• Tidak ada hasil yang ditemukan

6 PERILAKU KOMUNIKASI PETANI SAYURAN DALAM MEMENUHI KEBUTUHAN INFORMASI PERTANIAN KEBUTUHAN INFORMASI PERTANIAN

5PEMENUHAN KEBUTUHAN INFORMASI PERTANIAN

6 PERILAKU KOMUNIKASI PETANI SAYURAN DALAM MEMENUHI KEBUTUHAN INFORMASI PERTANIAN KEBUTUHAN INFORMASI PERTANIAN

Abstrak

Perilaku komunikasi petani sayuran dalam memenuhi kebutuhan informasi pertanian sangat menentukan keberhasilan usahatani. Penelitian ini bertujuan untuk: 1) Menganalisis pengaruh perilaku komunikasi petani sayuran terhadap pemenuhan kebutuhan informasi pertanian, 2) Menganalisis perbedaan perilaku komunikasi petani sayuran di Kabupaten Tanggamus dan Kabupaten Lampung Barat.

Model penelitian ini adalah model penelitian kombinasi (mixed methods)

Concuren Explanatory Design. Penelitian diadakan di Kabupaten Tanggamus dan Kabupaten Lampung Barat yang merupakan kabupaten sentral produksi sayuran di Propinsi Lampung. Sampel diambil secara sengaja dengan teknik snowball :

Data dianalisis secara deskriptif dan inferensial dengan menggunakan SEM dan Mann Whitney. Hasil uji inferensial, pemenuhan kebutuhan informasi pertanian dipengaruhi oleh perilaku komunikasi terhadap sumber informasi TIK dan perilaku komunikasi terhadap sumber informasi konvensional. Tidak ada perbedaan perilaku komunikasi petani sayuran di Kabupaten Tanggamus dan Kabupaten Lampung Barat dalam menggunakan sumber informasi yang berbasis TIK. Perbedaan perilaku komunikasi hanya terdapat pada indikator arah komunikasi.

Kata kunci: informasi pertanian, perilaku komunikasi, petani. Pendahuluan

Perilaku komunikasi petani sayuran dalam memenuhi kebutuhan informasi pertanian sangat menentukan keberhasilan usahatani. Keberhasilan usahatani sayuran menentukan kesiapan petani dalam menghadapi tantangan era globalisasi ekonomi seperti AFTA (Asean Free Trade Area) dan APEC (Asia Pacific Economic Cooperation). Letak Provinsi Lampung yang merupakan pintu gerbang arus masuk dan keluar dari dan ke Pulau Jawa dan Sumatera sangat potensial menjadi salah satu terminal produk sayuran. Posisi strategis sektor pertanian di Provinsi Lampung terlihat dari sumbangannya pada Pendapatan Domestik Bruto Daerah (PDBD) tahun 2012 sebesar 35.9 persen dan 21.2 persen berasal dari sektor sayuran.

Data BPS Provinsi Lampung (2012) menempatkan Provinsi Lampung pada urutan keduabelas dalam hal produktivitas tanaman sayuran di Indonesia dengan produktivitas 48.45 kw/ha. Hal ini diduga karena rendahnya perilaku petani dalam memanfaatkan inovasi pertanian yang selama ini telah dikembangkan oleh lembaga-lembaga penelitian dan pengkajian.

Indonesia menempatkan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) sebagai salah satu fokus utama pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Perkembangan teknologi komunikasi dan informasi memberikan peluang yang

besar bagi petani untuk dapat memperoleh informasi pertanian dengan tepat waktu dan sesuai dengan kebutuhannya.

Peran TIK sangat diperlukan dalam sektor pertanian untuk peningkatan produktivitas usahatani yang dihasilkan. Petani memerlukan berbagai informasi di bidang pertanian, seperti: kebijakan pemerintah, hasil penelitian dari berbagai disiplin ilmu, pengalaman petani lain, serta informasi terkini mengenai prospek pasar yang berkaitan dengan sarana produksi dan produk pertanian. Pemanfaatan TIK dapat mengatasi masalah kekurangan akses informasi mengenai inovasi pertanian yang selama ini diperoleh dari sumber informasi konvensional. Penggunaan TIK dapat menggantikan beberapa bentuk komunikasi konvensional yang dilakukan sebelumnya. TIK dalam bidang pertanian dapat menyiapkan informasi pertanian yang dibutuhkan petani dengan tepat waktu dan sesuai kebutuhan. Hasil penelitian menunjukkan perkembangan teknologi komunikasi dan informasi di Asia menyebabkan berbagai perubahan di berbagai bidang seperti industri, agama, organisasi, dan pekerjaan, yang keseluruhannya berdampak pada perubahan sosial hubungan antar personal (Erwin 2009; Arja dan Marjaana 2008; David and Shalini 2011; Sumardjo et al. 2010).

