• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 1 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO REGIONAL

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB 1 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO REGIONAL"

Copied!
71
0
0

Teks penuh

(1)

 

Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau 

Triwulan I ‐ 2009  5

BAB 1

PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO REGIONAL

1.1. KONDISI UMUM

Di awal tahun 2009, imbas krisis finansial global terhadap perekonomian Kepulauan Riau dirasakan semakin intens. Laju pertumbuhan ekonomi memasuki zona negatif dengan melambat sebesar -0,89% (y-o-y) di triwulan I-2009, sedangkan triwulan sebelumnya masih tumbuh di level 3,05%. Kinerja ekspor yang diperkirakan melambat sebesar -5,5% masih menjadi penyebab utama koreksi pertumbuhan di triwulan laporan. Kondisi tersebut sangat dipengaruhi oleh kesulitan finansial bahkan resesi yang dialami sebagian besar negara-negara prinsipal, seperti AS, Jepang, Eropa dan Singapura. Selain itu, realisasi investasi barang modal diperkirakan tumbuh terbatas setelah tahun 2008 mencapai tingkat pertumbuhan 30%. Meski demikian, tren menguatnya nilai tukar Rupiah serta penurunan harga komoditas internasional berkontribusi positif dalam menahan laju penurunan konsumsi lebih lanjut.

Dari sisi produksi, perlambatan ekonomi Kepulauan Riau didorong oleh melemahnya pertumbuhan di 3 sektor utama, yaitu sektor Industri Pengolahan, sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran, serta sektor Bangunan. Penurunan daya beli global berpengaruh signifikan terhadap turunnya permintaan barang-barang manufaktur yang diproduksi di Kepulauan Riau, khususnya kota Batam. Rata-rata penurunan utilisasi produksi bahkan telah mencapai 30% - 50%.

Sumber : BPS Kepulauan Riau *) angka sementara **) angka sangat sementara

Tabel 1.1.

Pertumbuhan Ekonomi Sektoral dan Penggunaan (yoy) Grafik 1.1.

Struktur Perekonomian Kepulauan Riau

2009

III IV I II III IV* I**

SEKTOR EKONOMI

1. Pertanian 6.77% 10.44% 8.37% 5.78% 2.18% -0.72% 0.08% 2. Pertambangan & Penggalian -2.28% -2.91% -1.89% -2.99% -2.85% -3.09% -1.29% 3. Industri Pengolahan 5.86% 6.35% 5.56% 6.35% 4.67% 1.78% -3.72% 4. Listrik, Gas & Air Bersih 6.07% 9.06% 13.49% 12.34% 5.12% 1.65% -0.73% 5. Bangunan 32.31% 46.12% 45.93% 42.58% 28.52% 24.03% 14.81% 6. Perdagangan, Hotel & Restoran 8.60% 9.07% 10.52% 10.37% 8.36% 2.21% -0.87% 7. Pengangkutan & Komunikasi 11.36% 15.32% 18.56% 16.34% 13.84% 9.64% 5.71% 8. Keuangan, Persewaan & Jasa P'an 10.12% 11.51% 11.69% 10.69% 9.59% 7.10% 6.12% 9. Jasa-Jasa 13.81% 20.07% 20.57% 17.47% 14.77% 10.36% 8.29%

KOMPONEN PENGGUNAAN

1. Konsumsi Rumah Tangga 16.03% 19.58% 23.04% 17.48% 18.59% 17.45% 11.42% 2. Konsumsi Lembaga Swasta 11.29% 15.26% 16.74% 11.26% 11.94% 13.91% 15.59% 3. Pengeluaran Konsumsi Pemerintah 16.07% 20.67% 18.06% 13.30% 9.15% 13.01% 14.54% 4. Pembentukan Modal Tetap Bruto 9.94% 17.96% 26.50% 34.38% 31.22% 25.72% 9.25% 5. Ekspor Barang dan Jasa 157.09% -0.50% 7.07% 5.88% 0.60% -1.39% -5.50% 6. Impor Barang dan Jasa 15.55% 13.06% 12.95% 15.59% 23.46% 19.57% 16.42%

P D R B 7.24% 8.50% 8.63% 8.60% 6.52% 3.05% -0.89%

(2)

 

Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau 

Triwulan I ‐ 2009  6

Kuatnya interaksi antara provinsi Kepulauan Riau dengan Singapura semakin terlihat dari pola historis pertumbuhan ekonomi kedua wilayah. Perekonomian Singapura yang mengalami resesi sejak akhir tahun 2008 diperkirakan semakin memburuk di triwulan awal 2009 dengan melambat -11,5%. Kondisi tersebut diduga turut berperan terhadap pertumbuhan negatif sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran di periode ini.

Sumber : Bank Indonesia Batam & MTI Singapore (diolah)

*) Angka Sementara Sumber : Kurs Tengah Bank Indonesia

Grafik 1.2.

Perkembangan Kurs IDR terhadap USD dan SGD Grafik 1.2.

Pertumbuhan Ekonomi Kepri. &Singapura (y-o-y)

Krisis  1997/  1998  Krisis  2007/  2008  Grafik 1.4.

Perkembangan Harga Minyak Dunia (WTI)

Sumber : Bloomberg *) harga pertengahan April 2009

Grafik 1.7.

Perkembangan Harga Karet Dunia Grafik 1.6.

Perkembangan Harga Batu Bara Dunia

Grafik 1.5.

(3)

 

Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau 

Triwulan I ‐ 2009  7

1.2. SISI PERMINTAAN

1.2.1. Konsumsi

Tren penguatan nilai tukar Rupiah dan menurunnya harga komoditas di pasar internasional sejak awal tahun 2009 berpengaruh positif terhadap perkembangan konsumsi di Kepulauan Riau. Meski melambat, pertumbuhan konsumsi rumah tangga di triwulan I-2009 relatif baik yakni sebesar 11,42% (yoy). Di lain pihak, komponen konsumsi lembaga swasta nirlaba dan konsumsi pemerintah justru berakselerasi dibanding triwulan sebelumnya, dengan laju pertumbuhan masing-masing sebesar 15,56% dan 14,54%.

Krisis keuangan global yang terjadi sejak akhir tahun 2007 mulai berdampak pada variabel konsumsi sejak kuartal II tahun 2008. Efek penurunan yang ditimbulkan cukup terbatas, namun tetap menunjukkan tren meningkat jika dibanding tahun-tahun sebelumnya. Secara keseluruhan, komponen konsumsi merupakan faktor penyangga perekonomian Kepulauan Riau di periode laporan.

Grafik 1.9.

Perkembangan Impor Barang Konsumsi

Sumber : SEKDA - BI

Grafik 1.10.

Perkembangan Indeks Nilai Tukar Petani (NTP)

Sumber : BPS Provinsi Kepulauan Riau Grafik 1.8.

Laju Pertumbuhan Konsumsi (y-o-y)

Sumber : BPS Provinsi Kepulauan Riau (diolah)

Periode  Krisis  

(4)

 

Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau 

Triwulan I ‐ 2009  8

Daya beli masyarakat petani relatif meningkat didorong oleh kenaikan harga beberapa komoditas pangan di wilayah Kepulauan Riau. Selama bulan Januari – Maret, wilayah Kepulauan Riau mengalami “musim utara” dimana kecepatan angin relatif tinggi yang menimbulkan gelombang laut yang tinggi. Terganggunya aktivitas pelayaran mengakibatkan pasokan komoditas pangan yang diimpor, baik antar daerah maupun antar negara, menjadi berkurang. Kondisi yang direspon dengan naiknya harga-harga kebutuhan pangan ternyata cukup membantu daya beli petani di tengah penurunan harga komoditas, sebagaimana ditunjukkan dengan tren kenaikan indeks Nilai Tukar Petani (NTP) selama Januari dan Februari 2009.

Melambatnya laju pertumbuhan Konsumsi Rumah Tangga di periode ini cukup terkonfirmasi dari arah penurunan berbagai indikator konsumsi terutama untuk komoditas non-makanan. Angka penjualan kendaraan bermotor baru semakin terkoreksi. Penjualan kendaraan roda empat di bulan Februari 2009 hanya tumbuh 10,5% sedangkan di akhir tahun 2008 masih tumbuh 63,5% (y-o-y). Bahkan, pertumbuhan penjualan Sepeda Motor telah memasuki zona negatif sejak awal tahun 2009. Jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya, angka penjualan Sepeda Motor dalam 2 bulan pertama turun hingga 15%.

`

Selain itu, indikator konsumsi listrik untuk kelompok rumah tangga juga mengalami penurunan level pertumbuhan. Total pemakaian listrik PT.PLN Batam oleh kelompok rumah tangga selama triwulan I-2009 tercatat sebesar 87.620 MWh atau tumbuh hampir 9% (yoy). Sementara itu pada triwulan sebelumnya pemakaian listrik rumah tangga masih mengalami pertumbuhan lebih dari 15% (yoy).

Stimulus yang dihasilkan dari belanja Pemerintah daerah masih jauh dari harapan. Asesmen ini didasarkan dari rendahnya tingkat realisasi anggaran belanja dalam 4 tahun terakhir. Di samping kekhawatiran terhadap semakin intensifnya pengawasan terhadap penggunaan anggaran pemerintahan daerah, masa kampanye pemilu legislatif ternyata cukup

Grafik 1.12.

Pertumbuhan Penjualan Kendaraan Bermotor Grafik 1.11.

Pertumbuhan Penjualan Kendaraan Bermotor

(5)

 

Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau 

Triwulan I ‐ 2009  9

menyita konsentrasi pemerintah daerah untuk menjalankan program kerjanya. Tren menurunnya laju pertumbuhan konsumsi pemerintah cukup tercermin dari tingkat penyerapan anggaran yang relatif menurun sampai dengan tahun 2008. Akibatnya, kontribusi pengeluaran pemerintah dalam menstimulus perekonomian daerah menjadi semakin kecil.

Indikator konsumsi semen juga memperlihatkan penurunan tajam. Penjualan semen untuk wilayah Kepulauan Riau selama triwulan I-2009 sebanyak 181,56 ribu ton, atau melambat -0,41% dibanding triwulan I-2008 (yoy). Angka penjualan mengalami koreksi yang signifikan pada bulan Maret 2009 yang turun 18,68% dibanding bulan Maret tahun sebelumnya.

Sementara di sisi pembiayaan perbankan menunjukkan hal yang sama dimana pertumbuhan kredit konsumsi terus menurun sejak Oktober 2008. Meski demikian angka pertumbuhan masih berada di level yang cukup tinggi dimana pada bulan Maret 2009 posisi penyaluran kredit Konsumsi total perbankan di Kepulauan Riau mencapai Rp 4,7 triliun atau tumbuh sekitar 30,7%.

