• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perimbangan kekuatan Alutsista Indonesia dan Singapura

5. Pasal 5, Yurisdiksi dan Klaim

4.4.3. Perimbangan kekuatan Alutsista Indonesia dan Singapura

Jadi Dalam Peraturan Pelaksanaan antara Tentara Nasional Indonesia

dan Tentara Singapura untuk Daerah Militer di Indonesia tidak begitu lengkap yang meliputi operasi, adminitrasi dan teknis . Jadi ada beberapa kelemahan antara lain :

1) Dalam pasal 3 tidak ada aturan Daerah Bravo.

2) Dalam pasal 3 tentang operasi belum ada atau sejauh mana pelibatan Angkatan Darat, Laut dan Udara yang meliputi berbagai macam jenis peralatan dan senjata yang digunakan dan lamanya waktu latihan (Berapa hari) tersebut dalam setiap latihan.

3) Dalam pasal 4 organisasi, belum adanya struktur organisasi dan jumlah personil yang terlibat.

4) Dari segi Teknis belum dicantumkan tipe atau strategi latihan yang digunakan.

4.4.3. Perimbangan kekuatan Alutsista Indonesia dan Singapura.

Bila dilihat dari anggaran pertahanan antara Indonesia dan Singapura maka anggaran pertahanan Singapura 4 kali dari anggaran pertahanan Indonesia dimana Indonesia persentase dari PDB 0,8 % dan sedangkan Singapura sekitar 7,6 persen. Tentunya hal ini sangat jauh berbeda karena beberapa faktor diantaranya pada saat ini di Indonesia skala prioritas ada di sektor pendidikan dan pembangunan infra struktur.

Menurut Biro hukum Dephan sebenarnya anggaran pertahanan dalam kuantitas setiap tahun meningkat tetapi bila dibandingkan dengan rasio PDB terus mengalami penurnan hal ini karena ada skala prioritas lain yang diperlukan seperti sektor pendidikan dan infrastruktur.Bila dilihat dari anggaran pertahanan sekitar 67 % dipakai untuk anggaran rutin seperti menggaji pegawai, biaya perjalanan dinas, ATK sedangkan 33 % untuk pembangunan pertahanan. Sedangkan menurut Andi rencana anggaran pertahanan Indonesia dari 2009-2039 diprediksikan bisa mencapai

5 % dari GDP hal ini merupakan pencapaian titik ideal dari anggaran pertahanan Indonesia.

Pendapat yang lebih mendalam dijelaskan oleh kolonel Dicky yang menyatakan bahwa Kondisi pertahanan kita memang boleh dibilang kita menyiapkan pertahanan dlm menghadapi ancaman dari luar dan dalam, namun dikaitkan dg anggaran masih sangat kurang jadi 1 % GDP itu kita tdk bisa membangun satu sistem pertahanan yang handal , pertama kita harus bayar anggran tersebut 80 % dari anggaran untuk belanja personil dan 20 % untuk belanja barang, alutsista dan modal pembangunan, jadi tidak mencukupi . Idealnya kita hrs bisa sampai 5 % dari GDP secara bertahap setiap tahun meningkat baik mau dinaikkan 1 % atau 2 %, apalagi pada tahun ini potongan anggaran kita sebesar 15 % ini sangat memperhatinkan karena dalam pertahanan itu kita mampu membayar sumber daya manusia tapi belum remonirisasi artinya membayar gaji dan gaji tersebut belum sesuai dengan kebutuhan hidup/ layak , kemudian sistemnya, sistem pertahanan sudah terbangun, Deploymen sudah mulai tertata rapi artinya antara unsur komando , unsur pelaksana , unsur bantuan logistik sudah mulai tertata tapi blm 100 % krn anggaran ini yg kurang, jadi kalau Indonesia mau memberikan 5 % GDP sebelum kurun waktu 5 tahun pertahanan kita akan siap jadi saya pridiksi seperti itu 5 tahun tiap tahun 5 % dari GDP ini tantangan jadi kalau 1 % GDP alut sista siklusnya sudah habis kita baru mau beli lagi jadi tidak pernah ada kemajuan ini tantangan , belanja personil kita bisa sistem kita bangun tapi alutsista tidak terbangun.

