• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP INVESTOR

B. Perlindungan Hukum Terhadap Investor Dalam Scriptless

1. Perlindungan hukum Terhadap Investor DalamScriptless trading

Untuk mengundang investor masuk dalam pasar modal Indonesia diperlukan hukum yang mengatur kegiatan pasar modal tersebut. Selain perilaku hukum, diperlukan suatu sistem hukum yang memberikan kepastian hukum, dimana yang di dalamnya terdapat 1 (satu) paket lengkap yaitu peraturan-peraturan hukum yang

responsive, perilaku aparat hukum yang mampu melakukan law enforcement, dan budaya hukum masyarakat maupun budaya hukum dari aparat hukum yang baik.138

Berdasarkan penjelasan di atas, dapat dikatakan kepastian hukum mempunyai arti penting dalam suatu kegiatan investasi di pasar modal. Bagi Investor sendiri arti penting kepastian hukum adalah tolak ukur utama untuk menghitung resiko.139Sejauh mana resiko dapat dikendalikan dan bagaimana perlindungan hukum terhadap resiko tersebut. Kalau penegakan hukum tidak mendapatkan kepercayaan hukum dari investor, hamper dapat dipastikan investor tersebut tidak akan mau berspekulasi di tengah ketidakpastian. Dalam keadaan demikian, maka tidak akan ada investor yang mau berinvestasi dalam bentuk portofolio, apalagi dalam bentukdirect investment.140 Perlindungan hukum terhadap investor dalam scriptless trading dapat dilihat dari peraturan-peraturan sebagai berikut:

a. Undang Undang No 8 Tahun 1995 Tentang Pasar Modal

138Mengacu kepada pendapat Erman Rajaguguk, bahwa usaha untuk menciptakan iklim

investasi yang kondusif dapat juga melalui penegakan hukum dalam arti dihilangkan ketidakpastian hukum (legal uncertainty), kekusutan hukum (legal entanglement), penyelundupan hukum (legal encirlement), dan tidak terlaksananya hukum (legal enforcibility). Bagi investor-investor Amerika yang sudah terbiasa hidup dalam demokratis berbagai regulasi di bidang investasi bisa menjadi begitu tidak berarti, manakala tidak diikuti oleh kepastian hukum. Salah satu yang perlu dilakukan adalah pembaharuan hukum di berbagai bidang seperti Perseroan terbatas, Pasar Modal, Eksekusi barang jaminan, persaingan usaha yang sehat. Begitu juga dengan penyempurnaan aparatur hukum, suatu peradilan yang bersih perlu ditegakkan karena sebagian sengketa0sengketa dagang penyelesaiannya bergantung kepada kepercayaan peradilan tersebut. Erman Rajaguguk “Masalah Investasi Dalam Pembangunan Lima Tahun ke VI : Suatu Tinjauan Hukum Dan Ekonomi”, dalam hukum Investasi dan Pembangunan (Jakarta : Fakultas Hukum UI, 1994) hal. 550.

139Dikatakan juga oleh Sentosa Sembiring bahwa pentingnya hukum dikaitkan dengan

investasi, investor membutuhkan kepastian hukum dalam menjalankan kegiatan usahanya. Artinya para investor butuh adanya suatu ukuran yang menjadi pegangan dalam menjalankan kegiatan investasinya. Ukuran inilah yang disebut aturan yang dibuat oleh pihak yang berwenang. Aturan tersebut berlaku untuk seluruh pihak. Sentosa Sembiring,Op Cit. Hal 37.

140 Ridwan Khairandy, Iklim Investasi dan Jaminan Kepastian Hukum, (Yogyakarta : Ikatan

Ketentuan mengenai pedoman perilaku dalam Pasar Modal:

Pasal 36 UUPM mengatur bahwa perusahaan efek dan penasihat investasi wajib: 1. mengetahui latar belakang, keadaan keuangan, dan tujuan investasi

nasabahnya; dan

2. membuat dan menyimpan catatan dengan baik mengenai pesanan, transaksi, dan kondisi keuangannya.

Pasal 37 UUPM mengatur bahwa Perusahaan efek yang menerima efek dari nasabahnya wajib:

1. menyimpan Efek tersebut dalam rekening yang terpisah dari rekening Perusahaan Efek ;

2. menyelenggarakan pembukuan secara terpisah untuk setiap nasabah dan menyediakan tempat penyimpanan yang aman atas harta nasabahnya;

Ketentuan mengenai saham tanpa warkat yang dititipkan: Pasal 44 mengatur ketentuan sebagai berikut:

1. Kustodian yang menyelenggarakan kegiatan penitipan bertanggung jawab untuk menyimpan Efek milik pemegang rekening dan memenuhi kewajiban lain sesuai dengan kontrak antara Kustodian dan pemegang rekening dimaksud.

