• Tidak ada hasil yang ditemukan

qut,To

A

1 exp

Bln

 

t



ln ...(1) Dimana:

t = waktu pemeraman dalam hari

qu(t,To)= kuat tekan bebas pada waktu peram t, temperatur To A dan B = konstan tanpa satuan

Menurut Chitambira (2004) dan Marzano (2009), konstanta A dan B tidak hanya tergantung pada tanah lempung dan semen saja , tetapi juga tergantung pada prosentase semen pada campuran lempung + semen.

Gambar 7. Kuat tekan bebas pada suhu ruangan 0 50 100 150 200 250 300 0 20 40 60 80 K u at t ek an b eb as ( k P a)

Waktu peram (hari)

Kuat tekan bebas tanah S-9

T=25 der T = 31 der 0 50 100 150 200 250 0 50 100 K u at t ek an b eb as ( k P a)

Waktu peram (hari)

Perilaku kuat tekan bebas

TS-64

Gambar 5 menunjukkan perilaku kuat tekanbebas tanah lempung yang distabilisasi dengan semen. Hasil penelitian untuk tanah S-0, S-3, S-6 , S-9, S-12 dan S-15 berperilaku mirip dengan hasil penelitian sebelumnya ( Chitambira, 2004).

Pengaruh suhu pemeraman pada kuat tekan bebas

Gambar 1 sampai dengan Gambar 4 menunjukkan bahwa sebuah sampel tanah dengan waktu pemeraman yang sama menunjukkan peningkatan kuat tekan bebas pada temperatur pemeraman yang berbeda. Yang lebih penting adalah bahwa dari gambar tersebut terlihat bahwa pada waktu pemeraman 56 hari masih menunjukkan kecenderungan peningkatan, oleh sebab itu pada temperatur pemeraman yang lebih tinggi memberikan peningkatan kuat tekan bebas dalam jangka pendek melainkan pada jangka panjang. Perilaku tersebut berbeda dengan perilaku beton dan mortar, sebab hidrasi semen yang meningkatkan kekuatan beton oleh adanya sementasi hanya melibatkan semen dan air yang terjadi dalam jangka pendek. Sedangkan pada lempung-semen terjadi reaksi posolanik baik jangka pendek dan jangka panjang.

Semua tanah lempung yang distabilisasi dengan semen mengandung kalsium hudroksida, Ca(OH)2 dengan jumlah yang jauh lebih kecil jika dibandingkan dengan kandungan kalsium hidroksida yang diperoleh dari sementasi. Hal tersebut menunjukkan bahwa kalsium hidroksida yang diturunkan dari hidrasi semen berperan didalam reaksi dengan partikel lempung yang disebut dengan reaksi posolanik ( Baghdadi 1982; Chew et al. 2004). Pada temperature tinggi, terjadi hidrasi semen dengan jumlah yang lebih tinggi pada waktu pemeraman yang sama, hal tersebut akan memproduksi Ca(OH)2 dalam jumlah yang lebih banyak pada tanah lempung yang distabilisasi dengan semen. Oleh sebab itu kalsium hidroksida bebas akan dipeoleh lebih banyak jika reaksi posolanik tidak terjadi. Namun demikian, Noble dan Plaster (1980) melaporkan bahwa jumlah Ca(OH)2 bebas lebih banyak pada suhu 25OC dibanding pada suhu pemeraman 79OC pada waktu pemeraman yang sama. Hal tersebut dibaca dengan