Dari pendapat dari nara sumber diatas tentang anggaran pertahanan yang dalam skala kuantitas tiap tahunnya naik tetapi bila dibandingkan dengan GDP tiap tahun mengalami penurunan hal ini disebabkan karena memang pada saat ini anggaran pertahanan bukan menjadi prioritas utama karena bila dilihat dari hakekat ancaman terutama dari invasi asing belum begitu mendesak tetapi yang diutamakan adalah sektor pendidikan diharapkan dengan pendidikan yang baik akan menghasilkan sumberdaya yang berkualitas sehingga dapat berinovasi dalam rangka mengisi pembangunan saat ini dengan tentunya di barengi dengan fasilitas sara dan prasarana pendukungnya berupa infra struktur yang di bangun dimana setiap tahun meningkat. Untuk mengisi kekurangan alutsista ini yang pada umumnya 45 % sudah

tua atau harus di grounded seperti tenggelamnya APC angkatan laut pada saat

latihan di Situ Bundo atau sering terjadinya pesawat tempur negara lain yang sering melintas di wilayah teritorial udara Indonesia, untuk itulah secara bertahap diharapkan pembelian alutsista melalui kredit ekspor seperti pada saat pembelian pesawat tempur Sukoi buatan Rusia yang berjumlah 2 pesawat tempur melalui kredit ekspor.

Ada beberapa langkah atau alternatif untuk mengatasi keterbatasan angaran ini yaitu :

1. Menerapkan penyelenggaraan sistem pertahanan semesta seperti yang tercantum pada Undang-undang Pertahanan no 3 tahun 2002 Bab I Pasal 1 ayat 2 yang menyatakan bahwa sistem pertahanan negara adalah sistem pertahanan yang bersifat semesta dengan kekuatan pertahanan melibatkan komponen utama yaitu TNI dan komponen cadangan dan pendukung .

2. Pembelian Alutsista dengan skala prioritas seperti pesawat tempur Angkatan Udara dan Kapal Perang untuk Angkatan Laut dengan melalui kredit ekspor dengan tujuan untuk menjaga kedaulatan NKRI.

3, Melalui kerjasama pertahanan dengan negara lain, minimal kita memperoleh alih teknologi dan peningkatan sumberdaya dan profesionalisme prajurit.

Dibidang alutsista, ACV (Armoured Combat Vehicle) yang dimiliki oleh TNI AD dikatagorikan menjadi tiga tipe yaitu AIFV (Armoured Infantry Fighting Vehicle) kendaraan tempur yang dilengkapi senjata, APC (Armoured Personnel Carrier) untuk pengangkutan personel dan Recce (Recconnaince) kendaraan pengintai berdasarkan dari data diatas (Military Balance 2008) jumlah yang dimiliki Indonesia untuk Recce 142 buah, AIFV 11 buah dan APC 356 buah sedangkan negara Singapura memiliki Recce 22 buah, AIFV 272 buah dan APC 1280 buah dimana selisih kekurangan AIFV yang dimiliki Indonesia sebesar 261 perbedaan yang cukup signifikan sekitar 4,2 % dari punya negara Singapura dan APC selisihnya 924 berarti kita hanya punya APC 38,5 % dari Singapura. Mengapa

negara Singapura meningkatkan AIFV , APC dibandingkan Recce dan kita tidak mempunyai Main Battle Tank sedangkan Singapura memiliki 196 MBT jawabnya karena di darat Singapura tidak terlalau butuh kendaraan tempur pengintai tapi dia butuh kendaraan angkut personil dan tempurnya untuk meningkatkan mobilitas dan memenangkan peretmpuran.

Dibidang Arteleri Singapura memiliki arteleri yang ditarik T (Towed) kendaraan Arteleri dan Mortir sedangkan Indonesia hanya mempunyai arteleri jenis T dan Mortir bila dilihat jumlah senjata Arteleri indonesia memiliki jumlah lebih banyak yaitu 2010 buah dan Singapura 1971 buah dengan alasan karena jumlah wilayah Indonesia khususnya daratan lebih luas yang terdapat disetiap Komando Daerah Militer.

