• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II PEMBERIAN KUASA DIREKTUR PADA PROYEK

B. Tanggung Jawab Para Pihak Dalam Surat Kuasa Direktur

Undang-undang telah mengatur mengenai hal-hal yang berhubungan dengan pemberian kuasa. Ketentuan mengenai pemberian kuasa itu diatur di dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata. Perjanjian Pemberian Kuasa diatur dalam Pasal 1792 s.d Pasal 1818 KUHPerdata, Perjanjian Pemberian Kuasa adalah suatu perjanjian yang berisikan pemberian kekuasaan kepada orang lain yang menerimanya untuk melaksanakan sesuatu atas nama orang yang memberi kuasa.

Di dalam Pasal 1795 KUHPerdata menyebutkan bahwa pemberian kuasa dapat dilakukan secara khusus, yaitu mengenai hanya satu kepentingan tertentu atau lebih, atau secara umum, yaitu meliputi segala kepentingan si pemberi kuasa. Si pemberi kuasa dapat menggugat secara langsung orang dengan siapa si kuasa telah bertindak dalam kedudukannya dan menuntut dari padanya pemenuhan persetujuannya.

Lastgeving54 merupakan suatu persetujuan sepihak, di mana kewajiban untuk melaksanakan prestasi hanya terdapat pada satu pihak. Pasal 1792 KUHPerdata merupakan lastgeving dan pada dasarnya pemberian kuasa ini bersifat cuma-cuma (Pasal 1794 KUHPerdata).

Suatu pemberian kuasa (lastgeving) tidak selalu memberikan wewenang untuk mewakili pemberi kuasa. Dalam lastgeving dimungkinkan adanya wewenang mewakili (volmacht), akan tetapi tidak selalu volmacht merupakan bagian dari 54lastgeving merupakan perjanjian pembebanan perintah yang menimbulkan kewajiban bagi

lastgeving. Apabila wewenang tersebut diberikan berdasarkan persetujuan pemberian kuasa, maka akan terjadi perwakilan yang bersumber dari persetujuan.

Pada umumnya kuasa diberikan secara sepihak, dan hanya menimbulkan wewenang bagi penerima kuasa (substitutor), tapi tidak menimbulkan kewajiban bagi penerima kuasa untuk melaksanakan kuasa itu sehingga tidak memerlukan tindakan penerimaan dari penerima surat kuasa.

Pemberian kuasa merupakan suatu bentuk perikatan hukum yang lahir karena kesepakatan kedua belah pihak yang menimbulkan hak dan kewajiban pada masing- masing pihak sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 1792 KUHPerdata, dan bukti lahirnya kesepakatan dalam perikatan hukum tertulis adalah kedua belah pihak harus menandatanganinya.

Pemberian kuasa (lastgeving) yang terdapat dalam Pasal 1792 KUHPerdata itu mengandung unsur :

a. Persetujuan;

Unsur persetujuan ini harus memenuhi syarat-syarat persetujuan sebagaimana disebutkan dalam Pasal 1320 KUHPerdata :

1) sepakat mereka yang mengikatkan dirinya; 2) kecakapan untuk membuat suatu perikatan; 3) suatu hal tertentu; dan

4) suatu sebab yang halal.

Unsur memberikan kekuasaan untuk menyelenggarakan suatu urusan adalah sesuai dengan yang telah disetujui oleh para pihak, baik yang dirumuskan secara umum maupun dinyatakan dengan kata-kata yang tegas.

c. atas nama pemberi kuasa

Unsur ini berarti bahwa penerima kuasa diberi wewenang untuk mewakili pemberi kuasa. Akibatnya tindakan hukum yang dilakukan oleh penerima kuasa merupakan tindakan hukum dari pemberi kuasa.

Dalam menjalankan kewajiban-kewajiban yang telah ditentukan dalam surat kuasa, ada kalanya penerima kuasa berhalangan karena sesuatu sebab yang mendesak. Dalam surat kuasa dikenal juga adanya hak substitusi, yakni hak untuk mengalihkan sebagian maupun seluruhnya kuasa yang diberikan kepada si penerima kuasa kepada pihak ketiga. Surat kuasa substitusi dapat diterbitkan apabila dalam surat kuasa semula diberikan klausula tentang hal itu.