X-ray defraction pada waktu pemeraman 43 dan 100 hari. Dengan dmikian Ca(OH)2 hanya dikonsumsi jika reaksi posolanik terjadi, temuan tersebut menunjukkan bahwa semakin tinggi suhu pemeraman meningkatkan jumlan Ca(OH)2 bebas yang mempercepat terjadinya reaksi posolanik yang pada akhirnya meningkatkan kuat geser lempung yang distabilisasi dengan semen. Namun demikian pertanyaan yang timbul adalah bagaimana jika kadar semen didalam tanah rendah yang berakibat pada suplai Ca(OH)2 juga berkurang yang dalam jangka panjang reaksi posolanik akan terhenti?. Hal tersebut dapat diatasi oleh adanya disosiasi silikat dan aluminat yang memproduksi reaktan dalam jangka panjang, dengan kata lain, kuat geser tanah lempung yang distabilisasi dengan semen akan teruds meningkat sebab jumlah Ca(OH)2 bebas yang sama akan terjadi pada temperature tinggi. Namun demikian, hal tersebut harus diapresiasi bahwa disosiasi silikat dan aluminat dari partikel lempung dan proses reaksi posolanik memerlukan derajat keasaman (pH) tinggi pada lingkungannya (Baghdadi 1982). Hal tersebut menyarankan bahwa sejumlah tertentu Ca(OH)2 dikonsumsi pada reaksi posolanik, penurunan pH menyebabkan diusosiasi silikat dan aluminat pada partikel tanah lempung terhenti, yang berakibat pada terhentinya reaksi posolanik. Disamping itu, pH yang Ca(OH)2 untuk berpartisipasi didalam reaksi posolanik.

Tanah lempung yang distabilisasi dengan semen, kuat tekan bebas meningkat pada waktu pemeraman singkat ataupun panjang dengan temperature pemeraman tinggi dapat dijelaskan sebagai berikut. Pertama, pada waktu peram tertentu, peningkatan kuat tekan oleh meningkatnya temperature pemeraman disebabkan tidak hanya oleh tingginya hidrasi semen namun juga oleh terjadinya reaksi posolanik yang intensif. Kedua, tanah lempung yangdistabilisasi dengan semen yang diperam pada temperature tinggi kuat tekan bebasnya meningkat dengan menghasilkan unsur-unsur posolanik. Perlu diperhatikan juga bahwa peningkatan kuat tekan bebas oleh tingginya temperature pemeraman tidak berlaku pada tanah yang mengandung unsur organik tinggi, sebagai contoh tanah gambut (peat). Hernandez - Martinez (2006) menemukan bahwa kuat tekan berbanding terbalik dengan temperature pemeraman pada tanah gambut yang distabilisasi dengan semen. Temuan tersebu berkebalikan dengan perilaku tanah lempung (inorganic) yang distabilisasi dengan semen pada studi ini lempung Wates dengan kandungan organik (Tabel 1). Hal tersebut memberi sinyal bahwa kandungan organic pada tanah sangat berpengaruh pada kuat tekan bebas tanah yang distabilisasi dengan semen. Fenomena tersebut dapat dijelaskan bahwa asam yang terkandung pada unsur organik bereaksi dengan Ca(OH)2 yang diproduksi pada hidrasi semen. Pada temperature tinggi, reaksi asam dengan Ca(OH)2 menetralisir reaksi posolanik yang terjadi.

4. KESIMPULAN

Serangkaian eksperimen dan studi pustaka berbagai referensi terkait dengan stabilisasi tanah lempung maupun tanah granular dengan berbagai waktu pemeraman dan suhu pemeraman yang berbeda sudah dilakukan . Pengujian mekanika tanah yang dilakukan adalah pengujian tekan bebas sebagai satu-satunya parameter pengukuran kuat tekan/geser tanah lempung yang distabilisasi dengan semen. Oleh sebab itu berikut adalah beberapa kesimpulan yang diperoleh dalam penelitian ini.

TS-65

[1] Kuat tekan bebas tanah lempung anorganik yang distabilisasi dengan semen meningkat dengan bertambahnya suhu pemeraman pada waktu pemeraman yang sama.

[2] Pada waktu pemeraman yang sama, peningkatan kuat tekan bebas oleh meningkatnya temperatur pemeraman tidak hanya disebabkan oleh tingginya derajat sementasi, tetapi juga oleh reaksi posolanik. [3] Tanah lempung yang distabilisasi dengan semen pada temperatur tinggi meningkatkan kuat tekan bebas

dengan memproduksi unsur-unsur posolanik.