1.2.2. Investasi

Perkembangan investasi barang modal – Pembentukan Modal tetap Bruto (PMTB) sepanjang tahun 2008 cenderung stabil dengan tren meningkat. Investasi PMTB pada tahun 2008 tumbuh 29,4% dibanding tahun 2007. Namun memasuki triwulan awal tahun 2009, kinerja investasi relatif terbatas dengan pertumbuhan sebesar 9,25% (yoy). Penurunan angka realisasi investasi tidak terlebas dari belum membaiknya perekonomian negara-negara prinsipal utama seperti Singapura, AS, Jepang, dan Eropa. Kesulitan finansial yang dialami negara-negara tersebut sangat mempengaruhi langkah ekspansi yang akan dilakukan di

Grafik 1.14.

Penjualan Semen di Kepulauan Riau

Sumber : Asosiasi Semen Indonesia Grafik 1.13.

Kredit Konsumsi Perbankan Kepri.

(6)

 

Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau 

Triwulan I ‐ 2009  10

wilayah Kepulauan Riau, baik dalam bentuk investasi baru maupun tamabahan investasi dalam rangka perluasan usaha.

Menurunnya laju pertumbuhan investasi PMTB dapat diidentifikasi dari penurunan beberapa indikator seperti impor barang modal serta penyaluran kredit investasi oleh perbankan. Nilai Impor barang modal yang masuk ke wilayah kepabeanan Kepulauan Riau relatif berfluktuasi meski trennya menurun. Namun secara riil, volume barang modal yang diimpor menunjukkan perlambatan yang lebih intens sampai bulan Februari 2009.

Sementara di sisi pembiayaan perbankan pertumbuhan kredit investasi posisi Maret 2009 masih relatif minimal. Jika pada akhir tahun 2008, penyaluran kredit invetasi masih tumbuh 16,02%, namun pada posisi bulan Maret 2009 hanya tumbuh 13,4% dibanding periode yang sama tahun sebelumnya.

Selama bulan Januari s/d Maret 2009 total aplikasi PMA yang disetujui sebanyak 18 proyek baru dengan nilai investasi US$16.649.493, dan perluasan sebanyak 4 proyek perluasan dengan nilai US$6.259.344. Sedangkan investasi PMDN yang telah disetujui Investasinya selama periode triwulan I-2009 sebanyak Rp 22.450.000. Dari seluruh rencana

Grafik 1.16.

Nilai Impor Kepri Berdasarkan BEC

Sumber : SEKDA - BI Sumber : Laporan Bulanan Bank (BU+BPR)

Grafik 1.17.

Kredit Investasi Perbankan Kepri. Grafik 1.15

Perkembangan Investasi PMTB

Sumber : BPS Provinsi Kepulauan Riau (diolah)

Periode  Krisis  

(7)

 

Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau 

Triwulan I ‐ 2009  11

investasi tersebut diperkirakan dapat menyerap tenaga kerja lokal sebanyak 1.475 tenaga kerja.

Lebih rinci, pada bulan Januari 2009 disetujui 7 aplikasi proyek PMA dengan nilai investasi sebesar US$ 5.925.000, dan 1 proyek perluasan PMA dengan nilai US$350.000. Sedangkan investasi PMDN baru yang disetujui aplikasinya sebanyak 2 proyek dengan nilai investasi Rp11.050.000.000,-. Sementara pada bulan Februari 2009 disetujui 5 proyek aplikasi PMA dengan nilai investasi sebesar US$4.624.493, dan investasi perluasan sebanyak 2 proyek dengan nilai US$4.850.521. Serta 2 proyek PMDN baru senilai Rp11.400.000.000. Sedangkan pada bulan Maret 2009 telah disetujui aplikasi proyek PMA sebanyak 6 proyek dengan nilai investasi sebesar US$6.100.000, dan proyek perluasan sebanyak 1 proyek dengan nilai US$1.058.823.

Persetujuan aplikasi investasi tersebut berasal dari negara-negara : Singapura, Inggris, Australia, Malaysia, India, Luxemburg, Taiwan, Jepang, RRC, Belanda dan Korea Selatan. Adapun bidang usaha aplikasi PMA tersebut adalah : Industri Pembuatan / Perbaikan Kapal (1 proyek); Industri Pallet Kayu dan Komponen bahan Bangunan (1 proyek); Perdagangan Besar (Distributor Utama, Ekspor/Impor) (5 proyek); Industri peralatan lainnya dari logam dan industri paku, mur dan baut (2 proyek); Penjualan langsung dari jaringan (direct selling) (1 proyek); Jasa Engineering Procurement Construction (EPC) (1 proyek); serta Industri dan jasa lainnya (7 proyek).

Perencanaan pembangunan pada dasarnya akan ditentukan oleh kemampuan penyediaan sumber pembiayaan atas dana untuk diinvestasikan guna mencapai laju pertumbuhan dan tingkat kesejahteraan yang hendak dicapai. Untuk keperluan analisis ini, biasanya digunakan konsep Incremental Capital Output Ratio (ICOR). Perhitungan yang diperoleh berupa angka yang menunjukan perbandingan antara investasi yang diperlukan untuk dapat meningkatkan tambahan pendapatan atau output.

Berdasarkan penelitian LPEM-UI pada tahun 2007, diketahui bahwa ICOR Kepulauan Riau sebesar 3,795. Dengan laju pertumbuhan ekonomi tahun 2008 sebesar 6,65% (y-o-y) dan asumsi belanja publik pada APBD 2009 sebesar 70% atau Rp 1,148 triliun (dispenda Kepri), maka untuk mencapai tingkat pertumbuhan 2% - 5% dibutuhkan investasi swasta sebesar Rp 2,6 – 5,8 triliun pada tahun 2009. Besaran ini diharapkan dapat tercapai dengan resminya penerapan Free Trade Zone (FTZ) Batam-Bintan-Karimun (BBK) di awal April 2009 ini.

(8)

 

Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau 

Triwulan I ‐ 2009  12

1.2.3. Ekspor-Impor

Neraca perdagangan luar negeri Kepulauan Riau lebih tertekan menyusul penurunan ekspor secara tajam hingga berkontraksi sebesar 5,5% di triwulan I-2009 (yoy). Sementara itu, impor barang dan jasa tumbuh relatif stagnan selama masa krisis global. Resesi di beberapa negara prinsipal besar seperti Singapura, Jepang dan Amerika Serikat, yang diikuti dengan penurunan daya beli global sangat berpengaruh terhadap berkurangnya kuantitas

order produk yang diolah (manufactured) di wilayah Kepulauan Riau, khususnya kota Batam.

Imbasnya, lalu lintas perdagangan bahan baku dan bahan penolong menjadi menurun. Buruknya kinerja ekspor berkontribusi signifikan terhadap perlambatan ekonomi Kepulauan Riau di triwulan laporan.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) Kepulauan Riau, total ekspor barang dan jasa dari wilayah kepabeanan selama Januari-Maret 2009 diperkirakan sebesar Rp9,24 triliun atau turun 5,5% dibanding periode yang sama tahun 2008 yang tercatat sebesar Rp9,78 triliun. Sementara itu angka realisasi impor sebesar Rp 5,83 triliun masih menunjukkan tingkat pertumbuhan yang stabil pada level 16,42% (yoy).

Ditinjau dari volume perdagangan, penurunan ekspor di kuartal awal 2009 berlangsung lebih agresif. Volume barang yang diekspor selama dua bulan pertama sebanyak 2,43 juta ton atau menurun 28,1% dibanding periode yang sama tahun 2008. Penurunan volume ekspor sebagian besar terjadi pada jenis pasir, batu-batuan, bijih besi dan arang sebagai komoditas yang memiliki volume ekspor dominan. Meski demikian, perkembangan beberapa komoditas ekspor utama seperti barang-barang dari besi dan baja, serta perlengkapan shipyard justru memperlihatkan arah meningkat. Sementara volume ekspor mesin-mesin dan peralatan elektronik relatif stagnan di awal tahun 2009.

Grafik 1.18

Pertumbuhan Ekspor-Impor Kepulauan Riau (y-o-y)

Sumber : BPS Provinsi Kepulauan Riau (diolah)

Periode  Krisis

(9)

 

Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau 

Triwulan I ‐ 2009  13

Berdasarkan negara tujuan dan asal barang, volume ekspor-impor dari dan ke negara Singapura relatif menurun. Pada periode Januari-Februari 2009, total barang yang diekspor ke Singapura sebanyak 1,4 juta ton, sedangkan pada periode yang sama tahun 2008 masih tercatat sebanyak 1,6 juta ton. Penurunan volume ekspor melalui Singapura berpengaruh langsung terhadap menurunnya volume ekspor secara keseluruhan, karena pangsanya yang dominan mencapai 57% dari total volume ekspor. Fenomena yang terjadi adalah peningkatan volume ekspor ke Hongkong cukup mengkompensir penurunan ekspor ke negara Cina. Adapun kinerja impor juga menunjukkan penurunan terutama disebabkan oleh menurnnya impor dari negara Malaysia. Sementara itu impor dari Singapura, Eropa, dan Cina masih relatif stabil.

Terkoreksinya aktivitas ekspor-impor juga cukup teridentifikasi dari penurunan aktivitas peti kemas di pelabuhan Batu Ampar, Sekupang dan Kabil sebagai pelabuhan utama Free Trade Zone (FTZ) kota Batam. Perlambatan aktivitas masih dirasakan pada jalur perdagangan luar negeri dimana kuantitas bongkar-muat barang masih berada di level terendah. Total barang yang dibongkar (impor) dari luar negeri selama Januari-Maret 2009 sebanyak 16.273 Teus atau turun 33,4% dibanding triwulan I tahun 2008. Sedangkan

Grafik 1.19.

Perkembangan Volume Produk Ekspor Utama

Grafik 1.20.

Perkembangan Volume Produk Impor Utama

Grafik 1.22.

Volume Impor dari Negara Asal Utama Grafik 1.21.

Volume Ekspor ke Negara Tujuan Utama

(10)

 

Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau 

Triwulan I ‐ 2009  14

volume barang yang di-muat selama triwulan I-2009 menurun 39,9% dibanding periode yang sama tahun sebelumnya menjadi sebanyak 14.540 Teus. Adapun perdagangan antar pulau (domestik) memperlihatkan arah meningkat disebabkan adanya kenaikan arus perdagangan kebutuhan pokok antar pulau akibat tingginya harga barang kebutuhan di pasar luar negeri seiring pelemahan kurs Rupiah.

