• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perkembangan Penelitian Perilaku Konsumen Restoran Gurih

DAFTAR LAMPIRAN

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Deskripsi Restoran

2.3. Perkembangan Blue Ocean Strategy

2.3.1. Perkembangan Penelitian Perilaku Konsumen Restoran Gurih

Suatu bisnis yang bergerak dalam bidang penyediaan pelayanan dan makanan, khususnya restoran, sangat ditentukan oleh jumlah konsumen agar dapat dikatakan sebagai bisnis yang sukses. Selain itu, kesuksesan ini juga dipengaruhi dengan kemampuan pelaku usaha dalam suatu bisnis untuk meningkatkan pertumbuhan pelanggannya3. Namun, untuk mempertahankan dan meningkatkan jumlah konsumen, para pelaku usaha harus melakukan berbagai alternatif cara yang selanjutnya disebut strategi. Strategi yang dilakukan haruslah efektif dan didasarkan pada tujuan yang ditetapkan, yaitu memenuhi kepuasan konsumen sekaligus meningkatkan keuntungan dari bisnis yang sedang dijalankan. Oleh karena itu, pelaku usaha perlu mencermati sikap dan perilaku konsumen dalam memenuhi kepuasannya.

Kepuasan konsumen merupakan keseluruhan sikap yang ditunjukkan konsumen atas barang atau jasa setelah mereka memperoleh dan menggunakannya (Mowen dan Minor 2002). Mempertahankan dan meningkatkan kepuasan konsumen adalah hal yang sangat penting bila ditinjau dari aspek manajerial. Pelanggan yang memiliki kepuasan yang tinggi terhadap produk yang ditawarkan akan mempengaruhi arus kas masa depan perusahaan secara positif. Oleh karena itu, pelaku usaha harus mencermati beberapa faktor yang mempengaruhi konsumen dalam melakukan pembelian dan selanjutnya dapat meningkatkan kepuasan konsumen sebagai investasi (Sumarwan 2004, Mowen dan Minor 2002).

Saat ini, sudah banyak sekali penelitian yang menggunakan topik perilaku konsumen untuk mengkaji efektivitas penjualan yang telah dilakukan oleh suatu bisnis dan loyalitas serta kepuasan pelanggan terhadap bisnis tersebut. Salah satu bisnis restoran dan rumah makan yang seringkali menjadi tempat penelitian untuk       

3

Bina UKM. 2010. Perkembangan Bisnis Rumah Makan dan Restoran: Peluang Usaha Rumah Makan/ Restoran. http://www.binaukm.com/ 2010/05/perkembangan-bisnis-rumah-makan-dan-restoran-peluang-usaha- rumah-makan-restoran/ [12 Juni 2012]

mengkaji topik tersebut adalah Restoran Gurih 7 yang juga menjadi tempat penelitian ini. Restoran Gurih 7 merupakan pemain dalam industri restoran tradisional Sunda di Kota Bogor dan sedang mengalami persaingan dengan bisnis- bisnis sejenis.

Penelitian terdahulu yang menggunakan topik perilaku konsumen menghasilkan beberapa atribut yang merupakan prioritas penting dan utama bagi konsumen dalam melakukan pembelian terhadap Restoran Gurih 7. Selain itu, terdapat beberapa penelitian yang memiliki tujuan untuk menganalisis hubungan satu atribut dengan atribut lainnya. Atribut-atribut yang digunakan pada penelitian terdahulu nantinya digunakan dalam penelitian ini sebagai faktor-faktor yang dijadikan sebagai ajang kompetisi dalam industri restoran tradisional Sunda. Selain itu, atribut ini nantinya dapat dicermati oleh pihak yang bersangkutan, yaitu Restoran Gurih 7, untuk melakukan investasi dalam mempertahankan dan meningkatkan jumlah konsumen.