Perilaku petani sayuran dalam menggunakan sumber informasi yang berbasis TIK di daerah pedesaan sangat diperlukan karena desa memiliki hak untuk menikmati kemudahan mengakses dan menggunakan informasi melalui TIK. Kehadiran internet yang digunakan untuk menyimpan, memproses dan mengakses informasi dapat berdampak pada pemenuhan kebutuhan informasi pertanian yang mengakibatkan perubahan dalam berbagai aspek kehidupan.

Perilaku seseorang untuk melakukan aktivitas komunikasi timbul karena adanya dorongan yang berasal dari dalam diri individu tersebut untuk melakukan tindakan melalui interaksi dengan lingkungan dapat sesuai dengan keinginannya. Asngari (2001) mengatakan perilaku komunikasi dari individu ada yang terlihat jelas (overt behaviour) dan ada juga yang tidak jelas (covert behaviour).

Penelitian ini bertujuan untuk

1) Menganalisis pengaruh perilaku komunikasi petani sayuran terhadap pemenuhan kebutuhan informasi pertanian.

2) Menganalisis perbedaan perilaku komunikasi petani sayuran. Metode Penelitian

Model penelitian kombinasi (Concuren Mixed Methods) digunakan dalam penelitian ini. Dua jenis data diukur dalam satu waktu, kemudian digabungkan menjadi satu informasi dalam interpretasi hasil keseluruhan. Peneliti menerapkan metode kuantitatif untuk mengetahui tujuan penelitian dan menindaklanjutinya dengan mewawancarai atau mengobservasi sejumlah individu untuk membantu menjelaskan lebih jauh hasil statistik yang sudah diperoleh, (Creswell and Plano Cark, 2007). Penelitian ini pada tahap awal baik dalam pengumpulan data maupun analisisnya menggunakan metode kuantitatif dan dilanjutkan dengan metode kualitatif. Metode kuantitatif digunakan untuk menganalisis pengaruh perilaku komunikasi petani sayuran terhadap pemenuhan kebutuhan informasi pertanian. Pengumpulan data dilakukan dengan metode survey dengan cara mengumpulkan data dari responden dengan menggunakan kuesioner. Metode kualitatif dilakukan

103

untuk memperkuat hasil penelitian kuantitatif. Penelitian kuantitatif dilakukan dengan metode survey deskriptif kausalitas. Metode kuantitatif digunakan untuk menguji hipotesis penelitian dan analisis deskriptif. Pengumpulan data dilakukan dengan metode survey dengan cara mengumpulkan data dari responden dengan menggunakan kuesioner.

Penelitian ini dilakukan di 16 desa yang memiliki keterjangkauan terhadap jaringan internet yaitu lima desa di Kecamatan Sumberrejo, tiga desa di Kecamatan Gisting Kabupaten Tanggamus dan empat desa di Kecamatan Balik Bukit dan empat desa di Kecamatan Sekincau Kabupaten Lampung Barat Provinsi Lampung. Pemilihan lokasi ditentukan secara sengaja dengan pertimbangan kedua kabupaten ini merupakan sentral produksi sayuran (baik itu buah-buahan, sayur- sayuran, dan tanaman hias) dan memiliki luas panen terbesar (BPS Propinsi Lampung 2012) dan telah mendapatkan alat pengolahan data cyber extension dari Pusluh Kementrian Pertanian RI pada tahun 2010-2011 (Sekretariat Badan Koordinasi Penyuluhan Pertanian, Perikanan, dan Kehutanan. Provinsi Lampung 2012). Penelitian dilakukan pada bulan Oktober 2014 sampai Januari 2015.

