• Tidak ada hasil yang ditemukan

Ketenagakerjaan Daerah dan Kesejahteraan

PERKEMBANGAN KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN

6.2. PERKEMBANGAN KESEJAHTERAAN

Sejalan dengan kondisi ketenagakerjaan, tingkat kesejahteraan masyarakat Sumut diperkirakan semakin meningkat. Faktor utama penyebab peningkatan ini antara lain adalah meningkatnya penghasilan masyarakat akibat semakin terbukanya lapangan pekerjaan serta meningkatnya ekspor Sumut. Hal ini diindikasikan oleh hasil Survei Konsumen di Kota Medan, yang menunjukkan adanya peningkatan Indeks Penghasilan Saat ini, Indeks Ekspektasi Penghasilan serta Indeks Ketersediaan Lapangan Kerja.

Indeks penghasilan saat ini meningkat dari 113,65 pada akhir triwulan I-2011 menjadi 120,95 pada triwulan laporan. Senada dengan penghasilan saat ini, masyarakat juga memperkirakan akan terjadi peningkatan penghasilan 6 bulan yang akan datang. Nilai indeks ekspektasi penghasilan 6 bulan yang akan datang pada akhir triwulan I-2011 sebesar 132,38 meningkat menjadi sebesar 137,78. Kenaikan indeks penghasilan dan perkiraan peningkatan penghasilan juga turut menggambarkan kenaikan indeks ketersediaan lapangan kerja dari 81,90 menjadi 81,91 pada triwulan II-2011.

Grafik 6.2. Indeks Penghasilan, Ekspektasi Penghasilan dan Ketersediaan Lapangan Kerja

Sumber : Survei Konsumen, KBI Medan

Selain itu, kesejahteraan masyarakat yang meningkat juga terlihat dari hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) Provinsi Sumut yang dilaksanakan pada bulan Maret 2011 menunjukkan bahwa jumlah penduduk miskin di Provinsi Sumut sebanyak 1.481.300 orang atau sebesar 11,33% terhadap jumlah penduduk seluruhnya. Kondisi ini lebih baik dibandingkan dengan tahun 2010 dimana jumlah penduduk miskin sebanyak 1.490.900 orang (menurun sebanyak 9.600 orang). Jumlah penduduk miskin Sumut yang berada di daerah pedesaan pada Maret 2011 sebanyak 790.200 orang (11,89% dari jumlah penduduk pedesaan) dan di daerah perkotaan sebanyak 691.100 orang (10,75% dari jumlah penduduk perkotaan). Selama periode Maret 2010 sampai Maret 2011, penduduk miskin di daerah pedesaan berkurang 11.700 orang, sementara di daerah perkotaan bertambah sekitar 2.100.

Pada bulan Maret 2011, garis kemiskinan Sumut sebesar Rp246.560/kapita per bulan, dengan rincian untuk daerah perkotaan sebesar Rp271.713/kapita per bulan dan untuk daerah pedesaan sebesar Rp222.226/kapita per bulan. Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) di Sumut tahun 2011 menurun dibandingkan tahun 2010, yaitu dari 0,57

menjadi 0,51. Demikian pula untuk Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1), menurun dari 2,04 menjadi 1,84 pada tahun 2011.

Nilai Tukar Petani (NTP)

Keadaan sedikit berbeda terjadi untuk kalangan petani yang mengalami penurunan NTP. NTP bulan Juni 2011 adalah sebesar 103,39, lebih rendah dibandingkan NTP bulan Maret 2011 sebesar 103,60. Penurunan ini terjadi karena Indeks Harga yang Dibayar Petani meningkat lebih besar dibandingkan Indeks Harga yang Diterima Petani. Melalui indeks harga yang dibayar petani (Ib) dapat dilihat fluktuasi harga barang dan jasa yang dikonsumsi oleh masyarakat pedesaan, khususnya petani yang merupakan bagian terbesar, serta fluktuasi harga barang dan jasa yang diperlukan untuk memproduksi hasil pertanian. Sementara Indeks harga yang diterima petani (It) menunjukkan fluktuasi harga beragam komoditas pertanian yang dihasilkan petani. Khusus bulan Juni 2011, It Sumut sebesar 137,35 dan Ib sebesar 132,85.

Grafik 6.2. Nilai Tukar Petani

86 88 90 92 94 96 98 100 102 104 106 108 ‐10 ‐5 0 5 10 15 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 2008 2009 2010 2011 % Sumber : BPS Nilai Tukar Petani  Pertumbuhan (yoy)

Untuk periode Juni 2011, NTP per subsektor masing-masing tercatat sebesar 99,41 untuk subsektor padi & palawija (NTPP); 111,22 untuk subsektor hortikultura (NTPH); 106,46 untuk subsektor tanaman perkebunan rakyat (NTPR); 104,65 untuk subsektor peternakan (NTPT); dan 99,70 untuk subsektor perikanan (NTN).

