• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perkembangan Nilai Tukar Rupiah Terhadap Dolar AS

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.4. Perkembangan Nilai Tukar Rupiah Terhadap Dolar AS

 

Perkembangan tahunan (year on year) pengeluaran pemerintah menunjukkan

peningkatan hampir setiap Triwulan dari tahun 2004 sampai dengan 2009, kecuali pada Triwulan I 2005 menunjukkan penurunan sebesar 7,6% dari Triwulan I 2004. Pada Triwulan II 2005 juga menunjukkan penurunan sebesar 4,7% dari Triwulan II tahun 2004. Selanjutnya Triwulan IV 2006 juga menunjukkan penurunan sebesar 1,8% dari Triwulan IV tahun sebelumnya.

Sedangkan pertumbuhan pengeluaran pemerintah yang tertinggi adalah pada Triwulan IV 2005 yang meningkat sebesar 32,2% dari Triwulan IV tahun sebelumnya (2004), yaitu dari Rp. 34.895,6 miliar pada Triwulan IV 2004 menjadi Rp. 46.147 miliar pada Triwulan IV 2005.

4.4. Perkembangan Nilai Tukar Rupiah Terhadap Dolar AS

Perkembangan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat sejak Triwulan I 2004 sampai dengan Triwulan IV 2009 disajikan pada Tabel 4.4 :

Tabel 4.4. Perkembangan Nilai Tukar 2004 – 2009 (Rp/US$)

2004 2005 2006 2007 2008 2009 Triwulan I 8491.6 9301.6 9233.3 9122.6 9186.3 11636.67 Triwulan II 9095.3 9592.6 9098.3 8988.3 9259 10426 Triwulan III 9222 10123 9135 9244.3 9216.3 9887 Triwulan IV 9132.6 9985 9098.3 9299.3 11365.3 9475 Sumber: www.bi.go.id

84   

Gambar 4.4. Perkembangan Nilai Tukar 2004 – 2009

Memasuki 2004, nilai tukar rupiah bergerak relatif stabil dengan kecenderungan menguat. Triwulan I 2004 nilai tukar rupiah adalah sebesar Rp. 8491,6/US$. Kondisi penawaran dan permintaan valuta asing relatif dapat terjaga seimbang, meskipun masih dihadapkan dengan beberapa kelemahan struktural. Sejalan dengan meningkatnya kegiatan ekonomi, permintaan valuta asing menunjukkan peningkatan terutama terkait dengan kebutuhan untuk impor dan pembayaran utang luar negeri swasta. Sementara itu, sebagai akibat berlanjutnya

tekanan depresiasi terhadap dolar secara global (push factor), modal asing khususnya

berjangka pendek yang pada tahun 2003 mengalir deras ke pasar keuangan domestik, pada awal 2004 kembali menunjukkan peningkatan yang berarti sehingga turut menambah pasokan valuta asing di dalam negeri. Meningkatnya aliran masuk modal

85   

 

asing juga dipengaruhi oleh faktor domestik (pull factor), terutama imbal hasil yang

ditawarkan instrumen rupiah, yang dalam skala regional sangat kompetitif.

Guna mencegah berlanjutnya tekanan terhadap rupiah yang dapat menganggu stabilitas makroekonomi, Bank Indonesia menempuh beberapa langkah strategis. Beberapa langkah kebijakan yang diambil adalah dengan lebih mengefektifkan pengawasan lalu lintas devisa, memperketat pengawasan bank dalam transaksi devisa, mempererat koordinasi dengan pemerintah, serta menerbitkan Paket Kebijakan Stabiliasi Rupiah pada bulan Juni 2004. Kebijakan yang ditempuh Bank Indonesia melalui Paket Stabilisasi Rupiah dalam banyak hal telah membawa hasil positif. Dampak positif tersebut tercermin dari terpeliharanya stabilitas nilai tukar terutama selama paruh kedua 2004.