Pengalihan hak dari penerima kuasa semula pada pihak ketiga dapat dilakukan untuk seluruhnya atau sebagian saja, bergantung pada bunyi klausula pada surat kuasa tersebut. Jika isi klausula memberikan sebagian saja, maka harus ditegaskan dalam surat kuasa semula. Demikian juga apabila kewenangan itu dapat dilimpahkan seluruhnya, maka harus disebutkan pula dalam surat kuasa. Apabila telah terdapat pengalihan kuasa substitusi seluruhnya, maka si pemberi kuasa substitusi tidak dapat menggunakan kembali kuasanya, kecuali pengalihan kuasa tersebut hanya sebagian.

Kewajiban-kewajiban si pemberi kuasa menurut KUH Perdata adalah sebagai berikut :

1. Memenuhi perikatan-perikatan yang diperbuat oleh sikuasa menurut kekuasaan yang telah ia berikan kepadanya. Penerima kuasa tidak terikat pada apa yang telah diperbuat selebihnya dari pada itu, selain sekedar ia telah menyetujuinya secara tegas atau diam-diam.55

2. Mengembalikan kepada si kuasa persekot-persekot dan biaya-biaya yang telah dikeluarkan oleh orang ini untuk melaksanakan kuasanya begitu pula untuk membayar upahnya jika ini telah diperjanjikan.56

3. Memberikan ganti rugi kepada si kuasa tentang kerugian-kerugian yang diderita sewaktu menjalankan kuasanya, asal dalam hal itu si kuasa tidak telah berbuat kurang hati-hati.57

Kewajiban-kewajiban si penerima kuasa :

1. Selama ia belum dibebaskan, melaksanakan kuasanya, dan ia menanggung segala biaya, kerugian dan bunga yang sekiranya dapat timbul karena tidak dilaksanankannya kuasa itu.58 Tugas yang telah disanggupi harus dilaksanakan dengan sebaik-baiknya dan dalam waktu yang setepatnya, jika tidak sipenerima kuasa dapat dianggap melalaikan kewajibannya,untuk mana ia dapat dituntut mengganti kerugian yang ditimbulkan karena kelalaian itu. Kalau si pemberi kuasa meninggal, sedangkan ada urusan yang sudah dikerjakan oleh si kuasa maka urusan itu harus diselesaikannya dengan baik

55Lihat Pasal 1807 KUH Perdata 56Lihat Pasal 1808 KUH Perdata 57Lihat Pasal 1809 KUH Perdata 58Lihat Pasal 1800 KUH Perdata

dahulu sebelum ia dibolehkan mengundurkan diri. Dengan demikian meskipun dengan meninggalnya si pemberi kuasa itu, pemberian kuasa berakhir,59 tetapi penerima kuasa tetap harus menyelesaikan urusannya terlebih dahulu barulah ia dibebaskan setelah melaporkan hasilnya kepada ahli waris pemberi kuasa dan pertanggung jawaban itu diterima baik oleh mereka. 2. Bertanggung jawab tentang perbuatan-perbuatan yang dilakukan dengan

sengaja, tetapi juga tentang kelalaian yang dilakukan dalam menjalankan kuasanya.60

3. Memberikan laporan tentang apa yang telah diperbuatnya dan memberikan perhitungan kepada si pemberi kuasa tentang segala apa yang telah diterimanya berdasarkan kuasanya, sekalipun apa yang diterimanya itu tidak seharusnya dibayar kepada si pemberi kuasa.61

Dalam surat perjanjian pemberian kuasa dijelaskan kedudukan masing-masing pihak, sebagai penerima kuasa mempunyai hak dan kewajiban, antara lain:62

a. Mengadakan hubungan-hubungan langsung atau dengan surat menyurat dengan pejabat-pejabat dalam lingkungan atau yang bersangkut pau dengan proyek tersebut.

b. Menghadiri aanwijzing, mengikuti pelelangan (tender), mengajukan penawaran, menandatangani perjanjian kerja atau kontrak borongan, termasuk

59 Lihat pasal 1813 KUHPerdata 60Lihat Pasal 1801 KUH Perdata 61Lihat Pasal 1802 KUH Perdata

penambahan dan/atau pengurangan kontrak, menerima gunning, mencari tenaga kerja.

c. Menerima segala surat/dokumen serta membalas/menjawabnya.

