• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERKEMBANGAN KEUANGAN DAERAH

Dalam dokumen BAB 1 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO REGIONAL (Halaman 47-52)

Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau 

Triwulan I ‐ 2009  51

BAB 4

PERKEMBANGAN KEUANGAN DAERAH

4.1. KONDISI UMUM  

Beragam tantangan yang dihadapi pemerintah daerah dalam reformasi anggaran dan keuangan berdasarkan peraturan perundangan yang berlaku. Selain berupa peraturan yang saling bertentangan yang dikeluarkan oleh Departemen di tingkat nasional, kesulitan muncul dalam keseluruhan siklus keuangan pemerintah daerah. Mulai dari pengesahan anggaran sampai ke penyusunan laporan keuangan, yang disebabkan oleh kompleksitas peraturan, kurangnya SDM, buruknya koordinasi dan tidak memadainya teknologi yang digunakan.

Beberapa contoh yang lebih spesifik antara lain: Keterpaduan Perencanaan dan Penganggaran. Keterkaitan antara UU No 25/1999, UU No 17/2003 dan UU No 32/2004 dalam penyusunan Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM). Perencanaan Tahunan Kebijakan Umum Anggaran (KUA/PPAS), dan anggaran tahunan tidak jelas. Sedang tujuan dari PP No 58/2005 dan Permendagri No 13/2006 adalah untuk mengaitkan perencanan dan penganggaran.

Dalam Permendagri No 13 Tahun 2006 dokumen perencanaan dan anggaran tertentu disiapkan oleh Satuan Kerja Perangkan Daerah (SKPD). Dan ini menyulitkan pemerintah daerah karena kurangnya kompetensi teknis pada tingkat tersebut. Tidak terdapat indikator untuk mengukur pencapaian target penyediaan layanan yang digunakan dalam perencanaan, serta tidak adanya kaitan dengan indikator target dalam anggaran tahunan yang berbasiskan kinerja. Kemudian dalam Kep. Mendagri No 29 Tahun 2002, DPRD (pihak legislatif) menetapkan Arah Kebijakan Umum (AKU), yang berfungsi sebagai panduan kebijakan umum bagi eksekutif dalam menyusun rancangan anggaran (RAPBD). Sementara, dalam Permendagri No 13 Tahun 2006, DPRD mengeluarkan KUA, yang mirip dengan AKU tapi dengan program dan kagiatan yang jauh lebih rinci. AKU membatasi Eksekutif dalam penyusunan rancangan anggaran sampai Batas rincian yang mungkin tidak realistis atau tidak praktis. Hasilnya, rancangan anggaran yang dihasilkan akan terliha berbeda dengan KUA sehingga menyebabkan konflik antara DPRD dan Eksekutif.

 

Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau 

Triwulan I ‐ 2009  52

Hasilnya, rancangan anggaran yang dihasilkan akan terlihat berbeda dengan KUA sehingga menyebabkan konflik antaran DPRD dan Eksekutif. Tertundanya pengesahan APBD juga merupakan hal yang sangat lazim terjadi, akibat prosesnya sendiri yang seringkali berjalan tidak sesuai dengan kalender anggaran yang telah ditetapkan. Beberapa tahap yang seharusnya dilakukan secara beruntun, seperti misalnya penyusunan kebijakan umum anggaran dan instruksi anggaran bagi dinas, pada kenyataannya dilakukan secara bersamaan. Kadang rancangan anggaran sudah dalam tahap review sementara kebijakan umum anggaran belum lagi disahkan. Meskipun menurut peraturan, anggaran harus sudah disahkan pada akhir Desember untuk tahun anggaran yang dimulai bulan Januari, kadang eksekutif baru mengajukan rancangan anggaran kepada DPRD pada bulan Pebruari. Sementara DPRD membutuhkan paling tidak dua bulan untuk review rancangan anggaran tersebut untuk memastikan anggaran telah mencerminkan kebutuhan dan prioritas masyarakat. Konsekuensi tidak dapat disahkannya anggaran sesuai jadwal, berarti pemerintah daerah tidak dapat mendanai proyek-proyek di luar belanja rutin, seperti gaji pegawai negeri.

Kualitas beberapa proyek menjadi jauh berkurang jika keterlambatan pengesahan anggaran menyebabkan tidak tersedianya waktu yang memadai untuk merencanakan dan melakukan proyek bersangkutan.Untuk mempercepat proses pengesahan anggaran, baik pihak legislatif maupun eksekutif harus melakukan pendekatan yang tegas dalam menerapkan langkah -langkah yang diperlukan bagi penyelesaian proses APBD secara efisien dan tepat waktu.