Triwulan II dan III 2004 nilai tukar rupiah adalah sebesar Rp. 9095,3/US$ dan Rp. 9222/US$. Hal ini menjelaskan bahwa rupiah sedikit terdepresiasi akibat menguatnya ekspektasi terhadap ketidakapastian kondisi politik menjelang pelaksanaan pemilu eksekutif dan aksi pemboman di depan kedutaan besar Australia pada 9 September 2004. Meskipun demikian, dalam periode tersebut secara umum fluktuasi nilai tukar rupiah masih dalam batas normal. Selanjutnya Triwulan IV 2004 nilai tukar rupiah menguat kembali sebesar Rp. 9132,6/US$.

Tahun 2005 nilai tukar rupiah secara umum terdepresiasi. Triwulan I 2005 nilai tukar adalah sebesar Rp. 9301,6/US$, selanjutnya terdepresiasi kembali pada Triwulan II 2005 menjadi sebesar Rp. 9592,6/US$ dan Triwulan III 2005 sebesar

86   

Rp. 10.123/US$. Kondisi ini terutama terkait dengan melemahnya kinerja neraca pembayaran akibat pengaruh kondisi sektor eksternal dan internal yang kurang menguntungkan, sehingga memberikan tekanan yang bersifat fundamental terhadap nilai tukar rupiah. Di sisi eksternal, melambungnya harga minyak dunia dan

peningkatan tingkat bunga AS (Fed Funds Rate) memberikan dampak langsung pada

semakin meningkatnya permintaan valas. Faktor eksternal ini juga menjadi penyebab penguatan dolar AS terhadap berbagai mata uang dunia, termasuk rupiah. Sementara itu, kebutuhan valas di dalam negeri juga terus naik sejalan dengan meningkatnya kegiatan investasi dan konsumsi yang sangat tergantung pada impor barang modal dan bahan baku. Dari sisi internal, meningkatnya permintaan valas terutama untuk memenuhi kebutuhan impor dan pembayaran utang luar negeri merupakan faktor utama pemicu tekanan terhadap rupiah.

Secara fundamental, depresiasi rupiah banyak dipengaruhi oleh kinerja neraca pembayaran yang melemah. Neraca pembayaran pada 2005 yang mengalami defisit $0,4 miliar secara fundamental mengakibatkan terjadinya kelebihan permintaan valas di pasar. Kondisi ini pada akhirnya memberikan tekanan terhadap nilai tukar rupiah. Pergerakan nilai tukar rupiah juga tidak terlepas dari berbagai perkembangan sentimen pasar. Selain secara fundamental berpengaruh terhadap kinerja neraca pembayaran, melambungnya harga minyak dunia yang sempat menembus level $70/barrel pada Agustus 2005 juga memicu sentimen negatif pasar. Sentimen negatif ini terutama terkait dengan persepsi pasar terhadap prospek perekonomian sejalan

87   

 

dengan struktur ekonomi yang rentan terhadap pergerakan harga minyak. Terkait dengan hal tersebut terjadinya lonjakan harga minyak sering memicu pelaku pasar untuk melakukan aksi beli valas yang kemudian memberikan tekanan terhadap rupiah.

Pengaruh sentimen juga bersumber dari beberapa faktor lainnya. Dari sisi eksternal, berlanjutnya kebijakan moneter ketat di AS yang tercermin pada peningkatan tingkat bunga sebanyak 8 kali dari 2,25% pada awal tahun hingga mencapai 4,25% pada akhir tahun telah menyebabkan penguatan dolar AS terhadap mata uang utama lainnya seperti yen dan euro. Hal ini pada gilirannya berimbas pada pelemahan mata uang regional lainnya termasuk rupiah. Namun pada Triwulan IV 2005 nilai tukar sedikit menguat dari periode sebelumnya yaitu sebesar Rp. 9985/US$.

Sepanjang 2006 nilai tukar rupiah secara umum mengalami penguatan terhadap dolar disertai pergerakan yang lebih stabil dibandingkan tahun sebelumnya. Triwulan I 2006 nilai tukar adalah sebesar Rp. 9233,3/US$, kemudian Triwulan II 2006 sebesar Rp. 9098,3/US$, Triwulan II 2006 sebesar Rp. 9135/US$, dan selanjutnya Triwulan IV 2006 adalah sebesar Rp. 9098,3/US$. Kestabilan nilai tukar rupiah selama tahun 2006 ini didukung kondisi eksternal yang lebih kondusif dan fundamental ekonomi domestik yang membaik. Dari sisi eksternal, perkembangan nilai tukar rupiah dipengaruhi oleh masih melimpahnya likuiditas di pasar keuangan global dan kecenderungan pelemahan mata uang dolar terhadap mata uang dunia

88   

terutama Asia. Besarnya likuiditas global bersumber dari global saving yang terus

meningkat seiring dengan membesarnya surplus transaksi berjalan yang dialami

negara-negara pengekspor minyak dan beberapa negara emerging markets di Asia.

