• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV PERLINDUNGAN HUKUM PARA PIHAK DALAM SURAT

B. Perlindungan Hukum Para Pihak Dalam Surat Kuasa Pada

Perlindungan hukum adalah suatu jaminan yang diberikan oleh negara kepada semua pihak untuk dapat melaksanakan hak dan kepentingan hukum yang dimilikinya dalam kapasitasnya sebagai subyek hukum.85 Dari pengertian tersebut dapat dirumuskan unsur-unsur yang terkandung didalam pengertian Perlindungan Hukun, yaitu :

1. Suatu jaminan yang diberikan oleh negara;

Jaminan tersebut diberikan oleh negara (yang dalam hal ini adalah Pemerintahan Republik Indonesia) dalam bentuk Peraturan Perundang- Undangan.

85 Junita Eko Setiyowati, Perlindungan Hukum Peserta Bagi Hasil Di Suatu Perusahaan,

2. Kepada semua pihak;

Yang dimaksud dengan semua pihak disini adalah pemberi kuasa, penerima kuasa dan pengguna jasa.

3. Untuk dapat melaksanakan Hak dan Kepentingan Hukum yang dimilikinya; Yang dimaksud dengan Hak adalah kekuasaan untuk melakukan sesuatu karena telah ditentukan oleh undang-undang dan peraturan lain.86 Pengertian kekuasaan disini diartikan sebagai kewenangan (bevoegd) untuk melakukan suatu perbuatan. Dan yang dimaksud dengan Kepentingan Hukum adalah keperluan atau kebutuhan dari Subyek Hukum (pemegang atau pengemban Hak dan Kewajiban) yang diatur oleh hukum (hukum disini diartikan sebagai Peraturan Perundang-Undangan).

4. Dalam kapasitasnya sebagai subyek hukum.

Yang dimaksud dengan subyek hukum adalah pemegang atau pengemban dari hak-hak dan kewajiban-kewajiban berdasarkan hukum yang terdiri dari Manusia dan Badan Hukum. Artinya adalah dalam kapasitasnya (daya Tampung)87 sebagai Manusia (perseorangan atau lebih) dan Badan Hukum dalam mengemban hak dan kewajiban berdasarkan hukum.

Dari uraian tersebut dapat disimpulkan, bahwa Perlindungan Hukum adalah suatu jaminan yang diberikan oleh Pemerintah Republik Indonesia dalam bentuk Peraturan Perundang-Undangan kepada para pihak untuk dapat melaksanakan suatu

86Sudarsono,Kamus Hukum,(Jakarta: Rineka Cipta, 2002), hal. 154.

87Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional,Kamus Besar Bahasa Indonesia,(Jakarta:

kewenangan melakukan perbuatan yang ditujukan untuk menimbulkan akibat hukum yang sengaja dikehendaki dan keperluan atau kebutuhan yang diatur oleh hukum dalam kapasitasnya (daya tampungnya) sebagai Manusia (perseorangan atau lebih) atau Badan Hukum dalam mengemban hak dan kewajiban berdasarkan hukum.

Kontrak kerja konstruksi merupakan dasar atau awal adanya hubungan hukum antara pengguna dan penyedia jasa konstruksi, hal hal yang mengatur mengenai hak dan kewajiban para pihak haruslah diatur secara jelas, tegas dan terperinci karena kontrak kerja konstruksi merupakan awal dari suatu proses penegakkan dan perlindungan hukum bagi para pihak yang membuat kesepakatan kerja konstruksi.

Dengan adanya perlindungan dan penegakan hukum dari suatu kontrak kerja konstruksi maka para pihak dapat merasa tenang dalam melaksanakan hak dan kewajibannya apalagi dengan lahirnya UU No. 18/1999 tentang jasa konstruksi beserta peraturan pelaksanaannnya setidaknya semakin memperjelas perlindungan dan penegakkan hukum dalam dunia jasa konstruksi.