Informasi terkini pelaksanaan FTZ di Batam sejak 1 April 2009 belum memperlihatkan perkembangan yang positif. Frekuensi kapal barang yang berlabuh dan bersandar di Pelabuhan Batu Ampar mengalami penurunan akibat pembatasan importasi barang oleh Badan Pengusahaan (BP) FTZ-Batam lalu. Salah satu aturan importasi tersebut adalah mewajibkan proses importasi berdasarkan master list untuk kebutuhan 1 tahun sehingga secara tidak langsung mengurangi intensitas kapal barang.

1.3. SISI PENAWARAN

Melambatnya aktivitas ekspor-impor berdampak besar terhadap kinerja sektor-sektor produktif di Kepulauan Riau. Berdasarkan pantauan ke beberapa perusahaan manufaktur skala besar diperoleh informasi bahwa penurunan kapasitas produksi terpakai (utilisasi) berkisar antara 30% - 50%. Bersamaan dengan itu, kinerja sektor Bangunan dan sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran juga menurun tajam. Sedangkan sektor-sektor lainnya turut terkoreksi meski dalam skala yang lebih minimal.

1.3.1. Sektor Industri Pengolahan

Laju perlambatan sektor industri pengolahan semakin berlanjut bahkan berkontraksi di triwulan laporan. Nilai tambah yang dihasilkan sektor Industri Manufaktur di triwulan I-2009 menurun 3,72% (yoy), setelah periode sebelumnya tumbuh cukup terbatas di angka

Grafik 1.23.

Aktivitas Peti Kemas Internasional di Pelabuhan

Sumber : Otorita Batam, Pelabuhan Batam

Ket.: Pelabuhan Batam meliputi pelabuhan Batu Ampar, Sekupang dan Kabil.

Grafik 1.24.

(11)

 

Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau 

Triwulan I ‐ 2009  15

1,78%. Penurunan disebabkan oleh melemahnya permintaan global dan resesi yang dihadapi beberapa negara mitra dagang utama seperti Singapura, Jepang, dan AS. Akibatnya utilisasi produksi sebagian perusahaan manufaktur menurun sekitar 30% – 50% dibanding kondisi normal. Peningkatan angka pengangguran akibat pemutusan hubungan kerja (PHK) atau kontrak yang tidak diperpanjang juga semakin memperlambat laju perekonomian di triwulan I-2009.

Kontribusi penurunan sebagian besar dihasilkan dari melambatnya aktivitas sub-sektor Alat Angkutan, Mesin dan Peralatannya, serta sub-sektor Logam Dasar Besi dan Baja. Nilai tambah yang dihasilkan dari industri Alat Angkutan, Mesin dan Peralatannya di triwulan I-2009 turun 3,94% dibanding triwulan I-2008 (yoy), sedangkan industri logam dasar besi dan baja menurun 2,49%. Adapun sub-sektor industri lainnya seperti industri Makanan, Tekstil, Barang Kayu, Kertas, Pupuk, Kimia dan Semen juga mengalami pertumbuhan minus di triwulan laporan.

Hasil survei terhadap 12 perusahaan manufaktur skala besar diperoleh informasi bahwa perusahaan tidak melakukan perpanjangan kontrak kepada 5.200 lebih pekerja sejak Januari 2008 sampai Maret 2009. Di samping itu, masih terdapat potensi PHK yang cukup besar dari 12 perusahaan tersebut di tahun 2009 ini.

Sektor industri pengolahan di provinsi Kepulauan Riau memiliki keterkaitan dengan sektor manufaktur Singapura. Hal ini disebabkan karena sebagian besar perusahaan manufaktur yang berasal dari Amerika Serikat, Eropa dan Jepang juga memiliki production

site di Singapura, atau setidaknya kantor perwakilan (representative) dan marketing. Dengan

melihat kuatnya hubungan dagang antara provinsi Kepulauan Riau khususnya kota Batam dengan Singapura, maka pertumbuhan negatif yang dialami oleh sektor industri telah dapat diperkirakan sebelumnya. Estimasi terkini dari Departemen Perindustrian dan Perdagangan

Grafik 1.25.

Pertumbuhan Sub-Sektor Industri Pengolahan Tw.III & Tw.IV-2008

Sumber : BPS Kepulauan Riau, diolah Sumber : Survei Liaison Bank Indonesia Batam, Maret 2009

No. Nama Perusahaan Jlh Pekerja    Des‐2007 PHK          2008‐2009 Potensi PHK  2009 Jlh Pekerja      Des‐2009 (P) Penurunan  Produksi 1 PT. Sat Nusapersada Tbk 6,000 400 1,600 4,000 40% 2 PT. Schneider Electric  1,400 700 0 700 40% 3 PT. Japan Servo 1,000 500 100 400 70% 4 PT. Epcos 3,000 180 0 2,820 30% 5 PT. Ciba Vision 3,066 800 0 2,266 30% 6 PT. TEC Indonesia 1,600 400 200 1,000 30% 7 PT. TEAC Electronics Indonesia 1,900 800 100 1,000 40% 8 PT. Infineon Technologies 1,750 0 450 1,300 30% 9 PT. Unisem 4,400 800 0 3,600 20% 10 PT. Yoshikawa Electronic Bintan 800 121 0 679 20% 11 PT. Amtek Enginering 1,000 202 200 598 50% 12 PT. Sumitomo Wiring System 950 395 100 455 50% 26,866 5,298 2,750 18,818 Total   Tabel 1.2.

Jumlah PHK di Beberapa Perusahaan Manufaktur Kota Batam

(12)

 

Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau 

Triwulan I ‐ 2009  16

Singapura memperkirakan kinerja sektor manufaktur akan semakin memburuk di triwulan I-2009 ini dengan berkontraksi sebesar -29% (yoy). Buruknya rapor sektor manufaktur merupakan determinan utama semakin melambatnya laju pertumbuhan di triwulan laporan.

Penurunan kinerja di triwulan I-2009 cukup teridentifikasi dari perkembangan volume impor produk utama sektor Industri Pengolahan (termasuk Kawasan Berikat), seperti barang-barang dari besi dan baja, bahan baku dan perlengkapan industri kapal (shipyard), mesin-mesin, serta perlengkapan elektronik. Perlambatan terbesar diperlihatkan oleh 2 produk utama yakni logam dasar serta barang-barang (articles) yang terbuat dari besi dan baja. Sementara itu impor perlengkapan eletronik dan mesin-mesin relatif stagnan selama bulan Januari dan Februari 2009.

Indikasi perlambatan juga jelas terlihat dari berkurangnya konsumsi listrik golongan Industri. Konsumsi listrik Industri selama triwulan I-2009 sebanyak 88.253 MWh atau turun 9,39% dibanding triwulan I-2008 (y-o-y). Angka pertumbuhan konsumsi listrik oleh kelompok Industri terus menurun setelah 2 triwulan sebelumnya masih tumbuh sebesar 15,85% di triwulan III-2008 dan 4,57% di triwulan IV-2008. Aspek pembiayaan perbankan juga memperlihatkan pola yang serupa. Meski masih mengalami tingkat pertumbuhan yang tinggi, penyaluran kredit perbankan untuk sektor Industri Pengolahan memasuki tren menurun sepanjang triwulan I-2009.

1.3.2. Sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran

Krisis likuiditas global yang diikuti penurunan daya beli domestik menyebabkan pertumbuhan sektor unggulan ini merosot tajam. Sejak semester II tahun 2008, laju pertumbuhan menurun secara gradual hingga tumbuh -0,87% (yoy) di triwulan I-2009. Aktivitas perdagangan besar dan eceran merasakan dampak yang paling intens sehingga laju

Grafik 1.27.

Perkembangan Kredit Sektor Industri Pengolahan

Sumber : Laporan Bulanan Bank (BU+BPR) Grafik 1.26.

Perkembangan Konsumsi Listrik Sektor Industri

(13)

 

Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau 

Triwulan I ‐ 2009  17

pertumbuhan berkontraksi di kisaran 1,48%, sedangkan triwulan sebelumnya masih tumbuh 1,07%. Namun industri perhotelan dan restoran masih tetap tumbuh meski sangat terbatas.

Melambatnya sektor PHR terkonfirmasi dari penurunan pertumbuhan kredit untuk usaha distribusi, perdagangan eceran, restoran dan hotel. Pada posisi Maret 2009, posisi penyaluran kredit untuk bidang usaha distribusi sebesar Rp556 milyar atau naik 17,8% dibanding tahun sebelumnya (yoy), dimana pada posisi akhir tahun 2008 masih tumbuh 28,2%. Sedangkan posisi kredit untuk sektor perdagangan eceran tercatat sebesar Rp 1,03 triliun atau tumbuh -5,29%, dimana pada akhir tahun masih tumbuh di kisaran 5%. Adapun untuk sektor Restoran dan Hotel, pertumbuhan juga relatif terbatas di tingkat 2,53% dengan posisi outstanding kredit sebesar Rp345 milyar.

Terkoreksinya kegiatan perdagangan besar dan eceran juga dapat teridentifikasi dari penurunan aktivitas peti kemas di pelabuhan Batu Ampar, Sekupang dan Kabil sebagai pelabuhan utama Free Trade Zone (FTZ) kota Batam sebagaimana yang telah dibahas sebelumnya.

Sementara perlambatan yang terjadi di industri Perhotelan ditunjukkan dengan menurunnya tingkat hunian hotel berbintang di wilayah Kepulauan Riau, khususnya kota Batam. Tingkat hunian (occupancy rate) mengalami koreksi yang signifikan dari 49,63% di posisi Desember 2008 menjadi 37,46% di bulan Februari 2009. Menurunnya nilai tambah ekonomi yang dihasilkan oleh industri perhotelan diduga terkait dengan permasalahan energi yang kini dihadapi oleh industri hotel di kota Batam. Sebagaimana diatur dalam Permen ESDM No 33/2008, kenaikan tarif untuk hotel mencapai 43% dan untuk mall mencapai 51%. Kenaikan tarif ini menyebabkan sebagian besar hotel dan mall tidak dapat melakukan pembayaran seperti biasa. Akibatnya, PT. Pelayanan Listrik Nasional (PLN) Batam melakukan pemutusan aliran listrik ke 28 hotel dan 4 mall mulai pertengahan Maret 2009 lalu, dengan alasan untuk efisiensi beban operasional perusahaan. Dalam menjalankan aktivitas rutinnya, hotel dan mall menggunakan genset sendiri yang biaya operasionalnya relatif lebih besar.

Grafik 1.28.

Pertumbuhan PDRB Sub-sektor Perdagangan, Hotel & Restoran

Sumber : BPS Kepulauan Riau, diolah Sumber : Laporan Bulanan Bank (BU+BPR) Grafik 1.29.

