• Tidak ada hasil yang ditemukan

Permasalahan dan Tantangan Pengembangan Drainase Identifikasi Permasalahan Drainase Perkotaan

Permasalahan yang terkait dengan kondisi serta permasalahan dalam menghadapi pengelolaan drainase saat ini serta tantangan yang dihadapai antara lain mencakup: 1. Kecendrungan Perubahan Iklim

Beberapa tahun belakangan ini, kecendrungan perubahan iklim banyak terjadi di beberapa tempat di Indonesia. Perubahan iklim tersebut antara lain curah hujan relatif tinggi dan dalam jangka waktu yang rendah, muka air laut pasang cenderung lebih tinggi dan lain-lain. Adanya fenomena perubahan iklim akibat pemanasan global yang ditandai dengan kekeringan panjang, curah hujan tinggi berpotensi mengakibatkan bencana kebakaran hutan saat kemarau dan bencana banjir saat musim hujan. Perubahan-perubahan tersebut menyebabkan penanganan drainase yang relatif lebih sulit dan memerlukan biaya yang lebih mahal.

2. Perubahan Fungsi Lahan Basah

Akibat kebutuhan lahan yang sangat besar untuk pengembangan permukiman, industri sering kurang terkendali, tidak sesuai dengan Rencana Tata Ruang maupun Konsep Pembangunan Berkelanjutan. Akibat banyak kawasan-kawasan rendah yang semula berfungsi sebagai tempat parkir air (retarding pond), lahan basah (wet land) seperti rawa-rawa, situ-situ, embung dan lain-lain ditimbun sehingga merubah keseimbangan pola tata air.

Hal-hal tersebut diatas akan berdampak rendahnya kemampuan sistem drainase untuk mengeringkan kawasan terbangun dan rendahnya kapasitas seluruh prasarana pengendali banjir (sungai, folder-folder, pompa dan pintu-pintu pengatur) untuk mengalirkan air hujan ke badan air. Permasalahan tersebut di atas

tentunya perlu diminimalisasi dengan produk pengaturan yang mengatur pembangunan di areal lahan basah (wet land).

3. Belum adanya Ketegasan Fungsi Sistem Drainase

Kejelasan fungsi saluran drainase yang berlangsung saat ini, apakah selain untuk sistem pelimpasan air hujan apakah juga untuk pembuangan air limbah dapur dan cuci (grey water). Sementara fungsi dan karakteristik sistem drainase berbeda dengan sistem air limbah yang tentunya akan membawa masalah pada daerah hilir aliran. Apalagi kondisi saat ini akan diperparah bila ada sampah yang dibuang ke saluran akibat penanganan sampah secara parsial oleh pengelola sampah ataupun masyarakat.

4. Kelengkapan Perangkat Peraturan

Keberadaan dan fungsionalisasi perangkat pengaturan, antara lain mencakup: a. Keterlibatan, koordinasi dan peran serta instansi lain yang bertanggung jawab

terhadap utilitas yang ada harus ditetapkan dalam suatu peraturan perundangan terutama yang mengatur jalur, posisi dan kedalaman pipa-pipa gas, minyak, air bersih, listrik, telepon dan utilitas lainnya harus diketahui agar dapat saling menunjang kepentingan masing-masing.

b. Kedudukan dan status mereka harus tertuang dalam peraturan daerah sehingga masyarakat dan swasta dapat mengetahui tugas, tanggung jawab dan wewenangnya

c. Bentuk dan struktur organisasi, uraian tugas dan kualitas personil yang dibutuhkan dalam melaksanakan penanganan drainase harus dirumuskan dalam peraturan daerah

d. Peraturan daerah mengenai ketertiban umum yang meyangkut penanganan drainase perlu disiapkan, seperti pencegahan pengambilan air tanah secara besar-besaran, pembuangan sampah di saluran, pelarangan pengurugan dan penggunaan daerah resapan air (wetland), termasuk sanksi yang diterapkan. 5. Penanganan drainase yang belum terpadu, seringkali sistem drainase yang

dibangun oleh swasta/pengembang tidak selaras dengan pembangunan drainase makro yang lingkupnya lebih luas dari wilayah tersebut. Akibat terbatasnya masterplan drainase, seringkali pihak pengembang tidak punya acuan untuk sistem lokal misalnya data peil banjir, sehingga penanganan sifatnya hanya partial (terpisah-pisah) untuk wilayah yang dikembangkannya saja.