Atribut yang dihasilkan dalam penelitian-penelitian terdahulu hampir sama. Namun, metode yang digunakan dalam penelitian terdahulu berbeda-beda sesuai dengan tujuan dan kebutuhan penelitian. Rusli (2006) menggunakan beberapa metode dan alat analisis dalam penelitiannya yang mengkaji atribut yang dinilai penting oleh konsumen dan tingkat kepuasan serta loyalitas terhadap kinerja atribut tersebut. Metode dan alat analisis yang digunakan adalah metode product moment pearson untuk menguji validitas responden dan metode α- cronbach untuk menguji reabilitas responden. Data yang diperoleh dari metode tersebut kemudian diolah dengan analisis deskriptif kualitatif-kuantitatif, metode Importance Performance Analysis (IPA), dan klasifikasi loyalitas menurut Griffin. Miftah (2010) menggunakan metode yang sama dengan Rusli (2006) untuk menguji validitas dan reabilitas responden dimana tujuan penelitiannya adalah untuk mengidentifikasi karakteristik konsumen serta menganalisis proses pengambilan keputusan dan faktor-faktor yang mempengaruhi analisis konsumen. Namun, data yang didapatkan Miftah (2010) diolah dengan menggunakan Analisis Deskriptif dan Analisis Faktor.

Penelitian terdahulu yang bertujuan untuk menganalisis hubungan satu atribut dengan atribut lainnya adalah Astriani (2008) dan Setyawati (2010).

Astriani (2008) dan Setyawati (2010) menggunakan metode yang berbeda dalam penelitiannya. Hal ini juga didasarkan dengan tujuan dan kebutuhan dari penelitian yang dilakukan. Astriani (2008) melakukan penelitian dengan tujuan untuk menganalisis kepuasan pelanggan dan hubungannya dengan fasilitas live music yang disediakan oleh Restoran Gurih 7. Metode pengolahan data yang digunakan Astriani (2008) adalah metode Importance Performance Analysis (IPA), Customer Satisfication Index (CSI), Uji Khi- Kuadrat (Chi- Square), dan Two Independents Simples Test. Sedangkan, Setyawati (2010) dalam penelitiannya memiliki tujuan untuk menganalisis faktor-faktor yang terbentuk berdasarkan variabel experiential marketing dan hubungannya terhadap loyalitas pelanggan. Setyawati (2010) menggunakan beberapa metode dan alat analisis dalam mendukung penelitiannya, antara lain analisis faktor, regresi linear berganda, uji F, dan uji T.

Pada penelitian terdahulu, dapat dilihat bahwa metode dan alat analisis yang digunakan untuk meneliti perilaku konsumen di Restoran Gurih 7 sangat beragam. Namun, hasil penelitian yang didapatkan dari penelitian terdahulu memiliki hasil yang sama, terutama dalam penentuan atribut yang penting bagi konsumen Restoran Gurih 7. Astriani (2008), Miftah (2010), Setyawati (2010), dan Rusli (2006) dalam penelitiannya mengungkapkan bahwa atribut yang dinilai paling penting dan berpengaruh dalam mempengaruhi kepuasan dan loyalitas konsumen adalah atribut pada produk dan atribut pada pramusaji. Atribut pada produk yang dinilai penting adalah citarasa makanan dan minuman yang disajikan (Rusli 2006, Setyawati 2010). Setyawati juga menegaskan bahwa variabel yang paling dominan mempengaruhi loyalitas pelanggan advocate adalah indera pengecap. Sedangkan, atribut pada pramusaji yang dinilai penting bagi konsumen adalah keterampilan pramusaji dalam memberikan pelayanan yang cepat dan tanggap, serta kecepatan pramusaji dalam menanggapi keluhan konsumen (Rusli 2006, Astriani 2008, Miftah 2010). Miftah (2010) juga menambahkan satu atribut pada pramusaji yang dinilai penting, yaitu keramahan dan kesopanan pramusaji dalam melayani konsumen.

