• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERILAKU GESER TANAH YANG DISTABILISASI DENGAN KAPUR - ABU SEKAM PADI DAN TULANGAN SERAT POLYESTER

Hendra Suryadharma1 , John Tri Hatmoko2

1,2 Program Studi Teknik Sipil Universitas Atma Jaya Yogyakarta Jalan Babarsari No. 44 Yogyakrta

Telp. (0274) 87711

E-mail: surya@mail.uajy.ac.id; john@mail.uajy.ac.id,

ABSTRAK

Serangkaian pengujian laboratorium dilakukan pada pengaruh individual dan kombinasi dari inklusi serat polyester kedalam tanah yang distabilisasi dengan abu sekam padi (RHA) dan kapur. Sifat-sifat geoteknik dari abu sekam padi + tanah, dan abu sekam padi + tanah + 0,8 sampai dengan 1,2% serat polyester dengan waktu pemeraman yang berbeda diteliti melalui pengujian kuat tekan bebas, geser langsung dan triaksial. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penambahan serat kedalam tanah tidak secara konsisten meningkatkan parameter geser tanah . Peningkatan kuat tekan bebas pada tanah + RHA tanpa kapur sebagai akibat dari tulangan serat tergantung pada kuat tekan pada sampel tanpa tulangan. Penambahan serat meningkatkan kuat tekan pada tanah yang tidak distablisasi. Kuat tekan bebas pada tanah + RHA meningkat akibat penambahan kapur dan serat. Hal ini tergantung pada campuran dan masa pemeraman. Peningkatan kuat tekan bebas yang disebabkan oleh gabungan kapur dan serat relatif besar.

Kata kunci : abu sekam padi, tanah, polyester, kapur

1. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Teknologi perbaikan tanah untuk meningkatkan stabilitas tanah sudah banyak dilakukan dan menunjukkan keberhasilannya. Bahan-bahan tambah yang sering digunakan sampai saat ini adalah kapur dan semen. Semen sudah banyak diterapkan dengan keberhasilan yang cukup antara lain : peningkatan kuat geser pondasi jalan, perlindungan terhadap lereng, lapisan dasar podasi maupun untuk meningkatkan tahanan terhadap bahaya liquefaction (Puppala 1998, Hatmoko 2004; Hatmoko 2005). Penerapan stabilisasi tanah dengan kapur semen, abu ampas tebu, abu terbang, abu sekam padi, kombinasi abu terbang + semen, abu ampas tebu + kapur sudah banyak dilakukan. ( Hatmoko, 2004, 2005, 2013, Diane 2001; Diana, W dkk. 2012, 2013; Tahllib 2011, Yadu, 2011) . Penelitian mengenai pengaruh tulangan serat secara individu sudah banyak diteliti ( Damayanti D, 2004; Sulistyo, B., 2013, Maher, M.H, 1994) . Namun demikian, jarang sekali para peneliti yang mengamati pengaruh inklusi tulangan pada tanah yang sudah dicampur dengan kapur dan abu sekam padi pada kuat geser dan kuat tekannya. Permasalahan yang timbul kemudian adalah : bagaimana perilaku tanah yang distabilisasi dengan kapur dan abu sekam padi; apakah serat polyester mampu meningkatkan kuat geser tanah yang distabilisasi dengan kapur dan abu sekam padi, dan bagaimana perilaku geser tanah yang distabilisasi dengan kapur dan abu sekam padi dengan inklusi serat polyester.Oleh sebab itu, penelitian ini mengkaji seberapa besar pengaruh inklusi tulangan serat dengan orientasi acak pada tanah yang sudah distabilisasi dengan campuran kapur dan abu sekam padi. Serat yang digunakan pada penelitian ini adalah serat polyester. Tujuan penelitian ini adalah : mencari dan mendeteksi perilaku geser dengan berbagai model tegangan, untuk tanah yang distabilisasi dengan kapur dan abu sekam padi; mempelajari apakah serat polyester dapat meningkatkan kuat geser tanah yang distabilisasi dengan kapur dan abu sekam padi, dan mempelajari perilaku geser dari tanah yang distabilisasi dengan kapur – abu ampas tebu dan inklusi tulangan serat polyester di berbagai model tegangan ( tekan bebas, geser langsung dan triaksial).