[4] Tidak seperti pada tanah lempung inorganik, tanah organik yang distabilsasi dengan semen kuat tekan nya menurun dengan meningkatnya suhu pemeraman.

[5] Pada kandungan semen rendah, reaksi posolanik tetap berlangsung oleh adanya disosiasi silikat dan aluminat pada temperatur tinggi.

[6] Kadar air pada saat pencampuran berpengaruh pada hasil kuat tekan bebas walaupun waktu dan suhu pemeraman sama.

UCAPAN TERIMAKASIH

Peneliti mengucapkan banyak terima kasih kepada Lembaga Penelitian dan Pengabdian pada Masyarakat Universitas Yogyakarta atas biaya yang diberikan untuk penelitian ini. Ucapan terima kasih juga disampakan kepada Dekan Fakultas Teknik Universitas Atma Jaya Yogyakarta atas fasilitas Laboratorium yang disediakan untuk penelitian ini.

DAFTAR PUSTAKA

Bergado, D.T., Ruenkrairergsa, T., Taesiri, Y., and Ballasubramaniam, A.S.1999. Soft ground improvement in lowland and other environment. Ground Improvement Journal, 3(3), 145 - 162

Brooms, B.B. 1984. Deep soil mixing to reduce embankment-settlement. Proceeding Seminar of Soil Improvement

and Construction Techniques in Soft Ground, Nanyang Technological Institutes, Singapore.

Brooms, B.B.1986. Stabilization of Soft Clay with Lime and Cement Columns in South East Asia. Applied

Research Project RP10/83, Nanyang Technological Institutes, Singapore.

Bowles.J.E. 1990. Engineering Properties of Soils and Their Measurement. Mc. GrawHill Book Company, New York

Chew, S.H., Kamruzzaman, A.H.M., and Lee, F.H. 2004. Physico chemical and engineering behavior of cement treated clays. Journal of Geotechnical and Geoenvironmental Engineering.10.(106)/(ASCE)1090-0241(2004)130:7(696), 696-706

Chitambira, B. 2004. Accelerated aging of cemenet stabilized contaminated soils with elevated temperature. Ph.D thesis, the University of Cambridge, Cambridge, U.K.

Chitambira, B., Al-Tabaa, A., Perera, A.S.R., and Yu, X.D. 2007. The activation energy of stabilized contaminatedsoils. Journal of Hazards Matter, 141(2), 422 – 429.

Chiu, C.I., Zhu, W., and Zhang, C.L. 2008. Yielding and shear behavior of cement-treated dredged materials. Engineering Geology., 103(1), 1 - 12

Clough, C.R.I 1981. Cemented sands under static loading. Journal of Geotechnical Engineering No. 107 vol. 6, pp. 799-817.

Consoli, N.C. 2001. Behavior of compacted soil-fly ash-cement mixture. Journal of Geotechnical and Geoenvironmental Engineering, Vol.127, No.9

Dano, C. 2004. Engineering Properties of Grouted Sands. Journal of Geotechnical and Geoenvironmental Engineering,Vol.130, No.3, March 2004.

Dermatas, D., Dutko, P., Balorda-Barone, J., and Moon, D.H. 2003. Evaluation s of engineering properties of cement treated Hudson-River dredged sediments for reuse of fill materials. Journal of Marine Environmental Engineering., 7(2), 101 - 123

Dupas, J., and Pecker, A. 1979. Static properties of sand cements. Journal of Geotechnical Engineering Division, ASCE, 105(3), 419 – 436.