2. Efek yang dititipkan wajib dibukukan dan dicatat secara tersendiri.

3. Efek yang disimpan atau dicatat pada rekening Efek Kustodian bukan merupakan bagian dari harta Kustodian tersebut.

Pasal 45 menyatakan bahwa ”Kustodian hanya dapat mengeluarkan Efek atau dana yang tercatat pada rekening Efek atas perintah tertulis dari pemegang rekening atau Pihak yang diberi wewenang untuk bertindak atas namanya”. Pasal 46 juga mengatur bahwa ”Kustodian wajib memberikan ganti rugi kepada pemegang rekening atas setiap kerugian yang timbul akibat kesalahannya”.

Pasal 111 menyatakan bahwa “Setiap Pihak yang menderita kerugian sebagai akibat dari pelanggaran atas Undang-undang ini dan atau peraturan pelaksanaannya dapat menuntut ganti rugi, baik sendiri-sendiri maupun bersama- sama dengan Pihak lain yang memiliki tuntutan yang serupa. terhadap Pihak atau Pihak- Pihak yang bertanggung jawab atas pelanggaran tersebut”.

b. Undang Undang No 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik Konfirmasi tertulis yang diberikan oleh KSEI kepada masing-masing nasabah atau investor pemegang rekening efek tersebut merupakan bukti yang sah sebagai tanda kepemilikan atas suatu efek tanpa warkat yang dimiliki oleh para nasabah atau investor yang bersangkutan.141 Bukti surat tersebut diterbitkan oleh yang berwenang di pasar modal sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku walaupun yang dipegang oleh investor bukanlah fisik sahamnya. Dalam Pasal 5 ayat (1) Undang Undang No 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik dinyatakan bahwa Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dan/atau hasil cetaknya merupakan alat bukti hukum yang sah.

141 Orinton Purba, Petunjuk Praktis bagi RUPS, Komisaris, dan Direksi Perseroan agar

2. Perlindungan Hukum Terhadap Investor Melalui Penyelesaian Perselisihan

DalamScriptless trading

Syarat bagi investor yang melakukan transaksi saham di bursa. Bagi investor jual, harus memiliki barang atau saham yang akan dijual dan bagi investor beli harus memiliki uang sebesar nilai pembelian yang akan dilakukan. Dengan kata lain, investor jual punya barang sedangkan investor beli punya uang. Prasyarat ini harus dipastikan oleh perusahaan broker yang menjadi perantara transaksi. Jika prasyarat itu tidak dipenuhi, maka risiko bahwa transaksi akan berlangsung tidak normal, tidak sesuai prosedur bisa terjadi. Harus dipahami, jumlah investor yang melakukan transaksi jual beli saham di bursa mencapai puluhan ribu orang, bahkan ratusan ribu. Mereka tidak saling kenal antara satu dengan yang lain. Dalam ilustrasi di atas, investor X tidak saling mengenal dengan investor Y. Karena itu, prasyarat agar transaksi berjalan lancar harus dipatuhi oleh setiap investor maupun perusahaan broker.

Salah satu risiko jika prasyarat itu tidak dipatuhi adalah kemungkinan terjadinya apa yang disebut dengan istilah gagal serah dan atau gagal bayar. Risiko gagal serah sangat mungkin terjadi jika investor yang tidak punya saham atau barang tapi berani menjual saham. Saat proses settlement, investor tidak bisa menyerahkan saham yang mestinya diserahkan. Demikian juga dengan risiko gagal bayar, bisa terjadi pada investor yang tidak punya kecukupan dana tetapi nekad untuk membeli saham. Saat kliring jatuh tempo, si investor tidak mampu membayar saham yang sudah dibelinya. Yang bertanggung jawab jika terjadi risiko gagal serah dan gagal

bayar seperti itu adalah Seharusnya investor yang bertanggung jawab. Namun, dalam praktek bentuk tanggung jawab itu tidak hanya dibebankan ke investor. PT KPEI dan atau KSEI akan membebankan tanggung jawab itu ke perusahaan broker sebagai anggota kliring dan kustodian. walaupun, perusahaan broker juga akan membebankan tanggung jawab ke investor.

Gagal serah adalah tidak dipenuhinya sebagian atau seluruh kewajiban Anggota Bursa untuk melakukan penyerahan efek tertentu dalam rangka penyelesaian transaksi bursa. Sedangkan gagal bayar diartikan sebagai tidak dipenuhinya sebagian atau seluruh kewajiban Anggota Bursa untuk melakukan pembayaran sejumlah uang dalam rangka penyelesaian transaksi bursa.