Pertumbuhan Kredit Sektor Distribusi, Perdagangan Eceran, Hotel & Restoran

(14)

 

Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau 

Triwulan I ‐ 2009  18

Penurunan aktivitas bisnis di sektor pariwisata juga diperkuat dengan data penurunan jumlah penumpang domestik dan internasional yang datang melalui pintu masuk bandara Hang Nadim Batam. Jumlah penumpang pesawat yang datang selama triwulan I-2009 sebanyak 328.727 penumpang atau menurun 7,9% jika dibandingkan periode triwulan I-2008 (yoy).

Adapun komposisi wisatawan mancanegara (wisman) yang berkunjung ke wilayah Kepualuan Riau tidak banyak mengalami perubahan. Kunjungan wisman dari Singapura pangsanya cenderung menurun dari 54,6% di akhir tahun 2008 menjadi 42,6% di bulan Februari 2009. Sedangkan wisatawan asal Malaysia, India, Cina, Inggris, AS dan Australia relatif meningkat di bulan Februari 2009.

1.3.3. Sektor Bangunan

Pertumbuhan sektor bangunan semakin tertahan merespon turunnya daya beli pasar dan kenaikan harga bahan baku impor. Aktivitas sektor bangunan di Kepulauan Riau meningkat 14,81% (yoy) di triwulan I-2009, menurun tajam dibanding triwulan sebelumnya

Tabel 1.3

Pangsa Wisatawan Mancanegara yang Berkunjung ke Kepulauan Riau

Sumber : BPS Kepulauan Riau

Jan-08 Jan-09 Feb-09

Singapura 54.61% 54.26% 52.59% Malaysia 15.68% 14.54% 16.55% Korea Selatan 7.12% 4.49% 5.72% India 2.70% 3.74% 2.76% China 1.92% 3.91% 2.44% Jepang 3.05% 2.89% 3.07% Inggris 1.97% 2.06% 2.50% Amerika Serikat 1.15% 1.42% 1.39% Australia 1.23% 1.83% 1.45% Taiwan 0.69% 0.94% 0.63% Jerman 1.07% 0.69% 0.87% Belanda 0.36% 0.44% 0.53% Lainnya 8.42% 8.77% 9.49% Jumlah Wisman 135,741 125,674 103,858 Pangsa (%) Kebangsaan Grafik 1.30.

Tingkat Hunian Hotel Berbintang (occ.rate)

Sumber : BPS Kepulauan Riau, diolah Sumber : Otorita Batam, Bandara Hang Nadim - Batam Grafik 1.31.

Volume Penumpang (Domestik & Int’l) yang Datang Melalui Bandara Hang Nadim Batam

(15)

 

Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau 

Triwulan I ‐ 2009  19

yang tumbuh sebesar 24,03%. Para pelaku bisnis properti baru mulai optimis terhadap perkembangan ekonomi di semester II-2009.

Kondisi ini terlihat dari penurunan konsumsi semen hingga memasuki zona pertumbuhan negatif 18,68% (yoy) di bulan Maret 2009. Secara triwulan, konsumsi semen Kepulauan Riau selama triwulan I-2009 sebanyak 181,56 ribu ton, turun -0,41% dibanding pemakaian semen di triwulan I-2008.

Di sisi penawaran, kondisi ini disebabkan karena sebagian bahan baku konstruksi masih diimpor dari luar negeri seperti besi, baja, peralatan sanitary, pipa, polycarbonate, dan sebagainya. Selain dihadapkan pada nilai Rupiah yang terdepresiasi, sektor bangunan juga harus menerima kondisi pengetatan kredit perbankan untuk sektor properti. Penurunan harga BBM dan komoditas dunia belum direspon optimal oleh para pelaku pasar sehingga belum mampu menurunkan cost of fund perusahaan-perusahaan konstruksi di Kepulauan Riau, terutama kota Batam dan Tanjung Pinang.

Perkembangan volume impor produk utama sektor bangunan cukup mengkonfirmasi hal tersebut. Dimana penurunan impor terbesar pada barang kayu dan barang dasar logam (besi/baja). Adapun kenaikan yang terjadi pada komoditas logam dasar diduga disebabkan intensifnya pengerjaan pulau Dompak yang akan dijadikan sebagai pusat pemerintahan provinsi Kepulauan Riau ke depan, serta pembangunan beberapa fasilitas umum seperti apartemen/hotel dan fasilitas hiburan keluarga di Batam.

Melambatnya sektor properti juga masih terkonfirmasi dari aspek pembiayaan perbankan lokal. Total kredit properti yang disalurkan Bank Umum dan BPR di Kepulauan Riau pada posisi Maret 2009 sebesar Rp3,22 triliun atau tumbuh 17,6%, relatif menurun dibanding posisi akhir tahun 2008 yang mengalami peningkatan 21,2% (yoy). Adapun kredit

Sumber : SEKDA - BI Grafik 1.33.

Perkembangan Volume Impor Utama Sektor Bangunan

Grafik 1.32.

Volume Penjualan Semen di Kepulauan Riau

(16)

 

Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau 

Triwulan I ‐ 2009  20

kepemilikian rumah (KPR) mengalami pertumbuhan yang terus menurun dimana pada posisi Desember 2008 masih mencatat pertumbuhan sebesar 28,42% sedangkan di akhir bulan Maret 2009 tumbuh 23,05%, atau sebesar Rp2,55 triliun.

Berdasarkan persentase, penurunan yang lebih intens terjadi pada pembiayaan KPR tipe ≥70 m2

, sedangkan secara nilai penurunan lebih dirasakan pada KPR untuk tipe ≤70 m2

. Menurunnya pembiayaan KPR tipe sederhana dan menengah ini sejalan dengan perkiraan pada asesmen sebelumnya. Menurunnya daya beli sebagian besar masyarakat bawah dan menengah akibat efisiensi perusahaan yang intens terjadi sejak pertengahan tahun 2008. Akibatnya penjualan rumah terutama untuk tipe sederhana (tipe ≤36 m2

) belum cukup terbantu dengan menurunnya harga rumah sederhana berdasarkan hasil survei harga properti residensial (SHPR) kota Batam pada triwulan I-2009. Sedangkan pertumbuhan KPR untuk rumah tipe menegah dan besar yang masih mengalami kenaikan harga selama triwulan I-2009 mengalami perlambatan dalam persentase yang lebih besar.

1.3.4. Pertambangan dan Penggalian

Kinerja sektor pertambangan dan penggalian yang mengalami pertumbuhan negatif sejak akhir tahun 2007 relatif membaik dengan laju -1,29%, sedangkan di triwulan IV-2008 berkontraksi lebih dalam di level -3,09%. Hal ini dihasilkan dari perlambatan sub-sektor Pertambangan Minyak dan Gas (Migas) yang semakin melandai seiring dengan semakin normalnya operasional di lapangan Belanak.

Aspek pembiayaan perbankan cukup mengkonfirmasi hal ini. Penyaluran kredit untuk sub-sektor Pertambangan Migas relatif stagnan dengan tetap berkontraksi sepanjang tahun 2008 hingga bulan Maret 2009. Sementara itu, pertumbuhan sub-sektor penggalian yang relatif berakselerasi dari 2,32% pada triwulan IV-2008 menjadi 3,82%, cukup sejalan dengan

Grafik 1.35.

Perkembangan KPR Type >70m2 Grafik 1.34.

Perkembangan KPR Type <70m2

Sumber : Laporan Bulanan Bank Umum Sumber : Laporan Bulanan Bank Umum

(17)

 

Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau 

Triwulan I ‐ 2009  21

kenaikan indikator kredit sub-sektor Bijih Logam. Sedangkan perlambatan sub sektor Pertambangan Non-Migas dapat terindentifikasi dari menurunnya laju pertumbuhan kredit di sektor pertambangan lainnya.

Sebagai penghasil minyak utama yakni sebesar 65% dari total produksi minyak Kepulauan Riau, berangsur normalnya lapangan minyak Belanak milik ini berkontribusi besar terhadap kenaikan produksi minyak yang dihasilkan dari Kepulauan Riau. Bahkan sepanjang tahun 2008, lifting minyak Belanak mencapai 181,97% dari prognosa yang ditetapkan sebesar 11,13 juta barel. Adapun selama bulan Januari-Maret 2009, akumulasi lifting minyak telah mencapai 4,41 juta barel atau terealisasi 62,9% dari prognosa tahun 2009 sebesar 8,39 juta barel.

Sementara itu, perkembangan lifting minyak dari lapangan Belida yang juga milik Conoco Phillips relatif melambat jika dibandingkan selama triwulan laporan. Di tahun 2008 lapangan ini juga tidak berproduksi optimal dengan pencapaian lifting 88,1%. Sedangkan selama triwulan I-2009, akumulasi lifting hanya tercatat sebesar 1,55 juta barel, atau 17% dari target tahun 2009 yang ditetapkan sebesar 9,11 juta barel. Kurang maksimalnya operasional di lapangan minyak ini diduga memberi kontribusi besar terhadap kontraksi pertumbuhan yang dialami sektor Pertambangan Migas.

Grafik 1.38. 

Perkembangan Lifting Minyak Kepri

Sumber : ESDM – Dirjen Minyak & Gas Bumi

Grafik 1.39. 

Perkembangan Lifting Gas Kepulauan Riau 

Sumber : ESDM – Dirjen Minyak & Gas Bumi

Sumber : BPS Kepulauan Riau Grafik 1.36. 

Pertumbuhan PDRB Sektor Minyak & Gas 

Grafik 1.37.

Pertumbuhan Kredit Sub‐Sektor  Pertambangan Migas, Bijih Logam & Lainnya 

(18)

 

Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau 

Triwulan I ‐ 2009  22

Adapun pencapaian lifting gas Kepulauan Riau selama triwulan I-2009 tergolong cukup optimal. Lapangan gas Conoco Phillips yang sepanjang tahun 2008 berproduksi melebihi target, selama triwulan ini telah menghasilkan Gas sebanyak 37,4 juta MMBTU, atau 29,8% dari prognosa 2009. Tidak jauh berbeda, lapangan gas Kakap milik Star Energy telah memproduksi 4,35 juta MMBTU atau mencapai 20,6% dari target produksi tahun 2009.

1.3.5. Sektor Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan

Koreksi pertumbuhan sektor Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan mulai melandai di triwulan I-2009 dengan laju sebesar 6,12% (yoy). Kinerja sektor Perbankan yang relatif baik dengan meningkat 6,83% telah berkontribusi besar dalam menahan perlambatan yang lebih dalam.

Adapun rapor kinerja terburuk dialami oleh sub-sektor Jasa Perusahaan yang berkontraksi 2,01% sedangkan triwulan sebelumnya masih tumbuh 7,82%. Kondisi ini sangat tidak terlepas dari melambatnya aktivitas sektor riil di kepulauan Riau. Menurunnya nilai perekonomian yang dihasilkan dari aktivitas jasa penunjang perusahaan sangat terkonfirmasi dari merosotnya pertumbuhan kredit perbankan untuk sektor dimaksud. Pembiayan perbankan mencatat pertumbuhan -4,10% di posisi Maret 2009, sedangkan di triwulan IV-2008 masih tumbuh 11,88%.