Undang-undang Nomor 18 Tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi mengatur mengenai sanksi pidana bagi pelaku jasa konstruksi, khususnya Pasal 41 dan Pasal 43 ayat (1), (2), dan (3). Tujuan undang-undang ini adalah untuk melindungi masyarakat yang menderita sebagai akibat penyelenggaraan pekerjaan konstruksi sedemikian rupa. Pada pinsipnya barang siapa yang merencanakan, melaksanakan maupun mengawasi pekerjaan konstruksi yang tidak memenuhi persyaratan keteknikan dan mengakibatkan kegagalan pekerjaan konstruksi (pada saat berlangsungnya pekerjaan konstruksi) atau kegagalan bangunan (setelah bangunan beroperasi), maka akan

dikenai sanksi pidana paling lama 5 (lima) tahun penjara atau dikenakan denda paling banyak 10% (sepuluh persen) dari nilai kontrak. Selain sanksi pidana, para profesional (tenaga ahli) teknik juga akan dikenai sanksi administrasi sebagaimana yang diatur Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2000 Pasal 31, 32, dan 33

juncto PP Nomor 30 Tahun 2000 Pasal 6 ayat (4). Sanksi pidana dirasakan perlu mengingat bahwa sanksi lain seperti sanksi administrasi bagi pelanggaran norma- norma hukum Tata Negara dan Tata Usaha Negara, dan sanksi perdata bagi pelanggaran norma-norma hukum perdata belum mencukupi untuk mencapai Alternatif Penyelesaian Sengketa Jasa Konstruksi tujuan hukum, yaitu rasa keadilan.88

Kaidah-kaidah yang berkenaan dengan hukum pemborongan diatur dalam Pasal 1604 - Pasal 1617 KUH Perdata, disamping berlaku pula ketentuan mengenai perjanjian pada umumnya yang terdapat dalam Pasal 1233 - Pasal 1456 KUH Perdata, yang kemudian khusus berkaitan dengan jasa konstruksi diatur tersendiri dalam UUJK beserta peraturan-peraturan pemerintahnya, yaitu Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 30 Tahun 2000 tentang Penyelenggaraan Pembinaan Jasa Konstruksi, Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 4 tahun 2010 tentang Usaha dan Peran Masyarakat Jasa Konstruksi, dan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 59 Tahun 2010 tentang Penyelenggaraan Jasa Konstruksi.

Untuk melindungi kepentingan penyedia jasa dalam memperoleh penjaminan pembayaran dari pengguna jasa, dalam UUJK ditegaskan bahwa pengguna jasa harus

memiliki kemampuan membayar biaya pekerjaan kontruksi yang didukung dengan dokumen pembuktian dari lembaga perbankan dan atau lembaga keuangan bukan bank.89 Bukti kemampuan membayar ini dapat pula diwujudkan dalam bentuk lain yang disepakati dengan mempertimbangkan lokasi, tingkat komplesitas, besaran biaya dan atau fungsi bangunan yang dituangkan dalam perjanjian tertulis antara pengguna jasa dan penyedia jasa.90

Jaminan pembayaran (Payment guarantee) bukanlah suatu instrument pembayaran dalam arti bahwa apabila pekerjaan telah selesai sepenuhnya (100%) penyedia jasa otomatis dapat mencairkan jaminan tersebut kecuali secara tegas dinyatakan secara tegas dalam kontrak bahwa jaminan pembayaran tersebut boleh dicairkan sebagai alat pembayaran kepada penyedia jasa. Jaminan pembayaran tersebut baru boleh dicairkan apabila terbukti pengguna jasa telah cedera janji karena tidak membayar penyedia jasa dalam waktu yang telah ditentukan dalam kontrak.91

Dalam tata hukum Indonesia, dikenal adanya jaminan yang lahir karena Undang-Undang dan jaminan yang lahir karena perjanjian. Jaminan yang ditentukan oleh Undang-Undang adalah jaminan yang adanya ditunjuk oleh Undang-Undang tanpa adanya perjanjian dari para pihak92, yaitu misalnya adanya ketentuan dalam KUH Perdata yang menyatakan bahwa semua harta benda debitur baik benda bergerak maupun tidak bergerak, baik benda-benda yang sudah ada maupun yang

89Pasal 15 ayat (2) Undang-Undang No. 18 Tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi 90Pasal 15 ayat (3) Undang-Undang No. 18 Tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi

91 Nazarkan Yasin, Mengenal Kontrak Konstruksi di Indonesia, (Jakarta: Gramedia, 2003)

hal. 50

masih aka nada menjadi jaminan bagi seluruh perhutangannya. Ini berarti bahwa penyedia jasa dapat melaksanakan haknya terhadap semua benda pengguna jasa, kecuali benda-benda yang dikecualikan oleh Undang-Undang.