Pada penelitian terdahulu yang bertujuan untuk menganalisis hubungan satu atribut dengan atribut lainnya memiliki beberapa hasil penelitian. Astriani

(2008) dalam penelitiannya memperlihatkan bahwa atribut suasana restoran menunjukkan penurunan kepuasan pelanggan pada suasana dengan adanya live music. Hal ini dikarenakan live music kurang cocok dengan nuansa kedaerahan yang khas Sunda pada Restoran Gurih 7. Sedangkan, Setyawati (2010) menghasilkan lima faktor yang dinamakan faktor experience (perasaan santai, perasaan nyaman, aksi, dan hubungan), faktor komunikasi (indera pengecap, komunikasi, identitas, produk, dan orang), faktor situasional (co-branding dan website), faktor persepsi (lingkungan dan pikiran), serta faktor pendengaran (indera pendengaran).

Penelitian ini memiliki beberapa perbedaan dan persamaan dengan penelitian terdahulu. Adapun perbedaannya terletak pada tujuan penelitian, yaitu untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang dijadikan kompetisi dalam industri restoran tradisional Sunda di Kota Bogor, mendeskripsikan situasi industri tersebut, serta merumuskan blue ocean strategy yang dapat diterapkan untuk pengembangan usaha Restoran Gurih 7. Penelitian terdahulu lebih memfokuskan pada penilaian pelanggan dan konsumen (perilaku konsumen) terhadap Restoran Gurih 7, yaitu dari sisi kepuasan, loyalitas, hingga proses pengambilan keputusan. Penelitian tersebut belum sampai kepada perumusan strategi apa yang harus digunakan oleh pihak restoran. Oleh karena itu, penelitian ini dilakukan untuk mendapatkan strategi yang akan digunakan oleh pihak restoran dalam pengembangan usahanya sehingga dapat mempertahankan dan meningkatkan pertumbuhan jumlah konsumen. Strategi yang digunakan dalam penelitian ini adalah blue ocean strategy dimana strategi ini dilakukan untuk menciptakan ruang pasar yang belum ada pesaingnya dan menjadikan kompetisi sebagai hal yang tidak relevan.

2.3.2. Perumusan Strategi Samudera Merah (Red Ocean Strategy)

Penelitian mengenai strategi pengembangan usaha dalam bentuk organisasi bisnis/perusahaan telah cukup banyak dilakukan. Analisis menunjukan bahwa penelitian yang dilakukan memiliki kecenderungan hasil yang sama dalam menentukan strategi pengembangan usaha yang dilakukan. Pada umumnya, tujuan peneliti-peneliti yang mengkaji penelitian mengenai strategi pengembangan usaha tersebut adalah untuk: (1) mengidentifikasi faktor-faktor internal dan eksternal

suatu perusahaan, serta (2) merumuskan alternatif strategi pengembangan usaha bagi perusahaan yang diteliti. Tujuan tersebut pada umumnya digunakan untuk menjawab permasalahan bagi perusahaan-perusahaan yang sedang mengalami persaingan dan berupaya untuk memenangkan persaingan tersebut. Selain itu, dalam merumuskan strategi pengembangan usaha bagi perusahaan biasanya melibatkan peran stakeholders sebagai pihak internal dan dinas terkait sebagai pihak eksternal.

Penelitian terdahulu mengenai strategi pengembangan usaha menunjukkan bahwa metode analisis yang digunakan pada umumnya adalah analisis lingkungan usaha melalui analisis tahapan formulasi strategi yang dikemukakan oleh David (2002) yaitu terdiri dari tiga tahapan analisis meliputi tahap input, tahap pencocokan, dan tahap pengambilan keputusan. Beberapa alat analisis yang dapat digunakan dalam tahap input, antara lain matriks Internal Factor Evaluation (IFE), External Factor Evaluation (EFE), dan Competitive Profile Matrix (CPM). Namun, pada umumnya penelitian terdahulu yang dilakukan untuk merumuskan strategi pengembangan usaha menggunakan matriks IFE dan EFE. Hal ini dikarenakan kekuatan dan kelemahan yang dimiliki serta peluang dan ancaman yang dihadapi perusahaan dapat diperlihatkan secara jelas.