Likuiditas global terutama mengalir ke negara-negara emerging markets, termasuk

Indonesia, yang memiliki prospek pertumbuhan ekonomi dan pengelolaan kebijakan makro yang semakin baik, serta ditopang imbal hasil penanaman dana di pasar finansial yang lebih menarik.

Fundamental makroekonomi yang semakin baik menjadi pilar utama penopang terpeliharanya kestabilan nilai tukar rupiah. Membaiknya fundamental makroekonomi terutama tercermin dari kinerja neraca pembayaran yang semakin kuat, tingkat inflasi yang berangsur menurun, serta defisit fiskal yang terjaga rendah. Perkembangan ini tidak terlepas dari sinergi antara kebijakan moneter dan fiskal yang dijalankan secara konsisten dan berhati-hati selama 2006. Dengan pengelolaan kebijakan makroekonomi yang semakin baik, kepercayaan masyarakat baik domestik maupun internasional terhadap rupiah pun semakin menguat, meskipun harga minyak dunia dan suku bunga global terus bergerak naik. Hal ini berdampak positif terhadap kestabilan makro secara keseluruhan sehingga membuka ruang bagi penguatan pertumbuhan ekonomi sekaligus menumbuhkan optimisme terhadap prospek ekonomi, yang pada gilirannya semakin memperkuat kepercayaan terhadap rupiah.

Perkembangan nilai tukar rupiah selama 2006 yang bergerak cukup stabil juga tidak terlepas dari berbagai kebijakan yang ditempuh oleh Bank Indonesia dan

89   

 

Pemerintah. Dari sudut kebijakan makroekonomi, terpeliharanya kestabilan nilai tukar didukung oleh konsistensi kebijakan moneter 2006 yang diarahkan pada pencapaian sasaran inflasi dan komitmen kebijakan fiskal terhadap pencapaian

keseimbangan dan stimulus fiskal. Bauran antara kebijakan moneter dan fiskal (policy

mix) yang senantiasa diselaraskan melalui peningkatan kualitas koordinasi telah

menjadi landasan bagi penguatan kredibilitas pengelolaan kebijakan makro sehingga meningkatkan kepercayaan terhadap rupiah. Satu hal yang tidak kalah penting adalah upaya Bank Indonesia dan Pemerintah yang secara berkala melakukan diseminasi kebijakan untuk meyakinkan pelaku pasar mengenai komitmennya dalam menjaga konsistensi kebijakan makro dan mengendalikan kestabilan makro.

Pada tahun 2007 nilai tukar rupiah juga bergerak stabil. Kestabilan nilai tukar rupiah tersebut didukung oleh kondisi fundamental makroekonomi domestik yang semakin membaik di tengah perkembangan ekonomi dan pasar keuangan global yang bergejolak. Pada Triwulan I tahun 2007 nilai tukar rupiah adalah sebesar Rp. 9122,6/US$ dan Triwulan II 2007 sebesar Rp. 8988,3/US$. Ini artinya nilai tukar rupiah cenderung menguat dipengaruhi peningkatan arus masuk modal portofolio asing ke pasar keuangan. Meningkatnya arus masuk modal portofolio ditopang oleh kondisi fundamental makroekonomi yang semakin membaik sebagaimana tercermin pada meningkatnya surplus neraca pembayaran, menurunnya laju inflasi, meningkatnya pertumbuhan ekonomi, dan terjaganya kesinambungan fiskal.