Di tengah ketatnya likuiditas perbankan, upaya perbankan untuk meningkatkan pertumbuhan dana dan menahan laju pertumbuhan kredit dapat dikatakan berhasil. Kondisi ini terlihat dari terus menurunnya gap pertumbuhan kredit dan dana bahkan mencapai tingkat pertumbuhan yang hampir ekuivalen di triwulan laporan. Konsekuensinya, rasio loan

to deposit (LDR) menjadi semakin menurun. Bagi perbankan secara individu kondisi ini baik Sumber : BPS Kepulauan Riau, diolah

Grafik 1.40.

Pertumbuhan PDRB Sub-Sektor Bank, LKBB, Sewa Bangunan & Jasa Perusahaan

Grafik 1.41.

Perkembangan Kredit Sektor Jasa Dunia Usaha

(19)

 

Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau 

Triwulan I ‐ 2009  23

untuk menjaga keberlangsungan bisnisnya, meskipun berdampak terbalik bagi perekonomian regional karena nilai tambah yang dihasilkan menjadi berkurang.

Sikap prudent yang ditunjukkan perbankan dalam menghadapi situasi krisis juga terlihat dari menurunnya tingkat kredit bermasalah (non performing loan/NPL), dimana rasio NPL Perbankan wilayah Kepulauan Riau menurun dari 2,6% di akhir tahun 2008 menjadi 2,05% di posisi Maret 2009. Meski demikian resiko meningkatnya NPL ke depan tetap harus menjadi perhatian penting mengingat intensnya dampak krisis global terhadap perekonomian Kepulauan Riau di triwulan ini.

1.3.6. Sektor Pengangkutan dan Komunikasi

Pertumbuhan sektor Pengangkutan dan Komunikasi masih menurun bersamaan dengan berlanjutnya perlambatan sektor perdagangan, hotel dan restoran. Laju pertumbuhan (yoy) sektor pengangkutan dan komunikasi kembali turun dari 9,64% menjadi 5,71% di triwulan I-2009.

Meski tumbuh positif, perlambatan terbesar terjadi pada aktivitas sub-sektor angkutan yang sempat terpukul akibat kenaikan harga BBM di tahun 2008. Sektor Pengangkutan di triwulan ini tumbuh 5,78%, menurun dibanding triwulan sebelumnya yang mengalami pertumbuhan sebesar 9,91%. Kondisi ini disumbangkan oleh perlambatan sub-sektor Angkutan Jalan Raya dari 9,28% menjadi 4%. Di samping itu, pertumbuhan sub-sektor Angkutan Laut juga menurun dari 10,05% menjadi 7,61%. Di lain pihak, sektor Pos dan Telekomunikasi menunjukkan koreksi yang melandai dari 7,68% di triwulan sebelumnya menjadi 5,21% di periode ini.

Grafik 1.43.

Perkembangan LDR & NPL Perbankan

Sumber : Laporan Bulanan Bank (BU+BPR) Grafik 1.42.

Pertumbuhan Aset, DPK & Kredit Perbankan Kepulauan Riau

(20)

 

Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau 

Triwulan I ‐ 2009  24

Sementara di sisi pembiayaan perbankan kurang cukup mengkonfirmasi hal tersebut. Kredit untuk bidang usaha Pengangkutan Umum dan Biro Perjalanan mengalami pertumbuhan yang signifikan selama triwulan laporan. Walaupun penurunan yang ditujukkan kredit sektor komunikasi cukup mengkonfirmasi data Badan Pusat Statistik (BPS) tersebut.

Penurunan volume penerbangan dan kargo udara di Bandara Hang Nadim Batam, serta bongkar-muat kargo di pelabuhan utama kota Batam, dapat mengindikasikan rendahnya pertumbuhan industri pengangkutan di Kepulauan Riau. Jumlah penerbangan dan aktivitas kargo (domestik dan internasional), baik melalui pengangkutan udara maupun laut relatif menurun selama awal tahun 2009. Penurunan terutama terjadi pada aktivitas bongkar (impor) barang, baik dari luar daerah maupun dari luar negeri.

Sumber : BPS Kepulauan Riau, diolah Grafik 1.44.

Pertumbuhan PDRB Sub-sektor Transportasi, Pos & Telekomunikasi (y-o-y)

Grafik 1.45.

Perkembangan Kredit Sub-Sektor Pengangkutan, Biro Perjalanan & Komunikasi

Sumber : SEKDA - BI

Grafik 1.47.

Volume Kargo Udara (Domestik & Int’l) Grafik 1.46.

Volume Penerbangan (Domestik & Int’l)

(21)

 

Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau 

Triwulan I ‐ 2009  25

1.3.7. Sektor Pertanian

Penurunan harga BBM bersubsidi seiring dengan tren harga komoditas primer berdampak positif terhadap perkembangan sektor Pertanian. Sektor pertanian bahkan relatif berakselerasi di dari -0,72% menjadi 0,08% (yoy), akibat kenaikan produksi sub-sektor Peternakan dan Hasil-hasilnya yang tumbuh 7,36% di triwulan I-2009. Sedangkan kinerja sub-sektor Perikanan sedikit membaik walau tetap berada dalam area pertumbuhan negatif dari -1,92% di triwulan sebelumnya, menjadi -1,8%. Sementara sub-sektor Pertanian lainnya tetap mengalami tren pertumbuhan yang menurun.

Kenaikan hasil produksi Peternakan cukup dikonfirmasi oleh peningkatan ekspor hewan hidup (live animal) selama Januari-Februari 2009 dibanding periode yang sama tahun 2008. Begitu juga halnya dengan komoditas perikanan yang mengalami kenaikan relatif sebagaimana ditunjukkan oleh perkembangan positif ekspor ikan dan hasil-hasil laut dalam periode yang sama.

Sumber : Otorita Batam, Pelabuhan Batu Ampar, Kabil dan Sekupang Batam

Grafik 1.48.

Volume Kargo Laut (Domestik & Int’l)

Grafik 1.49.

Pertumbuhan PDRB Sub-Sektor TBM, Peternakan & Pertanian

Sumber : BPS Kepulauan Riau, diolah

Grafik 1.50. Perkembangan Ekspor Ikan, Udang dan Kepiting

(22)

 

Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau 

Triwulan I ‐ 2009  26

Sementara itu di sisi pembiayaan perbankan belum mampu mengkonfirmasi peningkatan yang terjadi pada sub-sektor Peternakan, dimana pertumbuhan kredit sektor tersebut justru semakin menurun sampai posisi akhir triwulan I-2009. Namun secara keseluruhan, kenaikan pembiayaan untuk bidang usaha Tanaman Pangan dan Perikanan cukup mengidentifikasi berakselerasinya sektor Pertanian di triwulan laporan.

1.3.8. Sektor Listik, Gas dan Air Bersih

Melambatnya aktivitas bisnis di Kepulauan Riau semakin berdampak pada penurunan konsumsi listrik, gas dan air. Pertumbuhan sektor infrastruktur tersebut terus menurun hingga berkontraksi di tingkat -0,73% (yoy). Meski demikian, perlambatan sektor LGA mulai melandai dibanding 2 periode sebelumnya yang masing-masing tumbuh 5,12% dan 1,65% di triwulan IV-2008.

Nilai tambah yang dihasilkan subsektor Gas menurun secara drastis hingga tumbuh -5,74% di triwulan laporan. Kondisi ini dipicu oleh penurunan utilisasi produksi industri manufaktur berkisar antara 30%-50%, sehingga berdampak langsung terhadap

Sumber : BPS Kepulauan Riau, diolah Grafik 1.52.

Pertumbuhan PDRB Sub-Sektor Listrik, Gas & Air Bersih

Sumber : Hasil Survei BI-Batam, Nov 2008, diolah Diagram 1.1.

Rata-rata Penggunaan Per Jenis Bahan Bakar Grafik 1.51.

Pertumbuhan Kredit Sub-sektor Tanaman Pangan, Perikanan & Peternakan

(23)

 

Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau 

Triwulan I ‐ 2009  27

berkurangnya pemakaian energi, terutama Gas sebagai sumber energi penting dalam aktivitas produksi. Hasil survei menunjukkan bahwa pemakaian energi gas di 103 perusahaan manufaktur besar di kota Batam adalah lebih dominan dibanding pemakaian BBM dan listrik.

Meski terus melambat sejak semester II-2008, sub-sektor Listrik dan Air Bersih masih tumbuh masing-masing sebesar 5,81% dan 4,97% di periode kali ini. Berbagai permasalahan yang terjadi di sektor ini, antara lain kurangnya pasokan listrik di beberapa daerah di luar Batam seperti kota Tanjungpinang dan kabupaten Bintan, penurunan aktivitas bisnis dan industri, serta kenaikan tarif dasar listrik Hotel dan Mall yang akhirnya menimbulkan permasalahan hukum, semakin memperburuk kinerja penjualan listrik oleh Perusahaan Listrik Negara (PLN). Kondisi tersebut antara lain diperlihatkan dengan menurunnya penjualan daya listrik oleh PT. PLN Batam, dimana selama triwulan I-2009 tercatat sebanyak 293.085 MWh atau hanya tumbuh 0,95%, sementara di triwulan akhir 2008 lalu masih tumbuh 11,26%.

Khusus di Batam, sistem pengelolaan sarana Listrik sejak awal tahun 2006 dilakukan melalui kerja sama jual-beli tenaga listrik antara PT. PLN Batam dengan Independend Power

Plant (IPP) milik swasta, dimana saat ini komposisi supply mesin pembangkit PT. PLN Batam

sebesar 27% dengan menggunakan energi diesel, sedangkan sisanya dipenuhi oleh IPP yang menggunakan bahan bakar gas. Selain itu, sebagian aktivitas produksi perusahaan manufaktur juga menggunakan bahan bakar gas dengan alasan harga yang relatif lebih murah dibandingkan memakai tenaga listrik. Besarnya penggunaan gas untuk menjamin pasokan listrik di kota Batam mengakibatkan arah pertumbuhan sub-sektor Gas relatif konvergen dengan sub-sektor Listrik.

Perlambatan di sektor Listrik juga terkonfirmasi dari menurunnya pertumbuhan kredit untuk sektor tersebut sampai bulan Maret 2009. Sementara itu penyaluran kredit untuk sub-sektor Gas yang naik signifikan belum mampu mencerminkan penurunan kinerja sub-sektor dimaksud.

Sumber : PT. PLN Batam, diolah Grafik 1.53

Perkembangan Penjualan Listrik PT. PLN Batam

Sumber : Laporan Bulanan Bank Grafik 1.54.