No. Kelompok & Sub Kelompok Maret 2011 Juni 2011 Persentase Perubahan

1 Nilai Tukar Petani (NTP) 103,6 103,39 -0,20 2 Indeks Harga yang Diterima Petani (It) 138,41 137,35 -0,77 3 Indeks Harga yang Dibayar Petani (Ib) 133,59 132,85 -0,55 - Indeks Konsumsi Rumah Tangga 135,05 133,95 -0,81

- Indeks BPPBM 129,8 130,41 0,47

Peran PDRB sektor pertanian pada tahun 2010 mencapai 23,50%. Ini menunjukkan bahwa peran sektor pertanian dalam ekonomi Sumut masih cukup penting dan cukup besar meskipun terdapat kecenderungan menurun.

Grafik 1

Peran Sektor Pertanian dalam PDRB Sumut

26,90 30,90 31,80 30,60 30,20 30,00 25,25 24,30 23,90 23,80 23,70 23,50 20 22 24 26 28 30 32 1997 1998 1999 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 %

Sumber : BPS Sumatera Utara

Sektor pertanian tercatat pula sebagai sektor yang menyerap tenaga kerja terbesar di Sumut. Pada Februari 2011, sektor pertanian menyerap 50,90% tenaga kerja yang ada di Sumut baik di pedesaan maupun perkotaan, angka ini meningkat dibandingkan periode survei Agustus 2010 sebesar 46,94%. Tingginya penyerapan tenaga kerja pada sektor Pertanian mengindikasikan bahwa sektor ini masih menjadi andalan utama. Dapat dikatakan bahwa belum terjadi transformasi ketenagakerjaan kepada sektor-sektor sekunder maupun tersier.

Tabel 1

Persentase Penduduk yang Bekerja Menurut Lapangan Kerja Utama di Sumut

pertanian yang cenderung tidak memerlukan tenaga kerja dengan keahlian tinggi. Rata-rata tingkat pendidikan tertinggi yang diperoleh adalah SD ke bawah (40,67%) diikuti Sekolah Menengah Pertama (23,41%) dan Sekolah Menengah Atas (19,03%).

Dari gambaran diatas, terlihat bahwa sektor pertanian adalah sektor yang sangat penting untuk diperhatikan. Terkait dengan kondisi ekonomi petani, Indonesia memakai suatu indeks Nilai Tukar Petani yang dijadikan sebagai salah satu indikator proksi yang diunggulkan untuk mengukur tingkat kesejahteraan petani. NTP sendiri merupakan rasio indeks harga yang diterima petani (It) terhadap indeks harga yang dibayar petani (Ib) atau secara konseptual NTP merupakan pengukur kemampuan tukar produk pertanian yang dihasilkan petani terhadap barang dan jasa yang diperlukan untuk konsumsi rumah tangga dan kebutuhan untuk memproduksi hasil pertanian.

Indeks It, sebagai indeks harga produsen, merupakan indeks harga dari berbagai

komoditas hasil produksi pertanian, sedangkan indeks Ib, sebagai indeks harga konsumen,

merupakan indeks harga barang dan jasa yang dikonsumsi petani dalam memproduksi hasil pertanian. NTP mempunyai tiga kemungkinan, yaitu :

‘- NTP bernilai 100 : petani mengalami break even point (impas) karena harga yang

diterima sama dengan harga yang dibayar;

‘- NTP > 100 : petani mengalami surplus karena harga yang diterima lebih

besar dari harga yang dibayar dan ;

‘- NTP < 100 : petani mengalami defisit karena harga yang diterima lebih kecil

dari harga yang dibayar.

Dalam perkembangannya, hingga tahun 2008, NTP Sumut tidak pernah berada di atas indeks 100, namun pada periode setelahnya sampai dengan saat ini sudah berada di atas 100 dan terakhir pada bulan Juni 2011 NTP Sumut tercatat sebesar 103,39 meningkat dibandingkan Juni 2010 sebesar 102,20. Ini sedikit menggambarkan bahwa kondisi kesejahteraan petani cenderung mengalami perbaikan.

Sumber : BPS

Akan tetapi, bila dilihat dari konsep diatas mengenai perbandingan dengan indeks harga konsumen (IHK), timbul pertanyaan apakah NTP sudah cukup menjelaskan kondisi ekonomi petani, sementara berdasarkan data BPS, IHK khususnya kelompok bahan makanan nilainya selalu lebih tinggi dibandingkan NTP kelompok tanaman pangan. Kenaikan IHK yang jauh lebih cepat tidak lagi mengimbangi laju kenaikan indeks NTP dimana seharusnya kenaikan harga bahan makanan akan sangat menguntungkan bagi petani karena dapat meningkatkan kesejahteraannya. Namun berdasarkan data, NTP tanaman pangan justru tidak pernah mencapai indeks 100 sementara IHK bahan makanan selalu melaju diatas 100. Petani sebagai pihak utama yang memproduksi hasil-hasil pertanian sudah pasti tidak menikmati kenaikan harga bahan makanan tersebut.

Dari hal ini, perlu dipikirkan upaya peningkatan kesejahteraan petani, melalui perimbangan margin dan transparansi pembentukan harga, agar nantinya petani dapat menjadi salah satu pihak yang diuntungkan.

Grafik 3

NTP Tanaman Pangan dan IHK Bahan Makanan

99,41 138,35 50 60 70 80 90 100 110 120 130 140 150 160 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 2009 2010 2011

NTP Tanaman  Pangan IHK Bahan  Makanan

BAB VII

Perkiraan Ekonomi dan

Dokumen terkait