• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV : TINJAUAN MENGENAI PERJANJIAN KERJASAMA

B. Hak dan Kewajiban Para Pihak dalam Perjanjian Kerjasama

pihak ataupun yang telah ditentukan oleh undang-undang. Suatu perjanjian yang dibuat oleh para pihak, akan menimbulkan suatu perikatan, yang mana perikatan merupakan isi dari suatu perjanjian. Jadi, perikatan yang telah dilaksanakan para pihak dalan suatu perjanjian, memberikan tuntutan pemenuhan hak dan kewajiban terhadap pelaksanakan isi dari perjanjian.

Begitupun halnya dengan perjanjian kerjasama antar kota, hak dan kewajiban para pihak itu timbul dari isi perjanjian yang telah dibuat antara kedua belah pihak.

76 Ibid., hlm.11

77 Ibid., hlm.14

Hak adalah wewenang yang diberikan hukum objektif kepada subjek hukum untuk melakukan segala sesuatu yang dikhendakinya sepanjang tidak bertentangan dengan peraturan perundangan. Sedangkan yang dimaksud dengan kewajiban adalah beban yang diberikan oleh hukum kepada subjek hukum.78

Hak-hak dari suatu negara yang sering ditekankan adalah hak kemerdekaan, hak persamaan derajat dan hak membela diri atau hak mempertahankan diri. Negara yang merdeka adalah negara yang berdaulat, yaitu negara yang memegang sendiri kekuasaan negaranya yang tertinggi dalam batas-batas hukum internasional.79

Dalam suatu perjanjian lazimnya diatur tersendiri bagian yang menegaskan siapa yang disebut dengan para pihak dan apa saja yang menjadi hak dan kewajibannya.

C. Hak dan Kewajiban Para Pihak dalam Perjanjian Kerjasama antara Pemerintah Kota Medan dengan Pemerintah Kota Gwangju

Seperti yang telah dikemukakan diatas bahwa salah satu kota yang melakukan perjanjian kerjasama dengan Pemerintah Kota Medan adalah Pemerintah Kota Gwangju yang mana perjanjian kerjasama ini didasari oleh Naskah Pernyataan Keinginan Bersama (Letter of Intent) yang ditandatangani oleh perwakilan dari kedua kota pada tanggal 23 April 1997 di Kota Medan oleh Pejabat Pemerintah yang berwenang saat itu yang kemudian dilanjutkan dengan penandatanganan pada naskah Nota Kesepahaman (MoU) sebagai tanda terjalinnya kerjasama Kota Bersaudara antara Kota Medan dengan Kota Gwangju, Korea pada tanggal 24 Septermber 1997 di Kota Medan.

78 Ade Didik Irawan, Pengantar Ilmu Hukum, http://www.mypulau.com/adedidikirawan/

blog/731632, diakses tanggal 02 Februari 2018

79 F. Sugeng Istanto, Hukum Internasional, Universitas Atmajaya, Yogyakarta, 1998, hal.30

Dengan adanya Nota Kesepahaman (MoU) tersebut, maka dapat dikatakan bahwa Pemerintah Kota Medan dengan Pemerintah Kota Gwangju telah sah melaksanakan perjanjian kerjasama internasional sebagaimana telah dibahas pada subbab-subbab sebelumnya. Tentunya ini mengakibatkan para pihak dalam perjanjian kerjasama tersebut mempunyai hak dan kewajiban.

Pada subbab sebelumnya dikatakan bahwa hak dan kewajiban itu ada pada isi perjanjian itu sendiri, dari isi naskah Nota Kesepahaman (MoU) antara Pemerintah Kota Medan dan Kota Gwangju tersebut dapat disimpulkan bahwa yang menjadi para pihak dalam naskah tersebut adalah Pemerintah Kota Medan dan Pemerintah Kota Gwangju. Dan walaupun tidak diatur secara langsung, dapat dilihat bahwa hak dan kewajiban para pihak terdapat pada pasal-pasal naskah MoU tersebut yaitu :

1. Pada pasal 1 dapat disimpulkan bahwa para pihak berkewajiban mengadakan kerjasama kota bersaudara yang bertujuan untuk meningkatkan dan mengembangkan suatu kerjasama yang efektif dan saling menguntungkan dalam pembangunan kedua kota, dalam batas kemampuan keuangan dan kemampuan teknis masing masing dalam bidang ekonomi, kebudayaan, pendidikan, teknologi dan bidang-bidang lain yang disetujui oleh para pihak.