Pertumbuhan Kredit Sub-Sektor Listrik, Gas & Air Bersih

(24)

 

Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau 

Triwulan I ‐ 2009  28

BAB 2

PERKEMBANGAN INFLASI REGIONAL

2.1. INFLASI KOTA BATAM 2.1.1. KONDISI UMUM

Laju inflasi Kota Batam pada triwulan I 2009 tercatat relatif rendah dibandingkan tahun sebelumnya. Penurunan harga BBM di akhir tahun 2008 serta turunnya harga komoditas dunia juga mempengaruhi rendahnya inflasi di triwulan awal 2009. Krisis keuangan global juga mempengaruhi terhadap rendahnya permintaan sehingga berpengaruh pada turunnya harga di wilayah Kota Batam. Laju inflasi tahun kalender Kota Batam sampai dengan triwulan I 2009 tercatat sebesar 0,65% (ytd), lebih rendah dibanding periode yang sama tahun 2008 yang tercatat sebesar 2,89% (ytd).

Melanjutkan trend triwulan-triwulan sebelumnya, inflasi Batam pada triwulan I 2009 juga berada di bawah inflasi nasional. Secara tahunan inflasi Kota Batam tercatat sebesar 6,33% (yoy) di bawah angka inflasi tahunan nasional yang tercatat sebesar 7,92% (yoy). Turunnya harga komoditas dunia serta berakhirnya musim utara di bulan Maret ikut berpengaruh pada rendahnya laju inflasi di Kota Batam pada triwulan I 2009.

Grafik 2.1 – PERKEMBANGAN LAJU INFLASI TAHUNAN BATAM & NASIONAL

   

(25)

 

Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau 

Triwulan I ‐ 2009  29

2.1.2. INFLASI TRIWULANAN

Secara triwulanan, laju inflasi Kota Batam mengalami sedikit peningkatan dibandingkan dengan triwulan IV 2008. Peningkatan ini terjadi karena pada akhir triwulan IV 2008, tepatnya pada bulan Desember Kota Batam mengalami deflasi sebagai dampak dari penurunan harga BBM oleh pemerintah. Pada triwulan I 2009 laju inflasi kota Batam tercatat 0,65% (qtq) sedikit lebih tinggi dibandingkan laju inflasi triwulan IV 2008 yang tercatat sebesar 0,58% (qtq).

Inflasi Kota Batam sempat mengalami kenaikan yang cukup tinggi di bulan Februari 2009 yang disebabkan karena adanya gangguan cuaca akibat bertiupnya angin utara. Bertiupnya angin utara tersebut menyebabkan gelombang tinggi yang berdampak supply barang kebutuhan pokok ke Kota Batam menjadi terganggu. Selain itu musim utara juga menyebabkan para nelayan kecil tidak bisa melaut sehingga mengurangi supply kebutuhan ikan masyarakat Kota Batam. Selama bertiupnya angin utara ini kebutuhan ikan masyarakat Kota Batam dipenuhi dari stok ikan yang ada di storage para penampung ikan. Pada bulan Februari 2009 inflasi Kota Batam tercatat sebesar 0,59% (mtm). Meskipun demikian inflasi yang relatif rendah di bulan Januari dan Maret 2009 ikut mempengaruhi rendahnya inflasi di Kota Batam.

Tabel 2.1. Perkembangan Inflasi Triwulanan Kota Batam

KELOMPOK  Triwulan IV ‐2008  Triwulan I ‐2009 

Inflasi Sumbangan Inflasi  Sumbangan 

I  Bahan Makanan  3,50  0,10  1,02  0,24  II  Makanan Jadi, Minuman, Rokok & Tembakau  3,21  0,50  3,57  0,57  III  Perumahan, Air, Listrik & Bahan Bakar  1,30  0,33  0,30  0,08  IV  Sandang  3,31  0,22  5,48  0,38  V  Kesehatan  0,70  0,03  0,34  0,02  VI  Pendidikan, Rekreasi & Olahraga  0,22  0,01  0,20  0,01  VII  Transpor, Komunikasi & Jasa Keuangan  ‐3,02  ‐0,61  ‐3,36  ‐0,65     INFLASI  0.58  0,65  Sumber : BPS (diolah)           

Berdasarkan kontribusinya, pada triwulan I 2009 kelompok makanan jadi, minuman, rokok dan tembakau merupakan penyumbang terbesar dalam pembentukan angka inflasi dengan kontribusi sebesar 0,57% (qtq) dan angka inflasi sebesar 3,51% (qtq). Kelompok yang menyumbang inflasi terbesar kedua adalah kelompok sandang yang memberikan kontribusi inflasi sebesar 0,38% (qtq) dengan angka inflasi sebesar 5,48% (qtq).

Kelompok berikutnya yang memberikan kontribusi terbesar terhadap pembentukan inflasi Kota Batam adalah kelompok bahan makanan yang memberikan kontribusi inflasi sebesar 0,24% (qtq) dengan angka inflasi sebesar 1,02%. Sementara itu kelompok

(26)

 

Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau 

Triwulan I ‐ 2009  30

perumahan, air, listrik dan bahan bakar memberikan sumbangan inflasi sebesar 0,08% (qtq) dengan angka inflasi sebesar 0,30% (qtq). Kelompok kesehatan memberikan kontribusi sebesar 0,02% (qtq) dengan angka inflasi sebesar 0,34% (qtq). Sedangkan kelompok pendidikan, rekreasi dan olahraga memberikan kontribusi sebesar 0,01% (qtq) dengan angka inflasi sebesar 0,20% (qtq).

Kelompok transportasi, komunikasi dan jasa keuangan pada triwulan laporan justru memberikan sumbangan deflasi yang cukup besar yaitu sebesar 0,65% (qtq) dengan angka deflasi sebesar 3,36% (qtq). Penurunan harga yang terjadi pada kelompok ini terjadi pada bulan Januari dan Februari sedangkan bulan Maret kelompok ini tidak mengalami perubahan harga. Penurunan harga yang dialami kelompok ini masih dipengaruhi oleh penurunan harga BBM yang dilakukan oleh pemerintah di akhir bulan Desember 2009.

2.1.3. INFLASI BERDASARKAN KELOMPOK BARANG

Secara total, inflasi Kota Batam pada triwulan I 2009 tercatat sebesar 0,65% (qtq) lebih rendah dibandingkan dengan periode yang sama yang tercatat sebesar 2,89% (qtq). Inflasi pada triwulan laporan yang relatif rendah tersebut dipengaruhi oleh rendahnya inflasi di bulan Januari dan Maret 2009. Selain itu penurunan harga kelompok transportasi, komunikasi dan jasa keuangan yang terjadi selama dua bulan berturut-turut yaitu bulan Januari dan Februari juga berpengaruh pada rendahnya inflasi di triwulan I 2009.

        Grafik 2.2. Inflasi Kota Batam Berdasarkan Kelompok Barang  Sumber : BPS data diolah

(27)

 

Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau 

Triwulan I ‐ 2009  31

2.1.3.1. Bahan Makanan

Kelompok bahan makanan di Kota Batam pada triwulan I 2009 mengalami inflasi sebesar 1,02% (qtq). Sub kelompok yang mengalami inflasi terbesar adalah sub kelompok buah-buahan dan ikan segar yang mengalami inflasi masing-masing sebesar 9,75% (qtq) dan 8,20% (qtq). Sub kelompok buah-buahan dan ikan segar mengalami kenaikan harga yang cukup tinggi dipengaruhi oleh bertiupnya angin utara yang bertiup di bulan Januari dan Februari. Angin utara ini menimbulkan ombak tinggi sehingga lalu lintas pelayaran terganggu yang mempengaruhi supply kebutuhan buah-buahan dan ikan segar.

                     

Selain itu ombak tinggi yang dibawa oleh angin utara juga menyebabkan nelayan kecil sulit melaut. Kebutuhan ikan segar masyarakat Kota Batam selama musim utara ini dipasok dari storage yang dimiliki oleh para pengumpul ikan di Kota Batam. Fenomena ini juga berpengaruh pada permintaan terhadap sub kelompok ikan diawetkan yang mengalami peningkatan sehingga mengalami kenaikan harga sebesar 3,97% (qtq).

Sementara itu beberapa sub kelompok yang lain mengalami perubahan harga yang relatif stabil dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Sub kelompok padi-padian, sub kelompok kacang-kacangan dan sub kelompok sayur-sayuran mengalami kenaikan harga di bawah satu persen masing-masing sebesar 0,4% (qtq), 0,4% (qtq) dan 0,01% (qtq).

Grafik 2.3.. Rata‐rata Kecepatan Angin & Tinggi Gelombang Laut di Indonesia 

(28)

 

Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau 

Triwulan I ‐ 2009  32

Pada triwulan I 2009 terdapat 4 (empat) sub kelompok yang mengalami penurunan harga (deflasi). Sub kelompok yang mengalami penurunan harga terbesar adalah sub kelompok bumbu-bumbuan yang mengalami penurunan harga sebesar 6,60%. Penurunan harga sub kelompok ini merupakan proses menuju keseimbangan baru setelah pada triwulan sebelumnya mengalami kenaikan harga sebesar 14,08%.

Sedangkan tiga sub kelompok lain yang mengalami penurunan harga adalah sub kelompok daging, sub kelompok telur dan susu serta sub kelompok lemak dan minyak yang masing-masing mengalami deflasi sebesar 3,46% (qtq), 1,80% (qtq), dan 0,91% (qtq). 2.1.3.2 . Makanan Jadi, Minuman, Rokok dan Tembakau

Kelompok makanan jadi, minuman, rokok dan tembakau pada triwulan I 2009 mengalami inflasi sebesar 3,57% (qtq). Ketiga sub kelompok yang ada pada kelompok ini mengalami inflasi. Sub kelompok yang mengalami inflasi tertinggi adalah sub kelompok minuman tidak beralkohol yang mengalami inflasi sebesar 8,63% (qtq). Sedangkan sub kelompok tembakau dan minuman beralkohol mengalami inflasi sebesar 3,80% (qtq). Sementara itu, sub kelompok makanan jadi mengalami terendah dalam kelompok ini dengan angka inflasi sebesar 1,80% (qtq).

2.1.3.3. Kelompok Perumahan, Air, Listrik, Gas dan Bahan Bakar

Kelompok perumahan, air, listrik, gas dan bahan bakar pada triwulan laporan mengalami kenaikan harga sebesar 0,30% (qtq). Inflasi tertinggi dialami oleh sub kelompok perlengkapan rumah tangga yang mengalami inflasi sebesar 1,26% (qtq) yang diikuti sub kelompok biaya tempat tinggal dengan angka inflasi sebesar 0,37% (qtq).