Populasi penelitian adalah petani sayuran yang berusahatani sayuran di Provinsi Lampung. Tanaman sayuran adalah tanaman semusim sehingga informasi yang didapatkan dari sumber informasi memungkinkan untuk diaplikasikan. Sampel adalah petani sayuran di Kabupaten Tanggamus dan Kabupaten Lampung Barat yang berusahatani sayuran. Sampel diambil secara sengaja dengan teknik snowball. Sampling sebanyak 180 orang telah memenuhi persyaratan minimal uji statistik SEM yaitu sebesar lima kali jumlah indikator (Kusnendi 2007; Wijayanto 2008; Haryono dan Wardoyo 2013). Penelitian ini memiliki 27 indikator.

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer adalah data yang diperoleh langsung dari responden melalui wawancara terstruktur dengan menggunakan kuesioner. Data primer meliputi perilaku komunikasi petani (Y1), dan data pemenuhan kebutuhan

informasi (Y2). Pengumpulan data primer dilakukan melalui:

1. Wawancara dengan menggunakan kuesioner. Kuesioner disusun berdasarkan sejumlah pertanyaan yang berhubungan dengan variabel-variabel penelitian. Pertanyaan-pertanyaan memiliki jawaban yang tertutup dan terbuka. Kuesioner memiliki skala ordinal dan rasio. Data yang memiliki pengukuran skala ordinal akan ditransformasikan ke skala interval atau ratio untuk kepentingan pengujian data statistik (Riduwan dan Akdon 2007).

2. Wawancara mendalam (indepth interview) yaitu tanya jawab yang lebih rinci kepada petani dan stakeholders yang berhubungan dengan penyebaran informasi pertanian tentang variabel-variabel dan hal-hal lain yang berhubungan dengan penelitian. Wawancara mendalam menggunakan kuesioner dan bertujuan untuk memperkuat dan memperdalam hasil wawancara.

3. FocusGroupDiscussion (FGD) atau diskusi kelompok terfokus adalah diskusi yang dilakukan untuk mendapatkan data-data atau pandangan kelompok tentang isue-isue yang berhubungan dengan penelitian. Pada FGD ini, setiap orang diberikan kebebasan untuk mengutarakan pendapat dan pemikirannya tentang materi yang didiskusikan.

4. Observasi yaitu pengamatan langsung yang dilakukan peneliti terhadap kehidupan sehari-hari petani terutama yang berhubungan dengan proses pemenuhan kebutuhan terhadap informasi pertanian

Data sekunder adalah data yang diperoleh dari instansi yang terkait dan hasil dari studi pustaka yang meliputi data geografis, data demografis, data sosial budaya dan ekonomi, dan lain-lain. Data dari instansi terkait dapat berasal dari pemerintahan provinsi dan kabupaten, Departemen Pertanian, Biro Pusat Statistik, Bakorluh, dan lain-lain. Pengumpulan data sekunder dilakukan dengan cara dokumentasi informasi yang dibutuhkan yang berhubungan dengan data profil kabupaten, kecamatan, dan desa, kebijakan-kebijakan yang dibuat dalam bentuk juknis dari pengelolaan teknologi informasi dan komunikasi.

Hasil dan Pembahasan

Pengaruh perilaku komunikasi terhadap pemenuhan kebutuhan informasi Pemenuhan kebutuhan informasi pertanian dipengaruhi oleh perilaku komunikasi terhadap sumber informasi TIK dan perilaku komunikasi terhadap sumber informasi konvensional. Pengaruh perilaku komunikasi terhadap pemenuhan kebutuhan informasi dapat terlihat pada Gambar 10 berikut:

Gambar 10 Model pengaruh perilaku komunikasi (Y1) terhadap pemenuhan

kebutuhan informasi (Y2)

Perilaku komunikasi menggunakan sumber informasi berbasis TIK memberikan sumbangan yang terbesar (0.89) terhadap pemenuhan kebutuhan informasi pertanian dibandingkan dengan perilaku komunikasi terhadap sumber informasi konvensional (0.40). Hal ini berarti pemenuhan kebutuhan informasi pertanian dapat ditingkatkan dengan meningkatkan perilaku komunikasi terhadap sumber informasi berbasis TIK. Model SEM pengaruh perilaku komunikasi (Y1)

terhadap pemenuhan kebutuhan informasi (Y2) pada α=0.05 terlihat nilai RMR

(Root Mean Square) sebesar 0.03 lebih kecil dari nilai Cutt off valuepada α=0.05. Artinya model cocok untuk menggambarkan adanya pengaruh perilaku komunikasi terhadap pemenuhan kebutuhan informasi pertanian. Nilai RMSEA (Root Mean Square Error of Approximation) sebesar 0.06<0.08 pada α=0.05 artinya model cocok menggambarkan pengaruh perilaku komunikasi terhadap pemenuhan kebutuhan informasi responden. Kriteria penentuan kecocokan model terdapat pada Tabel 32.