Pengguna jasa wajib melaksanakan pembayaran atas penyerahan hasil pekerjaan penyedia jasa secara tepat jumlah dan tepat waktu, sesuai tahapan proses pembayaran yang disepakati. Apabila pengguna jasa melakukan keterlambatan dalam melaksanakan pembayaran, maka penyedia jasa berhak mengenakan denda (penalty) terhadap keterlambatan pembayaran tersebut, yang tentunya nilai denda ini haruslah sudah diperjanjikan terlebih dahulu dan disetujui oleh para pihak sebelumnya. Denda akibat keterlambatan pembayaran adalah biaya uang (cost of money) yang dihitung berdasarkan bunga untuk hari-hari keterlambatan (interest of delay payment)

Di dalam perjanjian pemborongan dikenal berbagai macam Jaminan, antara lain :93

1. Bank Garansi.

Dasar hukum Bank Garansi, adalah perjanjian penanggungan (borgtocht) yang diatur dalam KUH Perdata pasal 1820 s/d 1850.Untuk menjamin kelangsungan Bank Garansi, maka penanggung mempunyai Hak istimewa

yang diberikan undang-undang, yaitu untuk memilih salah satu, menggunakan pasal 1831 KUH Perdata atau pasal 1832 KUH Perdata. Pengertian penanggungan menurut Pasal 1820 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata adalah suatu

93 Emmy Pangaribuan Simanjuntak, Seri Hukum Dagang:Bentuk Jaminan (Surety Bonds Fidelly Bonds) dan Pertanggungan Kejahatan (Crime Insurance),(Yogyakarta, Liberty, 1986), hal. 6.

persetujuan dengan mana seorang pihak ketiga, guna kepentingan dia berpiutang, mengikatkan diri untuk memenuhi perikatannya si berutang ini manakala orang ini sendiri tidak memenuhinya.

Dalam Bank Garansi yang bertindak sebagai penanggung adalah Bank apabila si debitur wanprestasi. Sifat Bank Garansi adalah suatu perjanjian tambahan (accessoir), yaitu adanya tergantung pada perjanjian pokok. Dengan demikian Bank Garansi akan berakhir apabila perjanjian pokoknya berakhir.94

Bank sebagai penanggung mempunyai hak istimewa/hak utama yaitu hak untuk menuntut agar harta benda si debitor/terjamin lebih dahulu disita dan dijual. Bank Garansi dalam perjanjian pemborongan terdiri dari:95

a. Jaminan Penawaran/jaminan tender, yaitu suatu bentuk dimana bank menjamin pembayaran sejumlah uang tertentu untuk memenuhi penawaran di dalam pelelangan pemborongan pekerjaan. Jaminan ini merupakan syarat bagi pemborong agar dapat mengikuti pelelangan atau tender, dimana yang bertindak sebagai bouwheer adalah pemerintah atau proyek-proyek yang seluruh biayanya dibebankan kepada Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) maupun Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD).

b. Jaminan Pelaksanaan, yaitu suatu jenis penanggungan, dimana bank sebagai penanggung menjamin akan membayar sejumlah tertentu kepada pengguna jasa sebagai penerima jaminan apabila penyedia jasa yang dijamin yang telah

94F.X. Djumialdji,Perjanjian Pemborongan, (Jakarta: PT. Rineka Cipta cet. 3, 1995), hal. 30. 95Ibid

dinyatakan menang dalam pelelangan tidak memenuhi kewajibannya. Jaminan ini ditujukan untuk menjamin pelaksanaan proyek. Surat jaminan pelaksanaan akan menjadi milik negara apabila rekanan yang menjadi penyedia jasa tidak melaksanakan pekerjaan/penyerahan barang dalam waktu yang telah ditetapkan. Surat jaminan pelaksanaan dikembalikan kepada penyedia jasa atau yang bersangkutan setelah pelaksanaan pekerjaan/penyerahan barang sesuai dengan surat perjanjian pemborongan. Dalam praktek, penyedia jasa wajib menyerahkan jaminan pelaksanaan kepada pengguna jasa selambatlambatnya 14 (empat belas) hari setelah diterbitkannya surat penunjukan penyedia jasa, sebelum penandatanganan kontrak. Besarnya jaminan pelaksanaan sesuai ketentuan yang diatur dalam syarat-syarat khusus kontrak.