Sub kelompok penyelenggaraan rumah tangga mengalami inflasi sebesar 0,14% (qtq). Sub kelompok bahan bakar, penerangan dan air mengalami inflasi terendaha dengan angka inflasi sebesar 0,06% (qtq). Sub kelompok ini mengalami inflasi yang cukup rendah setelah pada triwulan sebelumnya mengalami inflasi yang cukup tinggi yaitu sebesar 4,71% (qtq).

2.1.3.4. Kelompok Sandang

Kelompok sandang pada triwulan I 2009 mengalami inflasi yang cukup tinggi yaitu sebesar 5,48% (qtq). Angka inflasi yang cukup tinggi ini disumbang terutama oleh kenaikan harga pada sub kelompok barang pribadi dan sandang lain dengan angka inflasi sebesar 16,65% (qtq). Kenaikan harga sub kelompok ini terutama disebabkan oleh kenaikan harga komoditas emas. Komoditas emas mengalami kenaikan harga mengikuti kenaikan harga emas internasional.

(29)

 

Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau 

Triwulan I ‐ 2009  33

Sub kelompok sandang anak-anak dan sandang wanita tercatat mengalami perubahan harga yang relatif stabil. Kenaikan harga yang dialami oleh kedua sub kelompok ini masih berada di bawah satu persen. Sub kelompok sandang anak-anak mengalami kenaikan harga dengan angka inflasi 0,18% (qtq) diikuti oleh sub kelompok sandang wanita yang mengalami inflaasi sebesar 0,04% (qtq).

Sementara itu sub kelompok sandang laki-laki terus melanjutkan trend di triwulan sebelumnya yang menunjukkan stabilitas harga. Pada triwulan I 2009 sub kelompok sandang laki-laki tidak mengalami kenaikan harga. Artinya sejak bulan Oktober 2008 sub kelompok ini tidak mengalami kenaikan harga selama enam bulan berturut-turut.

2.1.3.5. Kelompok Kesehatan

Kelompok kesehatan pada triwulan laporan mengalami inflasi sebesar 0,34% (qtq) yang berasal dari sub kelompok jasa perawatan jasmani yang mengalami inflasi sebesar 3,58% (qtq) dan sub kelompok perawatan jasmani dan kosmetik yang mengalami inflasi sebesar 0,22% (qtq). Sementara itu sub kelompok jasa kesehatan dan obat-obatan pada triwulan I 2009 tidak mengalami perubahan harga.

2.1.3.6. Kelompok Pendidikan, Rekreasi dan Olahraga

Kelompok pendidikan, rekreasi dan olahraga pada triwulan I 2009 mengalami kenaikan harga sebesar 0,20% (qtq). Satu-satunya sub kelompok yang mengalami kenaikan harga pada triwulan laporan adalah sub kelompok rekreasi sedangkan sub kelompok jasa pendidikan, sub kelompok perlengkapan/peralatan pendidikan, sub kelompok kursus-kursus dan sub kelompok olahraga tidak mengalami perubahan harga.

2.1.3.7. Kelompok Transportasi, Komunikasi dan Jasa Keuangan

Melanjutkan trend triwulan sebelumnya kelompok transportasi, komunikasi dan jasa keuangan pada triwulan I 2009 juga mengalami penurunan harga dengan angka deflasi sebesar 3,36% (qtq) yang berasal dari sub kelompok transportasi yang mengalami penurunan harga sebesar 4,81%. Penurunan harga dialami sub kelompok ini terjadi pada bulan Januari dan Februari sebagai dampak kebijakan pemerintah menurunkan harga BBM pada bulan Desember 2008. Sementara itu sub kelompok sarana penunjang transportasi, sub kelompok komunikasi dan pengiriman serta sub kelompok jasa keuangan pada triwulan laporan tidak mengalami perubahan harga.

(30)

 

Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau 

Triwulan I ‐ 2009  34

2.2. INFLASI KOTA TANJUNG PINANG 2.2.1. KONDISI UMUM

Searah dengan yang terjadi di Batam, laju inflasi Kota Tanjung Pinang pada triwulan I 2009 mengalami penurunan dibandingkan triwulan sebelumnya. Laju inflasi Kota Tanjung Pinang di triwulan awal 2009 tercatat sebesar 10,28% (yoy) lebih rendah dibandingkan dengan triwulan IV 2008 yang tercatat sebesar 11,90% (yoy). Melanjutkan trend triwulan sebelumnya, inflasi tahunan Kota Tanjung Pinang pada triwulan I 2009 tetap lebih tinggi dibanding angka inflasi nasional yang tercatat sebesar 7,92% (yoy).

Laju inflasi Kota Tanjung Pinang yang masih relatif tinggi ini salah satunya dipengaruhi oleh economic of scale Kota Tanjung Pinang yang masih terbatas. Sejak peralihan ibukota Provinsi Kepulauan Riau dari Kota Batam ke Kota Tanjung Pinang, banyak terjadi pergerakan penduduk dan kegiatan ekonomi dari Kota Batam ke Kota Tanjung Pinang. Oleh karena itu, terjadi peningkatan permintaan terhadap kebutuhan pokok masyarakat baik untuk konsumsi maupun sebagai bahan baku distribusi. Karena supply barang-barang kebutuhan pokok tersebut ke Kota Tanjung Pinang masih cukup terbatas, sehingga terjadi kenaikan harga yang masih cukup tinggi di Kota Tanjung Pinang.

2.1.2. INFLASI TRIWULANAN

Secara triwulanan, laju inflasi Kota Tanjung Pinang pada triwulan I 2009 tercatat sebesar 0,33% (qtq) lebih rendah dibandingkan triwulan IV 2008 yang tercatat sebesar 1,19% (qtq). Kelompok mkanan jadi, minuman, rokok dan tembakau menjadi kontributor terbesar pada pembentukan inflasi Kota Tanjung Pinang dengan kontribusi sebesar 0,38% (qtq) dengan angka inflasi sebesar 1,73% (qtq). Kelompok yang menjadi penyumbang inflasi terbesar berikutnya adalah kelompok sandang, yang memberikan sumbangan sebesar 0,26% (qtq) dengan angka inflasi sebesar 4,66% (qtq).

  Tabel 2.2. Perkembangan Inflasi Triwulanan Kota Tanjung Pinang 

KELOMPOK  Triwulan IV ‐2008  Triwulan I ‐2009 

Inflasi Sumbangan Inflasi  Sumbangan 

I  Bahan Makanan  2,66  0,69  0,48  0,1  II  Makanan Jadi, Minuman, Rokok & Tembakau  2,48  0,53  1,73  0,38  III  Perumahan, Air, Listrik & Bahan Bakar 0,81 0,18 ‐0,06  ‐0,02  IV  Sandang  3,48  0,19  4,66  0,26  V  Kesehatan  0,75  0,03  0,8  0,03  VI  Pendidikan, Rekreasi & Olahraga  0,13  0,01  ‐0,17  VII  Transpor, Komunikasi & Jasa Keuangan  ‐2,67  ‐0,44  ‐2,61  ‐0,42     INFLASI  1,19  0,33  Sumber : BPS (diolah)           

(31)

 

Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau 

Triwulan I ‐ 2009  35

  Sedangkan kelompok bahan makanan di Kota Tanjung Pinang pada triwulan I 2009 memberikan kontribusi sebesar 0,10% (qtq) dengan angka inflasi sebesar 0,48% (qtq), diikuti oleh kelompok kesehatan yang memberikan kontribusi sebesar 0,03% (qtq). Sedangkan kelompok pendidikan, rekreasi dan olahraga pada triwulan laporan tidak mengalami perubahan harga. Pada triwulan laporan, terdapat dua kelompok yang mengalami penurunan harga yaitu kelompok perumahan, air, listrik dan bahan bakar dan kelompok transportasi, komunikasi dan jasa keuangan masing-masing dengan angka deflasi 0,02% (qtq) dan 0,42% (qtq).

2.1.3. INFLASI BERDASARKAN KELOMPOK BARANG

Inflasi selama triwulan I 2009 di Kota Tanjung Pinang tercatat sebesar 0,33% (qtq) lebih rendah dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 1,19% (qtq). Inflasi tersebut sebagian besar dipengaruhi oleh pergerakan harga pada kelompok makanan jadi, rokok dan tembakau yang memberikan sumbangan cukup besar terhadap pembentukan inflasi Kota Tanjung Pinang. Pada triwulan laporan, angka inflasi yang terbentuk di Kota Tanjung Pinang juga dipengaruhi oleh deflasi yang terjadi di bulan Maret 2009 serta deflasi yang dialami oleh kelompok transportasi, komunikasi dan jasa keuangan yang selama bulan Januari dan Februari akibat kebijakan pemerintah yang menurunkan harga BBM di bulan Desember 2008.

 

  Grafik 2.4. Inflasi Kota Tanjung Pinang dan Inflasi Kelompok Makanan Jadi

(32)

 

Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau 

Triwulan I ‐ 2009  36

2.1.3.1. Bahan Makanan

Kelompok bahan makanan di Kota Tanjung Pinang pada triwulan I 2009 mengalami inflasi sebesar 0,48% (qtq). Sub kelompok yang mengalami inflasi terbesar adalah sub kelompok bumbu-bumbuan yang mengalami inflasi sebesar 4,98% (qtq) yang diikuti oleh sub kelompok sayur-sayuran yang mengalami inflasi sebesar 2,41% (qtq) dan sub kelompok ikan segar yang mengalami inflasi sebesar 2,29% (qtq). Sub kelompok ikan segar pada bulan Januari sempat mengalami inflasi sebesar 22,96% (mtm) akibat bertiupnya angin utara di wilayah perairan Kota Tanjung Pinang pada bulan tersebut. Namun setelah angin utara tersebut tidak bertiup kembali kelompok ikan segar mengalami penurunan harga sebesar 19,97% (mtm). Sub kelompok padi-padian, umbi-umbian dan hasilnya yang mengalami inflasi sebesar 2,14% (qtq) dan sub kelompok buah-buahan yang mengalami inflasi sebesar 0,09% (qtq).

Sementara itu empat sub kelompok yang terdapat kelompok bahan makanan Kota Tanjung Pinang pada triwulan I 2009 mengalami penurunan harga. Keempat sub kelompok itu antara lain sub kelompok lemak dan minyak yang mengalami deflasi sebesar 2,26% (qtq), sub kelompok daging dan hasil-hasilnya dengan angka deflasi sebesar 1,74% (qtq), sub kelompok ikan yang diawetkan dengan angka deflasi sebesar 0,81% (qtq) dan sub kelompok telur, susu dan hasilnya yang mengalami deflasi sebesar 0,58% (qtq).