105

Tabel 32 Hasil kriteria kesesuaian model SEM

Goodness-of-Fit Cutt-off-Value Hasil Keteranga

n

Root Mean Square Residual (RMR) 0.05 atau 0.1 0.03 Good Fit

Root Mean Square Error of

Approximation (RMSEA) 0.08

0.06 Good Fit

Adjusted Goodness of Fit Index (AGFI) 0.90 0.96 Good Fit

Good of fit Index (GFI) 0.90 0.98 Good Fit

Perbedaan Perilaku Komunikasi Petani Sayuran

Perbedaan perilaku komunikasi petani sayuran dalam menggunakan sumber informasi berbasis TIK di Kabupaten Tanggamus dan Kabupaten Lampung Barat dianalisis secara inferensial dengan Uji Mann Whitney (Tabel 33).

Tabel 33 Nilai p value Uji Mann Whitney perbedaan perilaku komunikasi petani sayuran dalam menggunakan sumber informasi berbasis TIK di Kabupaten Tanggamus dan Kabupaten Lampung Barat.

No Indikator P value Uji Mann Whitney

Perilaku komunikasi TIK 0.573

1 Awal menggunakan: 0.515

a.Awal menggunakan HP berinternet 0.380

b.Awal menggunakan HP tidak berinternet 0.207

c.Awal menggunakan komputer berinternet 0.240

d.Awal menggunakan telecenter atau warnet 0.010**

2 Durasi menggunakan 0.445

a.Durasi menggunakan HP berinternet 0.029**

b.Durasi menggunakan HP tidak berinternet 0.374

c.Durasi menggunakan komputer berinternet 0.168

d.Durasi menggunakan telecenter atau warnet 0.003**

3. Frekuensi menggunakan 0.469

a.Frekuensi menggunakan HP berinternet 0.011**

b.Frekuensi menggunakan HP tidak beinternet 0.347

c.Frekuensi menggunakan komputer berinternet 0.052*

d.Frekuensi menggunakan telecenter atau warnet 0.018**

4. Arah komunikasi 0.011**

a.Arah komunikasi HP berinternet 1

b.Arah komunikasi HP tidak berinternet 0.253

c.Arah komunikasi komputer berinternet 0.062*

d.Arah komunikasi telecenter atau warnet 0.006**

5. Selektivitas informasi 0.289

a.Selektivitas informasi HP berinternet 0.000**

b.Selektivitas informasi HP tidak berinternet 0.222

c.Selektivitas informasi komputer berinternet 0.012**

d.Selektivitas informasi telecenter/warnet 0.203

Keterangan: **sangat berbeda pada taraf kepercayaan 99 persen *berbeda pada taraf kepercayaan 90 persen

Hasil uji Mann Whitney yang disajikan dalam Tabel 33 memperlihatkan tidak ada perbedaan perilaku komunikasi petani sayuran di Kabupaten Tanggamus dan Kabupaten Lampung Barat dalam menggunakan sumber informasi yang berbasis TIK. Nilai p value sebesar 0.573 lebih besar dari α= 0.01 mengindikasikan tidak ada perbedaan perilaku komunikasi petani sayuran dalam menggunakan sumber informasi berbasis TIK di Kabupaten Tanggamus dan Kabupaten Lampung Barat. Perbedaan hanya terlihat pada arah komunikasi. Nilai p value uji Mann Whitney untuk arah komunikasi sebesar 0.01 sama dengan

α=0.01 mengindikasikan ada perbedaan arah komunikasi petani dalam menggunakan TIK. Pengamatan di daerah penelitian menyimpulkan petani di Kabupaten Lampung Barat lebih aktif dalam berdiskusi dan berbagi informasi (sharing information) dibandingkan dengan petani di Kabupaten Tanggamus. Hasil wawancara mendalam dengan anggota KIPL@ di Kabupaten Lampung Barat menyimpulkan keberadaan kelompok sangat mendukung anggota untuk berinteraksi, bertukar pikiran, dan memperdalam informasi yang diperoleh.

