• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perubahan Sosial hingga Dikotomi pada Sistem Sosiokultur

2.2 Pendekatan Materialisme Pada Perubahan Sosial

2.2.1. Perubahan Sosial hingga Dikotomi pada Sistem Sosiokultur

Sebuah catatan dari tulisan Barnes, Sea Hunters of Indonesia (1996) yang menjadi perhatian pada penelitian ini adalah mengenai dikotomi pada sistem sosial di Lamalera. Barnes mengatakan bahwa dari sudut pandang kategori-kategori antropologis, Lamalera bisa digambarkan memiliki sebentuk sistem ekonomi campuran yang terbagi atas ekonomi subsisten dan ekonomi pasar,

15

Dengan mengelaborasi dua akar teori Steward dan Marxian serta pemikiran White, telah menyebabkan munculnya sudut pandang cultural materialism. Lihat Marvin Harris. Culture, People, Nature. An Introduction to General Anthropology (1993).

walaupun batasan antara kedua sistem tersebut dapat ditembus. Bisa juga dikatakan mengalami dualisme ekonomi internal terhadap perekonomiannya sendiri. Kategori apapun yang diterapkan ke Lamalera, satu sisi kehidupan di desa ini sangat signifikan menunjukkan jati diri masyarakat sehingga seringkali disayangkan bila digantikan oleh pola-pola pekerjaan yang sesuai dengan perekonomian nasional atau internasional. Tekanan-tekanan serupa ini mungkin juga akan ditemukan pada semua sisi kehidupan masyarakat Lamalera, termasuk dalam kehidupan agama, keluarga, ekonomi dan politik (Barnes 1996: 5).

Kondisi dikotomi yang digambarkan oleh Barnes mengenai kehidupan masyarakat Lefo Lamalera juga merupakan gambaran desa-desa di Indonesia secara umum. Jauh pada masa kolonial, J. H. Boeke seorang ahli antropologi ekonomi telah mengemukakan konsep dualisme dalam sistem sosial di masyarakat16. Boeke (Sajogjo 1982: 1) mengatakan, apabila dalam waktu yang sama terdapat dua atau lebih sistem sosial, dan masing-masing sistem sosial ini jelas berbeda satu sama lain dan masing-masing menguasai bagian tertentu dari masyarakat yang bersangkutan, disitu kita berhadapan dengan masyarakat ganda (dual) atau jamak (plural society).

Penekanan konsep dualisme Boeke diletakkan pada aspek ekonomi, untuk menggambarkan kondisi perekonomian di Indonesia dengan dua sistem ekonomi yang berjalan sekaligus yaitu sistem ekonomi kapitalisme dan sistem ekonomi tradisional. Dualisme akan muncul pada masa-masa peralihan seperti pada masa pra-kapitalisme atau kapitalisme awal (early capitalism). Dalam masyarakat ganda, biasanya salah satu sistem sosial (yang termaju) merupakan sistem sosial yang diimpor dari luar dan hidup dalam lingkungan yang baru tanpa berhasil menyingkirkan atau menyerap sistem sosial lain yang telah lama hidup disitu. Menurut Boeke sifat sosial ganda adalah pertarungan antara sistem sosial impor dari luar lawan sistem sosial asli yang bergaya tersendiri. Sistem sosial impor biasanya merupakan sistem kapitalisme tinggi. Teori ekonomi ganda yang dimaksudkan Boeke adalah adalah tiga teori ekonomi yang menjadi satu, terdiri dari 1) teori ekonomi masyarakat pra-kapitalis, biasanya disebut ilmu ekonomi

16

Pandangan ini banyak mendapat kritik terutama dalam pandangannya yang terlalu menekanan perbedaan antara tata sosial kapitalis dan pra-kapitalis, antara motif ekonomi modern barat dan pribumi.

promitif, 2) teori ekonomi masyarakat kapitalis atau sosialis, biasanya disebut teori ekonomi umum atau ringkasnya teori ekonomi sosial dan, 3) teori ekonomi dari hubungan antara dua sistem sosial yang berbeda dalam satu lingkungan masyarakat (Sajogjo 1982: 3).