90   

Perkembangan tersebut tidak terlepas dari hasil pengelolaan kebijakan makroekonomi yang ditempuh secara hati-hati dan konsisten sehingga semakin mempertebal kepercayaan masyarakat, baik internasional maupun domestik, terhadap rupiah. Selain itu, di tengah tingginya ekses likuiditas di pasar keuangan global, imbal hasil di pasar keuangan domestik yang tinggi juga turut menarik arus modal portofolio asing tersebut.

Namun pada paruh kedua tahun 2007, risiko global meningkat sehingga

memberikan tekanan terhadap nilai tukar rupiah. Krisis subprime mortgage di AS

menimbulkan gejolak di pasar keuangan global sehingga mendorong investor global

menghindari aset-aset yang dipandang lebih berisiko termasuk aset-aset emerging

markets. Perkembangan tersebut juga memicu pembalikan arus investasi portofolio

asing (capital reversal) di pasar keuangan domestik sehingga menimbulkan tekanan

terhadap rupiah. Pada Triwulan III nilai tukar rupiah adalah sebesar Rp. 9244,3/US$ dan Triwulan IV sebesar Rp. 9299,3/US$.

Kondisi fundamental makroekonomi domestik tetap kondusif dalam mendukung kestabilan nilai tukar rupiah. Berlanjutnya kesinambungan pertumbuhan ekonomi domestik selama tahun 2007, perkembangan inflasi yang secara umum terkendali menuju sasaran yang ditetapkan, serta pengelolaan kebijakan makroekonomi yang tetap konsisten dan hati-hati telah mempertebal kepercayaan pasar terhadap rupiah.

91   

 

Kestabilan nilai tukar rupiah selama tahun 2007 didukung oleh kebijakan pengelolaan nilai tukar yang tetap diarahkan untuk menjaga konsistensinya dengan pencapaian keseimbangan internal dan eksternal perekonomian. Dalam kaitan tersebut, kebijakan intervensi di pasar valuta asing tetap dilakukan secara terukur untuk menjaga volatilitas nilai tukar. Selain kebijakan intervensi, Bank Indonesia juga melakukan penguatan strategi komunikasi serta peningkatan efektivitas peraturan kehati-hatian dan pemantauan lalu lintas devisa.

Pada tahun 2008, dinamika nilai tukar rupiah sangat dipengaruhi oleh perkembangan krisis keuangan global, gejolak harga komoditas, dan perlambatan ekonomi dunia yang memicu memburuknya persepsi investor dan ekspektasi pelaku pasar. Gejolak eksternal tersebut menyebabkan perkembangan nilai tukar rupiah selama tahun 2008 sangat berfluktuasi, terutama sejak awal triwulan IV-2008 (Triwulan I nilai tukar sebesar Rp. 9186,3/US$, Triwulan II sebesar Rp. 9259/US$, Triwulan III sebesar Rp. 9216,3/US$, dan Triwulan IV sebesar Rp. 11.365,3/US$). Namun demikian, kebijakan ekonomi makro yang konsisten dan berhati-hati disertai langkah stabilisasi nilai tukar, secara umum dapat meredam terjadinya tekanan yang berlebihan. Meski diterpa oleh berbagai gejolak, nilai tukar rupiah secara umum bergerak relatif stabil sampai pertengahan September 2008. Namun demikian, dampak krisis keuangan global yang semakin luas memicu pelepasan aset oleh investor dalam jumlah yang signifikan sehingga menimbulkan tekanan yang kuat terhadap nilai tukar rupiah pada triwulan IV-2008.

92   

Perkembangan nilai tukar rupiah yang relatif stabil sampai dengan akhir triwulan III-2008 ditopang oleh surplus neraca transaksi berjalan, imbal hasil yang menarik dan sentimen pasar yang terjaga positif. Implementasi APBN 2008 juga berhasil meredam timbulnya tekanan yang lebih kuat bahkan mendorong kembali masuknya aliran portofolio asing.

Pada tahun 2009 Triwulan I, nilai tukar rupiah masih dipengaruhi oleh krisis global yaitu sebesar Rp. 11.636,67/US$. Namun pada Triwulan II, III, dan IV perlahan-lahan nilai tukar rupiah menguat yaitu sebesar Rp. 10.426/US$, Rp. 9887/US$, dan Rp. 9475/US$.

Dokumen terkait