d. Mengusahakan dan menyediakan modal kerja untuk pelaksanaan proyek, mendapatkan jaminan bank.

e. Menyerahkan hak atas tagihan pembayaran harga pekerjaan dengan cara cessie atau dengan cara lain yang diminta oleh kreditur.

f. Membuka rekening khusus pada salah satu bank yang ditentukan sendiri olehnya.

g. Mengajukan penagihan-penagihan dan menerima pembayaran.

h. Melakukan pembayaran terhadap segala kewajiban dengan meminta bukti pembayarannya.

i. Sebagai pelaksana kuasa bertanggung jawab atas setiap cidera atau kematian dan semua kerugian serta kerusakan atas pekerjaan, peralatan, instalasi, bahan dan harta benda yang mungkin terjadi selama pelaksanaan kontrak.

Pemberi kuasa mempunyai hak dan kewajiban, antara lain :63

a. Mengawasi dan memeriksa pekerjaan yang dilaksanakan oleh penyedia jasa. b. Meminta laporan-laporan secara periodik mengenai pelaksanaan pekerjaan

yang dilakukan oleh penyedia jasa. c. Memberikan instruksi sesuai jadwal.

Apabila timbul perselisihan atau sengketa dalam pelaksanaan perjanjian pemborongan antara kedua belah pihak yaitu pihak pemberi tugas dan pihak kontraktor, maka pihak yang bertanggung jawab adalah pihak kontraktor, dalam hal ini pengalihan tanggung jawab diberikan kepada pihak ketiga sebagai penerima kuasa dari direktur perusahaan. Penyerahan tanggung jawab yang tertuang di dalam perjanjian kuasa hanya khusus bertindak untuk melakukan segala urusan yang bersangkut paut dengan mengurus dan melaksanakan kegiatan pekerjaan proyek pembangunan jalan.

Tanggung jawab penerima kuasa adalah memenuhi dan melaksanakan pasal- pasal yang tercantum dalam surat kuasa antara lain yang berkenaan dengan kualitas, yaitu melaksanakan pekerjaan sesuai dengan instruksi dari pihak pemberi kuasa, menginformasikan setiap keterlambatan kepada pihak pemberi kuasa.

Selain itu tanggung jawab pihak penerima kuasa juga meliputi tanggung jawab dalam surat kuasa adalah melaksanakan pemborongan sesuai dengan kontrak rencana kerja dan syarat-syarat yang telah ditetapkan berdasarkan negosiasi awal antara pihak kontraktor dengan pihak pemberi kuasa.

Adapun tanggung jawab penerima kuasa meliputi tanggung jawab menurut waktu, tanggung jawab menurut syarat bahan dan tanggung jawab penyerahan pekerjaan. Tanggung jawab menurut waktu yaitu penerima kuasa diwajibkan menyelesaikan pekerjaan sesuai dengan jangka waktu yang telah ditetapkan dalam perjanjian, sehingga apabila terjadi keterlambatan dalam penyelesaian proyek, hal tersebut merupakan wanprestasi oleh pihak penerima kuasa.

Pemberian izin perpanjangan waktu pelaksanaan perjanjian surat kuasa hanya dapat diberikan oleh pihak pemberi kuasa atas permintaan tertulis dari pihak penerima kuasa dengan disertai alasan-alasan yang kuat. Dalam perjanjian antara pemberi kuasa dengan penerima kuasa, terdapat beberapa addendum dimana pihak pemberi kuasa meminta kepada pihak penerima kuasa untuk melaksanakan pekerjaan yang diperjanjikan sebelumnya dalam perjanjian pekerjaan proyek pembangunan jalan. Selanjutnya akan dibuatkan suatu addendum tersebut pasti akan menyebabkan bertambahnya waktu dalam penyelesaian pekerjaan proyek pembangunan jalan oleh penerima kuasa. Dapat pula menyebabkan bertambahnya biaya pekerjaan.

Tanggung jawab dimana pihak penerima kuasa harus menggunakan bahan- bahan yang telah disetujui oleh pihak pemberi kuasa dan telah disetujui oleh pihak penerima kuasa. Apabila dalam pelaksanaan perjanjian pemborongan pihak penerima kuasa menyalahi atau menyimpang dari bestek sehingga mengakibatkan mutu bangunan tidak baik maka pihak penerima kuasa harus bertangung jawab untuk mengganti, membongkar dan memperbaiki kembali sesuai dengan bestek yang telah disetujui kedua belah pihak.