2. Pasal 2 menyatakan bahwa para pihak wajib menanggung biaya yang dikeluarkan atas kegiatan-kegiatan yang dilakukan masing-masing pihak.

3. Pasal 4 menegaskan bahwa para pihak akan membentuk kelompok kerja bersama yang akan mempersiapkan dan mengusulkan kegiatan jangka pendek dan jangka menengah

4. Merujuk pada pasal 4, pasal 5 menyatakan bahwa kelompok kerja bersama tersebut akan mengadakan pertemuan setiap tahun secara bergantian di Medan atau Gwangju dan apabila karena sesuatu hal pertemuan tidak dapat dilaksanakan,

dokumen-dokumen yang berkaitan dengan kerjasama dapat dipertukarkan sebagai pengganti pertemuan tersebut.

5. Pasal 7 ini menegaskan bahwa para pihak berhak mengusulkan secara tertulis mengenai revisi atau perubahan atas Memorandum Saling Pengertian tersebut.

6. Dalam hal mengakhiri Memorandum Saling Pengertian, para pihak dapat melakukannya dengan cara memberitahukan pihak lainnya secara tertulis mengenai maksud untuk mengakhiri Memorandum Saling Pengertian tersebut 6 (enam) bulan sebelum masa berakhirnya.

Dari hak dan kewajiban tersebut telah menghasilkan beberapa kerjasama kota bersaudara antara pemerintah kota medan dengan pemerintah kota gwangju diantaranya adalah dalam bidang ekonomi, terdapat perjanjian kerjasama ekonomi antara asosiasi kota bersaudara kota medan dengan asosiasi pengusaha kota gwangju yang ditandatangani pada tanggal 5 maret 2005 oleh Bapak Dr. Rosihan Arbie dari pihak Kota Medan dan Mr. Lee Seung Kee dari pihak Kota Gwangju. Dari bidang pendidikan terdapat MoU antara Universitas Sumatera Utara dengan Chonnam National University, Korea yang ditandatangani oleh Rektor Universitas Sumatera Utara saat ini, Bapak Prof. Dr. Runtung, SH, M.Hum pada tanggal 20 Juni 2017 dan President Chonnam National University Mr. Dr. Byungseok Jeong pada tanggal 19 mei 2017.

Kota Medan dan Gwangju telah menjalin kerjasama sister city sejak tahun 1997 sehingga tahun 2017. Program kerjasama dalam bidang pendidikan dan kebudayaan sejak tahun 2008 mengalami perubahan dalam bentuk penambahan kegiatan. Pelaksanaan kerjasama sister city kota Medan dan Gwangju dalam bidang Pendidikan dan Kebudayaan sejak tahun 2008 hingga 2017 terdapat empat program yang telah dilaksanakan yaitu (a) Pertukaran Pelajar Medan Ke Gwangju, (b)

Pertukaran Pemuda Gwangju (Bukgu Youth Centre) ke Medan, (c) Kerjasama antar Perguruan Tinggi Universitas Sumatera Utara dengan Chonnam University dan (d) Pengiriman Tim Kesenian Medan ke Kimchi Festival pada tahun 2008 dan Gwangju International Community Day.

Sister City antara Pemerintah Kota Medan dan Kota Gwangju telah terjalin selama 20 tahun dan dapat dikatakan bahwa Kota Gwangju merupakan Kota dengan Intensitas tertinggi dalam menjalin hubungan kerjasama antar kota diluar negeri dengan Kota Medan bahkan dari Ichikawa, Jepang dan Chengdu, China. Walaupun walikota dan instansi pemerintah terkait kedua kota tersebut berganti-ganti seiring berjalannya waktu tetapi tetap terjaganya hubungan baik antara kedua kota tersebut.

