Hingga saat ini ada tiga jenis rusa tropis yang giat dikembangkan sebagai hewan ternak, yaitu rusa timor, rusa sambar dan rusa chital. Namun dari ketiga jenis rusa tersebut di atas, yang paling berkembang pesat adalah menggunakan rusa timor. Selain itu, di Australia banyak dilakukan pengembangan kawin silang antara rusa sambar dengan rusa timor (disebut sambur). Para pioner peternak rusa tropis beranggapan bahwa rusa timor memenuhi banyak kriteria yang ditetapkan sebagai suatu hewan ternak. Faktor ketersediaan jenis rusa yang cukup tersebar juga menjadi penyebab utama mengapa rusa timor lebih berkembang dibandingkan jenis rusa tropis lainnya.
Rusa timor pertama kali didatangkan ke Mauritius dari Batavia tahun 1639, dengan tujuan utamanya sebagai hewan peliharaan dan sekaligus sebagai suplai tambahan protein bagi warga kulit putih lewat kegiatan berburu. Mengingat mudahnya rusa timor beradaptasi dengan lingkungan setempat, maka perkembangan populasinya tersebar hingga jauh ke daerah pedalaman hutan. Di tahun 2001 populasi rusa di alam diperkirakan sekitar 75.000 ekor, selain itu tidak kurang dari 60.000 ekor rusa berada dibalik pagar penangkaran yang berupa ranch farming, dengan total luas areal penangkaran mencapai 25.000 hektar.
Secara resmi, penangkaran rusa timor di Mauritius dimulai tahun 1976, dan berkembang terus hingga ke bentuk peternakan saat ini.
Pada awalnya, pemeliharaan berupa ranch farming yang disebut chasses, merupakan bentuk yang paling luas dikembangkan kemudian berkembang lebih lanjut ke dalam bentuk peternakan rusa yang lebih intensif dengan luasan lahan yang kecil (< 25 ha). Hingga tahun 2002, telah ada 60 peternak rusa, dimana 12 peternak memiliki sistim pengelolaan peternakan yang sangat intensif. Pada bentuk peternakan intensif, populasi rusa mencapai 10,500 ekor, pada luasan lahan berkisar antara 20-275 ha/peternak, dengan kepemilikan ternak rusa antara 200-2000 ekor/peternak. Peningkatan populasi rusa pada peternakan jenis ini sekitar 10-15% pertahunnya. Total produksi karkas rusa tahun 2002 mencapai 475 ton, dimana 400 ton diantaranya diperoleh dari hasil pemeliharaan secara ektensif lewat cara perburuan. Produksi karkas ini setara dengan 12.000 ekor. Pada sistim pemeliharaan secara ektensif, luasan areal berkisar antara 50-3000 ha, dengan kepadatan antara 1-3 ekor/ha. Sedangkan pada pemeliharaan secara intensif kepadatan rusa antara 10-20 ekor/ha. Harga jual di tingkat peternak tergantung pada asal rusa. Dari peternakan jenis ektensif karkas masih diselubungi kulit dijual dengan harga Rs. 100/kg, sedangkan dari peternakan secara intensif karkas telah bersih dari kulit dijual pada harga Rs. 140/kg (1 US$= Rs. 27).
Sejak tahun 1939, perburuan rusa di alam telah ditetapkan hanya boleh dilakukan dari mulai bulan Juni hingga September. Hasil survai setempat menunjukkan bahwa 60% dari total daging rusa justru dijual di pasar tradisional dan sisanya dijual di pasar perkotaan atau hotel. Ekspor daging rusa dari Mauritius diawali tahun 1983 dengan produksi tiga ton. Namun saat ini telah mencapai produksi ekspor 20 ton. Ekspor hewan hidup dimulai tahun 1986 ke negara kecil tetangga, Kepulauan Reunion dan tahun 1988 ke Malaysia yang mencapai jumlah total 800an ekor. Hingga tahun 2000, ketika produksi tahunan daging asal ternak domestik di Mauritius menurun sebagai akibat dari sistim perpajakan yang
33 berlaku, produk daging dari ayam dan rusa justru menunjukkan produksi yang tetap. Hal ini dikarenakan rusa mempunyai kemampuan untuk hidup di lahan yang marginal, dimana dengan sistim pajak yang lebih murah untuk wilayah yang marginal, menjadikan peternakan rusa tetap dapat bertahan. Mengingat tujuan peternakan rusa di Mauritius adalah dagingnya, maka secara proporsional, jumlah betina di peternakan populasinya lebih tinggi dibandingkan dengan yang jantan, mengingat yang jantan selalu dipotong saat mencapai umur layak potong dan betina dikembangkan sebagai indukan.
Di Kaledonia Baru, rusa timor diyakini didatangkan dari Batavia dan Maluku pada tahun 1870an dengan jumlah awal tidak lebih dari 12 ekor. Di tahun 1993 populasi di alam mencapai sekitar 120 ribu ekor. Usaha beternak rusa timor secara resmi dimulai tahun 1987 dan saat ini setidaknya ada 12.000 ekor rusa timor yang tersebar di 20 peternak. Dapat dikatakan bahwa negara Kaledonia Baru merupakan pelopor dalam kegiatan mengekspor ternak rusa timor hidup dalam jumlah besar ke luar negeri, untuk selanjutnya dikembangkan sebagai hewan ternak. Hingga tahun 1994 tidak kurang dari 3100 ekor rusa hidup telah dikirim ke luar negeri. Produksi karkas mencapai sekitar 100 ton, baik dari hasil peternakan maupun satwa buru.