Pada tahap pencocokan, alat analisis yang dapat digunakan adalah matriks Strenght-Weakness-Opportunity-Threat (SWOT), Strategic Position and Action Evaluation (SPACE), Boston Consulting Group (BCG), Internal-External (I-E), dan Grand Strategy. Penelitian-penelitian terdahulu biasanya menggunakan matriks I-E dan matriks SWOT dalam tahap pencocokan. Hal ini dikarenakan pemetaan kondisi organisasi baik dalam aspek internal maupun dalam aspek eksternal lebih detail pada matriks I-E karena terdapat sembilan sel yang berbeda. Namun, strategi yang dirumuskan dalam matriks I-E belum sempurna karena strategi belum disesuaikan dengan kondisi spesifik perusahaan, antara lain kekuatan, kelemahan, peluang, serta ancamannya. Sedangkan, strategi yang dirumuskan dalam matriks SWOT merupakan kombinasi faktor strategis perusahaan sehingga bersifat aplikatif.

Tahap pengambilan keputusan juga didukung oleh beberapa alat analisis, antara lain matriks Quantitative Strategic Planning (QSP) dan Analitical

Hierarchy Process (AHP). Kedua matriks ini digunakan untuk menentukan prioritas strategi. Namun, penelitian-penelitian terdahulu menggunakan matriks QSP karena dapat menentukan kemenarikan relatif dari tiap alternatif. Selain itu, faktor kunci strategi dapat dipertimbangkan secara berurutan atau bersamaan dengan tidak adanya batasan strategi yang dievaluasi.

Ranita (2004) dan Lazuardi (2008) melakukan penelitian untuk memformulasikan strategi pengembangan usaha restoran dan rumah makan. Namun, perbedaan kedua penelitian tersebut terletak pada jenis restoran yang diteliti dan hasil dari formulasi strategi. Ranita (2004) meneliti Rumah Makan Sunda Saung Kiray, sedangkan Lazuardi (2008) melakukan penelitian di Restoran Macaroni Panggang sebagai restoran modern. Melalui analisis faktor internal dan eksternal yang digambarkan pada matriks I-E, terlihat bahwa posisi bisnis yang diteliti keduanya berada pada tahap Hold and Maintain dengan strategi alternatif berupa strategi penetrasi dan pengembangan. Namun, alternatif strategi yang dijadikan prioritas bagi masing-masing usaha tersebut melalui matriks QSP berbeda. Alternatif strategi yang menjadi prioritas bagi tempat penelitian Ranita (2004) melalui matriks QSP adalah meningkatkan kegiatan pemasaran dan promosi melalui pemasangan spanduk di lokasi strategis. Sedangkan, alternatif strategi tersebut pada penelitian Lazuardi (2008) merupakan alternatif strategi dengan urutan prioritas yang paling rendah. Melalui matriks QSP, Restoran Makaroni Panggang yang diteliti oleh Lazuardi (2008) memiliki alternatif strategi berupa memperluas pasar dengan membuka cabang baru di daerah Bogor sebagai prioritas strategi yang utama.

Penelitian terdahulu memiliki beberapa persamaan dan perbedaan dengan penelitian ini. Adapun persamaannya adalah topik yang digunakan dalam penelitian, yaitu strategi pengembangan usaha. Pada penelitian ini, strategi pengembangan usaha dilakukan karena Restoran Gurih 7 sebagai objek penelitian merupakan usaha yang sudah cukup lama berdiri dan sedang mengembangkan bisnisnya di tengah persaingan yang ketat. Sedangkan, perbedaan penelitian terdahulu dengan penelitian ini terletak pada objek yang diteliti dan strategi yang digunakan, yaitu blue ocean strategy. Penelitian terdahulu menggunakan model strategi bersaing yang merupakan red ocean strategy sehingga strategi yang

dirumuskan pada umumnya untuk memenangkan persaingan dalam suatu industri. Blue ocean strategy yang akan digunakan pada penelitian ini dapat meningkatkan keuntungan usaha Restoran Gurih 7 dengan menjadikan kompetisi tidak relevan. 2.3.3. Perumusan Strategi Samudera Biru (Blue Ocean Strategy)