Naskah MoU antara Kota Medan dengan Kota Gwangju memang belum pernah diperbaharui dari tahun 1997 dan isi serta bentuk kegiatan tidak terlalu mengikat antara kedua belah pihak. Tidak seperti antara Kota Medan dan Kota Ichikawa yang sangat terikat sesuai dengan kesepakatan dan kegiatan yang disepakati dan diperbaharui sesuai persetujuan kedua belah pihak.

Prinsip mengenai hak dan kewajiban antara Pemerintah Kota Medan dan Kota Gwangju adalah melakukan kewajiban-kewajiban yang interrelationship atau dapat dikatakan hubungan timbal balik. Sebagai contoh salah satu pelaksanaan dari kerjasama pada bidang pendidikan dan kebudayaan adalah Program student exchange atau yang oleh kota Gwangju disebut sebagai “Sister City Youth Homestay Exchange Program/ International Youth Exchange” menjadi program favorit yang dilaksanakan oleh kedua pemerintah kota. Terlihat sejak tahun 1999-2017 bidang pendidikan sebagai program kerjasama yang setiap tahunnya rutin dilaksanakan. Program pertukaran ini sifatnya berbalas/reciprocal. Dalam satu tahun akan terdapat satu kali pengiriman delegasi pelajar Medan, dan satu kali pengiriman delegasi pelajar

Gwangju. Kegiatan rutin ini hanya tidak dilaksanakan pada tahun 2013 pada periode ketiga dan keempat. Program student exchange yang dilaksanakan dibawah perjanjian kerjasama sister city Medan dan Gwangju ini bersifat reciprocal (timbal balik). Sifat timbal balik ini berarti siswa yang menjadi pasangan peserta saat di Gwangju, akan tinggal bersama keluarga para siswa kota Medan.80 Kegiatan para peserta pertukaran pelajar Medan di Gwangju dapat kita lihat dari kerangka konseptuaal Diplomasi Budaya yang dipaparkan oleh Cunnings yaitu adanya pertukaran ide-ide, informasi, nilai, sistem kepercayaan dan aspek-aspek kebudayaan.81 Pertukaran ide dan nilai dapat dilihat dari para peserta yang tinggal dengan orang tua asuh yang merupakan warga kota Gwangju dan memiliki latar belakang kebudayaan Korea.

Sebagai kota terbesar keenam di Korea, Gwangju melihat potensi kerjasama dengan kota Medan sebagai kemitraan yang menguntungkan bagi kedua belah pihak.

Dasar kedekatan dan persahabatan serta mengangkat prinsip kesetaraan dan saling menguntungkan, telah mengangkat hubungan kedua kota pada tingkat yang sangat baik hingga saat ini. Sehingga segala kerjasama yang terjalin menjadi lebih mudah untuk dilaksanakan dan tidak terlalu banyak kendala yang dihadapi bahkan kerjasama ini dapat menjembatani hubungan yang baik dalam segi perekonomian maupun investasi antara kedua belah pihak.

80 Kutipan wawancara dengan Bapak Drs. Zainul Achmaddin Yaqin MAP, Kasubbag Hubungan Kerjasama Luar Negeri Kota Medan, Pada Tanggal 2 Februari 2017, di Kantor Walikota Medan.

81 Milton Cummings, Cultural Diplomacy and the United States Government: a Survey (Washington D. C.: Centre for Arts and Culture, 2003), hlm.1.

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan

1. Perjanjian kerjasama antar kota (sister city) sudah mulai berkembang setelah berakhirnya perang dunia kedua. Perjanjian kerjasama ini merupakan hubungan kerjasama antara dua atau lebih komunitas yang berupa pemerintah kota, distrik, provinsi atau negara bagian.Pada tahun 1950an, konsep sister city ini dilegalkan dengan adanya dukungan dari Presiden Amerika Serikat, Eisenhower, yang mewujudkannya dengan protokol. Dalam Konvensi Wina 1696, perjanjian merupakan sebuah kesepakatan internasional yang dibuat antara Negara dalam bentuk tertulis dan diatur oleh hukum internasional, baik kesepakatan tersebut diwujudkan dalam instrumen tunggal atau dalam dua atau lebih instrumen yang saling berkaitan dan tidak memandang apapun namanya. Konvensi Wina memang tidak mengatur secara langsung mengenai sister city ini tetapi konsep ini sesuai dengan prinsip dasar perjanjian itu yaitu adanya kesepakatan antara negara dengan negara yang mana dalam hal ini yang bertindak adalah pemerintah kota, distrik, provinsi atau negara bagian.