Hasil penelitian menunjukkan adanya perbedaan penggunaan warnet telecenter dari setiap indikator perilaku komunikasi kecuali selektivitas pesan. Demikian juga dengan HP berinternet menunjukkan adanya perbedaan penggunaan HP berinternetdari setiap indikator perilaku komunikasi kecuali awal menggunakan dan arah komunikasi. Komputer berinternet juga menunjukkan adanya kecenderungan perbedaan penggunaan kecuali indikator awal menggunakan dan durasi.

Berdasarkan hasil wawancara dengan responden diketahui daya beli petani terhadap layanan TIK masih sangat rendah. Selain itu petani belum sepenuhnya berminat terhadap penggunaan maupun pemanfaatan layanan TIK karena kurangnya pengetahuan petani mengenai manfaat TIK. Hal ini terjadi karena minimnya edukasi mengenai pemanfaatan TIK di daerah penelitian. Informasi yang banyak dicari petani melalui cyber extension adalah informasi yang berhubungan dengan budidaya dan penangulangan hama penyakit. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Akinbile dan Alabi (2010) yang mengatakan perilaku nelayan dalam mengakses informasi dari sumber informasi berbasis TIK tidak rendah, tetapi mereka tidak mempunyai pengetahuan yang cukup tentang TIK. Seharusnya nelayan memiliki kepekaan tentang kepentingan dan kegunaan TIK.

Studi mengenai faktor yang efektif dalam menentukan penggunaan TIK yang dilakukan oleh Yegane et al. (2011) menyimpulkan pengenalan umum TIK sangat diperlukan dalam membentuk efektifitas pengguna TIK. Mulyandari (2011) menyimpulkan secara umum pemanfaatan cyber extension di daerah penelitian sangat rendah karena kurangnya kesadaran petani terhadap keberadaan dan manfaat cyber extension dan kurang berfungsinya kelompok sebagai media berbagi informasi dan pengetahuan dan ketidak siapan penyuluh sebagai pendamping petani dalam memanfaatkan cyber extension.

Kualitas sumber informasi pertanian juga sangat diperlukan untuk meningkatkan kemampuan petani dalam mengusahakan usahataninya. Hasil penelitian Tamba (2007) menunjukkan kemampuan petani dalam mengakses informasi pada umumnya masih rendah. Rendahnya kualitas sumber informasi dilihat dari ketersediaan sumber informasi pertanian yang terbatas seperti penyuluh pertanian, BPP, koperasi, dan kelompok tani. Ada keterbatasan kemampuan sumber informasi menyediakan informasi pertanian karena belum ada

107

institusi atau lembaga yang bertanggungjawab untuk mengolah dan menyediakan informasi pertanian dan kurangnya komitmen pemerintah dalam menyediakan informasi pertanian bagi petani. Hasil wawancara dengan petani terungkap bahwa keengganan petani menggunakan informasi berbasis TIK, karena informasi yang dibutuhkan petani sering kali tidak tersedia. Pada saat petani ingin mencari informasi mengenai usaha taninya, sering kali petani tidak menemukan informasi yang dibutuhkan. Oleh karena itu perlu penyediaan informasi pertanian yang berupa paket informasi inovatif.

Perilaku komunikasi petani dalam menggunakan sumber informasi berbasis TIK

Usahatani sayuran membutuhkan informasi pertanian yang dapat menunjang peningkatan produksi dan pendapatan petani. Untuk memenuhi kebutuhan akan informasi pertanian, petani menggunakan semua sumber informasi yang tersedia baik yang bersifat konvensional maupun yang berbasis TIK. Sumber informasi berbasis TIK di daerah penelitian mencakup HP berinternet, HP tidak berinternet, komputer berinternet dan warnet/telecenter. Namun demikian HP berinternet merupakan sumber informasi berbasis TIK yang digunakan oleh seluruh responden (Tabel 34).