1.2. Studi Pustaka

Penggunaan campuran limbah kapur karbit dan abu sekam padi sebagai pengganti semen pada mortar, rasio CCR:RHA menghasilkan kuat tekan tertinggi adalah 50% CCR:50RHA yaitu sebesar 15,6 Mpa dengan waktu perawatan 28 hari, dan 19,1 Mpa dengan waktu perawatan 180 hari (Jaturapitakkul & Roongreung 2003),. Berdasarkan hasil penelitian tersebut, material sementasi CCR dan RHA sangat potensial digunakan untuk pembuatan beton yang tidak memerlukan kuat tekan tinggi. Struktur mikro dari CCR dan Ground Fly Ash (GFA) dengan menggunakan teknik scaning electron microscopy (SEM), X-Ray diffractrometry (XRD) dan Fourier transform infrared (FTIR) sudah diteliti (Somna, et al. 2011) . Hasil SEM dan XRD dari pasta CCR-GFA dihasilkan calsium silikat hidrat (CSH) dalam bentuk Ca5(SiO4)2(OH)2. Komponen baru ini juga ditemukan dengan analisis FTIR. CSH yang dihasilkan diperoleh dari reaksi SiO2 dari GFA dan Ca(OH)2 dari CCR. Reaksi kimianya serupa dengan reaksi pozolanik. Adanya unsur CSH meningkatkan kekuatan tekan pasta. Kekuatan tekan semua sampel meningkat dengan bertambahnya waktu perawatan dan hamper konstan pada umur 42 hari.

TS-49

Makaratat, et al.(2010), mengunakan limbah kapur karbit (CCR) dan Fly Ash (FA) sebagai bahan ikat pada beton dan meneliti pengaruhnya terhadap sifat mekanik beton. Rasio berat CCR:original fly ash (OF) atau ground fly ash (GF) yang digunakan sebagai bahan ikat pengganti semen adalah 30:70. Hasil penelitian menunjukan, tanpa menggunakan semen, bahan ikat baru (campuran CCR danOF atau GF) menghasilkan kuat tekan 28,4 dan 33,5 Mpa pada umur 28 dan 90 hari. Beton dengan menggunakanbahan ikat OF atau CCR-GF memiliki waktu ikat awal (initial setting time) dan final setting time yang lebih lama dibandingkan dengan beton normal. Campuran limbah kalsium karbit (CCR) dan fly ash dapat digunakan sebagai bahan ikat baru untuk beton, mengurangi penggunaan produk semen portland dan mengurangi limbahkapur karbit.

Penelitian tentang kemungkinan penggunaan campuran CCR dan FA untuk memperbaiki kekuatan dari tanah lempung berlanau sudah diteliti oleh (Horpibulsuk et al. 2012). Pengujian struktur mikro mineral menggunakan pengujian SEM dan pengujian kekuatan menggunakan uji tekan bebas. Hasil pengujian menunjukan penambahan CCR menurunkan berat jenis, plastisitas, berat volume kering maksimum dan kadar air optimum pada pengujian pemadatan. Untuk berbagai rasio CCR:FA, kekuatan maksimum diperoleh pada saat kadar air optimum. Perubahan kekuatan dibedakan menjadi tiga zona, yaitu zona aktif, inert dan detoerioration. Pada zona aktif, kekuatan meningkat dengan meningkatnya kandungan CCR untuk semua rasio CCR:FA. Penambahan FA (sebagai pengganti CCR) tidakmeningkatkan kekuatan secara signifikan sebab penambahan Ca(OH)2digunakan oleh material pozalan alami tanahuntuk membentuk reaksi pozolanik. Zona aktif dapat ditentukan dengan metode CCR fixation point yang dapatdiperoleh dengan pengujian indeks sederhana (pengujian indeks plastisitas). Pada penelitian ini digunakan kadarCCR 7%. FA sebagai pengganti CCR efektif pada kandungan CCR lebih besar dari kandungan CCR zona aktif, ketika material pozolan alami tidak mencukupi untuk bereaksi dengan Ca (OH)2.