2. Pada dasarnya mekanisme pembuatan perjanjian internasional baik menurut hukum internasional, hukum nasional dan hukum spesifik seperti Peraturan Menteri Luar Negeri Republik Indonesia Nomor : 09/A/KP/XII/2006/01 tentang Panduan Umum Tata Cara Hubungan dan Kerjasama Luar Negeri oleh Pemerintah Daerah yang mengatur tata cara pembuatan perjanjian internasional itu adalah sama dan tidak jauh beda. Semuanya merujuk pada tahapan formal yang diatur oleh konvensi wina 1969. Secara garis besar tahapan pembuatan perjanjian internasional itu adalah penjajakan kemudian

penunjukan wakil-wakil masing-masing pihak yang disertai dengan penyerahan surat kuasa atau pertukaran kuasa penuh (full powers), dilanjutkan dengan perundingan lalu dilanjutkan dengan perumusan dan penerimaan naskah perjanjian dan diakhiri dengan pengesahan/penandatanganan perjanjian.Pemerintah daerah pada hakekatnya tidak mempunyai kewenangan untuk melakukan perjanjian internasional, namun di era otonomi daerah yang semakin luas ini pemerintah daerah memiliki peluang untuk lebih proaktif dan kreatif dalam membangun daerahnya masing-masing tak terkecuali dalam melakukan hubungan internasional antar kota. Pemerintah daerah dapat melakukan perjanjian internasional selama itu tidak bertentangan dengan hukum internasional dan hukum nasional dan masih berada dibawah naungan pemerintah pusat sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku, hal ini dimaksudkan untuk menjaga batas kebebasan dari pemerintah daerah itu sendiri.

3. Setiap perjanjian menimbulkan hak dan kewajiban pada para pihak yang terikat didalamnya, dalam hal ini, perjanjian kerjasama sister city antara Pemerintah Kota Medan dengan Pemerintah Kota Gwangju juga menimbulkan hak dan kewajiban bagi para pihak yang mana pada dasarnya bertujuan untuk memajukan daerahnya masing-masing, menjaga hubungan baik sebagai kota bersaudara, dan berazazkan persamaan dan saling menguntungkan.

B. Saran

1. Praktik Indonesia selama ini masih diarahkan pada pembuatan MoU Kota/Provinsi Kembar antara Pemerintah Daerah dengan Pemerintah Daerah negara asing, yang ditandatangani oleh masing-masing kepala daerah. MoU

memang diakui sebagai salah satu bentuk perjanjian internasional, namun dalam prakteknya MoU kurang efisien untuk mengikat para pihak dan tergolong memiliki pasal yang sedikit dan tidak terlalu rinci. Dalam pengertian ini maka MoU Kota/Provinsi Kembar lebih tepat untuk diartikan sebagai kerjasama internasional ketimbang perjanjian internasional. Ada baiknya jika pemerintah daerah meninjau lebih lanjut mengenai isi MoU yang sudah dibuat.

2. Setiap pemerintah daerah di Indonesia ini harusnya sudah bisa mengoptimalkan peluang yang telah ada dalam memajukan daerahnya masing-masing, terutama dalam bentuk kerjasama sister city/kota bersaudara yang jika dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya akan memberikan banyak manfaat ke daerah itu sendiri. Untuk langkah awal bisa dilakukan dengan mengsosialisasikan mengenai sister city/kota bersaudara ini terutama jika dilihat dari eratnya persahabatan antara Pemerintah Kota Medan dan Kota Gwangju, dapat membuka peluang ekonomi dan pembangunan bagi Kota Medan.