6. Pengendalian Debit Puncak

Pertambahan penduduk yang semakin meningkat, terbatasnya kemampuan pemerintah, swasta dan masyarakat, serta tuntutan akan kawasan terbangun yang bersih dan sehat mengakibatkan kebutuhan akan pelayanan prasarana dan sarana drainase, harus tetap dipertahankan dan ditingkatkan. Tantangan yang dihadapi antara lain:

a. Mencegah terjadinya penurunan kualitas kawasan terbangun

b. Melakukan optimalisasi fungsi pelayanan dan efisiensi terhadap prasarana dam sarana drainase yang terbangun

c. Melaksanakan peningkatan dan pengembangan sistem yang ada serta pembangunan baru secara efektif dan efisien agar dapat meningkatkan ekonomi masyarakat berpenghasilan rendah

d. Pemerataan pembangunan bidang drainase dengan memperhatikan kondisi ekonomi nasional dam daerah setempat

e. Menunjang terwujudnya lingkungan perumahan dan permukiman yang bersih dan sehat serta terjangkau oleh masyarakat berpenghasilan rendah.

f. Kebijakan, Program dan Kegiatan Pengelolaan Drainase Dalam Rencana Perkotaan

Tabel 7-32 Identifikasi Permasalahan Pengelolaan Drainase

No Aspek PengelolaanDrainase PERMASALAHAN Yang Sudah DilakukanTindakanYang Akan Dilakukan A Kelembagaan :

Bentuk Organisasi

Belum adanya kejelasan fungsi pembagian tugas dan tanggung jawabnya terhadap penanganan sistem drainase dimana pembagian wilayah atau sungai/saluran drainase yang menjadi wewenang

Pemerintah Pusat atau Daerah harus jelas batasannya.

Pengelolaan sistem jaringan drainase yang ada di Kabupaten Lampung Timur saat ini dilaksanakan oleh Bappeda dan Dinas PU. 1) Kabupaten Lampung Timur akan merencanakan Pembangunan Saluran Drainase secara terpadu sesuai dengan arahan RTRW.

2) Pembagian tanggung jawab harus

dikelompokkan dalam tiap Sub Sistem pengembangan Drainase sehingga diharapkan mekanisme control dapat berjalan lebih efektif.

3) Diperlukan keterpaduan antar seluruh stakeholder, keterpaduan Tata Laksana (Tupoksi,

SOP,dll)

Dinas PU/Cipta Karya dan Bappeda Kabupaten Lampung Timur telah melakukan pembangunan saluran drainase baik primer, sekunder ataupun tersier secara terpadu. Kualitas dan Kuantitas

No Aspek PengelolaanDrainase PERMASALAHAN Yang Sudah DilakukanTindakanYang Akan Dilakukan penanganan dengan pengendalian banjir, kapasitas SDM dan lain-lain, perlu ditingkatkan kapasitas kelembagaan pengelola drainase di Dinas PU. Hal yang utama adalah tambahan manajer tingkat bawah

(setingkat Kepala Seksi) untuk Perencanaan dan Investasi, dan Pengaturan/Pengelola an yang perlu diperkuat. B Pembiayaan Sumber-sumber pembiayaan (APBD Prov/Kab/kota/ swasta/ masyarakat/dll) Terbatasnya kemampuan pendanaan yang dimiliki Kabupaten Lampung Timur sertaanggaran yang dialokasikan oleh pemerintah daerah dalam pengelolaan drainase masih didominasi dana APBD. C Perundangan terkait

sektor drainase Sampai saat iniPemerintah Kabupaten Lampung Timur belum memiliki Perda mengenai pengelolaan drainase.

Membuat peraturan daerah mengenai ketertiban umum yang mneyangkut penanganan drainase perlu disiapkan, seperti pencegahan pengambilan air tanah secara besar-besaran, pembuangan sampah di saluran, pelarangan pengurugan dan penggunaan daerah resapan air (wetland), termasuk sanksi yang diterapkan. D Peran serta Masyarakat dan swasta Kurangnya kesadaran masyarakat dalam membangun dan atau memeliharan infrastruktur sistem drainase. 1) Pembangunan drainase lingkungan dengan pola kerja pemberdayaan masyarakat melalui kelompok masyarakat (POKMAS). 2) Diperlukan sosialisasi terus menerus agar