Kampala & Harpibulsuk (2013) meneliti sifat teknik dari lempung berlanau yang distabilisasi dengan limbah kapur karbit (CCR). Kadar CCR yang diperlukan untuk stabilisasi ditentukan dengan CCR fixation point. CCR fixation point menunjukan kapasitas lempung untuk menyerap ion Ca2+ dan bereaksi dengan Ca(OH)2. Kadar air optimum digunakan untuk membuat campuran lempung berlanau dan CCR. Kadar air yang lebih kecil dari kadar air optimum tidak mencukupi untuk terjadinya reaksi pozolanik. Tanah yang distabilisasi dengan CCR memiliki kekuatan yang lebih besar dibandingkan dengan yang distabilisasi dengan kapur. Hal ini disebabkan karena CCR mengandung material pozolanik (SiO2, Al2O3, dan Fe2O3) sekitar 12,3%. Penggunaan CCR sebagai bahan tambah stabilisasi jugalebih baik ditinjau dari segi teknik, ekonomi, dan lingkungan.

Hatmoko (2003), menggunakan bahan abu ampas tebu untuk stabilisator tanah lempung ekspansif. Hasil pengujian komposisi abu ampas tebu menunjukkan prosentase unsur-unsur sebagai berikut: SiO2 (48%), Al2O3 (19%), Fe2O3 (10%), CaO(4,5%), MgO(2,05%), Na2O3(1,3%), K2O(0,2%), dan HP(18,9%). Pada penelitian tersebut, sebelum lempung dicampur dengan abu ampas tebu ditambahklan terlebih dahulu tanah pasir sebesar 7,5% berat kering, baru kemudian dicampur dengan abu ampas tebu dengan prosentase : 2,5; 5; 7,5; 10; 12,5 dan 15%. Pengujian laboratorium yang dilakukan adalah pengujian batas-batas konsistensi, potensi pengembangan, opengujian CBR dan pengujian tekan bebas. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penambahan abu ampas tebu meurunkan indeks plastisitas dan potensi pengem bangan pada kadar abu ampas tebu 12,5%. Sedangkan nilai kepdatan kering tertinggi dicapai pada kadar abu ampas tebu yang sama (12,5%).

Nagaraj & Miura (2002) menunjukkan bahwa karekteristik tegangan-regangan sangat tergantung pada derajat sementasi. Hal senada juga dilaporkan oleh (Horpibulsuk & Miura .2001). Hanya saja yang terakhir menambahkan faktor air semen di dalam menganalisis tegangan-regangannya. Hsieh,S., et.al. 2003. mempraktekan jet-grouting untuk mengurangi gerakan horisontal dinding diapragma pada penggalian basemen setinggi 6 tingkat. Berdasarkan pengalaman di lapangan , bangunan yang berdekatan dengan galian basemen mengalami setelmen yang masih pada interval toleransi, namun displasemen cukup besar sehingga pada lokasi-lokasi tertentu di terapkan jet-grouting untuk meningkatkan tekanan efektif sehingga pergerakan tanah dapat dikurangi.

Diana,dkk. (2012). menyajikan hasil penelitian penggunaan abu sekam padi + limbah karbit untuk meningkatkan kuat tekan bebas tanah lempung. Limbah karbit yang digunakan sebesar 8% dari berat kering tanah. Perbandingan limbah karbit dengan abu sekam padi adalah : 30:70; 50:50, dan 70:30%. Pada berbandingan 50 : 50 menghasilkan kenaikan kuat tekan bebas 2 kali lipat dari tanah yang tidak distabilisasi. Penelitian serupa dilakukan oleh ybs. (Diana. 2013) namun besaran yang diukur adalah kuat tarik belah. Komposisi campuran limbah karbit : abu sekam padi 50 : 50, menghasilkan kuat tarik 84% lebih tinggi dari pada tanah yang tidak distabilisasi.