3. Terkait memorandum saling pengertian antara pemerintah kota medan dengan pemerintah kota gwangju perlu dilakukannya pembaharuan dimana jangka waktu dari naskah sudah terlalu jauh yaitu 20 tahun dan sebagian sudah tidak sesuai dengan keadaan saat ini. Hubungan yang semakin erat dan bahkah sudah seperti layaknya kota yang benar benar bersaudara tidak menjamin tidak munculnya konflik dikemudian hari, ada baiknya hal-hal ataupun kegiatan rutin yang menjadi kebiasaan diantara kedua belah pihak dijadikan dalam bentuk tertulis untuk lebih mengikat.

DAFTAR PUSTAKA

Buku

Agusman, Damos Dumoli. 2010. Hukum Perjanjian Internasional; kajian teori dan praktik Indonesia. Bandung : PT. Refika Aditama

Ariadno, Melda Kamil. 2007. Hukum Internasional Hukum yang Hidup. Jakarta : Diadit Media.

Bagian Hubungan Kerjasama Setda Kota Medan Asosiasi Kota Bersaudara Kota Medan. 2010. Kerjasama Kota Bersaudara (Sister City Cooperation) E. Utrecht/Moh. Saleh Djindang. 1983. Pengantar Dalam Hukum Indonesia, cetakan

kesepuluh. Jakarta : Ichtiar Baru

Frankel, Joseph. 1991. Hubungan internasional. Jakarta : Bumi Aksara.

Green NA, Maryan. 1982. International Law, Law of Peace, Second Edition, Mac Donald and Evans.

Harjono. 1999. Politik Hukum Perjanjian Internasional. Jakarta : Bina Ilmu.

Istanto, F. Sugeng. 1998. Hukum Internasional. Yogyakarta : Universitas Atmajaya Kansil, Christine S.T. 2002. Modul Hukum Internasional. Jakarta : Djambatan.

Kusumaatmadja, Mochtar. 1982. Pengantar Hukum Internasional, Buku I Bagian Umum, Rosda Offset, Bandung : Bina Cipta.

--- 1997. Pengantar Hukum Internasional. Bandung : Bina Cipta.

Mosler, Herman. 1980. The International Society As A Legal Community, The Nederland: Sjnoff and Nor doff.

Nurbani ,Erlies Septiana. 2013. Penerapan Teori Hukum Pada Penelitian Tesis Dan Disertasi. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada

O, Sinaga. 2010. Otonomi Daerah dan Kebijakan Publik: Implementasi kerjasama internasional. Bandung: Lepsindo

Parthiana, I Wayan. 2002. Hukum Perjanjian Internasional Bagian 1, Jakarta : Mandar Maju

Roisah, Kholis. 2015. Hukum perjanjian internasional; teori dan praktik. Malang : Setara press.

Sefriani. 2010. Hukum Internasional Suatu Pengantar. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.

Soemitro, Ronny Hanitijo. 1990. Metode Penelitian Hukum dan Jurimetri. Jakarta : Ghalia Indonesia.

Starke, J.G. 2008. Pengantar Hukum Internasional Jilid 2 (An Introduction to International Law), diterjemahkan oleh Bambang Iriana, cet. Kesepuluh.

Jakarta: Sinar Grafika.

Sunggono, Bambang. 2001. Merode Penletian Hukum, Suatu Pengantar. Jakarta : PT.

Raja Grafindo Persada.

Suryokusumo, Sumaryo. 2004. Praktik Diplomasi. Jakarta : STIH IBLAM.

Jurnal dan E-Book

Oppenheim-Lauterpacht, International law, Vol.1: Peace, Longmans: 8th.ed., 1967.

Noer Indriati, Perjanjian Internasional oleh Daerah Sebagai Kewenangan Otonomi Daerah, Jurnal Dinamika Hukum Vol. 10 No. 1, (Januari 2010)

Novianti, kedudukan pemerintah daerah dalam pelaksanaan kerjasama internsional : studi terhadap perjanjian kerjasama sosek-malindo, Jurnal Negara Hukum Vol.3 No.2 (Desember 2012)

O’connel DP : International Law, Volume I, Stevens, London : Stevens 1965.