Boeke mencoba menggambarkan sifat ganda dalam beberapa ungkapan seperti timur-barat (eastern-western), kota-desa (town-village), asli-asing (native-foreign) ataupun dengan ungkapan ekonomi tanah jajahan (colonial economy) dan ekonomi daerah berilim panas (tropical economy). Tetapi ungkapan yang dipandang meyakinkan untuk menyampaikan gagasannya adalah kata kapitalis dan bukan kapitalis atau pra-kapitalis. Boeke mempertegas penggunaan kapitalis dalam arti materialis. Kapitalisme adalah pandangan hidup.

Menurut Boeke ekonomi pra-kapitalis dicirikan dengan ikatan komunal (communalism); ikatan sosial organik yang asli; Gemeinschaft; pembagian masyarakat atas kelas-kelas tradisional; kebutuhan, paling tidak kebutuhan rakyat banyak, yang terbatas dan sederhana; jual beli tidak ada atau sedikit sekali; yang diproduksi adalah barang pemuas kebutuhan bukan barang dagang; produksi dilakukan dalam dan untuk keperluan rumah tangga; kalau ada produksi untuk pasar, tidak ada pembedaan tajam antara kegiatan usaha dan rumah tangga; tidak ada orang yang pekerjaannya khusus berdagang; keluarga atau keluarga besar dalam produksi dan konsumsi adalah satuan dasar; orang mungkin bekerja bersama-sama, tetapi pembagian kerja sedikit; organisasi ekonomi hampir tidak ada; dan akhirnya, dorongan ekonomi dan bukan-ekonomi campur aduk, ekonomi menduduki tempat lebih rendah, tunduk pada ketentuan agama, tata susila dan tradisi (Sajogjo 1982:12).

Sementara kapitalisme terwujud dalam rasionalitas; berkecenderungan memiliki kepentingan pribadi; tingkat kebutuhan yang terus bertambah tanpa batas; jual beli; kegiatan industri dengan modal sebagai landasan dan laba sebagai tujuan; perbedaan tajam antara kegiatan usaha dan rumah tangga; semua hasil produksi untuk diperdagangkan; pembagian kerja; organisasi dan perencanaan; kontrak dan dalam bentuk perusahaan. Kapitalisme tumbuh berangsur-angsur dari kapitalisme awal hingga kapitalisme akhir. Perkembangan keduanya sangat bergantung pada kapitalisme barat yang berkembang penuh. Pada puncak

perkembangannya kapitalisme tinggi memperlihatkan ciri-ciri sebagai berikut: penggunaan mesin di bidang industri dan angkutan sangat maju; perusahaan tersusun rapi dan terpusat; produksi besar-besaran (Sajogjo 1982:11).

Meskipun memberikan penekanan terhadap aspek ekonomi, akan tetapi Boeke menyadari bahwa pertarungan antara dua tahap sosial itu sebenarnya adalah gejala kejiwaan, yang tercermin juga dalam segi-segi kehidupan lain yaitu dalam bidang perundang-undangan dan pemerintahan, hukum dan peradilan, organisasi sosial, dan juga dalam pandangan manusia mengenai kebutuhannya, penilaian terhadap peristiwa-peristiwa, dalam kerja, agama dan tata susila (Sajogjo 1982: 13).

Pada penelitian ini, dikotomi masyarakat serta dualisme sistem ekonomi menjadi perhatian terutama dalam melihat proses adaptasi terhadap lingkungan. Sistem sosiokultur asli di Lefo Lamalera lahir atas adaptasi terhadap lingkungan biofisik Laut Sawu melalui proses migrasi dan sosialisasi yang panjang dengan masyarakat gunung di daratan Lembata. Sementara itu sistem baru muncul melalui introduksi teknologi. Masih dalam kerangka adaptasi terhadap kondisi ekologis, cara-cara yang lebih efektif dalam mengeksploitasi sumberdaya dilakukan dengan menggunakan teknologi baru sehingga akhirnya mempengaruhi elemen-elemen sosiokultur lain serta melahirkan sistem pengelolaan ekonomi yang berbeda dari bentuk awal yang dibangun di sejarah masyarakat Lamalera.