1.3. Metode Penelitian

TS-50

Abu sekam padi / rice husk ash (RHA) diambil dari daerah pertanian Kabupaten Wonogiri , propinsi Jawa Tengah(Gambar 1). Sedangkan tanah terdiri atas 2 jenis tanah yaitu pasir dan lempung. Pasir diambil dari Sungai Krasak, Kabupaten Magelang,propinsi Jawa Tengah; lempung diambil dari Kabupaten Wonogiri bagian barat. Kapur padam Ca(OH)2 diambil dari tempat pembakaran kapur di Kecamatan Manyaran, Kabupaten Wonogiri, propinsi Jawa Tengah.

Gambar 1. Pembakaran Abu Sekam Padi

1.3.2 Standard Pengujian

Standard pengujian mengunakan ASTM, AASHTO maupun SNI. Pengujian Indeks properties (AASHTO T89-68 dan T90-70 ; ASTM D423-66; D424-59; AASHTO T92-T89-68, dan ASRM D427-61.). Analisis saringan (AASHTO T87-70 ; AASHTO T88-70 ;ASTM D421-58 dan D422-63. AASHTO T87-70, T88-70, dan ASTM D421-59, dan D422-63). Penguja pemadatan (SNI 1742 : 2008, AASHTO T 99 – 01 ). Pengujian tekan bebas (: ASTM D 2166 ; SNI 03-3638-1994; AASHTO T 208 – 70). Pengujian geser (SNI 2813 : 2008, atau ASTM D 3080-90), dan SNI 03 – 2815-1992 atau ASTM D 2664 – 86/ ASTM D 2850 – 87 ). Gambar 2.menunjukkan sampel tanah yang siap diuji, dan Tabel 1.adalah pemberian symbol pada campuran tanah yang diuji.

Gambar 2. Sampel tanah siap diuji Tabel 1.Pengujian Sampel : RHA + Tanah

No. Campuran Simbol % RHA (A) % Lempung(L) % Pasir(P) 1 2 3 4 5 6 7 8 9 0 25 50 75 100 0 25 50 75 100 75 50 25 0 100 75 50 25 L100 A25L75 A50L50 A75L25 A100 P100 A25P75 A50P50 A75P25

TS-51

Kandungan serat polyester dibuat tetap sebesar 1,2% berat kering tanah. Angka tersebut diambil dari studi terdahulu (Sulistyo. 2013) yang pada kadar serat tersebut parameter geser tanah naik dengan angka yang cukup signifikans. Pada dasarnya pengujian yang dilakukan pada tanah + RHA + Serat sama dengan tanah + RHA.

Pengujian : Tanah + RHA + Kapur

Pengaruh kapur sendiri pada campuran tanah + RHA akan dilakukan hanya dengan pengujian tekan bebas pada tanah + RHA dengan kandungan kapur : 0, 4%, dan 8% dan diperam dalam jangka waktu : 0, 14, 28, dan 56 hari. Masing-masing variasi diperlukan minimum 3 buah sampel. Terminologi yang digunakan pada campuran: Tanah + RHA + Kapur adalah sebagai berikut. Misal campuran : RHA 25% + Lempung 75% + kapur 4 % diberi simbul : A25P75K4. Contoh lain : RHA 50% + Pasir 50% + Kapur 8% diberi simbul : A50P50K8 dan seterusnya. Dengan demikian akan diperoleh 6 x 2 = 12 variasi. Untuk masing-masing variasi diperlukan masa peram : 0( sudah dilakukan pengujian sebelumnya), 14, 28, dan 56 hari.