2.1.3.2 . Makanan Jadi, Minuman, Rokok dan Tembakau

Kelompok makanan jadi, minuman, rokok dan tembakau pada triwulan I 2009 mengalami inflasi sebesar 1,73% (qtq). Inflasi tertinggi dialami oleh sub kelompok tembakau dan minuman beralkohol yang mengalami deflasi sebesar 5,09% (qtq) diikuti sub kelompok minuman tidak beralkohol dengan angka inflasi sebesar 3,03% (qtq). Sementara itu sub kelompok makanan jadi yang mengalami inflasi sebesar 0,18% (qtq) yang diakibatkan kenaikan harga di bulan Januari dan Februari 2009.

2.1.3.3. Kelompok Perumahan, Air, Listrik, Gas dan Bahan Bakar

Kelompok perumahan, air, listrik, gas dan bahan bakar pada triwulan laporan mengalami penurunan harga yang dipengaruhi penurunan harga pada sub kelompok biaya tempat tinggal dan perlengkapan rumah tangga dengan angka deflasi masing-masing 0,26% (qtq) dan 0,11% (qtq). Sementara itu dua sub kelompok lain dalam kelompok ini mengalami kenaikan harga yaitu sub kelompok penyelenggaraah rumah tangga dengan angka inflasi sebesar 1,03% (qtq) dan sub kelompok bahan bakar, penerangan dan air dengan angka inflasi sebesar 0,07% (qtq).

(33)

 

Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau 

Triwulan I ‐ 2009  37

2.1.3.4. Kelompok Sandang

Pada triwulan I 2009 kelompok sandang mengalami inflasi tertinggi dibandingkan dengan kelompok lain. Kenaikan harga yang dialami oleh kelompok sandang sangat dipengaruhi oleh kenaikan harga yang dialami oleh sub kelompok barang pribadi dan sandang lain dengan angka inflasi sebesar 15,37% (qtq). Kenaikan harga yang cukup tinggi pada sub kelompok ini dipengaruhi oleh pergerakan harga komoditas emas. Harga emas mengalami kenaikan sebagai akibat kenaikan harga emas internasional. Sub kelompok sandang anak-anak pada triwulan ini mengalami kenaikan harga sebesar 0,20% (qtq). Sementara itu sub kelompok sandang laki-laki dan sub kelompok sandang wanita pada triwulan I 2009 tidak mengalami kenaikan harga.

2.1.3.5. Kelompok Kesehatan

Kelompok kesehatan pada triwulan laporan mengalami inflasi sebesar 0,80% (qtq) yang berasal dari sub kelompok obat-obatan yang mengalami inflasi sebesar 0,29% (qtq) dan sub kelompok perawatan jasmani dan kosmetika dengan angka inflasi sebesar 1,56% (qtq). Sementara itu dua sub kelompok lain yaitu sub kelompok jasa kesehatan dan sub kelompok jasa perawatan jasmani pada triwulan I 2009 tidak mengalami perubahan harga. Sub kelompok jasa kesehatan di Kota Tanjung Pinang sejak bulan Juli 2008 sampai dengan Maret 2009 sama sekali tidak mengalami perubahan harga.

2.1.3.6. Kelompok Pendidikan, Rekreasi dan Olahraga

Kelompok pendidikan, rekreasi dan olahraga pada triwulan I 2009 mengalami penurunan harga dibandingkan triwulan sebelumnya dengan angka deflasi sebesar 0,17% (qtq). Penurunan harga pada kelompok ini dipengaruhi oleh penurunan harga yang dialami oleh sub kelompok rekreasi yang mengalami penurunan harga dengan angka deflasi sebesar 0,74% (qtq). Sementara itu sub kelompok olah raga mengalami kenaikan harga sebesar 0,30% (qtq). Sedangkan tiga sub kelompok tidak mengalami perubahan harga antara lain sub kelompok kursus-kursus, sub kelompok perlengkapan/peralatan pendidikan dan sub kelompok olahraga.

2.1.3.7. Kelompok Transportasi, Komunikasi dan Jasa Keuangan

Melanjutkan trend penurunan harga triwulan sebelumnya, pada triwulan I 2009 kelompok transportasi, komunikasi dan jasa keuangan di Kota Tanjung Pinang juga mengalami penurunan harga. Kelompok ini mengalami deflasi sebesar 2,61% (qtq) yang

(34)

 

Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau 

Triwulan I ‐ 2009  38

berasal dari penurunan harga yang dialami oleh sub kelompok transportasi dengan angka deflasi sebesar 4,12% (qtq). Penurunan harga yang dialami oleh sub kelompok ini masih dipengaruhi oleh kebijakan pemerintah yang menurunkan harga BBM pada bulan Desember 2008.

Sementara itu sub kelompok komunikasi justru mengalami kenaikan harga dengan angka inflasi sebesar 0,48% (qtq). Sementara itu sub kelompok sarana penunjang transportasi dan sub kelompok jasa keuangan pada triwulan laporan tidak mengalami perubahan harga.

(35)

 

Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau 

Triwulan I ‐ 2009  39

BAB 2

PERKEMBANGAN PERBANKAN REGIONAL

3.1. Kondisi Umum

Kondisi perbankan di Provinsi Kepulauan Riau pada triwulan I 2009 menunjukkan pergerakan yang cukup stabil terhadap periode sebelumnya. Beberapa indikator-indikator perbankan, seperti total aset, Dana Pihak Ketiga (DPK) dan terus mengalami pertumbuhan. Sementara itu penyaluran kredit oleh perbankan mengalami sedikit penurunan dibandingkan triwulan sebelumnya.

Total asset perbankan di Provinsi Kepulauan Riau pada triwulan I 2009 tercatat sebesar Rp21,33 triliun atau mengalami peningkatan sebesar Rp511,55 miliar (2,46%) dibandingkan triwulan IV 2008. Sedangkan secara tahunan total asset perbankan mengalami peningkatan Rp4,62 triliun (27,65%) dibandingkan posisi yang sama tahun sebelumnya yang tercatat sebesar Rp16,71 triliun.

Sementara itu, total DPK yang berhasil dihimpun oleh perbankan di Provinsi Kepulauan Riau sampai dengan triwulan I 2009 tercatat sebesar Rp17,40 triliun atau mengalami peningkatan sebesar Rp409,03 miliar (2,41%) dibandingkan posisi akhir tahun 2009. Sedangkan secara tahunan DPK perbankan mengalami peningkatan Rp3,46 triliun (24,83%) dibandingkan posisi Maret 2008 yang tercatat sebesar Rp13,94 triliun.

Penyaluran kredit yang dilakukan oleh perbankan di Provinsi Kepulauan Riau mengalami sedikit penurunan. Pada triwulan I 2009, penyaluran kredit di Provinsi Kepulauan

Grafik. 3.1. Perkembangan Indikator Perbankan

(36)

 

Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau 

Triwulan I ‐ 2009  40

Riau oleh perbankan tercatat sebesar Rp11,12 triliun atau mengalami penurunan sebesar Rp95,00 miliar (0,85%) dibandingkan triwulan IV 2008 yang tercatat sebesar Rp11,22 triliun. Secara tahunan penyaluran kredit perbankan di Provinsi Kepulauan Riau mengalami peningkatan sebesar Rp2,14 triliun (23,88%) dibandingkan posisi yang sama tahun sebelumnya yang tercatat sebesar Rp8,97 triliun.

Sebagai dampak penurunan penyaluran kredit oleh perbankan yang diiringi kenaikan DPK maka LDR perbankan Provinsi Kepulauan Riau pada triwulan akhir 2008 mengalami penurunan dibandingkan triwulan sebelumnya. Jika pada triwulan IV 2008 LDR perbankan Provinsi Kepulauan Riau tercatat sebesar 66,01% maka pada triwulan I 2009 LDR perbankan tercatat sebesar 63,91%.

Dampak krisis keuangan global sudah mulai terasa terhadap perekonomian Provinsi Kepulauan Riau yang ditunjukkan dengan turunnya indikator penyaluran kredit oleh para pelaku perbankan di Provinsi Kepulauan Riau sebagaimana tergambar dari data tersebut di atas. Alih-alih menyalurkan dana ke masyarakat dalam bentuk kredit, kalangan perbankan di Provinsi Kepulauan Riau lebih banyak menghimpun dana dalam rangka memperkuat kondisi likuiditasnya.

3.2. Kondisi Bank Umum

Beberapa indikator industri bank umum menunjukkan pertumbuhan yang cukup stabil meskipun indikator penyaluran kredit oleh perbankan menunjukkan penurunan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Total asset bank umum yang berada di wilayah kerja Kantor Bank Indonesia Batam mengalami peningkatan seiring dengan peningkatan DPK yang dihimpun oleh bank umum.

Grafik 3.2. Perkembangan Total Asset, Kredit,  DPK dan LDR Bank Umum 

Grafik 3.3. Perkembangan Kredit dan NPL’s Bank  Umum 

Gambar

Grafik 2.1 – PERKEMBANGAN LAJU INFLASI TAHUNAN BATAM &amp; NASIONAL
Tabel 2.1. Perkembangan Inflasi Triwulanan Kota Batam
Grafik 2.3.. Rata‐rata Kecepatan Angin &amp; Tinggi Gelombang Laut di Indonesia 
Grafik 2.4. Inflasi Kota Tanjung Pinang dan Inflasi Kelompok Makanan Jadi
+7

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh peneliti di dapati bahwa data laporan realisasi anggaran penerimaan PAD khususnya pajak hotel, untuk dinas pendapatan

Menurut Suharsimi Arikunto (2010, h. 64) “Validitas adalah suatu ukuran yang menunjukan tingkat-tingkat kevalidan atau kesahihan suatu instrumen. Suatu instrumen dikatakan

Kelima aspek tersebut diatas ditunjukkan dengan Gambar 2.3 yang menjelaskan bahwa dalam sistem pengelolaan sampah antara aspek teknis operasional, kelembagaan, hukum,

Pajak penghasilan terkait pos-pos yang akan direklasifikasi ke laba rugi 0 PENGHASILAN KOMPREHENSIF LAIN TAHUN BERJALAN SETELAH

Konselor mencoba membantu klien untuk mengganti makna dari kecemasan yang dirasakannya dengan adanya gangguan dari efek FoMO saat tidak mengakses media sosial dengan

Kajian perbandingan lintas budaya terhadap perilaku konformitas dapat menjadi dibagi menjadi: perbandingan subsisten ekonomi, perbandingan di berbagai negara,

Media adalah alat atau sarana yang digunakan untuk menyampaikan pesan dari komunikator kepada khalayak, sedangkan pengertian media massa adalah alat – alat dalam

Secara teoritis, aliran udara yang terjadi diantara dua daerah yang berbeda tergantung pada perbedaan nilai tekanan yang ada pada kedua daerah tersebut.perbedaan tekanan ini