No Aspek PengelolaanDrainase PERMASALAHAN Yang Sudah DilakukanTindakanYang Akan Dilakukan masyarakat ikut menjaga kelestarian lingkungan, prioritas penanganan drainase untuk pemeliharaan saluran secara rutin ataupun khusus. E Teknis Operasional:

Aspek perencanaan

(MP, FS, DED) Sampai saat ini PemerintahKabupaten Lampung Timur telah memiliki master plan drainase perkotaan

Akan dibuat FS, DED

a) Saluran

Primer

Sekunder Ruas sepanjang jalan nasional (lintas timur sumatera) belum semuanya dilengkapi dengan drainase jalan (tanah dan atau pasangan batu).

Ruas sepanjang jalan provinsi belum semuanya

dilengkapi dengan drainase jalan (tanah dan atau pasangan batu).

Tersier b) Turap c) Bangunan

pelengkap (gorong-gorong, pintu air, pompa, talang, dst)

Pemerintah

Kabupaten Lampung Timur belum memiliki prasarana pengendali banjir (sungai, gorong-gorong, pompa dan pintu-pintu pengatur) untuk mengalirkan air hujan ke badan air. d) Waduk, kolam

retensi, sumur resapan

Pengembangan permukiman sering kurang terkendali atau tidak sesuai dengan Rencana Tata Ruang maupun Konsep Pembangunan Berkelanjutan. Sehingga banyak kawasan - kawasan yang semula berfungsi sebagai tempat parkir air (retarding pond),

No Aspek PengelolaanDrainase PERMASALAHAN Yang Sudah DilakukanTindakanYang Akan Dilakukan seperti rawa-rawa,

situ-situ, embung, dan lain - lain berubah fungsi sehingga merubah

keseimbangan pola tata air.

Sumber : Rencana Induk Sistem Drainase Kabupaten Lampung Timur, 2013

Tantangan Pengembangan Drainase

Adapun tantangan dan peluang pengembangan dalam sektor drainase di Kabupaten Tanggamus meliputi:

a. Terlaksananya pengembangan sistem drainase berkelanjutan, efisien, efektif dan terpadu.

b. Terciptanya pola pembangunan bidang drainase yang berkelanjutan melalui kewajiban melakukan konservasi air dan pembangunan yang berwawasan lingkungan.

c. Terwujudnya upaya pengentasan kemiskinan yang efektif dan ekonomis melalui minimalisasi resiko biaya sosial dan ekonomi serta biaya kesehatan akibat genangan dan bencana banjir.

d. Terwujudnya kawasan permukiman yang ideal dengan minimalisasi genangan / banjir.

e. Terciptanya peningkatan koordinasi antar Kabupaten/Kota dalam penanganan sistem drainase.

f. Tersedianya sistem jaringan drainase skala kawasan dan skala kota sehingga tidak terjadi genangan (lebih dari 30 cm, selama 2 jam) dan tidak lebih dari 2 kali setahun.

Tabel 7-33 Standar Pelayanan Minimal Bidang Cipta Karya berdasarkan Permen PU No.14/PRT/M/2010

Jenis PelayananDasar

Standar Pelayanan Minimal

Batas Waktu Pencapaian Ket Indikator Nilai Penyehatan Lingkungan Permukiman Drainase Tersedianya sistem Jaringan drainase skala kawasan dan skala kota sehingga tidak terjadi genangan (lebih dari 30 cm, selama 2 jam) dan tidak lebih dari 2 kali setahun

50% 2014 membidangiDinas yg PU

7.4.3.2 Sasaran Program

Bila dilihat dari konsep awal drainase Kabupaten Lampung Timur yaitu dengan memanfaatkan saluran alam sebagai pengeringan. Kemudian berkembang pemikiran dengan membuat rencana Sistem Drainase Induk Kabupaten Lampung Timur diteruskan dengan pengembangan sistem drainase sekundernya. Kemudian dari jaringan saluran yang ada dibuat Usulan Kerangka Drainase Kabupaten Lampung Timur dengan beberapa alternatif.

Beberapa pertimbangan lain dalam pengembangan jaringan drainase di Kabupaten Lampung Timur, meliputi :

1. Pengembangan sistem drainase yang berwawasan lingkungan (SDBL), dimana penataan drainase dilakukan dengan adanya unsur konservasi air melalui pola detensi yaitu menampung air sementara dengan adanya kolam retensi/polder.