c. Jaminan uang muka, Jaminan ini baru ada kalau dalam perjanjian/kontrak pemborongan diatur ketentuan mengenai pembayaran uang muka. Jika penyedia jasa akan mengambil uang muka, maka penyedia jasa harus memberikan surat jaminan uang muka. Nilai jaminan uang muka tersebut sekurang-kurangnya sama dengan uang muka yang diberikan. Penggunaan uang muka tersebut adalah sepenuhnya diperuntukkan bagi pelaksanaan proyek tersebut.

d. Jaminan pemeliharaan, yaitu merupakan jaminan yang diserahkan penyedia jasa kepada pengguna jasa setelah pekerjaan dinyatakan selesai 100% (seratus

persen) dan pengguna jasa diwajibkan mengembalikan uang retensi (retention money), yang besarnya telah ditentukan dalam syarat-syarat khusus kontrak. 2. Surety Bond.

Surety Bond adalah jaminan dalam bentuk warkat yang diterbitkan oleh perusahaan asuransi kerugian yang mengakibatkan kewajiban membayar terhadap pihak yang menerima jaminan dalam hal ini pengguna jasa apabila yang dijamin cidera janji (wanprestasi). Di dalam sistem jaminan ini terdapat 3 (tiga) pihak yaitu:96

a. Surety company (penjamin), adalah pihak yang memberikan jaminan yang berupasurety guarantee/bond, yaitu perusahaan asuransi.

b. Prinsipal (rekanan), adalah pihak yang wajib memberikan prestasi serta merupakan pihak yang dijamin dengan surety guarantee/bond, dalam hal ini

prinsipal merupakan pihak yang menerima dan melaksanakan pekerjaan (penyedia jasa/pemborong/kontraktor).

c. Obligee (pemilik proyek), adalah pihak yang berhak atas prestasi dan dilindungi dengan surety guarantee/bond terhadap kerugian, dalam hal ini pihak obligee merupakan pihak yang memberikan pekerjaan serta sebagai pengguna jasa.

Ruang lingkup JaminanSurety Bondantara lain :

a. Jaminan Penawaran (Bid Bond/Tender Bond), dalam hal ini setiap penyedia jasa peserta lelang harus menyediakan jaminan penawaran dari lembaga 96Ibid, hal. 12

keuangan bank atau lembaga keuangan non bank yang diberi ijin menerbitkan jaminan penawaran. Fungsi jaminan penawaran adalah untuk menjamin iktikad baik dari penawar, yaitu jika penawar memenangkan lelang maka dalam waktu yang ditentukan ia akan menandatangani kontrak pelaksanaan dengan melengkapi persyaratan dari obligee untuk menyediakan jaminan pelaksanaan (performance bond) dari pemberi jaminan.

b. Jaminan Pelaksanaan (Performance Bond), jaminan ini diterbitkan oleh Pemberi Jaminan (Surety) kepada penyedia jasa sebagai prinsipal sebagai kelanjutan dari ditunjuknya yang bersangkutan sebagai pemenang lelang. Biasanya besar jaminan pelaksanaan adalah 5% dari harga kontrak.

c. Jaminan Uang Muka (Advance Payment Bond), merupakan jaminan yang diisyaratkan Obligee kepada Principal atas pemberian uang muka proyek yang telah diberikan, jaminan uang muka ini diperlukan baik untuk proyek pemerintah maupun proyek swasta yang dalam kontraknya mengatur adanya pemberian uang muka kepada Principal. Biasanya besar pemberian uang muka adalah 20% dari harga kontrak.

d. Jaminan Pemeliharan (Maintenance Bond), dalam jaminan ini biasaya obligee

menahan 5% dari pembayaran kontrak, sebagai uang retensi dan cadangan dana untuk biaya perbaikan apabila ada kerusakan yang timbul setelah serah terima yang pertama. Sedangkan serah terima kedua dilakukan setelah masa

pemeliharaan yang diatur dalam syarat-syarat khusus kontrak telah berakhir dan pihak penyedia jasa telah menerima pembayaran kontrak.97

3. Jaminan Pemeliharaan

Apabila pemborong telah menyelesaikan pekerjaannya sesuai dengan perjanjian pemborongan, maka pemborong menyerahkan pekerjaannya dan pemborong menerima pembayarannya. Namun bagi pihak pemborong masih ada kewajiban- kewajiban untuk memelihara hasil pekerjaannya selama jangka waktu tertentu, yang dinamakan masa pemeliharaan.

