan bagi setiap pemilik tena laja untuk berusaha memiliki mesin johnson. Akan tetapi karena harga mesin yang cukup mahal bagi masyarakat Lamalera maka tidak mudah untuk memiliki mesin. Bila tidak karena bantuan dari pemerintah atau dari keluarga yang merantau ke luar daerah, akan sulit bagi mereka untuk mendapatkan masin johnson. Hal ini pula yang menjadi salah satu jawaban mengapa di kemudian hari banyak tena laja yang tidak dioperasikan sehingga lapuk karena lama tersimpan di bangsal sampai akhirnya dibongkar. Tabel 5 menunjukkan beberapa tena laja yang tidak aktif dan dibongkar karena lama tidak dioperasikan karena tidak ada mesin dan beberapa diantaranya tidak aktif lagi karena kekurangan meing.

c. Menikam Dengan Sampan Besar

Variasi lain penggunaan mesin johnson yaitu dengan memasangkannya pada sampan besar untuk mencari ikan-ikan berukuran sedang di musim lefa. Untuk berangkat lefa dengan cara seperti ini, jumlah meing dalam sampan tidak terlalu banyak. Lefa bisa dilakukan dengan 4 (empat) atau 5 (lima) orang meing saja. Biasanya sampan besar bisa berangkat lefa tergantung pada ada tidaknya juru tikam dan juru mudi. Orang yang terlibat sebagai meing juga tidak didasari oleh hubungan kekerabatan, tetapi lebih didasari karena relasi dan kerjasama antar meing dan tuan sampan yang baik. Oleh karena teknik penangkapan ini yang menggunakan tempuling bambu dan menikam ikan, maka cara yang diikuti untuk mengelola hasil tangkapan dilakukan sebagaimana pada sistem tikam pada umumnya, yaitu dengan membedakan antara bagian meing, kelompok yang memiliki sampan besar atau uma (biasanya berasal dari satu keluarga kecil), atamola dan bagian khusus untuk lamafa.