Pengujian : Tanah + RHA + Kapur + Serat 1,2%

Untuk mengetahui pengaruh serat polyester dan stabilisasi dengan kapur pada tanah + RHA, dilakukan pengujian tekan bebas pada tanah + RHA dengan kadar semen terbaik pada percobaan sebelumnya ditambah dengan serat polyester sebesar 1,2% . Persiapan sampel sama dengan percobaan sebelumnya dan disimpan dengan masa penyimpanan 14, 28, dan 56 hari.

2. HASIL DAN PEMBAHASAN 2.1. Lempung

Tanah lempung diambil dari Kabupaten Wonogiri Tanah lempung diambil dari daerah Kabupaten Wonogiri propinsi Jawa Tengah , dengan hasil bebagai pengujian dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Hasil pengujian tanah lempung

Parameter/besaran Hasil

Kadar air (w) Berat Jenis (Gs) Berat volume basah Fraksi halus ( lolos # No. @

200)

Berat volume kering Batas cair (wL) Batas Plastis (PL) Indeks Plastisitas (PI)

Warna 23% 2,66 1,73 gr/cc 65% 1,5 gr/cc 78% 40% 38% Coklat tua

Dari tabel tersebut, tanah lempung memiliki fraksi halus sedang, indeks plasatisitas tinggi. Fraksi halus lebih kecil 90% dan indeks plastisitas lebih besar 35% dapat digolongkan sebagai tanah lempung dengan potensi dan tekanan pengembangan sedang. Jika indikatornya adalah prosentase fraksi halus , lempung tersebut digolongkan sebagai lempung dengan potensi pengembangan tinggi .

2.2. Pasir

Pasir sampel adalah pasir dengan kepadatan sedang (Dr = 76%) dan bergradasi baik (SP) yang ditunjukkan oleh koefisien keseragaman (Cu = 6,2 lebih besar 6) dan koefisien kelengkungan (Cc = 1,25 diantara 1 dan 3). Pasir bergradasi baik masih menyisakan rongga-rongga diantara butirannya, sehingga sangat dimungkinkan masuknya material- material pengisi termasuk bahan stabilisator yang dalam hal ini abu sekam padi.

2.3. Kimia Abu Sekam Padi

Unsur-unsur kimia yang diharapkan pada abu ampas tebu adalah : Al2O3, SiO2, CaO, CaCO3, dan karbon (C). Penelitian kimia dilakukan di Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kegunungapian (BPPTK) DIY di Jalan Kapas No. 15 Yogyakarta. Unsur abu ampas tebu didominasi oleh Silikat (SiO2), dengan kadar kapur aktif (CaO) cukup rendah. Kadar silikat tersebut akan menambah prosentase yang cukup besar pada tanah lempung, namun dengan kadar CaO yang rendah tidak akan terjadi reaksi pozolanic. Hatmoko, 2003, terlihat bahwa penambahan abu ampas tebu saja pada tanah lempung ekspansif tidak meningkatkan nilai tekan bebas yang cukup berarti karena tidak terjadi reaksi pozolanic yang dapat meningkatkan kuat geser tanah tersebut. Hatmoko & Lulie,

2005 melakukan penelitian mengenai kuat tekan bebas tanah ekspansif yang distabilisasi dengan abu ampas tebu

TS-52

pengembangan dengan angka yang cukup berarti. Potensi pengembangan turun dari 12% ke 1,12% , sedangkan tekanan pengembangan turun dari 340 kPa ke 105 kPa, pada tanah dengan kadar kapur 10%. Disamping itu, kepadatan maksimum meningkat dan dicapai nilai maksimum pada kadar kapur 4%. Kuat tekan bebas selalu naik dengan kenaikan prosentase abu ampas tebu. Pada kadar abu ampas tebu 12,5% dicapai kuat tekan bebas maksimum yang kemudian menurun. Sehingga pada penelitian inipun tetap ditambahkan kapur pada stabilisasi tanah .