4.2. PERKEMBANGAN PENERIMAAN PEMERINTAH

Anggaran Penerimaan seluruh pemerintah kabupaten dan kota pada tahun 2009 mengalami penurunan yang signifikan, sebesar 29,6% dibanding tahun 2008. Total Penerimaan tahun 2009 dianggarkan sebesar Rp 5,07 triliun, sedangkan di tahun 2008 sebesar Rp7,2 triliun.

Menurunnya anggaran penerimaan tahun 2009 disebabkan adanya penyesuaian-penyesuaian pos pendapatan yang berasal dari Dana Perimbangan. Setelah mencermati perkembangan informasi tentang penetapan target DBH PPh, Pertambangan, DAU, DAK bagian Provinsi Kepri Tahun 2009 melalui Surat Dirjen Perimbangan Keuangan Nomor : S-539/PK/2008 tanggal 31 Oktober 2008, maka perlu untuk dilakukan penyesuaian terhadap target penerimaan yang berasal dari DBH PPh, Pertambangan, Dana Alokasi Umum (DAU) dan Dana Alokasi Khusus (DAK). Selain itu, dengan adanya tren penurunan harga komoditas

 

Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau 

Triwulan I ‐ 2009  53

primer di pasaran internasional, maka perlu dilakukan penyesuaian penurunan jumlah target penerimaan yang bersumber dari DBH Migas, dan DBH PBB.

Tabel 4.1.

Perkembangan APBD Kab/Kota di Provinsi Kepulauan Riau Tahun Anggaran 2008 dan 2009

2008 2009 % ∆

TOTAL PENERIMAAN 7,199,276 5,066,700 -29.62%

Pendapatan Asli Daerah (PAD) 13,732,036 1,050,395 -92.35%

DANA PERIMBANGAN 3,020,707 3,836,335 27.00%

TOTAL BELANJA 5,155,325 6,702,499 30.01%

Belanja Tidak Langsung 1,959,360 2,463,137 25.71%

- Belanja bantuan Sosial 194,997 222,388 14.05%

Belanja Langsung 3,195,965 4,239,364 32.65%

- Belanja Pegawai 400,679 590,169 47.29%

- Belanja Barang dan Jasa 1,330,753 1,519,122 14.16%

- Belanja Modal 1,464,533 2,130,074 45.44%

 

4.3. PERKEMBANGAN BELANJA PEMERINTAH

Dalam kurun waktu tahun 2002-2008, tingkat penyerapan anggaran belanja oleh sebagian besar kabupaten dan kota di provinsi Kepulauan Riau tergolong belum optimal. Tingkat penyerapan terendah terjadi pada kabupaten Natuna, dimana pada tahun 2008 diperkirakan hanya 75% dari APBD TA.2008 yang disetujui sebesar Rp1,04 triliun. Sedangkan tahun 2007 hanya terealisasi sebesar 73,5% dari target APBD tahun berjalan.

Sumber : Direktorat Jenderal Keuangan Daerah (diolah)

*) data tahun 2009 tidak termasuk Kabupaten Kepulauan Anambas

Sumber : Direktorat Jenderal Keuangan Daerah (diolah)

Grafik 4.1.

Tingkat Penyerapan Anggaran APBD Kabupaten/Kota di Provinsi Kepulauan Riau

 

Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau 

Triwulan I ‐ 2009  54

Adapun daerah yang memiliki tingkat penyerapan anggaran belanja tertinggi adalah kabupaten Bintan, dimana realisasi belanja pemerintah di tahun 2008 diperkirakan sekitar Rp663 milyar, mencapai 127,9% dari target APBD TA. 2008 yang ditetapkan sebesar Rp518,3 milyar. Kinerja pemerintah kabupaten Bintan sangat baik selama 3 tahun terakhir, antara lain terlihat dari optimalnya penyerapan anggaran belanja hingga melampaui target APBD yang telah ditetapkan. Hal ini sekaligus memperlihatkan kesadaran seluruh perangkat daerah dalam memberikan stimulus bagi perekonomian daerahnya.

Pengelolaan keuangan yang cukup baik juga dilakukan oleh pemerintahan kabupaten Karimun, meski di tahun 2008 diperkirakan menurun. Total pengeluaran pemerintah selama tahun 2005 s.d. 2007 terealisasi maksimal dengan tingkat pencapaian yang melampaui target APBD yang ditetapkan. Bahkan pada tahun 2007, tingkat penyerapan anggaran mencapai 162,7%. Namun di tahun 2008, tingkat penyerapan anggaran diperkirakan menurun hingga hanya terealisasi sekitar 80,2% dari target APBD TA. 2008 sebesar Rp 757 milyar.