Penelitian terdahulu yang berkaitan dengan blue ocean strategy sebagai strategi pengembangan usaha masih relatif sedikit. Hal ini dikarenakan pemikiran mengenai blue ocean strategy masih baru dan belum memiliki pendekatan secara sistematis. Namun, pada umumnya, peneliti-peneliti terdahulu memiliki tujuan yang sama dalam mengkaji strategi pengembangan usaha berdasarkan blue ocean strategy, yaitu untuk: (1) mengidentifikasi faktor-faktor yang dijadikan sebagai ajang kompetisi dalam suatu industri, (2) mendeskripsikan situasi industri, (3) dan merumuskan alternatif strategi yang dapat digunakan untuk pengembangan usaha. Selain itu, peneliti terdahulu menggunakan metode dan alat analisis yang sama dengan yang dipaparkan oleh Kim dan Mauborgne (2005). Adapun alat analisis yang digunakan pada penelitian mengenai blue ocean strategy, antara lain kanvas strategi, kurva nilai, kerangka kerja enam jalan, kerangka kerja empat langkah, skema hapuskan-kurangi-tingkatkan-ciptakan, dan rangkaian strategi samudera biru. Keenam alat analisis tersebut merupakan alat analisis yang bersifat kualitatif dan digunakan untuk menjawab dua tujuan terakhir peneliti. Sedangkan, tujuan pertama dapat diidentifikasi dengan menggunakan alat analisis yang bersifat kuantitatif, yaitu Uji Cochran dan Uji Penilaian Kinerja.

Walaupun metode dan alat analisis yang digunakan dalam perumusan strategi pada penelitian-penelitian terdahulu sama, tetapi tahapan perumusan strateginya berbeda. Wadud (2010) menggunakan tahapan perumusan strategi dengan menggunakan empat prinsip formulasi blue ocean strategy secara berurutan, antara lain merekonstruksi batasan-batasan pasar, berfokus pada gambaran besar, melampaui permintaan yang ada, dan menjalankan rangkaian strategis dengan benar. Alat analisis yang digunakan pada penelitian Wadud (2010) juga disesuaikan dengan tahapan perumusan. Sedangkan, Utomo (2010) tidak menggunakan tahapan perumusan tersebut secara berurutan. Tahapan perumusan yang digunakan Utomo (2010) diawali dengan merekonstruksi batasan pasar dengan menggunakan kerangka kerja enam jalan kemudian dilanjutkan

dengan formulasi blue ocean strategy dengan alat analisis berupa kerangka kerja empat langkah dan skema hapuskan-kurangi-tingkatkan-ciptakan. Ide blue ocean strategy yang telah dihasilkan melalui formulasi blue ocean strategy terlebih dahulu dilakukan pengujian sebelum dapat dikatakan layak. Pengujian ide ini menggunakan alat analisis rangkaian blue ocean strategy dan tiga kriteria strategi yang baik.

Wadud (2010) meneliti yoghurt dengan merek produk DaFa sebagai objek penelitiannya, sedangkan Utomo (2010) menggunakan objek penelitian berupa produk teh dengan merek Your Tea. Hasil formulasi blue ocean strategy dari kedua penelitian ini berbeda dikarenakan faktor-faktor kompetisi dalam masing- masing industri tidak sama. Faktor-faktor yang menjadi kompetisi dalam industri yoghurt di Bogor, antara lain variasi rasa, higienitas, informasi produk, khasiat/ manfaat bagi kesehatan, kemudahan memperoleh produk, harga produk dari produsen/ agen, volume isi, kemudahan memperoleh bahan baku, fasilitas yang diberikan produsen, sistem kontrak penjualan, dan sistem distribusi. Sedangkan, faktor-faktor yang diteliti oleh Utomo (2010) dalam industri teh siap saji adalah track record perusahaan, harga paket penawaran, jenis teh yang digunakan, merek teh yang digunakan, fasilitas yang diberikan, sistem pendukung, desain dan bahan outlet, harga bahan baku, distribusi bahan baku, rasa, keramahan penjual, lokasi outlet, dan kecepatan penyajian. Faktor-faktor dari kedua industri tersebut mencakup persepsi produsen dan konsumen. Seluruh faktor ini kemudian dipetakan dalam kanvas strategi dan dibaca kurva nilainya dengan membandingkan pesaing-pesaing potensial. Berdasarkan kanvas strategi dari kedua penelitian tersebut, posisi perusahaan yang diteliti berada di dalam situasi persaingan yang ketat.