2.4. Kimia Kapur

Kapur untuk penelitian ini diambil dari lokasi pengambilan sampel ,Kecamatan Manyaran Kabupaten Wonogiri, Jawa Tengah. Hasil menunjukkan bahwa kadar CaO sebesar 57,50% prosentase fraksi halus atau lolos saringan # 200 sebesar 98,36% memenuhi syarat ASTM 1994. Untuk stabilisasi tanah dengan kapur disyaratkan bahwa kadar CaO tidak boleh kurang dari 60%, dengan butiran lolos saringan # 200 antara 70 – 100%.

2.5. Pemadatan

Hasil pemadatan tanah + RHA tanpa dan dengan tulangan. Hasil pengujian pemadatan tanah yang dicampur dengan RHA tanpa tulangan maupun dengan tulangan dapat dilihat pada Tabel 3 untuk tanah pasir dan Tabel 4 untuk tanah lempung. Kapur yang kaya akan kadar CaO dan MgO, jika dicampurkan pada tanah lempung terjadi reaksi pertukaran ion-ion positif. Ion-ion Ca++ dan Mg++ bertukar tempat dengan ion-ion Na+ (sodium) dan K+ (potassium) yang berada di dalam tanah lempung. Pertukaran ion-ion positif tersebut menurunkan indeks plastisitas yang diikuti oleh penurunan potensi pengembangan tanah. Disamping itu, adanya petukaran ion-ion tersebut akan menyebabkan terjadinya butiran yang lebih besar ( flokulasi ) yang akan meningkatkan kuat tekan maupun kuat geser tanah. Dalam jangka waktu tertentu terurainya kapur menjadi Ca++ dan (OH)-2 menyebabkan terjadinya reaksi posolanik karena ion Ca++ akan mengikat silika (SiO2) dan (Al2O3) yang termuat didalam abu sekam padi. Pada jangka menengah ,kurang lebih 14 s.d. 28 hari, akan terjadi C-S-H ( kalsium silika hidrat) dan C-A-H ( kalsium aluminat hidrat); sedangkan pada jangka panjang ( 28 s.d. 50 hari) akan terjadi C-A-S-H ( kalsium aluminat silikat hidrat).

Gambar 3. Hasil pengujian pemadatan tanah +RHA

Penambahan RHA menurunkan kadar air optimum dan meningkatkan kepadatan maksimum walaupun dengan besaran yang tidak berarti. Penurunan kadar air disebabkan oleh penyerapan air yang terkandung didalam tanah oleh RHA, sedangkan peningkatan kepadatan disebabkan oleh sementasi. Peningkatan yang tidak signifikans disebabkan sementasi yang terjadi tidak berlebih. Penambahan tulangan pada tanah + RHA tidak banyak berpengaruh baik terhadap penurunan kadar air optimum maupun peningkatan kepadatan maksimum. Kadar air tanah + RHA tidak turun secara signifikans disebabkan oleh sifat tulangan serat polyester yang tidak menyerap air. Sedangkan kepadatan maksimum tidak meningkat banyak disebabkan oleh orientasi serat yang cenderung bersifat geser.

Dari pengujian pemadatan pada berbagai jenis tanah , penambahan tulangan pada tanah pasir tidak meningkatkan kepadatan maksimum. Ada peningkatan kepadatan, namun tidak cukup signifikans. Berbeda dengan tanah pasir, penambahan RHA pada tanah lempung menurunkan nilai kadar air dan meningkatkan kepadatan maksimum dengan angka yang cukup berarti. Kadar air optimum turun dari 33% pada tanah asli L100 menjadi 22,30% pada tanah dengan kadar RHA 75% ( A75L25). Hal tersebut menunjukkan bahwa penyerapan air

oleh RHA lebih efektif pada tanah lempung dibanding pada tanah pasir. Kepadatan juga ada penigkatan yang cukup berarti dari 13,2 kN/m3 pada tanah asli (L100) menjadi 16,30 kN/m3 pada tanah yang dicampur 75% RHA

0 5 10 15 20 0 10 20 MDD (K n /M2 )

Masa peram (hari)

Peningkatan MDD vs. Masa