Jaminan pemeliharan merupakan sejumlah uang tertentu yakni sebesar 5% (lima persen) dari harga borongan yang digunakan untuk menjamin kerusakan-kerusakan pada pekerjaan tersebut selama jangka waktu tertentu. Apabila masa pemeliharaan sudah selesai, maka uang jaminan pemeliharaan tersebut dapat diambil oleh

pemborong.98

4. Jaminan Pembangunan

Dalam perjanjian pemborongan, pihak yang memborongkan/pemberi tugas dapat mensyaratkan adanya pemborong peserta yang akan melanjutkan pekerjaan jika pemborong utama tidak menyelesaikan pekerjaannnya, misalnya karena pemborong utama meninggal dunia.99

Jaminan pembangunan dapat menguntungkan pihak yang memborongkan maupun pihak pemborong. Karena bagi pihak yang memborongkan tidak

97J. Tinggi Sianipar dan Jan Pinontoan,Surety Bonds Sebagai Altternatif dari Bank Garansi,

(Jakarta: CV Dharmaputra, 2003), hal.10

98

F.X. Djumialdji,Perjanjian Pemborongan, op.cit., hal. 54

mengalami hambatan dalam melakukan pekerjaannya, sedangkan bagi pihak pemborong tidak perlu membayar ganti rugi jika tidak dapat melanjutkan pekerjaannya.

Di dalam praktek, jaminan pembangunan ini jarang digunakan. Jaminan pembangunan ini merupakan jaminan yang baik karena dengan adanya jaminan ini dapat menghilangkan kemungkinan terbengkalainya suatu pekerjaan, yakni dengan adanya pihak yang akan meneruskan pekerjaannya, yaitu pemborong peserta sehingga pekerjaan akan selesai tepat pada waktunya.

Kontrak kerja pelaksanaan masih berlaku hingga tahap penyerahan. Pada tahap penyerahan ini ada 2 (dua) jaminan terhadap pekerjaan yang telah dilaksanakan. Tahap pertama merupakan tahap pemeliharaan. Pada masa pemeliharaan ini segala sesuatu yang berkaitan dengan pekerjaan pelaksanaan yang masih belum sempurna (rusak, cacat, kekurangsempurnaan pekerjaan yang ringan) dapat diselesaikan pada masa sebelum penyerahan kedua kalinya. Waktu pelaksanaan tahap pemeliharaan ini biasanya singkat sekitar 2 (dua) minggu saja. Sedangkan tahap kedua, adalah masa “pertanggungan atau jaminan” bangunan hingga 10 (sepuluh) tahun kedepan atau masa bangunan dioperasikan/dimanfaatkan. Pada masa ini segala sesuatu yang berkaitan dengan kerusakan akibat kesalahan/kekurangan pada saat pelaksanaan pekerjaan konstruksi (masa kontraktual) dilaksanakan. Masa ini kontraktor masih “ikut” bertanggung jawab, termasuk konsultan pengawas dan konsultan perencana.

Kontrak kerja konstruksi merupakan ukuran pasti dalam mengadakan pekerjaan konstruksi. Akibatnya adalah bahwa pihak-pihak di dalam kontrak kerja konstruksi harus memenuhi hak dan kewajiban yang dibebankan kepadanya di dalam pelaksanaan pekerjaan konstruksi. Hak dan kewajiban di dalam kontrak kerja konstruksi merupakan suatu prestasi yang dilaksanakan masing-masing pihak, sehingga konteks ini merupakan bagian dari ranah hukum perdata.

C. Upaya Penyelesaian Sengketa Masalah Pemberian Kuasa Direktur pada