Setelah diketahui situasi persaingan yang dihadapi perusahaan, selanjutnya dilakukan formulasi blue ocean strategy dengan menggunakan kerangka kerja empat langkah dan skema hapuskan-kurangi-tingkatkan-ciptakan. Wadud (2010) dalam penelitiannya menghasilkan formulasi ide, yaitu (1) menghapuskan faktor jenis teh yang digunakan, merek teh, desain dan bahan outlet, (2) mengurangi faktor harga paket penawaran dan harga bahan baku, (3) meningkatkan faktor track record perusahaan, fasilitas yang diberikan, sistem pendukung, keramahan

penjual, dan kecepatan penyajian, dan (4) menciptakan faktor kerja sama, rekruitmen, program promo, gathering, dan paket penawaran eksklusif. Sedangkan, Utomo (2010) memformulasikan ide blue ocean strategy untuk Your Tea sebagai berikut (1) menghapuskan faktor jenis teh yang digunakan, merek teh, desain dan bahan outlet, (2) mengurangi faktor harga paket penawaran dan harga bahan baku, (3) meningkatkan faktor track record perusahaan, fasilitas yang diberikan, sistem pendukung, keramahan penjual, dan kecepatan penyajian, dan (4) menciptakan faktor kerja sama, rekruitmen, program promo, gathering, dan paket penawaran eksklusif. Setelah dihasilkan ide blue ocean strategy, ide ini diujikan terlebih dahulu dengan menggunakan rangkaian blue ocean strategy. Namun, Utomo (2010) juga melakukan pengujian terhadap ide tersebut dengan menggunakan tiga kriteria strategi yang baik. Hasil pengujian terhadap ide strategi dari kedua penelitian tersebut menunjukkan ide strategi layak dan dapat direkomendasikan untuk perusahaan yang diteliti.

Penelitian ini menggunakan tahapan perumusan blue ocean yang dilakukan oleh Utomo (2010). Hal ini dikarenakan perumusan yang digunakan lebih terarah dan pengujian terhadap ide blue ocean strategy dilakukan dua kali. Namun, terdapat beberapa perbedaan dan persamaan antara penelitian ini dengan penelitian terdahulu. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian terdahulu yang terkait langsung dengan topik strategi pengembangan, yakni terletak pada objek kajian, tempat penelitian, dan hasil dalam penelitian. Objek yang akan dikaji pada penelitian ini adalah industri kuliner, khususnya restoran tradisional sunda yang berada di Kota Bogor. Sehingga lokasi penelitian yang akan digunakan adalah Restoran Gurih 7 yang menggunakan konsep dan tema tradisional sunda. Selain itu, pengamatan yang dilakukan dalam penelitian ini terfokus pada persepsi konsumen. Akan tetapi, dalam penelitian ini juga menggunakan persepsi produsen dalam memformulasikan ide blue ocean, namun tidak secara keseluruhan. Sedangkan, persamaannya terletak pada alat analisis yang digunakan dan tujuan penelitian, yaitu mengidentifikasi situasi persaingan dan faktor-faktor yang dijadikan ajang kompetisi industri serta merumuskan strategi blue ocean untuk pengembangan usaha.

III. KERANGKA PEMIKIRAN

3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis

3.1.1. Analisis Deskriptif

Metode analisis deskriptif adalah suatu metode dalam meneliti status sekelompok manusia, suatu objek, suatu set kondisi, suatu sistem pemikiran, ataupun suatu kelas peristiwa pada masa sekarang. Nazir (2005) mengemukakan bahwa tujuan penelitian deskriptif adalah untuk membuat deskripsi, gambaran atau lukisan secara sistematis, faktual, dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat, serta hubungan antar fenomena yang diselidiki.