Jika disimak definisi di atas maka jelas bahwa pelaku gagal serah dan gagal bayar itu adalah Anggota Bursa, bukan investor. Karena itu Anggota Bursalah yang bakal dikenai sanksi oleh KPEI maupun KSEI. Karena itu, Anggota Bursa perlu mencermati dan memastikan bahwa investornya bertransaksi sesuai dengan syarat yang ada dimana Investor beli punya uang dan investor jual punya saham. Jika prinsip ini dipegang teguh, tidak akan terjadi apa yang disebut dengan gagal serah dan atau gagal bayar.

Sebagaimana industri lainnya, pasar modal memiliki karakteristik dan mekanisme bisnis yang khusus dan berbeda dengan industri lain. Penyelesaian sengketa dan perselisihan yang cepat sudah menjadi pemahaman seluruh pihak yang berinvestasi di pasar modal. Karenanya guna menjembatani kepentingan bersama itu sejak 9 Agustus 2002 segenap pelaku pasar modal yang dimotori Bapepam bersama

BEJ, BES, KPEI dan KSEI, serta sejumlah pakar hukum dan asosiasi membentuk sebuah lembaga arbitrase yang dinamakan Badan Arbitrase Pasar Modal Indonesia (BAPMI). Praktis sejak saat itu BAPMI mulai berperan dalam menyelesaikan sengketa bisnis yang terjadi di pasar modal.

Karena BAPMI merupakan arbitrase kelembagaan di pasar modal yang dibentuk karena mekanisme dan karakteristik bisnis di pasar modal, maka lembaga ini hanya menangani sengketa perdata sehubungan dengan kegiatan di bidang pasar modal, dan hanya apabila diminta oleh para pihak yang bersengketa. Surat permintaan itu pun harus didasarkan kesepakatan tertulis para pihak bahwa sengketa akan diselesaikan melalui BAPMI. Tanpa adanya kesepakatan itu BAPMI tidak mempunyai kewenangan menyelesaikan sengketa dimaksud. BAPMI tidak mempunyai kewenangan pula untuk menyelesaikan perkara yang masuk ke dalam ruang lingkup pidana dan administrasi.

BAPMI menyediakan tiga jenis penyelesaian sengketa yaitu: 1. Pendapat Mengikat

Pendapat mengikat adalah pendapat yang dikeluarkan BAPMI atas permintaan para pihak untuk memberikan penafsran mengenai suatu ketentuan yang kurang jelas di dalam perjanjian. Pendapata mengikat cocok untuk perselisihan yang berkenaan dengan perbedaan penafsiran perjanjian. Pendapat mengikat bersifat mengikat bagi para pihak yang memintanya. Oleh karena itu setiap tindakan yang bertentangan dengan pendapat mengikat dianggap cidera janji.

Mediasi adalah penyelesaian sengketa melalui perundingan dengan bantuan mediator BAPMI yang dipilih oleh para pihak sendiri. Mediator hanya bertindak sebagai fasilitator perundingan, tidak memberikan keputusan atas sengketa. Alasan menempuh upaya mediasi karena para pihak tetap ingin memelihara kerjasama dan masih yakin dapat menyelesaikan secara baik-baik, mereka hanya perlu kehadiran mediator untuk membantu dalam perundingan. Oleh karena itu mediasi dianggap berhasil apabila para pihak dapat mencapai perdamaian.

Kesepakatan dalam mediasi bersifat mengikat dan harus didaftarkan pada pengadilan negeri setempat. Oleh karena itu pihak yang tidak melaksanakan kesepakatan damai dianggap telah melakukan cidera janji.

Mediasi tidak selalu berhasil, ada kemungkinan deadlock jika satu atau kedua belah pihak tidak bersedia melanjutkan perundingan. Apabila hal itu terjadi, para pihak dengan kesepakatan bersama dapat melanjutkan kepada proses arbitrase BAPMI.

3. Arbitrase

Arbitrase adalah penyelesaian sengketa dengan menyerahkan kewenangan kepada arbiter BAPMI untuk memeriksa dan mengadili sengketa pada tingkat pertama dan terakhir.

Jenis penyelesaian sengketa yang ada di BAPMI bisa dipilih oleh para pihak disesuaikan dengan kebutuhan, karakteristik sengketa dan harapan para pihak terhadap solusi akhirnya. Alternatif penyelesaian sengketa di luar pengadilan

sebenarnya sangat memenuhi kebutuhan pelaku pasar yang menghendaki penyelesaian sengketa yang tidak berlarut-larut.