Hatmoko, J.T. 2005. Stabilisasi Tanah Lempung Ekspansive dengan Abu ampas Tebu. Laporan Penelitian, Lembaga Penelitian Universitas Atma Jaya Yogyakarta

Hatmoko, J.T. dan Lulie, Y. 2007. Perilaku Tanah Pasir tersementasi tiruan di dalam alat uji Triaksial. Laporan

Penelitian, Lembaga Penelitian Universitas Atma Jaya Yogyakarta

Hatmoko, J.T., dan Suryadharma, H.Y. 2014. Effek suhu pembakaran abu ampas tebu pada kuat tekan bebas tanah ekspansif yang distabilisasi dengan kapur dan abu ampas tebu. Laporan study. LPPM Universitas Atma Jaya Yogyakarta

Hosihiya, M. and Mandal, J.N.1984. Metallic Powders in Reinforced Earth. J. of Geotechnical Engineering, Vol. 110, No. 10, October 1984, ASCE, pp. 1507-1511

TS-66

Holtz, D.M. 1991. Lime Stabilisation on Silty-clay. Journal of Geotechnical Engineering.

Horpibulsuk, S., Miura, N., and Nagaraj, T.S. 2003. Assessment of strength development in cement-admixed high water content clays with Abram’s Law as a basis. Geotechnique , 53(4), 439-444.

Horpibulsuk, S., Miura, N., and Nagaraj, T.S. 2005. Clay- water/cement ratio identity for cement admixed soft clays. Journal of Geotechnical and Geoenvironmental Engineering10.1061/(ASCE)1090-0241(2005)131: 2(187), 187-192

Horpibulsuk, S., Rachan, R., and Suddeepong, A. 2011. Assessment of strength development in blended cement admixed Bangkok clay. Construction Building Materials, 25(4), 1521- 1531

Kamon, M., and Bergado, D.T. 1991. Ground Improvement Techniques. Proceeding of 9th Asian Regional Conference on Soil Mechanics and Foundation Engineering, Bangkok, Thailand, Vol. 2, 526 - 534

Kezdi, A. (1979). Stabilized Earth Roads. Elsevier Scientific Publishing Company, New York.

Kitazume, M., and Satoh, T. 2005. Quality control in Central Japan International Airport construction. Proceeding

of International Civil Engineering Ground Improvement., 9(2), 59 - 66

Kokusho, T. 2004. Undrained Shear Strength of Granular Soils with Different Particle Gradation. Journal of

Geotechnical and Geoenvironmental Engineering, Vol.130, No. 6

Kasama, K.,Ochiai, H., and Yasufuku, N. 2000. On the Stress-Strain Behaviour of lightly Cemented Clay based on extended critical-state concept. Soils and Foundation, vol. 40, No. 5, pp. 37 – 47.

Lee, F.H.,Lee, Y., Chew, S.H., and Young, K.Y.2005. “Strength and modulus of marine clay-cement mixing.

Journal of Geotechnical and Geoenvironmental Engineering’ 10.1061/(ASCE)1090-0241(2005)131:

2(178), 178-186

Leroueil, S. and Vaughan, P.R. 1990. The general and congruent effects of structure in natural soil and weak rocks. Geotechnique, London Vol.40, no.3 pp. 467-488.

Lorenzo, A.G, and Bergado, T.D. 2004. Foundamental parameters of Cement Admixed Clay. Journal of

Geotechnical and Geoenvironmental Engineering, Vol.130, No.10, October 2004.

Lu, Y.T., Tan, T.S., Phoon, K.K. 2011. “Curing temperature on strength development of cement treated Singapore marine clay: A discussion on Arrhenius equation based maturity model and its application.” Proceeding

Advances in Ground Technology and Geo-Information, Research Publishing Services, Singapore,

261-269.

Marzano, I.P., Al-Tabbaa, A., and Grisolia, M. 2009. Influence of curing temperature on the strength of cement-stabilized artificial clay. Proc., 2nd Int. Workshop on Geotechnics of Soft Soils- Focused on Groud Improvement, Taylor and Francis, London, 257 – 262.