2. Jaringan drainase dengan sistem terpisah dari buangan/limbah rumah tangga sehingga limpasan air tidak mencemari sungai dan badan penerima buangan (kolam retensi) yang multifungsi sebagai sumber air baku.

3. Memperhatikan relief lahan/topografis kawasan, dimana saluran drainase dapat mengalir dari elevasi tinggi menunju elevasi terendah di dalam kawasan.

4. Memperbaiki dan meningkatkan saluran drainase jalan yang telah ada. Diterapkan pada beberapa ruas jalan yang mempunyai saluran drainase yang belum dilakukan perkerasan dengan, tetapi masih berupa saluran dari tanah. Juga ada beberapa saluran yang ditumbuhi alang-alang sehingga alirannya tidak lancar.

5. Membuat saluran drainase baru pada jalan yang belum ada salurannya serta memanfaatkan lembah curam sebagai pengaliran air. Dengan pembangunan saluran drainase baru ini diharapkan aliran drainase yang ada di Kabupaten Lampung Timur menjadi tidak terputus satu sama lain, dimana sebelum ada saluran drainase alirannya banyak terputus.

6. Pada daerah yang relatif datar harus dibuat dengan kemiringan yang minimal, sehingga air dapat mengalir dengan baik.

7. Pada daerah yang bergelombang dilakukan random sistem dimana kemiringan tanahnya sangat landai dan tidak rata. Penempatan galian harus dipilih agar tidak mengganggu dalam pengolahan tanahnya, yaitu ditempatkan pada daerah terendah menuju titik pengeluaran (outlet).

Rencana pengembangan jaringan drainase di Kabupaten Lampung Timur meliputi :

a. Rencana Jaringan Drainase

1) Sistem Drainase Makro dengan memanfaatkan Daerah Aliran Sungai (DAS) yaitu Way Kambas-Jepara, Way Sekampung, dan Way Seputih dan mengembangkan dan membangun kolam retensi/polder/danau/rawa dengan memanfaatkan titik-titik lokasi genangan/kantong air potensial sebagai badan penerima limpasan air dari saluran primer, dimana kolam retensi/polder tersebut dirancang dengan kolam retensi di dalam badan air/drainase.

Danau yang ada di Kabupaten Lampung Timur berfungsi sebagai sumber pengairan teknis. Fungsi irigasi teknis dapat terlihat di kawasan Danau Jepara dengan luas genangan 220 hektar dan mempunyai aliran tiga sungai yaitu Way Abar, Way Jepara, dan Way Jejawai. Aliran irigasi dari Danau Jepara meliputi Kecamatan Way Jepara, Braja Selebah, dan Labuhan Ratu. Selain Danau Jepara, terdapat pula Danau Beringin/Way Kawat, yang letaknya berada di Kecamatan Sukadana.

2) Saluran Drainase Primer

Saluran primer adalah saluran yang membawa limpasan air hujan ke lokasi pembuangan akhir. Dalam hal ini yang dipersiapkan untuk menjadi saluran primer adalah pada jalan Utama. Sesuai dengan fungsinya saluran primer ini akan memilki dimensi yang relatif besar dari saluran-saluran lainnya.

a. Saluran drainase primer digunakan pada jalur jalan yang berjarak maksimal 500 meter dari jalan yang sejajar dengan jalan tersebut.

b. Luas daerah aliran maksimal 500 ha.

c. Dapat menerima limpasan air dari saluran sebelumnya.

d. Saluran primer ini bermuara langsung ke pembuangan akhir yakni laut dan kolam penampungan.

3) Saluran Drainase Sekunder

Saluran sekunder adalah saluran yang membawa limpasan air hujan menuju saluran sekunder. Dalam hal ini yang akan dimanfaatkan sebagai saluran sekunder adalah jaringan sungai dan anak-anak sungai yang mengalir. Untuk lebih memperlancar aliran air hujan tersebut dibuat pula saluran sekunder buatan yang merupakan saluran yang ditempatkan disepanjang jaringan jalan baik arteri maupun lokal.

a. Saluran drainase sekunder digunakan pada jalur jalan yang berjarak maksimal 500 meter dari jalan yang sejajar dengan jalan tersebut.

b. Luas daerah aliran drainase maksimal 15 ha.

c. Dapat menerima air limpasan dari saluran sebelumnya dengan mengikuti jaringan jalan lokal.