Sensus terbatas di Queensland, Australia, menunjukkan bahwa di tahun 2002 ada sekitar 200.000 ekor rusa yang diternakkan, dimana 15% menggunakan jenis rusa timor. Di daerah Australia pula usaha pengembangan rusa sambar dan rusa chital berlangsung pesat, selain dari usaha perkawinan silang antara rusa timor dengan sambar. Sedangkan di Taiwan, rusa sambar telah cukup lama ditangkarkan sebagai hewan ternak untuk dipanen ranggah mudanya, tetapi masih dalam skala yang kecil dengan sistim pemeliharaan dikandangkan.
Pemerintah Malaysia sejak tahun 1985 telah mengembangkan peternakan rusa secara serius. Awalnya pengembangan dilakukan dengan menggunakan rusa asal daerah dingin, rusa merah dan rusa fallow. Namun setelah terbukti bahwa jenis rusa daerah dingin tidak dapat berkembang dengan baik di daerah lembab dan panas seperti di Malaysia, kemudian dikembangkan jenis rusa asli daerah tropis, yaitu rusa timor. Rusa timor kemudian didatangkan dari Australia, Mauritius dan Kaledonia Baru. Keberanian pemerintah Malaysia dalam mencoba mengembangkan industri peternakan rusa didasarkan pada pandangan bahwa peternakan rusa terbukti telah menjadi suatu bagian dari diversifikasi industri peternakan yang berkembang pesat di dunia. Selain itu ditargetkan pada tahun 2020 Malaysia telah menjadi negara maju, dimana semua perkembangan industri perlu ditata jauh hari sebelumnya, termasuk di sektor peternakan.
Diversifikasi usaha peternakan rusa telah dikembangkan dengan model tumpangsari pada perkebunan kelapa sawit. Pada blok perkebunan kelapa sawit yang dialokasikan, semua tanaman penutup diganti dengan rumput Panicum maximum dan dilakukan rotational grazing (penggembalaan secara berputar) dengan jumlah 40 betina dan 3 jantan rusa timor dewasa/blok. Jumlah ini setara dengan kepadatan rusa 5-7 ekor/ha. Dalam tempo 3,5 tahun laju kelahiran anak mencapai 70%. Melalui cara ini tingkat pertumbuhan gulma menurun tajam dan mengurangi ongkos perawatan gulma, selain diperolehnya tambahan penghasilan dari hasil penjualan rusa. Di beberapa blok kelapa sawit lainnya dilakukan pula penanaman rumput unggul Panicum maximum (4,5 kg/ha benih), Centrosoma pubescens (3,5 kg/ha benih) dan Stylosanthes spp. (2,5 kg/ha benih). Pemberian pupuk urea dilakukan setiap saat rusa keluar dari pedok dengan dosis 40 kg/ha. Luas pedok di lahan kelapa sawit dibuat antara 1,2-2,5 ha/pedok, dimana sekelilingnya dibatasi oleh
35 Gambar 10. Peternakan rusa sambar sistem kandang di Thailand (atas) dan pedok di Kalimantan Timur (bawah) (foto: S. Ungtrakul & G. Semiadi).
Gambar 11. Dalam pemeliharaan kadangkala rusa dapat berinteraksi dengan jenis hewan domestik yang menjadi suatu perpaduan yang unik, seperti dengan anjing dan babi (foto: G. Semiadi).
37 pagar dengan tinggi 1,9 m dan terdiri atas 17 baris kawat. Jarak antara tiang penyanggah adalah 6 m, dengan kawat berduri ditempatkan pada bagian teratas pagar. Lama merumput per pedok adalah antara 10-23 hari atau setara dengan 10,2 hari/ha. Pada kualitas hijauan seperti ini, pertumbuhan rusa pada umur dua tahun meningkat tajam dari 38,5 kg menjadi 53,45 kg dan dari berat badan 46 kg menjadi 61 kg.
Walau hingga saat ini suplai produk daging rusa masih belum dapat dilemparkan secara kontinyu ke pasar lokal, karena keterbatasan produksi dan fokus pada perluasan populasi, namun telah dapat di diperhitungkan tingkat keuntungan yang diperoleh, yaitu sekitar RM 10.000/acre/tahun. Harga jual pada tahun 2001 terhadap rusa hidup adalah RM 11,5/kg berat hidup untuk yang berat 50 kg, dengan harga jual karkas RM 19,58/kg karkas untuk berat karkas 30 kg. Dalam bentuk daging eceran dijual seharga RM 26,70/kg, tanpa memperhatikan jenis potongan daging.
Di Thailand, sejak tahun 1980an telah dimulai pengembangan usaha peternakan rusa chital yang dipelihara dari kelebihan populasi di penangkaran kebun binatang. Di tahun 1990an usaha peternakan rusa berkembang dengan menggunakan rusa lokalnya, rusa sambar. Setelah terlihat prospek yang ada dalam pengembangan peternakan rusa, maka rusa sambar yang statusnya adalah satwa yang dilindungi, sejak tahun 1994 pemerintah Thailand telah memberikan kemudahan untuk diternakkan. Selain itu, rusa Jawa hasil impor dari Kaledonia Baru telah pula didatangkan guna menambah keragaman jenis rusa tropis yang diternakkan.
Di Selandia Baru peternak rusa sambar atau timor memang sangat terbatas sekali. Namun dari hasi peternakan mereka seringkali dilakukan penjualan pejantan yang beranggah keras dengan ukuran yang besar serta berbadan tegap, untuk dijual ke kawasan perburuan sebagai satwa target buruan.
39