Miller, A. and Roycroft, A. 2004. Compaction Grouting Test Program for Liquefaction Control. Journal of

Geotechnical and Geoenvironmental Engineering, Vol.130, No.4

Miura, N., Horpibulsuk, S., and Nagaraj, T.S. 2001. Engineering behavior of cement stabilized clay at high water content. Soils and Foundation 41(5), 33-45

Morohoshi, K. 2010. Design and long-term monitoring of Tokyo International Airport extension project constructed on super-soft ground. Geotechnique – Geology Engineering., 28(3), 223 - 232

Neville, A.M. 1996. Properties of Concrete, 4th edition, John Wiolley and Sons, New York.

Noble, D.F. , and Plaster, R.W. 1980. Reaction in Portland Cement – clay mixtures. Rep. No. VHRC 70-R13, Virginia Highway Research Council, Charlotteesville, PA

Petchgate, K., Sukmongkol, W., and Vottipreuex, P. 2001. Effect of height and diameter on the strength of cement stabilized of soft Bangkok clay. Journal of Geotechnical Engineering, ASCE, 31(3), 227 – 239. Rad, N.S., and Clough, G.W. 1982. The influence of cementation on the static and dynamic behaviour of sand.

Geotechnical Testing Journal, pp. 117 - 125

Schaefer. V.R., Abramson, L.W., Drumheller, J.C., and Shrap, K.D. 1997. Ground improvement, ground reinforcement and ground treatment. Geotechnical Special Publication No. 69, ASCE New York. Schnaid, F.Prietto, D.M. 2001. Characteristics of Cemented Sand in Triaxial Compression Journal of Geotechnical

and Geoenvironmental Engineering, Vol.127, No.10

Tan, T.S., Goh, T.L., and Young, K.Y. 2012. Properties of Singapore Marine clays improved by cement mixing.

Geotechnical Testing Journal. 25(4), hlm. 422-433.

Tang, Y.X., Miyazaki, Y., and Tsuchida, T. 2001. Practice of reused dredging by cement treatment. Soils and

Foundations 41(5), 129-143

Uddin, K., Ballasubramaniam, A.S., Bergado, D.T. 1997. Engineering Behavior of cement-treated Bangkok soft Clay. Journal of Geotechnical Engineering, ASCE, 28(1),hlm. 89 – 119.

Vardar, M., Huvaz.O. 2001. Assessing the Efficiency and Applicability of Contact Grouting in The Instanbul Subway. Bull Engineering Geology Environment Journal, Vol.60, hlm.13-17, 2001.

Venda Oliviera, J.,P., Correia, A.S., Lopes, J.S. 2014. Effect of Organic Matter Content and Binder Quality on the Uniaxial Creep Behavior of an Artificially Stablized Soil. Journal of Geotechnical and Geoenvironmental Engineering, DOI : 10.1061/(ASCE) GT.1943-5606.0001158, ASCE 2014

TS-67

Watabe, Y., Tsuchida, T., Furuno, T., and Yuassa, H. 2007. Mechanical characteristics of cement treated dredge soil utilized for waste reclamation landfill. Proceeding of Coastal geotechnical engineering in practice, 739 – 745, Bangkok

Wong. I.H., and Poh.T.Y. 2000. Effects of Jet Grouting on Adjacent Ground and Structures. Journal of

Geotechnical and Geoenvironmental Engineering, Vol.126, No.3

Yadu, L., Triphati, R.K.2011. Comparison of fly ash and rice husk ash stabilized black cotton soil International

Journal of Earth Science and Engineering, Vo. 4, No 06 , hlm. 42 – 45.

Yin, J.H., 2007. “Stress-strain characteristics of soft Hongkong marine deposits without or with cement treatment”,

Low Land Technology International Simpossium, 3(1), 1 -13.

Yun, J.M., Song, Y.S., Lee, J.H., and Kim, T.H. 2006. Strength characteristic of cement-stabilized surface layer in dredged and reclaimed clay, Korea. Marine Geotechnology. 24(1), 29-45

TS-68

APLIKASI VEKTOR BEBAN PENENTU LOKASI KERUSAKAN PADA