Pelaksanaan pembangunan proyek harus selesai 100% (seratus persen) dan diserahkan untuk pertama kalinya kepada pihak pemberi kuasa dengan baik dan dapat diterima selambat-lambatnya dalam jangka waktu yang telah ditentukan dalam perjanjian pemborongan. Pihak penerima kuasa juga diwajibkan untuk memperbaiki segala kekurangannya atau kekurang sempurnaan bangunan yang dikerjakan pada masa pemeliharaan. Jangka waktu pemeliharaan oleh pihak penerima kuasa terhadap

suatu proyek yang dikerjakannya biasanya 1 sampai 3 bulan tergantung dari jenis bangunannya.64

Hal ini sesuai dengan pasal 1609 KUH Perdata, dimana suatu bangunan yang telah diborongkan dengan harga tertentu kemudian rusak sebagian atau seluruhnya yang disebabkan karena adanya kesalahan atau akibat dari jeleknya kualitas bahan material yang dipakai atau karena keadaan tanah dan yang bersangkutan bertanggung jawab untuk itu selama jangka waktu 10 tahun. Demikian juga setelah penyerahan pekerjaannya musnah akibat kesalahan dari pihak pemborong atau adanya cacat yang tersembunyi maka pemborong bertanggung jawab sepenuhnya atas kerugian tersebut.

Penerima kuasa selaku pelaksana bertanggung jawab untuk menyelesaikan pekerjaan pada tanggal yang ditetapkan dalam perjanjian pemborongan jika pekerjaan pemborongan terbagi-bagi atas bagian-bagian yang berbeda pemborong juga wajib menyerahkan pekerjaan pada tiap-tiap tanggal yang dicantumkan dalam bestek atau yang telah diperjanjikan.

Apabila mengalami keterlambatan dalam penyelesaian proyek pembangunantersebut maka akan dikenakan denda sebesar 1/1000 (satu per seribu) dari nilai kontrak untuk setiap hari keterlambatan dan maksimum 5% (lima persen) dari nilai kontrak.

Apabila yang terjadi adalah pemutusan hubungan perjanjian, maka jaminan pelaksanaan menjadi milik pengguna jasa dalam hal ini pemberi borongan pekerjaan berkewajiban membayar pekerjaan yang telah dikerjakan dengan baik oleh penerima

kuasa. Sedangkan untuk pekerjaan yang belum diselesaikan oleh kontraktor dapat dilanjutkan oleh pihak ketiga yang ditunjuk oleh pengguna jasa pemborongan.

Akibat pemutusan perjanjian tersebut maka pengguna jasa pemborongan berkewajiban membayar pekerjaan-pekerjaan yang telah dikerjakan dengan baik oleh pemborong. Setelah adanya pemutusan perjanjian ini maka pengguna jasa pemborongan berwenang untuk melanjutkan pekerjaan yang belum diselesaikan oleh penerima kuasa dengan dikerjakan sendiri (eigenbeheer) atau dilanjutkan oleh pihak ketiga yang ditunjuk oleh pengguna jasa pemborongan. Namun lain halnya apabila keterlambatan bagi pelaksana kuasa karena keadaan memaksa (Overmacht/force majeure) berarti tidak ada kesalahan dan pemborong tidak bertanggung jawab.65

Maksudnya dalam hukum perjanjian adalah kewajiban memikul kerugian yang disebabkan karena suatu kerja diluar kesalahan salah satu pihak.

Perjanjian telah mengatur ketentuan mengenai force majeur/overmacht, dengan menggunakan istilah keadaaankahar, yaitu merupakan keadaan yang terjadi diluar kehendak para pihak sehingga kewajiban yang telah ditentukan dalam kontrak menjadi tidak dapat dipenuhi.66

Untuk dapat dikatakan suatu “keadaan memaksa” (overmacht/force majeur), selain keadaan itu “diluar kekuasan penerima kuasa dan memaksa”, keadaan yang timbul itu juga harus berupa suatu keadaan yang tidak dapat diketahui pada waktu

65R. Subekti,Op. Cit, hal 45.

perjanjian itu dibuat, setidak-tidaknya tidak dipikul resikonya oleh penerima kuasa yang mempengaruhi jalannya pelaksanaan pekerjaan yaitu:67

1. Bencana alam (yang dinyatakan oleh pemerintah setempat), yaitu gempa bumi, angin topan, tanah longsor, banjir dan kebakaran.