Tabel 34 Jumlah petani per kabupaten berdasarkan kepemilikan sumber informasi berbasis TIK

Kepemilikan TIK

Jumlah petani per kabupaten Kabupaten

Tanggamus

Kabupaten

Lampung Barat Propinsi Jumlah Orang Persentase Jumlah Orang Persentase Jumlah Orang Persentase HP berinternet 75 41.67 105 58.33 180 100.0 HP berinternet dan komputer berinternet 26 14.4 25 13.9 51 28.3 HP berinternet dan Hp tidak berinternet 7 3.9 6 3.3 13 7.2 HP berinternet dan warnet/ telecenter 13 7.2 34 18.9 47 26.1 HP berinternet,

komputer berinternet dan Hp tidak berinternet

5 2.8 3 1.7 8 4.5

HP berinternet,

komputer berinternet dan warnet/ telecenter 5 2.8 5 2.8 10 5.6 HP berinternet, Hp tidak berinternet dan warnet/telecenter 2 1.1 1 0.5 3 1.6 HP berinternet, komputer berinternet, Hp tidak berinternet dan warnet/ telecenter

2 1.1 1 0.5 3 1.6

Penggunaan sumber informasi berbasis TIK di daerah penelitian belum maksimal. Penelitian Mukherjee (2009) mengatakan penggunaan TIK dalam pembangunan pedesaan tidak saja mempercepat proses pembangunan tetapi juga dapat mengatasi kesenjangan antara pendidikan dan teknologi. Beberapa program

pemerintah dapat membawa masyarakat pedesaan untuk menggunakan teknologi informasi dan dapat mengurangi biaya, meningkatkan transparansi dan menghemat waktu. Berbagai hasil penelitian mengenai pemanfaatan cyber extension oleh pelaku petani di Pulau Jawa sudah banyak dilakukan (Mulyandari 2011 dan Zahron 2013), namun tingkat pemanfaatan cyber extension masih relatif rendah karena kurangnya kesadaran petani terhadap keberadaan dan manfaat

cyber extension dan kurang berfungsinya kelompok sebagai media berbagi informasi dan pengetahuan, juga ketidaksiapan penyuluh sebagai pendamping petani dalam memanfaatkan cyber extension. Penting dilakukan penelitian mengenai pemanfaatan cyber extension di Propinsi Lampung yang memiliki ciri usahatani sayuran yang identik dengan Pulau Jawa. Secara rinci Tabel 34 digambarkan pada Gambar 11 berikut:

Keterangan: A=HP berinternet, B=Komputer berinternet, C=HP tidak berinternet, D=Warnet/telencer

Gambar 11 Jumlah petani berdasarkan kepemilikan TIK di Kabupaten Tanggamus dan Kabupaten Lampung Barat

Jenis sumber informasi berbasis TIK yang digunakan petani dalam memenuhi kebutuhan akan informasi 1-4 jenis yang dapat dilihat pada Gambar 12.

Gambar 12 Jenis kepemilikan teknologi informasi dan komunikasi

Kabupaten Tanggamus (n=75) Kabupaten Lampung Barat (n=105) Provinsi (n=180) Empat jenis 1.1 0.6 1.7 Tiga jenis 2.8 1.7 4.5 Dua jenis 11.1 25 36.1 Satu jenis 27.2 27.8 55 1.1 2.8 0.6 1.7 1.7 4.5 11.1 25 36.1 27.2 27.8 55 0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100

109

Gambar 12memperlihatkan semakin banyak jenis sumber informasi berbasis TIK yang digunakan untuk mencari informasi pertanian maka semakin sedikit persentasi jumlah petani yang menggunakannya. Servas (2008) mengatakan semakin banyak media komunikasi yang digunakan, maka semakin banyak informasi yang diperoleh. Greg dan Nancy (2013) mengatakan semakin banyak peralatan digital yang digunakan karyawan maka semakin tidak terbatas dan unik informasi yang tersedia dan karyawan semakin kreatif. Keterbatasan pemilikan media komunikasi di daerah penelitian menjadi kendala pemenuhan kebutuhan informasi pertanian. Gambar 12 juga memperlihatkan jumlah pemilikan sumber informasi pertanian berbasis TIK sama di Kabupaten Tanggamus dan Kabupaten Lampung Barat yaitu empat jenis. Warnet/telecenter lebih banyak digunakan oleh petani di Kabupaten Lampung Barat dibandingkan Kabupaten Tanggamus. Warnet/telecenter di Lampung Barat digunakan untuk tempat bertemu dan berdiskusi petani yang tergabung dalam Kipl@, karena anggota KIPL@ berasal dari berbagai desa. Hasil diskusi anggota KIPL@ disampaikan pada PPL dan petani di masing-masing desa. Petani sayuran belum sepenuhnya berminat terhadap penggunaan maupun pemanfaatan layanan. Hasil penelitian Aphunu dan Atoma (2011) di Nigeria mengatakan sebagian besar nelayan masih tergantung pada media radio, TV dan HP berinternet untuk kebutuhan informasi mereka. Kebijakan pemerintah tentang promosi TIK, perbaikan infrastruktur, pelatihan tentang penggunaan TIK seharusnya bisa dilakukan melalui pendekatan kelompok nelayan.