4) Saluran Drainase Tersier

a. Digunakan pada jalur jalan yang berjarak maksimal 200 m dari jalan yang sejajar dengan jalan tersebut.

b. Luas aliran maksimal 4 ha.

c. Dapat menerima air limpasan dari saluran sebelumya (saluran rumah tangga/kavling).

d. Dikembangkan pada jaringan jalan lingkungan permukiman penduduk. Adapun jenis saluran drainase yang akan dikembangkan di Kabupaten Lampung Timur merupakan sistem kombinasi antara jaringan drainase sistem tertutup serta jaringan drainase sistem terbuka yang dibuat di sebelah kiri dan atau kanan jalan, dengan arah pengaliran disesuaikan dengan kondisi topografi setempat. Jaringan drainase sistem tertutup sebagian besar dikembangkan di pusat pemerintahan dan perkantoran, pusat kegiatan komersial, industri serta jalan-jalan utama tertentu, sedangkan jaringan drainase sistem terbuka sebagian besar dikembangkan di lingkungan permukiman dan

b. Bangunan Pelengkap

1) Sambungan Persil, yaitu sambungan saluran air hujan dari gedung/bangunan ke saluran yang berada di tepi jalan.

2) Street Inlet, yaitu lubang-lubang di sisi jalan yang berfungsi untuk menampung dan menyalurkan limpasan air hujan yang berada di sepanjang jalan menuju ke dalam saluran dengan tipe combination inlet yang merupakan bukaan vertical dan horizontal untuk memaksimalkan penyaringan terhadap sampah/bahan padat lainnya.

3) Gorong-gorong, yaitu bangunan perlintasan karena adanya saluran yang melintasi jalan.

4) Bangunan Terjunan, yaitu bangunan yang berfungsi untuk mencegah penggerusan saluran yang diakibatkan oleh kecepatan aliran dalam saluran apabila melebihi batas kecepatan maksimum yang diizinkan.

c. Integrasi Pengendalian Banjir

Beberapa kecamatan di Kabupaten Lampung Timur yang ada sering digenangi banjir meliputi Kecamatan Braja Selebah, Mataram Baru, Labuhan Maringgai, Pasir Sakti, Jabung, Waway Karya, Marga Sekampung, sekampung Udik, Sekampung, Batanghari, Raman Utara, Way Bungur, Sukadana, dan Bumi Agung. Sehingga diperlukan upaya pencegahan banjir yang dapat diakibatkan oleh faktor alam maupun ulah manusia. Dalam hal ini maka dengan sifat morfologis dan tanah pada kawasan, maka penanganan terhadap limpasan air hujan yang tidak terkontrol dikembangkan sistem polder, dimana sistem ini dengan menyediakan kolam-kolam penampungan khusus jatuhan air hujan. Kolam retensi (retention basin) adalah saluran terbuka dengan vegetasi tertentu (rumput dan lain-lain). Kolam retensi dikenal juga dengan istilah wet pond, atau wetpool. Kolam ini digunakan untuk mereduksi kadar polutan yang terbawa aliran air hujan.

Adapun penyediaan kolam retensi dilakukan di beberapa titik genangan yang dapat dijadikan sebagai kolam retensi. Sistem kolam retenssi pada kawasan akan sinergi dengan intae (bangunan pengambil air baku), normalisasi saluran, rumah pompa serta pintu air. Untuk menjaga elevasi muka air kolam, luas minimum daerah tangkapan hujan yang diperlukan adalah sekitar 10 Ha, hingga luas maksimum sekitar 25 Ha. Namun, jika terdapat aliran air tanah yang dapat diandalkan, maka penggunaan kolam retensi pada daerah tangkapan hujan yang lebih kecil bisa dilakukan.

Sistem polder pada kawasan akan sinergi dengan kolam retensi, normalisasi saluran, rumah pompa serta pintu air. Tata cara pembuatan sistem polder diarahkan berdasarkan NSPM Pembuatan Kolam Retensi dan Polder, Dep. PU.

Ketentuan-ketentuan yang harus dipenuhi adalah sebagai berikut :

1) Pembuatan kolam retensi dan sistem polder disusun dengan memperhatikan faktor sosial ekonomi antara lain perkembangan kota dan rencana prasarana dan sarana kota.