Di bidang Angkatan Laut , negara Singapura memiliki 4 kapal selam dengan jenis Sjormen dari swedia yang dilengkapi dengan empat buah tabung torpedo, sedangkan Indonesia memiliki hanya 2 kapal selam dengan delapan buah tabung terpedo. Untuk Kapal perang Singapura mempunyai 6 Corvette dan 3 Fregates sedangkan Indonesia memiliki kapal perang jenis Corvette 18 dan Fregates 11 hal ini dimaklumi karena Indonesia sebagai negara kepulauan dan idealnya Indonesia harus empunyai lebih banyak lagi kapal perang Angkatan Bersenjata Angkatan Laut karena territorial kedaulatan lautnya cukup luas .Kapal pendukung yang dimiliki TNI-AL dikatagorikan jenis Amphibious 26 dan logistic and Support sebanyak 28 sedangkan RSN (Republic of Singapura Navy memiliki Amphibious 4 dan logistic and Support sebanyak 2 hal ini dimaklumi juga karena kedaulatan laut Indonesia cukup luas yang membentang dari Sabang sampai Merauke dimana diperlukan Angkatan Laut yang besar untuk menjaga perairan Indonesia sebagai SLOC yang cukup padat.

Bagaimana dengan Angkatan Udara, pesawat tempur umumnya dibagi dua yaitu jenis fighter (FGA, Fighter Ground Attack dan FTR, Fighter) yang dilengkapi dengan perlengkapan persenjataan dan bombers membawa senjata atau bom dengan beban yang bervariasi. Sedangkan helikopter terbagi dalam Armed helicopter, Attack, Combat , Assault (sergap) dan transportasi. Berdasarkan Military balance 2008 TNI-AU memiliki Indonesia memiliki Fighter sebanyak 8 pesawat jenis F-5 E

Tiger II dan 4 pesawat jenis 4f-5F Tiger II dan FGA Sukoi 2 pesawat jenis 30 MKI

serta 2 Su-27 SK, 7 F-16A dan 3 F-16 B. Sedangkan RSAF (Republic of Singapura Air Force) mempunyai jenis FGA 51pesawat F-16 C, 28 pesawat F-5S Tiger II dan 9 pesawat F-5T Tiger II. Jadi kalau dihitung secara keseluruhan Indonesia hanya memiliki pesawat Combat dan helikopter 148 pesat dan Singapura 172 pesawat 79 .

Bila dilihat dari alat utama sistem persenjataan yang terdiri dari darat, laut dan udara dapat dijelaskan sebagai berikut secara kuantitas dan kualitas kita jauh ketinggalan dari negara Singapura, Kendaraan tempur Indonesia mempunyai 859 kendaraan dan Singapura 2029 kendaraan, Senjata Arteleri Indonesia mempunyai 2010 dan Singapura 1971, Kapal tempur Angkatan Laut Indonesia 202 kapal Singapura 86 kapal, Pesawat tempur Angkatan Udara Indonesia 143 pesawat dan Singapura 172 pesawat .

Mengapa Singapura sebagai negara kecil yang luasnya hampir sama dengan Jakarta tetapi mempunyai alutsista yang begitu mutakhir dan canggih , jawaban yang masuk logika diberikan oleh Huxley dalam tulisannya berjudul ” Singapura’s

Starategy Out-look and Defense Policy”, menyatakan bahwa Singapura sebagai negara kota harus memiliki posisi tawar di Asia tenggara terutama dengan negara Indonesia dan Malaysia, maka SAF (Singapura Armed Forces) harus kuat dan memiliki kredibilitas di asia Tenggara tidak terbatas untuk mendukung kepentingan politik pemerintah Singapura, namun juga menjaga keamanan regional . Maka semenjak tahun 1990 kebijakan luar negeri Singapura dibangun secara luas sebagai bentuk Soft Politics yang didasarkan pada kekuatan ekonomi, teknologi dan militer serta keterlibatannya didalam organisasi dunia termasuk PBB 80.