3.1.2. Analisis Situasi Industri

Analisis situasi industri merupakan tahap pertama dalam blue ocean strategy. Analisis ini bertujuan untuk memberikan informasi mengenai situasi suatu industri terkini melalui kanvas strategi dan kurva nilai. Selain itu, analisis situasi industri berfungsi untuk menunjukkan apakah suatu industri berada di dalam suatu persaingan yang ketat atau tidak. Apabila situasi tersebut menunjukkan adanya kompetisi di antara para pelaku di dalam industri tersebut atau pasar industri tersebut sudah mulai jenuh, maka perusahaan bisa mengambil langkah untuk merumuskan strategi samudera biru.

Kanvas strategi dalam analisis situasi industri berfungsi untuk memetakan faktor-faktor kompetisi yang digunakan sebagai sarana persaingan bagi perusahaan dalam industri restoran tradisional Sunda melalui kurva nilai yang terbentuk. Faktor-faktor kompetisi ini tidak hanya digunakan untuk memetakan persaingan pada masa sekarang, tetapi juga digunakan untuk memperkirakan situasi persaingan di dalam suatu industri di masa yang akan datang. Penentuan faktor-faktor kompetisi dalam suatu industri dilakukan dengan melakukan pengamatan dari dalam dan luar industri, seperti konsumen, produsen, dan pihak- pihak yang terkait dengan bisnis restoran tradisional Sunda.

3.1.2.1.Kanvas Strategi

Kanvas strategi merupakan suatu kerangka kerja analitis yang digunakan untuk menggambarkan situasi terkini suatu industri dalam ruang pasar yang sudah ada. Kim dan Mauborgne (2005) menyatakan bahwa kanvas strategi adalah

kerangka aksi sekaligus diagnosa untuk membangun strategi samudera biru. Kanvas strategi yang berfungsi sebagai diagnosa akan menunjukkan apakah persaingan terjadi di dalam industri tersebut pada faktor-faktor persaingan yang terbentuk. Oleh karena itu, kanvas strategi ini akan menggambarkan beberapa hal, antara lain profil strategis suatu industri yang tergambarkan melalui faktor-faktor yang mempengaruhi persaingan di antara sesama pemain industri serta profil strategis pesaing-pesaing potensial dan profil strategis perusahaan yang menggambarkan bagaimana perusahaan berinvestasi pada faktor-faktor kompetisi tersebut. Kim dan Mauborgne (2005) menambahkan bahwa penggambaran kanvas strategi juga menghasilkan pengetahuan mengenai profil strategis perusahaan dimana perusahaan akan melakukan investasi pada faktor-faktor tersebut di masa mendatang.

Kim dan Mauborgne (2005) membuat proses terstruktur mengenai cara menggambar dan membahas kanvas strategi yang mendorong strategi suatu perusahaan ke arah samudera biru melalui empat langkah visualisasi strategi. Empat langkah visualisasi strategi ini akan mengembalikan strategi kepada perencanaan strategis dan meningkatkan peluang untuk menciptakan samudera biru. Langkah-langkah tersebut dapat dilihat pada Tabel 9.

Tabel 9. Empat Langkah dalam Memvisualisasikan Strategi 1. Kebangkitan Visual 2. Eksplorasi Visual 3. Pameran Strategi Visual 4. Komunikasi Visual • Membandingkan

bisnis dengan bisnis pesaing kita dengan menggambar kanvas strategi kita “yang ada”.

• Melihat perubahan apa yang perlu dilakukan pada strategi kita. •Pergi ke lapangan untuk menjelajahi enam jalan penciptaan samudera biru. •Mengamati keunggulan khas dari produk dan jasa alternatif.

•Melihat faktor apa

yang harus dihapuskan, diciptakan, atau diubah. • Menggambar kanvas strategi “masa depan” kita didasarkan pada wawasan yang didapat dari pengamatan lapangan. • Mendapatkan umpan-balik mengenai kanvas strategi alternatif dari konsumen, konsumen pesaing, dan non-konsumen. • Menggunakan umpan-balik itu untuk membangun strategi “masa depan” terbaik • Tunjukkan profil strategis kita yang lalu dan akan datang di satu halaman untuk mudah dibandingkan. • Dukung hanya proyek-proyek