Hasil penelitian Maleki et all (2012) menyimpulkan penggunaan TIK memiliki pengaruh yang signifikan pada tahap belajar murid. Murid yang menggunakan TIK dalam belajar akan memiliki prestasi belajar yang baik dibandingkan murid yang tidak menggunakan TIK. Adekoya (2007) mengatakan untuk mengintegrasikan teknologi komputer dengan petani dilakukan model

Cyber Extension Communication (CEC) yang menempatkan sumber informasi sebagai pusat informasi yang menterjemahkan dan mengemas informasi yang ada dan menyebarluaskan ke petani melalui internet. Pemaknaan dan aplikasi informasi dilakukan melalui interaksi interpersonal. Model ini memiliki keuntungan dapat menerima informasi setiap saat, kaya informasi, cakupan informasi dari seluruh negara, memotong beberapa langkah proses tradisional, pendekatan berorientasi penerima, penerima aktif, dan penerima dapat memilih pesan.

Secara diskriptif penggunaan TIK untuk mencari informasi pertanian di daerah penelitian tergolong rendah untuk setiap indikator perilaku komunikasi petani. Hal ini terjadi karena TIK sebagai sumber informasi pertanian baru dikenal oleh 25.30 persen petani. Hal yang sama juga terjadi pada indikator durasi perilaku komunikasi yang tergolong sangat sebentar(92.70 persen responden) dan persentase terbesar indikator frekuensi. Berdasarkan hasil wawancara dengan responden diketahui rendahnya perilaku petani dalam menggunakan sumber informasi berbasis TIK karena daya beli petani terhadap layanan TIK masih sangat rendah (Gambar 13).

Gambar 13 Perilaku komunikasi petani sayuran terhadap penggunaan TIK di Provinsi Lampung

Bila dianalisis menurut jenis TIK, terlihat persentase terbesar perilaku komunikasi petani sayuran dalam katagori tinggi terdapat pada penggunaan HP berinternet untuk semua indikator. Petani lebih dahulu mengenal HP berinternet diikuti dengan warnet, HP tidak berinternet dan komputer berinternet untuk mencari informasi dari sumber informasi berbasis TIK. Durasi menggunakan TIK jenis lainnya tergolong rendah. Indikator frekuensi, arah dan selektivitas cukup tinggi untuk komputer berinternet dan warnet. Hasil wawancara mendalam dengan responden didapatkan pada saat mencari informasi melalui sumber informasi berbasis TIK, responden akan memilih informasi berdasarkan urutan konten yang timbul pada HP atau komputer. Perilaku komunikasi petani menggunakan sumber informasi berbasis TIK yang dalam kategori tinggi dapat dilihat pada Gambar 14.

Gambar 14 Perilaku komunikasi petani menggunakan TIK yang dalam katagori tinggi 0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100

awal durasi frekuensi arah selektivitas

38,3 27,2 78,3 93,3 54,4 52,25,6 1,71,7 1,1 5,6 1,1 10,6 35 35 hp komputer kom int warnet vcd/dvd

111

Petani yang menggunakan TIK untuk mencari informasi pertanian memberikan hasil bagi petani. Hasil penelitian Heong dkk (1998) mengatakan penggunaan media komunikasi mengakibatkan kebiasaan petani untuk menyemprot tanaman padi di Vietnam jadi berkurang. Hal serupa juga terjadi di India, manfaat dari TIK dapat membangun kapasitas pasar pertanian melalui cyber extension (Vivek 2011). Penelitian Viitanen (2005) menjelaskan TIK dapat memberikan sumbangan dalam penurunan tingkat kemiskinan, jika pesan yang diterima sesuai dengan kebutuhan masyarakat miskin. TIK dapat berperan sebagai alat untuk memperluas pembangunan sosial ekonomi jika digunakan dengan benar dan dapat meningkatkan kemampuan masyarakat miskin. Petani berpendapat internet tidak dapat berdiri sendiri tetapi harus dikembangkan dengan yang lain. Oleh sebab itu perlunya pengembangan komunikasi interpersonal untuk meningkatkan penggunaan internet.