R. Subekti dan Asikin Kusumah Atmadja pernah mengatakan bahwa di Indonesia praktek arbitrase sudah dikenal sebelum Perang Dunia II namun masih jarang dipakai karena kurangnya pemahaman masyarakat dan tidak ada keyakinan tentang manfaatnya.142Berarti seiring dengan peningkatan pemahaman akan semakin banyak pelaku pasar yang memanfaatkan pendapat mengikat, mediasi dan arbitrase BAPMI untuk menyelesaikan sengketa perdata mereka di bidang pasar modal. Karenanya BAPMI menghimbau agar pelaku pasar modal tidak perlu ragu memilih pendapat mengikat, mediasi dan arbitrase karena mekanisme itu mendapatkan pengakuan dalam sistem hukum Indonesia, antara lain Keppres No. 34/1981 (ratifikasi atas New York Convention), Undang Undang No 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa, Undang Undang No 4/2004 tentang Kekuasaan Kehakiman yang tidak menutup penyelesaian perkara dilakukan di luar peradilan negara. Pengadilan dan Mahkamah Agung juga banyak memberikan dukungan terhadap arbitrase, dalam bentuk pengakuan terhadap kompetensi absolut arbitrase maupun pelaksanaan putusan arbitrase.

Ada tiga macam sanksi yang diterapkan oleh Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal, yaitu:143

142

Prof. Soedikno Mertokusumo, Hukum Acara Perdata Indonesia, (Jakarta : Citra Aditya Bakti, 2001) hal. 86.

143 Indra Surya, dkk.Aspek Hukum Pasar Modal Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2004), hal.

1. Sanksi Administratif

Sanksi administratif adalah sanksi yang dikenakan oleh Bapepam-LK kepada pihak-pihak yang dianggap melanggar peraturan perundang-undangan di bidang pasar modal. Pihak yang dapat dijatuhkan sanksi adalah:

a) Pihak yang memperoleh ijin dari Bapepam-LK.

b) Pihak yang memperoleh persetujuan dari Bapepam-LK. c) Pihak yang melakukan pendaftaran kepada Bapepam-LK.

Jenis sanksi administratif yang dapat dijatuhkan oleh Bapepam-LK kepada pihak-pihak tersebut diatas adalah:

a) Peringatan tertulis; b) Denda;

c) Pembatasan kegiatan usaha; d) Pembekuan usaha;

e) Pencabutan ijin usaha f) Pembatalan persetujuan; dan g) Pembatalan pendaftaran. 2. Sanksi Perdata

Sanksi perdata lebih didasarkan pada UUPT, di mana emiten atau perusahaan publik harus tunduk pula. UUPT dan UUPM menyediakan ketentuan yang memungkinkan pemegang saham untuk melakukan gugatan perdata kepada setiap pengelola atau komisaris perusahaan yang tindakan atau keputusannya menyebabkan kerugian pada perusahaan.

3. Sanksi Pidana

Pasal 103-110 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal mengancam setiap pihak yang terbukti melakukan tindak pidana di bidang pasar modal diancam hukuman pidana penjara bervariasi antara satu sampai sepuluh tahun.

Salah satu contoh kasus gagal bayar adalah yang dilakukan oleh PT Danatama Makmur. Kliring dan Penjaminan Efek Indonesia (KPEI) akhirnya membuka seluk beluk kasus gagal bayar PT Danatama Makmur yang menyebabkan aktifitas perantara perdagangan sahamnya sebagai broker dihentikan sementara (suspensi). Masalahnya adalah keterlambatan pembayaran transaksi akibat kebijakan pengetatan likuiditas perbankan di Amerika Serikat. Gagal bayar dalam bursa memiliki pengertian bahwa pada saat waktu penyelesaian transaksi tiba (settlement), broker terkait tidak dapat memenuhi kewajiban pembayaran. Latar belakang gagal bayar bisa berupa keterlambatan teknis akibat kliring antar bank atau bisa juga memang investor atau brokernya tidak memiliki dana untuk memenuhi kewajibannya ketika settlement. Dalam kasus Danatama beralasan ada keterlambatan teknis akibat kebijakan perbankan di Amerika Serikat yang diberlakukan oleh Federal Reserved (The Fed). Akibatnya pembayaran settlement ke Danatama jadi tertunda. Penundaan settlement Danatama terjadi atas 3 transaksi di 3 hari perdagangan yang berbeda berturut-turut. Total gagal bayar tersebut mencapai Rp 400 miliar lebih. Sampai tenggang waktu yang diberikan Danatama belum juga melakukan settlement. Akibatnya, KPEI memberikan ancaman pada Danatama bahwa akan menjual paksa (forced sell)

portofolio Danatama yang terkait dengan pinjam meminjam efek (PME). Nilainya sekitar 300% dari total kewajiban mereka. Akhirnya Danatama memenuhi kewajibannya dengan cara mencicil kepada KPEI. Pada hari yang sama dengan transaksi Danatama gagal bayar, broker tersebut menangani transaksi pembelian kembali saham (buy back) PT Bumi Resources Tbk (BUMI) senilai Rp 400 miliar lebih.