2) Kelayakan pelaksanaan kolam retensi dan sistem polder harus berdasarkan tiga faktor antara lain : biaya konstruksi, biaya operasi dan biaya pemeliharaan.

3) Ketersediaan dan tata guna lahan.

4) Kolam retensi dan kolam polder dilaksanakan berdasarkan prioritas zona yang telah ditentukan dalam Rencana Induk Sistem Drainase.

d. Daerah Tampungan Air

Kabupaten Lampung Timur yang terdiri dari kawasan pemukiman dan pada sebagian wilayah masih terdiri dari kawasan non terbangun, maka untuk keperluan sehari-hari, keberadaan air masih diperlukan dalam batasan-batasan tertentu sehingga diharapkan air tidak dibuang sepenuhnya. Untuk itu perlu kiranya dibuatkan tampungan atau semacam embung air, sekaligus dapat dipergunakan sebagai taman kota.

Disamping itu waduk kecil (embung kota) ini diperlukan disaat-saat musim kemarau, karena pada sebagian wilayah sering terjadi kekeringan selain itu dapat memanfaatkan lahan-plahan seperti rawa dan danau untuk daerah tampungan air. Untuk mencapai hal ini memang diperlukan pemikiran lebih lanjut, baik secara teoritis maupun teknis, sehingga perlu dipersiapkan secara matang agar tidak mengalami kendala di kemudian hari.

Pada review desain drainase ini, sebagai konsep awal rencana penempatan daerah kantong-kantong air didalam kawasan perkotaan biasa memanfaatkan saluran-saluran pengeringan yang mengalami genangan dengan cara memperdalam saluran tersebut sehingga menjadi kantong-kantong air. Sedangkan untuk di luar kawasan perkotaan, pada beberapa ruas yang daerahnya retatif rendah pada saluran pengeringan biasa dimanfaatkan untuk membuat kantong-kantong air.

e. Pengelolaan Drainase Kota

Sistem drainase Kabupaten Lampung Timur dikelola oleh Dinas Pekerjaan Umum dan Bappeda Kabupaten Lampung Timur serta mendapat dukungan dari Dinas PU Propinsi, baik pembangunan maupun operasional dan pemeliharaannya. Sampai dengan saat ini masyarakat tidak dikenakan biaya atas pemanfaatan sistem drainase tersebut.

Kedepan perlu adanya ketegasan terkait keharusan menyiapkan sistem drainase skala lingkungan permukiman kepada para pengembang, selama ini banyak pengembang tidak memperhatikan masalah ini, sehingga pada saat mereka meninggalkan perumahan tersebut, masalah banjir/genangan yang timbul beralih menjadi tanggung jawab Pemerintah Kota. Selain itu pemberiaan perijinan pembangunan perumahan oleh pengembang perlu mempersyaratkan adanya sistim pengaturan drainase lingkungan yang memadai.

f. Sumber dan Peluang Sumber pendanaan

Untuk pembiayaan dan pengelolaan drainase Kabupaten Lampung Timur selama ini bersumber pada pendanaan yang beberapa di antaranya tergambar dalam APBD Kabupaten Lampung Timur secara garis besar sumber pendanaan yang selama ini digunakan untuk pembangunan dan pengembangan drainase di Kabupaten Lampung Timur adalah APBD kabupaten, APBD Provinsi, serta berasal dari alokasi APBN, dan pada beberapalokasi permukiman dibiayai langsung danaswasta (developer), dan inisiatif masyarakat. Oleh karena itu Pemerintah Kabupaten Lampung Timur akan terus berusaha memaksimalkan PAD untuk mengurangi ketergantungan kepada pendanaan pusat serta membuat Kabupaten Lampung Timur lebih mandiri.

7.4.3.3 Usulan Kebutuhan Program

Pelaksanaan proyek atau pembangunan adalah kegiatan yang akan dilakukan setelah adanya rekomendasi/program penanganan. Namun, mengingat seluruh program penanganan tersebut tidak dapat dilaksanakan secara bersamaan karena adanya beberapa kendala, seperti ketersediaan dana, ketersediaan lahan, dan berbagai faktor lainnya, maka program penanganan tersebut akan dibagi-bagi dalam beberapa tahapan pelaksanaan. Prioritas Proyek pengelolaan drainase berikut rencana pembiayaan disajikan dalam tabel matriks program pada Bab VIII Memorandum Program Investasi Jangka Menengah Bidang Cipta Karya.