Sementara itu kota Batam yang diharapkan menjadi lokomotif pertumbuhan provinsi Kepulauan Riau tidak pernah mencapai tingkat realisasi yang optimal dalam 5 tahun terakhir. Penyerapan anggaran belanja rata-rata hanya sebesar 85,2%. Di tahun 2008, dari target APBD yang telah disahkan sebesar Rp 882 milyar diperkirakan hanya terserap sekitar 84,4%. Meskipun kontribusinya terhadap pembentukan PDRB kota Batam terus meningkat dari tahun 2002 sebesar 0,93%, di tahun 2008 memberi kontribusi sebesar 2,27% terhadap perekonomian kota.

Sumber : Direktorat Jenderal Keuangan Daerah; BPS Provinsi Kepulauan Riau; BPS Kota Batam (diolah)

Grafik 4.2.

Tingkat Penyerapan Anggaran Belanja & Kontribusinya thp PDRB kota Batam

Grafik 4.3.

Tingkat Penyerapan Anggaran Belanja & Kontribusinya thp PDRB Kepulauan Riau

 

Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau 

Triwulan I ‐ 2009  55

Secara keseluruhan, dalam 3 tahun terakhir diketahui bahwa penyerapan anggaran dari seluruh kabupaten dan kota di Kepulauan Riau semakin menurun. Penyerapan anggaran belanja di tahun 2006 sempat melampaui target pengeluaran dengan tingkat realisasi sekitar 102,7%, akibat tingginya penyerapan di kabupaten Bintan dan Karimun, serta kota Tanjungpinang. Namun di tahun 2007 turun menjadi 87,8%, dan di tahun 2008 diperkirakan hanya terserap sebesar 86,3%. Bersamaan dengan itu, kontribusi yang diberikan terhadap perkembangan ekonomi Kepulauan Riau juga semakin menurun. Dimana pada tahun 2008 diperkirakan memberi kontribusi sebesar 8,28%, menurun dibandingkan tahun 2007 yang berkontribusi mencapai 10,42%.

Jika melihat target APBD TA.2009 seluruh kabupaten dan kota di Kepulauan Riau diketahui bahwa secara total terdapat kenaikan yang signifikan mencapai 30% dibanding tahun 2008. Target anggaran belanja tahun 2009 sebesar Rp 6,7 triliun sedangkan tahun sebelumnya tercatat sebesar Rp5,2 triliun. Kenaikan anggaran APBD tersebut diharapkan dapat men-trigger pertumbuhan ekonomi provinsi Kepulauan Riau, karena kenaikan terbesar terjadi pada pos anggaran Belanja Modal yang mengalami peningkatan 45,4% di tahun 2009 menjadi sebesar Rp2,13 triliun. Sementara anggaran belanja Barang dan Jasa juga mengalami peningkatan yang cukup siginifikan dari Rp1,33 triliun menjadi Rp 1,52 triliun, atau naik 14,2%.

Peningkatan anggaran belanja Modal dan Barang/jasa akan memberi efek pengganda

(multiplier) bagi perkembangan ekonomi daerah di tengah situasi krisis keuangan global yang

mulai dirasakan dampaknya sejak pertengahan tahun 2008 lalu. Upaya pemerintah daerah dalam meredam dampak krisis juga cukup terlihat dari meningkatnya anggaran belanja Bantuan Sosial bagi masyarakat tidak mampu, dimana pada tahun 2009 dianggarkan sebesar Rp222 milyar, atau meningkat 14,05% dibandingkan anggaran yang tersedia pada tahun 2008.

Dengan demikian, partisipasi aktif pemerintah daerah Kepulauan Riau menjadi semakin penting dalam menjaga tingkat pertumbuhan ekonomi wilayahnya sejalan dengan target pertumbuhan Nasional tahun 2009. Percepatan realisasi belanja secara proporsional diyakini mampu memberi stimulus positif bagi penciptaaan lapangan kerja di tengah langkah rasionalisasi karyawan yang mulai dilakukan perusahaan-perusahaan untuk menjaga kesinambungan bisnisnya. Lebih jauh, realisasi belanja secara optimal selama semester I-2009 sangat dibutuhkan guna mengantisipasi dampak krisis yang semakin intens dirasakan pada triwulan I-2009 dan diperkirakan masih berlanjut di triwulan mendatang.

 

Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau 

Triwulan I ‐ 2009  56

BAB 5

Dalam dokumen BAB 1 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO REGIONAL (Halaman 47-52)