2. Peperangan, pemberontakan dan kerusuhan masal.

3. Peraturan Pemerintah dibidang moneter yang berkaitan dengan pekerjaan ini yaitu kenaikan BBM, perubahan nilai rupiah.

Bila penerima kuasa berhasil dalam membuktikan adanya keadaan yang demikian itu, tuntutan pemberi kuasa akan ditolak oleh hakim dan sipenerima kuasa terluput dari penghukuman, baik yang berupa penghukuman untuk memenuhi perjanjian maupun untuk membayar penggantian kerugian.

Abdulkadir Muhammad membedakan keadaan memaksa yang bersifat objektif dan subjektif. Keadaan memaksa yang bersifat objektif dan bersifat tetap secara otomatis mengakhiri perikatan dalam arti perikatan itu batal (the agreement

would be void from the outset). Konsekuensi dari perikatan yang batal ialah

pemulihan kembali dalam keadaan semula seolah-olah tidak pernah terjadi perikatan jika perikatan itu sudah dilaksanakan. Tetapi jika satu pihak sudah mengeluarkan biaya untuk melaksanakan perjanjian itu sebelum waktu pembebasan, pengadilan berdasarkan kebijaksanaannya boleh memperkenankannya memperoleh semua atau sebagian biaya dari pihak lainnya, atau menahan uang yang sudah dibayar. Dalam hal keadaan memaksa yang bersifat subjektif dan sementara, keadaan memaksa itu hanya

mempunyai daya menangguhkan, dan kewajiban berprestasi hidup kembali jika keadaan memaksa itu sudah tidak ada lagi. Tetapi jika prestasinya sudah tidak mempunyai arti lagi bagi kreditur, perikatannya menjadi gugur. Pihak yang satu tidak dapat menuntut kepada pihak lainnya. Keadaan memaksa dalam hal ini bersifat sementara. Dalam keadaan yang demikian ini, perikatan tidak berhenti (tidak batal), melainkan hanya pemenuhan prestasinya tertunda. Jika kesulitan itu sudah tidak ada lagi, pemenuhan prestasi diteruskan.68 Jadi, jika pekerjaan yang dilakukan musnah atau rusak diluar kesalahan dari pihak pelaksana kuasa, misalnya karena gempa bumi, kebakaran, dan lain-lain dan ia berusaha untuk menanggulangi bahaya itu maka ia berhak memperoleh pembayaran ganti rugi seimbang dengan pekerjaan yang telah dihasilkan dan ongkos-ongkos yang telah dikeluarkan.

Penerima kuasa bertanggung jawab dalam jangka waktu tertentu, lazimnya satu sampai tiga bulan terhitung setelah terjadinya penyerahan pekerjaan yang pertama yaitu pekerjaan telah selesai 100%. Pada masa itu ia wajib melakukan perbaikan jika terbukti adanya cacat atau kekurangan pada pekerjaannya, hal ini disebut dengan masa pemeliharaan.69

Sesudah pekerjaan diterima pertama kali oleh bouwheer, maka berlaku masa pemeliharaan yang lamanya tergantung dari macam pekerjaan. Apabila dalam masa pemeliharaan tidak mau atau tidak sanggup memperbaiki kerusakan atau menambah pekerjaan yang masih kurang, maka bouwheer akan menegur untuk melaksanakan

68Abdulkadir Muhammad.Op.Cit,hlm.32

kewajibannya, kalau pemborong tidak mengindahkannya, makabouwheerakan dapat memperbaiki sendiri atau menyerahkan kepada pihak lain dengan biaya milik pemborong, karena bagi pemborong yang telah menyerahkan pekerjaannya (penyerahan pertama), sebagian uang pemborong masih ditahan olehbouwheer yaitu sebanyak 5% dari harga borongan dapat diambil oleh pemborong dan sekaligus dilakukan penyerahan kedua sampai selesainya masa pemeliharaan yang telah diperjanjikan olehbouwheerdan pemborong.70