Malcom N Shaw: International Law, Fifth Edition, Cambridge University Press 2003.

Jemmy Rumengan, Perspektif Hukum dan Ekonomi atas Kerjasama Luar Negeri oleh Pemerintah Daerah, Volume 6 Nomor 2, Januari 2009.

Departemen Luar Negeri Republik Indonesia, 2007, Panduan Umum Tata Cara Hubungan dan Kerjasama Luar Negeri Oleh Pemerintah Daerah Revisi Tahun 2006, Jakarta.

Konvensi Internasional

Vienna Convention on the Law of Treaties 1969

Vienna Convention on the Law of Treaties between States and International Organizations or between International Organizations 1986

Peraturan perundang-undangan

Undang-Undang No .37 Tahun 1999 tentang Hubungan Luar Negeri Undang-Undang No .24 Tahun 2000 tentang Perjanjian Internasional

Undang-Undang No. 24 Tahun 2002 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.

Undang-Undang No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.

Peraturan Menteri Luar Negeri Republik Indonesia No. 09/A/KP/XII/2006/01 tentang Panduan Umum Tata Cara Hubungan dan Kerjasama Luar Negeri oleh Pemerintah Daerah.

Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 3 Tahun 2008 tentang Pedoman Pelaksanaan Kerjasama Pemerintah Daerah dengan Pihak Luar Negeri.

Makalah

Damos Dumoli Agusman, Makalah : “Kerjasama Sister City/Sister Province”

(Direktorat Perjanjian Ekonomi dan Sosial Budaya, Ditjen Hukum dan Perjanjian Internasional, Deplu, 2006)

Barkah Syahroni, “Analisis Jabatan, Implementasi dan Prospek Dalam Era Otonomi Daerah di Llingkungan Pemerintah Provinsi DIY”, Makalah dalam Bimtek Analisis Jabatan Pemerintah Provinsi DIY, 2005.

Sayid Fadhil, 2007. Kerjasama Luar Negeri oleh Daerah dalam rangka Kerjasama Sister City dan Kerjasama Sub-Regional Indonesia-Malaysia-Thailand Growth Triangle. Makalah disampaikan pada Lokakarya “Aktualisasi Tata Cara Hubungan Luar Negeri oleh Pemerintah Daerah” , kerjasama Departemen Luar Negeri dengan Fakultas Hukum USU. Medan.

Usmar Salam, “Dinamika Kerjasama Internasional Provinsi di Indonesia dengan Luar Negeri”, dalam Makalah Lokakarya Cara penanganan Kerjasama Internasional. 2004. hlm 7.

Internet

Rosmi Hasibuan, Suatu Tinjauan Umum Tentang Perjanjian Internasional, USU digital library : 2002, (diakses tanggal 8 desember 2017 16:20)

Ade Didik Irawan, Pengantar Ilmu Hukum,

http://www.mypulau.com/adedidikirawan/ blog/731632, diakses tanggal 02 Februari 2018

Dokumen-dokumen

Boermauna (ketua Tim Penyusun): Naskali Akademis Peraturan Perundang-perundangan Tentang Pembuatan dan Ratifikasi Perjanjian Internasional, kerjasama BPHN dengan Departemen Luar Negeri, Jakarta,1979-1980 Milton Cummings, Cultural Diplomacy and the United States Government: a Survey

(Washington D. C.: Centre for Arts and Culture, 2003)

Supriyanto dan Sandi A.T.T., Pengembangan Potensi Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta melalui Kejasama Sister Province, (Yogyakarta: 2002) dalam Mimbar Hukum 41

Buku Ajar Perkuliahan, METODOLOGI PENELITIAN Model Prakatis Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif, Oleh: Prof.Dr. Suryana, M.Si UNIVERSITAS

PENDIDIKAN INDONESIA, 2010

Norwegian Loans Case ICJ 1957, 9 dan buku pedoman, The International Court of Justice (1976)

Right of Passage Case dan South West Africa Cases, Preliminary Objections ICJ, 1962,319

ICJ 1966, 6-18, 36, 37.